UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBENTENGI AKIDAH ANAK DARI PENGARUH TONTONAN
(Studi Di Jorong Tanjung Pati, Nagari Koto Tuo, Kec.Harau, Kab.50 Kota)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Aqidah Dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
IAIN Bukittinggi
Oleh :
FITRIA MARDANI 4515.007
PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
2019
ABSTRAK
Skripsi ini dibuat oleh Fitria Mardani, 4515.007, dengan judul Upaya Orang Tua Dalam Membentengi Akidah Anak Dari Pengaruh Tontonan (Studi Di Jorong Tanjung Pati, Nagari Koto Tuo, Kec.Harau, Kab.50 Kota), Prodi Akidah Dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Bukittinggi.
Dalam pandangan Islam anak merupakan amanah bagi kedua orang tuanya. Maka orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan arahan agar anak berkembang dengan baik sesuai dengan ajaran Islam. Namun dengan berkembangnya era modernisasi tak jarang para orang tua menggeser peran dan fungsinya dalam keluarga. Hal ini yang menjadikan semua lapisan masyarakat ingin menyejahterakan kehidupan baik bidang ekonomi maupun lainnya. Pada sisi lain, sarana telekomunikasi dan sarana transformasi ilmu pengetahuan semakin maju dan terus berkembang, sehingga perhatian terhadap anak-anak harus terus dilakukan, karena ditakutkan masuknya kerancuan berpikir atau penetrasi kultural dan moral pada mereka. Terutama, kemajuan pesat yang terjadi pada teknologi satelit, acara siaran-siaran langsung menjadi masalah yang mengancam masyarakat muslim dan dunia Timur. Hampir dari produksi saluran-saluran televisi dipergunakan untuk mempropagandakan nilai-nilai moral materialistik, gaya hidup yang menyimpang, dan gaya hubungan bebas yang berkembang di antara mereka. Jika tidak ada benteng akidah yang kuat pada diri anak, maka akan terjadi peleburan dengan moral-moral masyarakat lain. Apalagi sebagian anak-anak selalu duduk lama di depan televisi. Untuk itu penulis merasa tertarik meneliti tentang upaya orang tua dalam membentengi akidah anak dari pengaruh tontonan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggambarkan kejadian yang ada di lapangan secara sistematis. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua di Jorong Tanjung Pati. Penulis mengumpulkan data dengan teknik observasi dan wawancara. Kemudian data-data yang diperoleh diolah dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif analitik dan triangulasi data dengan membandingkan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan Upaya Orang Tua Dalam Membentengi Akidah Anak Dari Pengaruh Tontonan dilihat dari bentuk-bentuk upaya orang tua tergolong sedang. Orang tua dalam membentengi akidah anak dimulai dengan bimbingan yang dilakukan orang tua terhadap anak, seperti dengan memulai bidang akidah dengan hal yang sederhana yakni mengajak sholat berjama‟ah, menyuruh anak untuk mengaji ke TPA, sementara ada juga yang hanya memberikan kebebasan kepada anaknya untuk melakukan kegiatan apa saja di luar rumah. Sebagian Orang tua tidak mengajarkan secara langsung pemahaman akidah kepada anak karena mereka memiliki latar belakang pendidikan agama yang tidak kuat dan hanya menyerahkan ke tempat anak mengaji dan pelajaran agama di sekolah formal. Orang tua di Jorong Tanjung Pati, kurang mengetahui tentang perlunya bimbingan dan pendampingan tayangan televisi kepada anak.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan limpahan karuniaNya penulis dapat ,enyelesaikan skripsi dengan judul “Upaya Orang Tua dalam Membentengi Akidah Anak dari Pengaruh Tontonan (Studi di Jorong Tanjung Pati Nagari Koto Tuo Kec.Harau Kab.50 Kota)”. Shalawat dan salam semoga tetap senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad yang telah meletakkan pondasi ilmu pengetahuan bagi manusia.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari adanya bimbingan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami menghaturkan terimakasih kepada:
1. Ibu DR. Ridha Ahida, M. Hum selaku rector Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi beserta para Wakil Rektor.
2. Bapak Dr. H. Nunu Burhanuddin, Lc., M. Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah dan Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah IAIN Bukittinggi
3. Ibu Nelmaya, M. A selaku Ketua Jurusan Akidah Dan Filsafat Islam
4. Ibu DR. Ridha Ahida, M. Hum dan Ibu Nelmaya, M. A sebagai pembimbing skripsi penulis, yang telah mengarahkan, membimbing, dan mengoreksi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai kaidah ilmiah yang berlaku.
5. Bapak/ Ibu Dosen serta karyawan dan karyawati IAIN Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai pengetahuan.
6. Bapak/ Ibu pimpinan serta karyawan dan karyawati perpustakaan IAIN Bukittinggi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kedua orang tua tersayang dan tecinta yang senantiasa memberikan support dan motivasi kepada penulis.
8. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2015, PPL, dan KKN, serta sahabat tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan arahan dalam membantu agar skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skirpsi ini.
Atas segala bentuan yang telah diberikan kepada penulis, penulis ucapkan terima kasih, semoga apa yang telah diberikan itu dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang setimpal, akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan mohon ampun dari dosa dan kekhilafan.
Bukittinggi, Juli 2019 Penulis,
FITRIA MARDANI Nim. 4515.007
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK……… i
KATA PENGANTAR……… ii
DAFTAR ISI………... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………...1
B. Batasan Masalah ...………...12
C. Rumusan Masalah..………12
D. Tujuan Penelitian ………...12
E. Kegunaan Penelitian………...…...13
F. Penjelasan Judul ………...………13
G. Sistematika Penulisan ………...14
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Upaya Orang Tua 1. Pengertian Upaya Orang Tua………...…………16
2. Bentuk-Bentuk Upaya Orang Tua Dalam Membentengi Akidah Anak………...……….18
B. Akidah 1. Pengertian Akidah……....………...………..23
2. Hal-Hal yang Merusak Akidah………...………..27
3. Implementasi Akidah Dalam Perilaku Manusia…………...28
4. Faktor Yang Membentuk Akidah………..33 C. Tontonan
1. Macam-Macam Tontonan ….……….….……...…………..37
2. Pengaruh Tontonan Terhadap Akidah ………40
D. Penelitian Relevan……….41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………...………..44
B. Lokasi Penelitian…...……….…46
C. Informan Penelitian………....46
D. Teknik Pengumpulan Data ………47
E. Teknik Analisis Data ………...……….49
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data..…………..…………...51
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Penataan Lingkungan fisik………...57
B. Penataan Lingkungan Sosial……….58
C. Dialog Keluarga………61
D. Kontrol Orang Tua Terhadap Anak………..…62
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………...68
B. Saran……….69 DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR KEPUSTAKAAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia yang berpendidikan akan dipandang lebih mulia, karena akan mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Pendidikan akan memberikan pandangan yang luas agar dapat memaknai hidup, bahwa hidup tidak hanya sebatas hidup, namun mampu menghasilkan karya yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Dengan pendidikan manusia akan mampu menjalani hidup dengan baik, karena melalui pendidikan manusia akan memperoleh banyak pengetahuan, untuk membentengi diri dalam mengahadapi hidup yang semakin kompleks dengan segala hambatan-hambatan yang ada. Karena pendidikan merupakan hal yang mendukung majunya kehidupan manusia, dengan pendidikan manusia akan lebih memiliki kebijaksanaan dalam hidupnya, sebab pendidikan tidaklah hanya sebatas memberikan pengetahuan yang belum diketahui.1
Pendidikan anak merupakan hal yang strategis dalam sebuah peradaban, baik buruknya peradaban akan berkaitan erat dengan keberhasilan anak. Karena anak merupakan generasi mendatang, maka anak harus mendapatkan perlindungan dan perhatian yang layak agar dapat tumbuh dan berkembang secara fisik maupun mentalnya. Selain itu anak harus dipersiapkan untuk menjadi orang yang berguna dan bertanggung jawab bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat, bangsa dan negara.2
Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak-anak, termasuk di sini dalam membentengi anak dengan akidah sebagai pondasi agama. Hal ini akan berpengaruh
1 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan Anak Secara Islami, (Jakarta: Media Grafika, 2007), h. 23
2 Aisha Roskhina Alimah,”Peran Orang Tua Dalam Penanaman Nilai Akidah Dan Ibadah Pada Anak Di Masyarakat Kelurahan Korpri Raya Sukarame Bandar Lampung”,Skripsi, (Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi: UIN Raden Fatah Lampung, 2017)
terhadap tumbuh dan berkembang di jiwanya dan bersifat lestari bukan sementara.
Orang tua di dalam kehidupan keluarga mempunyai posisi sebagai kepala keluarga atau pemimpin rumah tangga. Orang tua sebagai pembentuk pribadi pertama dalam kehidupan anak.3 Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.
Dalam pandangan Islam anak merupakan amanah bagi kedua orang tuanya. Maka orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan arahan agar anak berkembang dengan baik sesuai dengan ajaran Islam. Mendidik anak dalam pandangan Islam merupakan pekerjaan yang mulia yang harus dilaksanakan oleh setiap orang tua, agar anak terhindar dari hal-hal negatif sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.4 Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam surat at-Tahrim ayat 6:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Anak adalah amanah Sang Pencipta yang diberikan kepada orang tua, untuk dididik dan dijadikan generasi penerus. Dalam hal ini tentu orang tua berkewajiban untuk menyiapkan masa depan anak mereka secara baik, sehingga pada saatnya kelak akan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, berguna bagi negara dan bangsa serta agama. Dengan demikian, masa depan anak tergantung pada bagaimana kedua orang tua
3 Muktisari Andayani, “Upaya Orang Tua Bekerja Dalam Mengembangkan Kemampuan Membaca Pada Anak Kelas 1 Sekolah Dasar”, Skripsi, (Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014), h. 1
4 Susiba, “Pendidikan Akidah Bagi Anak Usia Dini”, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol.
4, No. 2, Juli – Desember 2018, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Indonesia, h. 155
mendidik dan membentuk karakter anak sehingga menjadi anak yang didambakan karena berkualits.
Dalam ajaran Islam ada dua landasan utama bagi permasalahan anak. Pertama, kedudukan dan hak anak.5 Kedua, tentang pembinaan sepanjang pertumbuhannya.
Dalam Al Qur‟an digambarkan mengenai kedudukan anak dalam surat Al-Kahfi (18):
46
Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan- amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al-Furqon: 74) Anak merupakan anugrah sekaligus titipan yang harus dijaga. Islam memiliki pandangan bahwa anak yang lahir pada dasarnya adalah suci, ibarat kertas putih. Dan kewajiban orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan:
ِوِناَرِّصَنُي ْوَأ ِوِن اَسِّخَمُي ْوَأِهِناَدِّىَهُي ُهاَىَبَأَف ،ِةَرْطِفلا ىَلَعْ ُذَلىُيٍدْىًلْىَم ُّلُك
Artinya: Setiap anak yang dilahirkan, dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi (HR. Al- Bukhari)
Dalam hal ini peran dan kewajiban orang tua, seorang bapak atau ibu memiliki arti yang sangat penting dalam proses pembentukan watak seorang anak. Perubahan arus informasi dalam masyarakat yang semakin transparan diperlukan kondisi keluarga yang memiliki daya tahan yang cukup tinggi dan kedewasaan bersikap dalam menghadapi
5 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan Anak Secara Islami, (Jakarta: Media Grafika, 2007), h. 16
arus informasi dari luar yang menerobos dalam keluarga.6 Tanpa disadari pengaruh orang tua terhadap anak semakin menipis, sementara orang tua banyak kehilangan kepercayaan diri dalam mendidik anaknya. Pandangan Imam Al-Ghazali mengenai akidah:
“Seyogyanya aqidah itu disampaikan kepada anak pada awal pertumbuhannya untuk dihafalnya dengan baik. Kemudian akan terbukalah pengertiannya sedikit demi sedikit sewaktu dia telah besar. Jadi pada mulanya diawali dengan menghafal, lalu memahami, kemudian mengimani, meyakini dan membenarkannya. Begitulah cara untuk mensukseskan pendidikan anak tanpa menggunakan dalil pembuktian”7 Akidah adalah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima keraguan dan bantahan. Apabila kepercayaan terhadap hakikat sesuatu itu masih ada unsur keraguan, maka tidak disebut akidah. Jadi akidah itu kuat dan tidak ada kelemahan yang membuka peluang untuk dibantah. Hasan al-Banna dalam bukunya mengatakan bila akidah sudah tertanam dengan benar dan kuat dalam jiwa, maka jiwa itu akan tenang dan tentram, bersih dari kebimbangan dan keraguan.8 Dalam konteks Islam, akidah berarti tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan Pencipta serta Pengatur alam jagat ini.
Dengan demikian ikatan itu tidak mudah tanggal betapapun kuatnya angin tipu daya dan rayuan penganut kesesatan. Akidah berarti simpul, ikatan dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Akidah adalah perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.9 Kedudukan akidah atau iman sangat sentral dan fundamental, karena iman merupakan titik tolak segala aktivitas manusia dalam Islam. Akidah dalam
6 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan Anak Secara Islami, (Jakarta: Media Grafika, 2007), h. 19
7 Fathiyah Hasan Sulaiman, al-Madzahabut tarbawi indal Ghazaly, diterj oleh Fathur Rahman dan Syamsuddin A dengan judul Sistem Pendidikan versi Al-Ghazaly, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1986), h.62.
8 Rahman Ritonga, Akidah Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya Melalui Pendidikan Anak Usia Dini, (Bukittinggi: Amelia Surabaya, 2005), h. 53
9 Sudirman, Pilar-Pilar Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2012), h. 7
ajaran islam merupakan dasar bagi segala tindakan muslim agar tidak terjerumus ke dalam perilaku-perilaku syirik.10
Anak merupakan bagian dari keluarga dan secara kodrati orang tua bertanggung jawab untuk membentengi dengan akidah. Akidah yang orang tua ajarkan kepada anaknya merupakan pondasi yang nantinya akan membentuk pribadi anak. Maka dari itu membentangi anak dengan akidah yang dilakukan orang tua sangat penting untuk membentengi dan meluruskan anaknya menuju kehidupan yang akan ditempuhnya sehingga menjadi lebih baik.11
Namun dengan berkembangnya era modernisasi tak jarang para orang tua menggeser peran dan fungsinya dalam keluarga. Hal ini yang menjadikan semua lapisan masyarakat ingin menyejahterakan kehidupan baik bidang ekonomi maupun lainnya.
Pada sisi lain, sarana telekomunikasi dan sarana transformasi ilmu pengetahuan semakin maju dan terus berkembang, sehingga perhatian terhadap anak-anak harus terus dilakukan, karena ditakutkan masuknya kerancuan berpikir atau penetrasi kultural dan moral pada mereka.
Terutama, kemajuan pesat yang terjadi pada teknologi satelit, acara siaran-siaran langsung menjadi masalah yang mengancam masyarakat muslim dan dunia Timur.
Hampir dari produksi saluran-saluran televisi dipergunakan untuk mempropagandakan nilai-nilai moral materialistik, gaya hidup yang menyimpang, dan gaya hubungan bebas yang berkembang di antara mereka. Jika tidak ada benteng akidah yang kuat pada diri anak, maka akan terjadi peleburan dengan moral-moral masyarakat lain.12 Apalagi sebagian anak-anak selalu duduk lama di depan televise.
10 Zaky Mubarok Latif dkk, Akidah Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1998, 2001), h. 37
11 Saepul Bahri, “Konsep Pendidikan Tauhid,…, h. 18
12 Adil Fathi Abdullah, Pahami Anak Anda Anda Akan Sukses Mendidiknya”, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2005), h. 7
Begitu besar pengaruh tononan terhadap diri seorang anak. Karena efeknya mengosongkan sesuatu yang terbaik dari dalam kehidupan yaitu keimanan kepada Allah, tinginya nilai-nilai keruhanian dan tingginya etika di atas nilai-nilai materialisme jika tidak ada bimbingan dan dampingan dari orang tua. sebab anak sangat cepat menyerap dan menerima informasi dari luar dan itu butuh penjelasan dan bimbingan dari orang tua agar anak tidak salah jalan. Karena itu perlunya untuk menanamkan dasar-dasar akidah pada anak.
Seiring perkembangan zaman, pengaruh keluarga mulai melemah karena perubahan sosial, politik, dan budaya. Berkurangnya kebersamaan antara anak dengan orang tua menyebabkan anak kurang memiliki kedekatan emosional dan kurang peka terhadap orang tua. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman agama mengenai akidah yang seharusnya diajarkan dan dibentuk sejak dini kepada anak oleh orang tua dan belum adanya kesadaran bagi orang tua tentang pentingnya hal tersebut dalam keluarga.
Apalagi di lokasi penelitian yang penulis temukan bahwasanya disisi kurangnya pemahaman agama orang tua terhadap upaya dalam membentengi akidah anak adalah rendahnya status pendidikan dari orang tua dan orang tua pun jarang memiliki waktu untuk mengikuti majelis-majelis yang umunya hanya dihadiri oleh ibu-ibu lanjut usia.
Kemudian kurangnya pengawasan orang tua terhadap informasi dan tayangan yang didapatkan anak melalui media. Seperti halnya, anak-anak sering disuguhi dengan tontonan yang dapat merusak tauhid melalui tayangan televisi. Selain itu, anak sudah diberikan fasilitas yang memudahkan mereka melihat berbagai tayangan. Sehingga anak-anak lebih fokus pada kesenangan duniawi daripada ukhrowi yang mengakibatkan mereka malas untuk belajar keagamaan.13
13 Saepul Bahri, “Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga” (Skripsi Program Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h.18
Apalagi sebagian orang tua kurang mengontrol anak dari pengaruh tontonan, manakala saat anak dibiarkan saja dengan tontonan yang bisa berdampak pada keyakinan dan kepercayaan anak terhadap sesuatu yang merusak akidah. Seperti dalam tayangan film Jodoh Wasiat Bapak di ANTV dan film Azab di Indosiar. Dalam tayangan tersebut di tayangkan kondisi dimana orang yang meninggal bisa hidup lagi dan keluarnya belatung dari dalam tubuh si mayyit, makam meledak dan terbakar dan sebagainya.
Di lokasi penelitian penulis temukan bahwasanya, dampak dari tontonan mistik yang di tonton oleh anak-anak tersebut, jelas sekali dampaknya terhadap perilaku si anak. Anak-anak setelah menonoton hal tersebut, menjadi penakut dan tidak berani sendiri jika berada dirumah. Rumah yang seharusnya tempat ternyaman bagi anak malah menjadi suatu hal yang menakutkan, karena dibayang-bayangi dengan siaran yang di tontonnya. Dan dalam sisi lain orang tua jjuga sering menakut-nakuti si anak jika anak tersebut nakal. Seperti dengan kata-kata “nanti dimakan mao”, “nanti dikurung didalam kamar yang ada maonya”.
Tayangan televisi sering disuguhi dengan beragam tayangan misteri. Umumnya tersaji dalam bentuk sinetron, yang biasanya diklaim sebagai acara religi, dan kadang memang diorientasikan untuk sarana dakwah. Fenomena ini dimulai pada akhir tahun 90-an yang menandai genre baru dalam sinetron nasional, yang barangkali diharapkan dapat membangkitkan sinetron Islami. Aspek keagamaan menjadi landasan dalam penayangan mistik di layar kaca di sulap menjadi barang dagangan bernilai ekonomi tinggi. Dan anak-anak yang mestinya dilatih berpikir rasional justru diajak berpikir sebaliknya.
Berdasarkan data awal yang penulis kumpulkan diketahui bahwa data penduduk dan jenis pekerjaan tahun 2019 di Jorong Koto Tuo Kec. Harau Kab.50 Kota berjumlah 426 orang, dengan rincian sebagai berikut:
No Pekerjaan Jumlah
1 Petani 284
2 Pedagang 44
3 Peternak 17
4 PNS 20
5 Buruh Tani 66
Jumlah 429
Sumber Data: Kantor Wali Nagari Koto Tuo
Dari data di atas penulis lebih memfokuskan untuk meneliti lebih lanjut orang tua baik itu bapak atau ibu yang bekerja sebagai petani. Karena dilihat dari segi jumlah petani lebih mendominasi pekerjaan masyarakat Jorong Tanjung Pati, dan hal ini juga dilatarbelakangi oleh bagaimana bentuk dan upaya orang tua dalam mengawasai dan membentengi anak mereka dari pengaruh tontonan. Karena disamping pekerjaan dan disisi lain dari segi pengetahuan dan pendidikan orang tua dalam membentengi anak dengan akidah. Hal ini karena lemahnya pemahaman agama dan kewajiban untuk memberikan pengajaran agama sejak dini terhadap anak.
Sedangkan berdasarkan hasil observasi awal terhadap orang tua yang bekerja sebagai petani di Jorong Tanjung Pati Kec. Harau Kab.50 Kota yang penulis laksanakan pada bulan Maret tahun 2019 terlihat bahwa anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu mereka dengan televisi lalu berganti dengan internet. Dan penulis ingin melihat dan meneliti lebih lanjut tentang bagaimana bentuk dari upaya orang tua terhadap
perilaku anak. Disisi lain penulis meliaht bahwa sebagian orang tua orang tua mengambil peran dalam menyeleksi tayangan yang disuguhkan kepada anak, dan sebagian ada yang hanya sebatas menasehati lalu membiarkan begitu saja.
Hal ini juga diakui oleh salah satu orang tua14 di di Jorong Tanjung Pati Kec.Harau, Kab.50 Kota, bahwasanya si anak setelah pulang sekolah langsung menghidupkan televisi dan jika mati lampu si anak akan mengambil hp dan menonton internet. Waktu anak hanya banyak dihabiskan didepan televisi dengan berbagai tayangan yang di tonton. Upaya yang dilakukan orang tua hanya sebatas menasehati dalam mengingatkan tugas sekolah yang dikerjakan dirumah dan jarang menyeleksi apa yang di tonton anak.
Karena bagi ibu (DT) yang penting anak tidak bermain diluar rumah.
Bukan hanya disisi lemahnya pengawasan terhadap anak terutama dalam tontonan, juga mengakui lemahnya dalam membentengi anak dengan akidah yang kuat. Hal ini dikarenakan sebagian orang tua tidak memiliki pemahaman agama yang mendalam.
Dan pendampingan orang tua terhadap subjek dalam menonton televisi sehingga pengontrolan orang tua terhadap apa yang ditonton anak sangatlah minim.
Pengamatan yang penulis lakukan di lokasi, bahwasanya anak-anak di jorong Tanjung Pati, lebih banyak menghabiskan waktu mereka didepan televisi. Mereka menonton berbagai tayangan yang mereka sukai tanpa adanya pengontrolan dan penyeleksian tayangan yang tidak seharusnya disuguhkan kepada mereka. Karena jika hal ini terus berlanjut, akan berdampak terhadap akhlak dan perilaku si anak. Karena mereka akan merekam dan meniru apa yang mereka lihat dan tonton. Dalam hal ini, pengawasan orang tua terhadap anak yang seharusnya lebih ditingkatkan tidak hanya sekedar menasehati dan haruslah ada tindakan dari bentuk upaya membentengi akidah
14 Deta,27 Tahun, sebagai Buruh Tani, Hasil Wawancara Awal
anak dari pengaruh tontonan. Karena membiarkan tanpa ada upaya menjadi salah satu penyebab bebasnya anak menonton tanpa dampingan orang tua.
Dalam situasi seperti ini, tentu sangat di butuhkan kiat-kiat dan upaya orang tua dalam membentengi anak dengan akidah yang kuat agar tidak terpengaruh dari tontonan. Tontonan memiliki pengaruh positif, namun juga memiliki kerugian terlebih apabila pengaruh tayangan yang merugikan atau negatif dicerna oleh anak-anak yang pada gilirannya akan mewarnai pola pikir anak-anak. Pola pikir anak-anak yang sudah terkontaminasi oleh pikiran yang tidak sehat tersebut akan terbawa sampai usia remaja.
Harus disadari bahwa anak-anak akan tumbuh menjadi remaja, dan remaja merupakan bentuk miniatur dari pada kehidupan suatu bangsa, akan bagaimana Indonesia untuk masa mendatang tergantung dari pada warna anak-anak yang akan menjadi remaja dan bagaimana pola pikir remajanya.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa tertarik meneliti tentang:
“Upaya Orang Tua Dalam Membentengi Akidah Anak Dari Pengaruh Tontonan (Studi Di Jorong Tanjung Pati, Nagari Koto Tuo Kec. Harau, Kab. 50 Kota)”
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, agar lebih terarah dan dapat dilaksanakan secara terstruktur, meluas dan mendalam maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang “Bentuk Upaya Orang Tua Dalam Membentengi Akidah Anak Dari Pengaruh Tontonan di Jorong Koto Tuo “.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka penulis akan memberi rumusan masalah agar lebih dalam dan terarah yaitu:
1. Bagaimana bentuk-bentuk upaya orang tua dalam membentengi akidah anak dari pengaruh tontonan?
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan
Berdasarkan latar belakang rumusan masalah dan batasan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bentuk-bentuk upaya orang tua dalam membentengi akidah anak dari pengaruh tontonan.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna untuk:
a. Untuk memenuhi salah satu syarat akademik mencapai gelar sarjana (S1) Jurusan Akidah Dan Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi
b. Dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi peneliti sendiri.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang karya ilmiah.
E. Penjelasan Judul
Supaya tidak terjadi kesalah pahaman dan kekeliruan dalam memaknai istilah dalam judul skripsi ini, maka penulis merasa perlu memberikan penjelasan terhadap berbagai istilah dan maksud dari kata-kata yang ada dalam judul yaitu sebagai berikut:
Upaya Orang Tua : Upaya menurut diartikan sebagai usaha kegiatan yang mengarahkan tenaga, pikiran untuk mencapai suatu tujuan.
Upaya orang tua berarti usaha, akal, ikhtiar yang dilakukan
orang tua untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan mencari jalan keluar.15
Membentengi : Benteng yaitu bangunan tempat berlindung atau bertahan dari serangan musuh. Membentengi yaitu membuatkan benteng, berusaha untuk melindungi.16
Akidah : Berasal dari kata ذقع yang berarti simpul, ikatan, dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima keraguan dan bantahan.17 Adapun akidah yang dimaksud disini adalah akidah yang berdampak pada akhlak anak.
Pengaruh : Daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan,atau perbuatan seseorang18 Tontonan : Pertunjukkan (gambar hidup, wayang orang, dsb) yang
ditontoni.19
Adapun tontonan yang dimaksud adalah tontonan dalam tayangan televisi
F. Sistematika Penulisan
Agar lebih terarah penulisan skripsi ini, maka penulis akan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
15 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.,1250.
16 Depdikbud, Kamus Besar ,…, h.,135
17 Rahman Ritonga, Akidah Merakit Hubungan,…, h. 53
18 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1996), h.849
19 Departemen Pendidikan dan ,…, h.1206
Bab I Pendahuluan, yang berisikan lata belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul serta sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teoritis, yang berisikan teori-teori yang mendukung tentang upaya orang tua dalam membentengi akidah anak
Bab III Metodologi Penelitian, yang berisikan tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, teknik keabsahan data dan teknik penulisan.
Bab IV Hasil Penelitian dan pembahasan yang terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan.
Bab V Merupakan Penutup, terdiri dari kesimpulan dan diikut sertakan dengan saran-saran yang berguna dengan persoaln-persoalan yang akan dibahas.
BAB II
LANDASAN TEORI A. Upaya Orang Tua
1. Pengertian Upaya Orang Tua
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah upaya diartikan dengan usaha, akal, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan,mencari jalan keluar dsb).20 Orang tua adalah ayah ibu kandung.21 Selanjutnya menurut A.H.Hasanuddin menyatakan bahwa orang tua adalah ibu bapak yang dikenal mula pertama oleh putra putrinya.
Menurut Dr.Zakiah Daradjat orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsure pendidikan yang tidak langsung dengan sendirinya akan masuk dalam pribadi anak.22 Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karenadari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dalam upaya menghasilkan generasi penerus yang tangguh dan berkualitas, diperlukan adanya usaha yang konsisten dan kontiniu dari orang tua di dalam melaksanakan tugas memelihara, mengasuh, dan mendidik anak-anak mereka baik lahir maupun batin sampai anak tersebut dewasa dan atau mampu berdiri sendiri, dimana tugas ini merupakan kewajiban orang tua.23
Upaya orang tua dalam membentengi akidah anak secara realitas faktual dan esesnsial dalam kehidupan keluarga merupakan suatu keutuhan.24 Upaya orang tua adalah usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk mengembangkan potensi anaknya.
20 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1990), h.995
21 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa,…, h.629
22 Zakiah Drajat, Ilmu Agama, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1990), h.21
23 H.Mahmud Gunawan dkk, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga, (Jakarta:
AkademiaPermata, 2013), h.132
24 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 1998), h. 56
Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama perlu mengetahui perlunya dalam membentengi anak dengan ajaran agama. Sebab misi pendidikan yang dibawa Al Qur‟an mencakup hakikat pendidikan yang bersifat universal dalam arti bahwa kegiatan pendidikan adalah merupakan proses yang abadi sejak keberadaan manusia di dalam dunia (Adam diteruskan pada momentum-momentum historis dalam kisah umat-umat terdahulu) sampai pada akhir zaman. Substansi pendidikan yang dibawa Al Qur‟an tidak mengalami perubahan, yakni merupakan suatu proses untuk memperteguh keyakinan manusia untukmenerima kebenaran Ilahi dan pengembangan potensi manusia untuk mengembangkan kebenaran tersebut.25
Upaya dan peran orang tua dalam membentengi dan mendidik anak dengan akidah sangat besar sekali. Karena potensi anak sangat strategis bukan saja bagi kehidupan dan masa depan suatu keluarga, tetapi juga bagi kehidupan dan hari depan suatu bangsa.
Dan seorang ibu mempunyai peran yang sangat menentukan bagi pembentukan akidah bagi anak-anaknya. Allah berfirman dalam surat An Nisa‟: 9
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Dengan demikian, upaya orang tua dalam membentengi akidah anaknya sangat besar artinya, karena orang tua khususnya seorang ibu telah mengandung jabang bayi selama kurang lebih sembilan bulan. Kemudian dilanjutkan menyusuinya selama kurang
25 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Masa Depan Anak Secara Islami, (Jakarta:Media Grafika, 2007), h. 15
lebih dua tahun, merawatnya dengan penuh kasih sayang, mendorong anak untuk bersyukur kepada Allah dan berbuat baik kepada orang tua. 26
Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa upaya orang tua merupakan usaha, atau cara orang tua untuk merealisasikan apa yang diinginkan.Dalam hal ini tentunya berkaitan dengan usaha atau cara yang dilakukan orang tua dalam membentengi anak dengan akidah.
2. Bentuk-Bentuk Upaya Orang Tua Dalam Membentengi Akidah Anak
Orang tua yang baik memberikan perhatian yang cukup kepada anaknya. Ia dapat memperhatikan, membimbing dan mendorong anaknya kepda hal yang baik tanpa ikut campur tangan dalam urusan pribadi anaknya. Apabila orang tua sibuk bekerja di luar rumah, perhatian kepada anaknya harus tetap ada. Apabila ada waktu dia member kesempatan kepada anaknya untuk berdialog, mengeluh, atau minta pertimbangan.
Orang tua sangat berperan dalam membentengi kepada anak,bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu di muka bumi. Kemudian disusul dengna lainnya seperti kepercayaan rukum iman secara bertahap.27 Bentuk-bentuk upaya orang tua, yaitu:
a. Penataan Lingkungan Fisik
Penataan lingkungan fisik pada keluarga telah membuktikan adanya upaya agar anak-anak memiliki , sosial, kebersihan dan keteraturan. Upaya penataan lingkungan fisik dapat diapresiasi sebagai lahan dialog oleh anak. Penghayatan ini ditimbulkan oleh rasa terlindung dan aman dalam diri mereka. Mereka merasakan adanya keakraban dan membuat mereka mampu mengapresiasi adanya kebersamaan dalam penataan ruangan dan bentuk-bentuknya. 28
26 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Masa Depan Anak Secara Islami, (Jakarta:Media Grafika, 2007), h. 19
27 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Masa Depan,…, h. 35
28 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua,…, h.70
Penataan lingkungan fisik yang dimaksud disini,yaitu terciptanya dialog dalam sebuah keluarga. Dialog ini terlihat dari berbagai upaya dalam mengatur ruang fisik seperti ruang tidur, mushala, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, garasi, lemari, penempatan meja belajar, dan menyediakan perpustakaan dirumah agar anak terbiasa untuk membaca sejak dini, serta pelibatan anak-anak dalam mengatur dan membuat peraturan-peraturan di dalam rumah dan kegiatan-kegiatan di luar rumah.
b. Penataan Lingkungan Sosial
1) Penataan Lingkungan Sosial Internal
Keakraban dan kedekatan orang tua dengan anak menyebabkan mereka mampu berkomunikasi secara efektif. Kemampuan orang tua dalam melakukan komunikasi efektif ini,juga karena mereka mampu membaca dunia anaknya (selera, keinginan, hasrat, pikiran dan kebutuhan).
Komunikasi efektif ini juga dapat bermanfaat saat anak menanyakan masalah gaib yang harus dijawab oleh orang tua dengan jawaban yang tidak berbelit-belit. Disisi lain keakraban dan kedekatan orang tua dengan anak dengan memberikan dan membentengi bahwasanya Allah adalah Esa, Dia-lah yang berhak disembah, dan Allah selalu melihat kita. Dia selalu meyertai kita dimana pun kita berada, dan tidak satu pun yang menyerupai Dia.
Penataan lingkungan sosial internal juga dapat dilakukan dengan menciptakan suasana rumah yang kondusif. Untuk mencapai situasi dan suasana rumah yang tentram, damai dan menyenangkan diperlukan adanya sikap yang dijalankan aturan komunikasi yang wajar di antara sesama anggota keluarga di dalamnya. Toleransi dan
saling pengertian di antara sesama anggota keluarga akan memupuk kerja sama yang baik di antara anggota keluarga.29
2) Penataan Lingkungan Sosial Eksternal
Penataan lingkungan sosial eksternal dapat dilakukan orang tua dengan mengupayakan anak-anak untuk mengaji dan belajar ilmu agama di mesjid.30 Di sisi lain, penataan lingkungan sosial eksternal juga dapat dilakukan orang tua dalam hal memilihkan lingkungan sosial yang baik untuk anak, memilihkan teman-teman belajar, dan lain-lain.31
c. Dialog-dialog Keluarga
Dialog-dialog yang dilakukan dalam keluarga penuh dengan suasana demokratis, peringatan-peringatan terhadap anak-anaknya disampaikan dengan bijak, sehingga dengan penuh sadar dan kepercayaan diri, anak akan mematuhinya.
Mengemukakan pendapat bagi anak merupakan suatu keharusan, karena merangsang suatu tindakan logis agar anak mampu mengemukakan pendapat dengan baik dan benar.32
d. Kontrol Orang Tua Terhadap Perilaku Anak
Perilaku anak memperoleh prioritas kontrol orang tua. Kontrol yang diberikan bersifat mengingatkan dan menyadarkan, bukan memaksakan sehingga anak berperilaku taat walaupun orang tua mereka sedang tidak berada dirumah. Kontrol ini ditunjukkan dalam tindakan mereka agar anak-anaknya selektif dalam memilih dan bergaul.
2929 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Masa Depan,…, h. 199-200
30 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 1998), h. 79
31 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan Anak Secara Islami, (Jakarta: Media Grafika, 2007), h. 37
32 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan,…, h.240
Dalam pandangan Islam tujuan pendidikan pada anak usia dini adalah memelihara, membantu pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia yang dimiliki anak. Salah satu fitrah yang dimiliki anak adalah fitrah ber-Tuhan. Inilah tujuan dari pendidikan yang diberikan kepada anak sejak usia dini, agar dapat mengembangkan fitrah ber- Tuhan yang sudah dibawa anak sejak lahir. Tugas ini diembankan kepada orang tua sebagai orang dan lingkungan pertama yang mengasuh dan mendidik anak. 33
Hal ini memberikan petunjuk penting bahwa kewajiban utama orang tua terhadap anak-anaknya adalah tertanamnya dalam sanubarinya, sehingga tidak ada lagi yang di sembah melainkan Allah Ta‟ala. Berikut adalah cara menanamkan pendidikan akidah kepada anak yaitu:
1. Dekatkan mereka dengan kisah-kisah atau cerita yang mengesakan Allah. Terkait hal ini para orang tua sebetulnya tidak perlu bingung atau kehabisan cerita atau kisah. Karena Al Qur‟an mempunyai banyak kisah inspiratif yang semuanya menanampak nilai-nilai ketauhidan. Akan tetapi ini tergantung pada sejauh mana kita sebagai orang tua memahami kisah atau cerita yang ada di dalam Al-Qur‟an.
Jika kita sebagai orang tua tidak memahaminya, bisa dengan membeli buku-buku kisah Al-Qur‟an. Jadi sebaiknya sebagai orang tua tidak membelikan anak-anaknya buku cerita yang tidak ada kaitannya dengan kisah-kisah Nabi dan Rasl dan yang tidak mengandung nilai-nilai akidah.34
2. Mengajak anak untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Aktualisasi ini bisa dengan mengajak anak untuk sholat. Sebab selain mengajak orang tua harus melakukan kontrol akidah terhadap anak-anaknya. Terlebih
33 Susiba, “Pendidikan Akidah Bagi Anak Usia Dini, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam”, Vol.
4, No. 2, Juli – Desember 2018, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Indonesia, h. 167
34 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan,…, h.200
pengaruh budaya saat ini, seringkali menggelincirkan anak-anak pada praktik kehidupan yang mendangkalkan akidah. 35
Dengan demikian, sejatinya tugas orang tua dalam masalah akidah tidaklah mudah.
Dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam Islam sudah diatur secara terperinci mengenai hal-hal yang dapat dilakukan agar orang tua dapat menanamkan dengan baik kepada putra putri mereka. Misalnya sejak dari mencari jodoh, banyak hadis Nabi yang menyebutkan faktor utama yang dilihat pada calon hidup kita adalah agamanya.36 Ini semua adalah dalam rangka untuk menciptakan keluarga yang selalu berpegang teguh pada nya. Banyak metode yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya, di antaranya:
1. Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis dalam keluarga. Karena ini akan menjadi contoh bagi anak, karena anak memiliki sifat peniru terhadap orang disekitarnya.
2. Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata yang lembut, dan bertingkah laku positif.
3. Membiasakan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah, seperti ketika bersin membaca Alhamdulillah, memulai aktifitas membaca Basmalah.
4. Membudayakan shalat berjamaah dalam keluarga, tarawih bersama di bulan Ramadhan, tadarus, dan sebagainya.
5. Memberi kesan positif terhadap Allah, misalnya Allah punya sifat Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan sebagainya.
35 Samsul Munir Amin, Menyiapkan Mada Depan,…, h.200
36 Susiba, “Pendidikan Akidah Bagi,…, h. 169
6. Kreatif dan terus belajar sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua jangan merasa bosan dengan pertanyaan anak. Jawablah pertanyaan anak dengan bijaksana37
B. Akidah 1. Pengertian
Akidah berasal dari kata ًةَذِقاَع اًذْقَع وُذِقْعَي َذَق َع yang berarti simpul, ikatan, dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Setelah terbentuk ًةَذِقاَع berarti kepercayaan atau keyakinan. Kaitan antara اًذْقَع dengan ًةَذِقاَع adalah bahwa keyakinan itu tersimpul dan tertambat dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Makna secara terminologi adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikit pun dengan keragu-raguan. Dalam pengertian lain, adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaaran itu.38
Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran Islam. Ia ibarat pondasi dalam sebuah bangunan. Bila akidah seseorang rusak, maka rusak pula seluruh bangunan Islam yang ada di dalam dirinya. Bila akidahnya runtuh, runtuh pula seluruh bangunan keislamannya. Bahkan bagian-bagian Islam yang berupa syari‟at, mu‟amalah, dan akhlak tak mungkin dapat ditegakkan dalam masyarakat muslim sebelum akidah mereka lurus dan mengakar kuat di hati sanubari. Akidah sangat menentukan tegakknya syari‟at Islam dan akhlak kaum muslimin. 39
37 Susiba, Pendidikan Akidah Bagi Anak Usia Dini, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 4, No. 2, Juli – Desember 2018, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Indonesia, h. 170
38Sudirman, Pilar-Pilar Islam,…, h. 7-8
39 Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah, (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2006), h. Ix
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memahami akidah secara lebih tepat dan jelas yaitu:
1. Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran dengan potensi yang dimilikinya. Indra dan akal digunakan untuk mencari dan menguji kebenaran, seangkan wahyu menjadi pedoman untuk menentukan mana yang abik dan mana yang buruk. Dalam berakidah hendaknya manusia menempatkan fungsi mansing- masing alat tersebut pada posisi yang sebenarnya.
2. Keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaur dengan kesamaran dan keraguan. Oleh karena itu, untuk sampai kepada keyakinan, manusia harus memiliki ilmu sehingga ia dapat menerima kebenaran dengan sepenuh hati setelah mengetahui dalil-dalilnya.
3. Akidah harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang meyakininya. Untuk itu diperlukan adanya keselarasan antara keyakinan lahiriyah dan bathiniah. Pertentangan antara kedua hal tersebut akan melahirkan kemunafikan. Sikap munafik ini akan mendatangkan kegelisahan.
4. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, maka konsekuensinya ia harus sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya.
Dengan demikian, akidah itu merupakan keimanan atau kepercayaan dan sebagai organ tubuh yang berdiri tegak diatas syari‟at Islam. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Nasiruddin Razak yang menyatakan bahwa akidah masalah fundamental dalam Islam dan ia merupakan titik tolak permulaan muslim. Sebaliknya tegaknya aktivitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seorang itulah yang dapat menerangkan
bahwa oarng itu memiliki akidah atau menunjukkan kualitas iman yang ia miliki.40 Pengertian keimanan atau akidah itu tersusun dari enam perkara yaitu :
a. Ma‟arif kepada Allah
b. Ma‟arif dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini c. Ma‟arif dengan kitab-kitab Allah
d. Ma‟arif dengan nabi-nabi serta rosul Allah e. Ma‟arif dengan hari akhir
f. Ma‟arif kepada taqdir ( qodho dan qodar ).41
Jika diperhatikan dengan seksama dan uraian tentang pengertian ًةَذِقاَع dapat dipahami secara mendalam, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya menurut bahasa adalah bahasa Arab yang sudah menjadi bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia ًةَذِقاَع dapat diartikan sengan tali pengikat/pembuhul sesuatu dengan yang lain, sehingga bersatu menjadi satu dengan yang lain. Jika masih bisa dipisahkan berarti belum ada pengikat dan sekaligus berarti belum ada nya.42
Dalam konteks Islam, ًةَذِقاَع berarti tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang patut disembah dan Pencipta serta Pengatur alam jagat ini. Selain itu ًةَذِقاَع juga diartikan sebagai komitmen dengan Allah itu terikat kuat, tangguh, dan rapat, tidak longgar, dan renggang, sehingga kekuatannya diyakini dan tidak diragukan. Dengan demikian ikatan itu tidak mudah tanggal betapapun kuatnya angin tipu daya dan rayuan penganut kesesatan. Adanya Allah merupakan wujud yang riil dan dapat dirasakan oleh manusia. Wujud bukan berarti
40 Nasiruddin Razak, Dienul Islam, (Pt. Al-Ma‟arif, Bandung,) h. 120.
41 Sayid Sabiq, Aqidah Islam, Terj. Moh. Abadai Rathomy, (Bandung,: Cv Diponegoro, 1974), h.16
42 Rahman Ritonga, Akidah Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya Melalui Pemdidikan Akidah Anak Usia Dini, (Bukittinggi: Amelia Surabay, 2005), h. 53
punya bentuk, melainkan wujud berarti adanya Allah. Bagi orang Islam, maka meyakininya merupakan akidah.
Bahkan kekuatan keyakinan terhadap yang ada walaupun tidak tampak. Termasuk dalam makna yang sama adalah meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah yang wajib di sembah.43 Komitmen ketuhanan kepada Allah ini pada dasarnya terjadi karena adanya keyakinan kepada Allah sebagai Tuhan yang disembah dan Pencipta alam ini.
Kepercayaan seperti inilah yang disebut dengan iman. Jadi sebenarnya antara iman dan tidaklah sama, meskipun keduanya sulit dibedakan. Terjadinya ikatan dan pautan hati manusia kepada Allah adalah karena kepercayaan batinnya atas kebenaran dan kemahakuasaan Allah. Keimanan seperti ini lahir setelah ada keputusan dan ketetapan hati terhadap keesaan (tauhid) Allah. 44
2. Hal-Hal Yang Merusak Akidah
Orang mukmin bisa menjadi kafir dengan melakukan hal-hal yang tertera di bawah ini:
a. Dalam I‟tiqad (Kufur I‟tiqadi)45 1) Syak (ragu) atas adanya Allah
2) Syak (ragu) atas kerasulan Nabi Muhammad SAW 3) Syak (ragu) bahwa Al-Qur‟an itu wahyu Allah
4) Syak (ragu) bahwa aka nada hari kiamat, hari akhir, surga, neraka, dan lain-lain.
5) Menghalalkan perbuatan haram yang telah disepakati ulama Islam,umpanya meyakini bahwa zina, tidak berpuasa Ramadhan dan membunuh orang itu boleh baginya dan sebagainya
43 Wage, “Aqidah Dan Budaya,…, h. 337
44 Rahman Ritonga, Akidah Merakit Hubungan,…, h. 53
45 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Panduan Kuliah Agama Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), h. 25
6) Mengharamkan perbuatan yang dibolehkan dan sudah disepakati ulama Islam, umpamanya nikah haram baginya, makan-minum haram baginya dan sebagainya 7) Meniadakan suatu amalan ibadat wajib yang telah disepakati ulama Islam,
seperti salat lima waktu, zakat, puasa, haji, dan sebagainya 8) Mendustakan rasul-rasul Allah
9) Meyakini adanya nabi sesudah Nabi Muhammad SAW dan mengaku menjadi nabi sesudah Nabi Muhammad SAW.
b. Dalam Amalan (Kufur „Amali)
1) Sujud kepada berhala, matahari, dan lain-lain46
2) Menghina kitab-kitab suci baik dengan lisan ataupun perbuatan 3) Menghina nabi-nabi dan rasul-rasul dengan lisan atau perbuatan 4) Mengejek agama atau Allah dengan lisan atau tulisan, dan lain-lain.
c. Dalam perkataan (Kufur Qauli)
1) Mengucapkan “Hai, Kafir” kepada orang Islam 2) Menghina nama-nama Allah
3) Mengejek hari akhirat, surga, dan neraka
4) Mengejek salah satu syariat agama Islam, mislanya salat, ibadah haji, tawaf, sai dan lain-lain
5) Mengejek malaikat-malaikat 6) Mengejek nabi-nabi
7) Mengejek keluarga Nabi Muhammad SAW 8) Mengejek Nabi Muhammad SAW, dan lain-lain.
3. Implementasi Akidah dalam Perilaku Manusia
46 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Panduan Kuliah Agama,…, h. 26
Akidah memberikan peranan yang besar dalam kehidupan seseorang, karena:47 a. Tanpa yang benar, seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai
prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkan dirinya dari jalan hidup kebahagiaan.
b. Tanpa yang lurus, seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh berbagai informasi yang menyesatkan keimanan.
Oleh karena itu, ًةَذِقاَع sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Beberapa implementasi akidah dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari beberapa sisi, antara lain:
a. Akidah dalam individu
Implementasi akidah dalam individu berupa perwujudan enam rukun iman dalam kehidupan manusia. Contoh penerapannya adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Contohnya, merenungkan kekuasaan Allah swt, berbuat kebaikan karena tiap gerakan kita diawasi Allah dan malaikat, mengamalkan ayat- ayat Al Quran, menjalani risalah nabi, dan bertindak penuh perhitungan agar tidak terjadi kesalahan, serta berikhtiar sebelum bertawakal.
Kemampuan berakidah pada diri sendiri akan membuat hubungan kita dengan Allah dan manusia lain menjadi lebih baik.48
b. Akidah dalam keluarga
Akidah dalam berkeluarga mengajarkan kita untuk saling menghormati dan saling menyayangi sesuai dengan ajaran islam. Contoh implementasi dalam keluarga adalah shalat berjamaah yang dipimpin oleh ayah, dan berdoa sebelum melakukan sesuatu.
47 Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung : Cv Diponegoro, 1974), h.20
48 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Panduan Kuliah Agama Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), h. 30
c. Akidah dalam kehidupan bermasyarakat
Akidah sangat penting dalam hidup bermasyarakat karena dapat menjaga hubungan dengan manusia lain. Hal ini bisa diwujudkan dengan berbagai cara, antara lain dengan saling menghargai satu sama lain sehingga tercipta suatu masyarakat yang tentram dan harmonis. Contoh implementasi akidah dalam kehidupan bermasyarakat adalah tolong menolong, toleransi, musyawarah, bersikap adil, menyadari bahwa derajat manusia itu sama di depan Allah swt dan pembedanya adalah nilai ketakwaannya.
d. Akidah dalam kehidupan bernegara
Setelah tercipta suatu masyarakat, maka akan muncul kehidupan bernegara yang lebih baik dengan masyarakatnya yang baik pada negara itu sendiri. Tak perlu lagi menjual tenaga rakyat ke negara lain karena rakyatnya sudah memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang tinggi berkat penerapan yang benar. Apabila hal ini terlaksana dengan baik, maka negara tersebut akan memperoleh kehidupan yang baik pula dan semua warganya akan hidup layak dan sejahtera.49
e. Akidah dalam pemerintahan
Implementasi akidah yang terakhir adalah implementasi akidah terhadap pemerintahan yang dapat membuahkan hasil yang bagus untuk rakyat dan negaranya. Contohnya saat menyelesaikan sebuah masalah pemerintahan. Dalam menyelesaikan masalah pemerintahan, semuanya disandarkan pada ketetapan Alqur'an dan hadist. Apabila permasalahan tersebut tidak memiliki penyelesaian yang pasti dalam Al-qur'an dan hadist, maka akan dibuat keputusan bersama yang berasaskan kedua sumber ajaran tersebut. Segala keputusan yang didasarkan pada
49 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Panduan Kuliah Agama…, h.35
Al-Quran dan Hadist adalah benar dan diridhoi Allah. Dengan begitu, nantinya akan dihasilkan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara yang insyaallah juga akan diridhoi Allah SWT.
Penyimpangan pada akidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akhirat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
a. Tidak menguasainya pemahaman akidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang akidah yang benar.
b. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak akidah yang benar.
c. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
d. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah.
Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 :
Artinya: Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr".
Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
e. Pendidikan di dalam rumah tangga
Banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan dalam sabdanya:
َرِّصَنُي ْوَأ ِوِن اَسِّخَمُي ْوَأِهِناَدِّىَهُي ُهاَىَبَأَف ،ِةَرْطِفلا ىَلَعْ ُذَلىُيٍدْىًلْىَم ُّلُك ِوِنا
Artinya: Setiap anak yang dilahirkan, dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi (HR.
Al-Bukhari)
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Akidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat. Jika tiap orang mampu mengimplementasikan akidah dalam semua aspek kehidupan, maka akan terwujud kehidupan yang baik pula, baik untuk diri sendiri, keluarganya, masyarakat disekitarnya maupun bagi bangsa dan negaranya.
4. Faktor Yang Membentuk Akidah Manusia
Dalam pandangan Islam, pembinaan sangat erat kaitannya dengan pembinaan akidah seorang manusia. Karena jika seorang manusia itu benar dan tertanam secara
kuat dalam dirinya, niscaya itu bisa mempengaruhi tingkah laku dan akhlak secara lahiriah.
Akidah sebagai dasar pendidikan akhlak. Dasar pendidikan akhlak bagi seseorang manusia adalah akidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran dirinya. Artinya jika seorang berakidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu sebaliknya, jika akidahnya rusak maka akhlaknya pun akan salah.
Pembentukan akidah ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa pembentukan akidah adalah hasil dari usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengna cara dan pendekatan yang tepat. Cara lain dapat dilakukan dengan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara berkesinambungan.
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.50 Akan tetapi berbeda dengan pandangan aliran konvergensi, aliran ini berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan atau pembentukan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.
Fitrah atau kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina
50 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002), Cet, Iv, h. 5-7
secara intensif melalui berbagai metode. Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari surat an-Nahl ayat, 78
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Cara mencapai akidah yang baik adalah:
1. Berpegang teguh kepada kitabullah dan sunnah nabi SAW
2. Meyakini bahwa kitab dan as sunnah mencakup yang benar yang tidak ada cela pada keduanya disegala aspeknya
3. Saat terjadi perdebatan dan perselisihan, tidak condong dan mengembalikan kepada sesuatupun melainkan kepada kitabulah dan sunnah
Dalam masa penggemblengan para sahabat sebagai kader-kader utama, mereka tidak pernah lepas dari pantauan Rasulullah. Misalnya sebagai manusia biasa, para sahabat tentunya tidak terlepas dari kesalahan manusiawi. Bila itu terjadi, Rasulullah meluruskan dengan berbagai metode pendidikan, antara lain:
1. Menjadikan iman sebagai pondasi dan sumber iman artinya percaya bahwa Allah selalu melihat segala perbuatan manusia
2. Pendekatan secara langsung artinya melalui Al Qur‟an. Sebagai seorang muslim harus menerima Al Qur‟an secara mutlak dan menyeluruh. Jadi apapun yang tertera di dalamnya wajib diikuti
3. Pendekatan tidak langsung. Yaitu dengan upaya mempelajari pengalaman masa lalu, yakni agar kejadian-kejadian malapetaka yang terjadi tak akan terulangi lagi di masa kni dan yang akan datang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi akidah manusia adalah:
1. Insting
Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh kehendak yang dimotori oleh insting seseorang. Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir.
2. Lingkungan
Lingkungan ialah ruang lingkup luar yang berinteraksi dengan yang dapat berwujud benda-benda seperti air, bumi, langit, dan matahari. Lingkungan dapat memainkan peranan dan pendorong terhadap perkembangan kecerdasan, sehingga manusia mencapai taraf yang seringgi-tingginya dan sebaliknya lingkungan ada dua:
a. Lingkungan alam
Alam ialah seluruh ciptaan tuhan baik dilangit dan dibumi selain Allah. Alam dapat menjadi aspek yang memengaruhi dan menetukan tingkah laku manusia b. Lingkungan pergaulan
Lingkungan ini mengandung pergaulan meliputi rumah, sekolah, tempat kerja, singkatnya bahwa lingkunganlah yang banyak membentuk kemajuan pikiran dan kemajuan teknologi, namun juga dapat menjadikan perbuatan baik dan buruk seseorang.
3. Kebiasaan
Orang berbuat baik atau buruk karena ada faktor dari kebiasaan yaitu: