III. PENEMPATAN LAMPU PENERANGAN JALAN
3. Tipikal Lampu Penerangan Pada Jalan Dua Arah
3.3. Penataan/Penempatan Lampu Penerangan Jalan pada
27
b. Pada Tikungan/Lengkung Vertikal
28
c. Terhadap Penyebrangan Kereta Api
29
30
d. Terhadap Tanaman Jalan
Garis Pemangkasan Pada Sudut di bawah cahaya lampu
Tinggi Pemangkas Pohon
70o 75o 80o H - 0.36 D H - 0.26 D H - 0.17 D Keterangan : H = tinggi tiang lampu (mounting height) dalam meter
D = jarak tiang lampu ke proyeksi jarak terendah tanaman dengan tanah
31
32
L A M P I R A N
A. CONTOH RENCANA PENATAAN LAMPU PENERANGAN PADA JALAN DAN PERSIMPANGAN
A. CONTOH RENCANA PENATAAN LAMPU PENERANGAN PADA JALAN DAN PERSIMPANGAN
B. CONTOH RENCANA PENATAN LAMPU PENERANGAN PADA ON/OFF JALAN TOL
B. CONTOH RENCANA PENATAAN LAMPU PENERANGAN PADA ON/OFF JALAN TOL
C. CONTOH RENCANA PENATAAN LAMPU PENERANGAN PADA INTERCHANGE
D. CONTOH RENCANA PENATAAN LAMPUPENERANGAN PADATEROWONGAN
88
DAFTAR PUSTAKA
1. Asnal Effendi, A. S. (2013). EVALUASI SISTEM PENCAHAYAAN LAMPU JALAN DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR. Jurnal Teknik Elektro ITP, Vol 2 No. 2 .
2. Buresch, M. (1983). Photovoltaic Energy System. New York: McGraw-Hill Inc.
3. DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA. (1992). SPESIFIKASI LAMPU PENERANGAN JALAN PERKOTAAN. JAKARTA.
4. DR. Suriana Chandra, C. (2014). MAXIMIZING CONSTRUCTION PROJECY AND INVESTMENT BUDGET EFFICIENCY WITH VALUE ENGINEERING. Jakarta: Kompas Gramedia.
5. Giantman, M. (2005). Ekonomi Teknik. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
6. Mantell, C. (1983). Batteries and Energy System Edisi kedua. New York: McGraw-Hill Inc.
7. P. Van Harten, I. E. (1981). Instalasi Listrik Arus Kuat II. Bandung: Penerbit Binacipta.
8. Sri Pringatun, K. M. (Juni 2011). ANALISIS KOMPARASI PEMILIHAN LAMPU PENERANGAN JALAN TOL. Media Elektrika, Vol. 4 No.1 .
9. Suryatmo, F. (2008). Teknik Listrik Instalasi Penerangan dan Daya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
10.Wibawa, U. &. (2008). Penerapan Sistem Photovoltaik Sebagai Daya Listrik Beban Pertamanan. Jurnal EECIS .
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Tol Belmera dengan jumlah LPJU
yang terpasang ada sebanyak 520 lampu di daerah sepanjang 34 km. Dimana ada
sebanyak 405 lampu terpasang dengan daya 250 watt. Pada umumnya lampu ini
terpasang di jalan-jalan dekat pintu tol LPJU ini biasa terpasang di salah satu ruas
jalan, kiri ataupun kanan. Sementara sisanya, yakni 115 lampu, terpasang dengan
daya 2 x 250 watt. Pada umumnya penempatan LPJU di median jalan di jalan dua
arah. Keseluruhan lampu yang terpasang masih berupa penerangan jalan umum
konvensional (sumber energi dari PLN). Pengumpulan data lapangan dibantu oleh
PT. Jasa Marga Tbk.
3.2 Data-Data Yang Dibutuhkan
Data-data yang dibutuhkan merupakan data yang diambil dari survey
langsung kelapangan dan data dari PT. Jasa Marga Tbk, seperti :
a. gambar dan kondisi lokasi Jalan (Lebar jalan, kelas jalan, dan panjang
jalan)
b. jenis lampu penerangan jalan
c. jenis dan bentuk tiang
d. kabel yang digunakan
e. besaran-besaran listrik yang diperlukan untuk penerangan jalan umum
konvensional (seperti, besaran pengaman dan pembatas)
35 f. besaran-besaran listrik yang diperlukan untuk penerangan jalan umum
solar cell (seperti, panel surya, baterai, solar charge controller, dll).
3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Penelitian “Analisis Perbandingan Penggunaan LPJUTS Di Jalan Tol
Dengan Pendekatan Value Engineering”. Pendekatan yang digunakan dalam analisis dengan cara kualitatif dan kuantitatif dari berbagai sumber data yang
diperoleh.
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka dan studi
lapangan, yaitu :
1) Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan upaya mempelajari dan mengumpulkan data
sekunder untuk menunjang penelitian. Data yang dikumpulkan berasal dari buku
referensi, jurnal, prosiding, dokumen-dokumen dan artikel dari internet, serta
bahan kuliah yang mendukung dan berkaitan dengan topik tugas akhir ini.
2) Studi Lapangan
Pengumpulan data melalui studi lapangan adalah untuk mendapatkan data
primer, dilakukan dengan cara :
a) Observasi, yaitu dengan mengamati secara langsung objek yang diteliti, yakni
LPJU konvensional yang berada di Jalan Tol Belmera. Penempatan dan
pemasangan LPJU di Jalan Tol Belmera.
b) Wawancara, dalam penelitian lapangan dilakukan wawancara
terhadapbeberapa responden untuk mengumpulkan data-data mengenai lampu
jalan solar cell dan lampu jalan konvensional. Wawancara ini dilakukan di PT.
36 Jasa Marga (Persero) Tbk cabang Belmera dan pegawai di PT. Jasa Marga
(Persero) Tbk cabang Belmera sebagai respondennya.
3.4 Teori Analisa Data
Dalam penelitian ini dilakukan dua analisis data yang meliputi “analisa
teknis” dan “analisa ekonomis” terhadap penggunaan penerangan jalan umum solar cell dengan penerangan jalan umum konvensional.
3.4.1 Analisa Teknis
Analisa teknis merupakan sebuah analisa yang sifatnya observatif serta
perhitungan rumus yang ada dengan menyesesuaikan kriteria dan Standarisasi
Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku dan tertera pada PUIL (Persyaratan Umum
Instalasi Listrik). Menganalisis hal teknis terhadap LPJU dilakukan untuk
mendapatkan sistem penerangan yang baik, aman, handal, tahan lama, dan sesuai
dengan spesifikasi pabrikasinya dan terlebih sesuai SNI. Adapun analisis teknik
dilakukan terhadap komponen-komponen PJU yang meliputi lampu, penerangan,
tiang, stang ornamen, penghantar, dll. Berikut penjelasan masing-masing
komponen yang dianalisa dalam tugas akhir berikut.
3.4.1.1 Lampu dan Penerangan
Lampu adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya
(lampu/luminer), elemen-elemen optik (pemantul/reflector,pembias/refractor,
penyebar/diffuser) elemen-elemen elektrik (konektor kesumber tenaga/power
supply, dll.). Untuk itu lampu memerlukan daya (sumber listrik) untuk
membuatnya bekerja (hidup) dan akan menghabiskan energi selama lampu
37 tersebut bekerja (dihidupkan). Berikut rumus yang digunakan untuk mencari
besar energi yang dipakai pada lampu:
E = P x t (3.1)
dimana :
E = energi yang dibutuhkan atau beban (Wh/watt.hour) P = daya beban atau lampu (watt)
t = lama pemakaian beban atau lampu dalam satu hari (hour)
Dalam merencanakan instalasi penerangan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk mendapatkan penerangan yang baik, yang memenuhi
fungsinya agar mata dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Maka dari itu
diperlukan beberapa perhitungan penerangan, diantaranya adalah:
i. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya adalah fiuks cahaya per satuan sudut ruang dalarn arah
pancaran cahaya yang dapat ditulis dengan persamaan :
I = ∅ (3.2)
dimana : I = intensitas cahaya (candela) ∅ = fluks cahaya dalam lumen (lm) w = sudut ruang dalam steridian (sr)
ii. Luminasi
Luminasi adalah fluks cahaya per satuan sudut ruang per satuan luas
terproyeksi dari arah yang diberikan, atau intensitas cahaya dari suatu permukaan
persatuan luas hasil proyeksi dari arah yang diberikan seperti tampak pada
38 Gambar 3.2. Luminasi merupakan ukuran terang suatu benda. Luminasi yang
terlalu besar akan menyilaukan mata.
Persamaan untuk menghitung besar luminasi adalah sebagai berikut :
L = �∅ � (3.3)
Subtitusikan pers (3.2) dengan persamaan (3.3), maka didapat :
L = � � (3.4)
dimana :
L = luminasi (cd/m2) A = luas bidang (m2)
w = sudut ruang dalam steridian (sr)
θ = sudut antara sinar datang dengan garis normal objek
iii. Iluminasi (Intensitas Penerangan)
lluminasi atau intensitas penerangan adalah kerapatan fluks cahaya yang
mengenai suatu permukaaan, secara matematis dirumuskan :
E = ∅A
(3.5)
dimana : E = intensitas penerangan/iluminasi (lux atau lm/m2) A = luas bidang (m2)
∅ = fluks cahaya dalam lumen (lm)
Intensitas penerangan pada suatu titik umumnya tidak sama untuk setiap
titik pada bidang tersebut. Intensitas penerangan suatu bidang karena suatu
sumber cahaya dengan intensitas (I), berkurang dengan kuadrat dari jarak antara
sumber cahaya dan bidang itu (invers square law). Untuk memastikan intensitas
39 penerangan di seluruh bagian bidang memenuhi syarat minimal yang telah
ditetapkan (seperti yang tertera pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.5), digunakan
perhitungan metode titik.
Gambar 3.1 Perhitungan Iluminasi Metode Titik
Dengan menggunakan diagram intensitas cahaya, maka perhitungan
iluminasi dengan mensibtusikan persamaan 3.2 dengan persamaan 3.5 menjadi
sebagai berikut:
E = cos θ (3.6) dimana : = �
cos α = cos θ =hr ; r =cos αh
dengan mensubstitusikan kedua hal diatas dengan persamaan (3.6) didapatlah :
E = / cos α
E = cos α (3.7)
dimana :
= sudut yang dibentuk oleh sisi depan luminer dengan
garis lurus antara luminer dengan titik yang dituju
40 = sudut yang dibentuk dari garis normal luminer dengan garis
lurus antara luminer dengan titik yang dituju
h = tinggi sumber cahaya/tiang tiang PJU (meter)
I = intensitas cahaya pada sudut ,
iv. Efikasi cahaya
Efikasi cahaya merupakan perbandingan antara fiuks cahaya yang
dihasilkan larnpu dengan daya listrik yang dipakainya, secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
K = 0
(3.8)
dimana : K = efikasi cahaya (lm/watt) P = daya lampu (watt)
0
= fluks cahaya (lumen)
v. Efisiensi Penerangan
Efisiensi penerangan adalah perbandingan antaran fluks cahaya yang
dipancarkan oleh armatur atau dapat juga diartikan sebagai fluks cahaya yang
sampai ke objek dengan fluks cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya atau
fluks cahaya awal, secara matematis dirumuskan :
ɳ = g
0
(3.9)
dimana :
ɳ
= efisiensi cahaya penerangan0
= fluks cahayayang dipancarkan oleh sumber cahaya(lumen) g
= fluks cahayayang dipancarkan oleh armatur (lumen)
41 Efisiensi penerangan juga dapat dihitung melalui perhitungan indeks ruang atau indeks bentuk (k).
) ( x l p h l p k
(3.10)
dimana :
k
= indek ruang atau bentuk p = panjang permukaan jalan (m) l = lebar permukaan jalan (m) h = tinggi tiang PJU (m)Lalu melalui Tabel 3.1 dapat dilihat indeks bentuk (k) dan efisiensi penerangan
maksimum dan minimumnya.
ɳ = ɳ + − �
���− ɳ − ɳ
(3.11)
Sistem penerangan yang dipakai untuk penerangan jalan adalah sistem
penerangan langsung.
Tabel 3.1 Efisiensi Penerangan dari Armatur Penerangan Langsung (PJU)
Melalui Perhitungan Indeks Ruang (k)
% rp 0,7 0,5 0,3 rw 0,5 0,3 0,1 0,5 0,3 0,1 0,5 0,3 0,1 rm 0,1 0,1 0,1 K ɳ ɳ ɳ 0,5 0,28 0,23 0,19 0,27 0,23 0,19 0,27 0,22 0,19 0,6 0,33 0,28 0,24 0,32 0,28 0,24 0,32 0,27 0,24 0,8 0,42 0,36 0,33 0,41 0,36 0,32 0,40 0,36 0,32 1,0 0,48 0,43 0,40 0,47 0,43 0,39 0,46 0,42 0,39 1,2 0,52 0,48 0,44 0,51 0,47 0,44 0,50 0,46 0,43 1,5 0,56 0,52 0,49 0,55 0,52 0,49 0,54 0,51 0,48 0 2,0 0,61 0,58 0,55 0,60 0,57 0,54 0,59 0,56 0,54 2,5 0,64 0,61 0,59 0,63 0,60 0,58 0,62 0,59 0,57 72 3 0,66 0,64 0,61 0,65 0,63 0,61 0,64 0,62 0,60 4 0,69 0,67 0,65 0,68 0,66 0,64 0,66 0,65 0,63 72 5 0,71 0,69 0,67 0,69 0,68 0,66 0,68 0,66 0,65 Keterangan : rp = faktor refleksi dinding
rm = faktor refleksi bidang pengukurannya
42 rw = faktor refleksi langit-langit
Dimana : 0.1 = warna gelap
0.3 = warna sedang
0,5 = warna muda
0,7 = warna putih dan warna sangat muda
3.4.1.2 Tiang dan Stang Ornament
Tiang merupakan salah satu dari komponen penting pada penerangan jalan
umum. Fungsinya sebagai tempat untuk meletakkan lampu (beserta armaturnya),
stang ornament, panel surya, baterai, inverter, dan lain sebagainya.
Untuk menentukan sudut kemiringan stangornamen, agar titik penerangan
mengarah ke tengah – tengah jalan:
(a) (b)
Gambar 3.2 Perencanaan Penerangan Jalan Umum
(a) Tampak atas ; (b) Tampak depan
Maka, untuk menentukan sudut kemiringan stang ornamen, agar titik
penerangan mengarah ketengah – tengah jalan
T = √h + c (3.12)
43 cos− φ = (3.13)
dimana: h = tinggi tiang
T = jarak lampu ke tengah jalan c = jarak horizontal lampu ke tengah jalan w1 = jarak tiang ke horizontal lampu
w2 = jarak horizontal lampu ke ujung jalan b = lebar batu jalan
o = jarak batu jalan ke horizontal lampu T = batas kemiringan stang ornamen φ = sudut kemiringan stang ornamen
3.4.1.3 Penghantar Listrik
Kabel merupakan rakitan satu penghantar atau lebih, baik penghantar itu
pejal maupun pintalan, masing-masing dilindungi isolasi, dan keseluruhannya
dilengkapi dengan selubung pelindung bersama. Dimana pada umumnya
bagian-bagian untuk kabel tegangan rendah adalah:
penghantar
isolasi
lapisan pembungkus inti
pelindung mekanis
selubung luar
Pada proses pemasangan instalasi untuk penghantar lsitrik penerangan
jalan umum konvensional menggunakan kabel tegangan rendah, penggunaan
kabel menurut tempat pemakaiannya terbagi ke dalam 3 bagian, yaitu :
44 a. Kabel yang dipasang dari SUTR (Saluran Udara Tegangan Rendah) yang
sudah ada menuju panel penerangan jalan umum atau disebut juga kabel
induk.
b. Kabel yang dipasang dari Perangkat Hubung Bagi penerangan jalan
umum ketitik-titik sambung LPJU. Biasanya PHB diletakkan dalam bawah
tanah, sehingga penghantar listrik dengan kabel tanam.
c. Kabel yang dipasang dari titik sambung penerangan jalan umum menuju
lampu.
Tembaga dan alumunium. Termasuk ke dalam bahan penghantar listrik
yang baik. Untuk kabel tanah umumnya digunakan penghantar tembaga,
sedangkan alumunium digunakan untuk penghantar udara. Untuk mengetahui
ukuran luas penampang kabel berpenghantar yang dibutuhkan, digunakan
persamaan dibawah ini :
untuk tegangan 3 fasa : A = √ L L ρ φ
∆V
(3.14) untuk tegangan 1 fasa : A = L L ρ φ
∆V (3.15)
persentase jatuh tegangan : %∆V =∆VV x % (3.16) dimana :
A = luas penampang penghantar (m2) L = panjang penghantar (m)
cos φ = faktor daya
ρ = tahanan jenis logam penghantar ∆V = drop tegangan (volt)
V = tagangan jala-jala/sumber
45 %∆V = persentase drop tegangan
IL = arus beban
Nomenklatur kabel adalah tata cara pemberian nama suatu kabel dengan
kode - kode tertentu. Beberapa arti huruf-huruf kode yang biasa digunakan pada
kabel :
N = kabel jenis standar dengan penghantar tembaga
NA = kabel jenis standar dengan penghantar alumunium
Y = selubung isolasi dari PVC
2X = selubung isolasi dari XLPE
2Y = selubung isolasi dari polyethylene
F = perisai kawat baja pipih
R = perisai kawat baja bulat
Gb = spiral pita baja
Re = penghantar pejal (solid)
Rm = penghantar pintalan
3.4.1.4 Pembatas dan Pengaman Listrik
Pembatas dan pengaman listrik biasanya diletakkan di dalam suatu box
yang disebut PHB. PHB adalah panel/box yang merupakan perlengkapan untuk
mengendalikan dan membagi tenaga listrik dan atau mengendalikan dan
melindungi rangkaian (circuit) listrik.
Berdasarkan penempatannya PHB terbagi dua yaitu:
a) PHB Pasangan Dalam
PHB yang ditempatkan dalam ruangan bangunan tertutup sehingga
terlindung dari pengaruh cuaca secara langsung.
46 b) PHB Pasangan Luar
PHB yang ditempatkan di luar ruangan bangunan sehingga terkena
pengaruh dari cuaca secara langsung.
Alat pembatas yang digunakan adalah MCB (Mini Circuit Breaker) 3 fasa.
Untuk mendapatkan spesifikasi MCB yang sesuai, digunakan rumus berikut :
I =V
L−L φ
(3.17)
Dan alat yang digunakan sebagai pengaman pada instalasi PJU adalah
menggunakan fuse dengan jenis NHF use. Sedangkan besar pengaman yang
digunakan dapat dihitung dengan rumus :
arus nominal pada masing fasa : I =V
L−N φ (3.18)
maka arus rating pengaman : I = � x I
(3.19) dimana : P = besar daya yang digunakan (watt)
I
= arus nominal pada masing-masing fasa (amper)
I
= besar arus yang dibutuhkan atau arus rating pengaman (amper) VL− = tegangan fasa-netral (volt)�
= faktor beban lebih3.4.1.5 Perencanaan LPJU Solar Cell
Dalam merencanakan LPJU solar cell yang sesuai dengan SNI digunakan
perhitungan – perhitungan yang tepat dan sesuai kebutuhan. Beberapa kmponen penting LPJU solar cell akan dijelaskan satu per satu di bawah ini.
a. Lampu LED (Light Emitting Diode)
Secara sederhana LED dapat didefinisikan sebagai salah satu
semikonduktor yang mengubah energi listrik menjadi cahaya. LED merupakan
47 perangkat keras dan padat (solid-state component) sehingga unggul dalam hal
ketahanan (durability).
Lampu pijar dan neon tidak berguna lagi setelah bohlamnya pecah, namun
tidak demikian dengan lampu LED. Lampu ini merupakan jenis solid-state
lighting (SSL), artinya lampu yang menggunakan kumpulan LED sebagai sumber pencahayaannya. Sehingga lampu tidak akan mudah rusak bila terjatuh atau
bohlamnya pecah. Kumpulan LED diletakkan dengan jarak yang rapat untuk
memperterang cahaya. Satu buah lampu LED dapat bertahan lebih dari 30 ribu
jam, bahkan ada yang mencapai 100 ribu jam.
LED hanya memiliki 4 macam warna yang tampak oleh mata, yakni warna
merah, kuning, hijau, dan biru. Untuk menghasilkan sinar putih yang sempurna,
spektrum cahaya dari warna-warna tersebut digabungkan. Hal paling umum
adalah penggabungan antara warna merah, hijau, dan biru, yang disebut RGB.
Sampai saat ini, pengembangan terus dilakukan untuk menghasilkan lampu LED
dengan komposisi warna seimbang dan berdaya tahan lama.
b. Panel surya
Panel surya adalah alat yang yang terdiri dari sel surya (photovoltaik) yang
fungsinya mengubah energi cahaya menjadi menjadi energi listrik. Efisiensi dari
sel surya merupakan perbandingan antara daya keluaran (Pout) dan daya
masukannya (Pin). Daya keluaran (Pout) adalah perkalian antara tegangan waktu
open circuit(Voc) dengan arus short circuit (Isc) dan faktor pengisian (fill factor,
FF) dari sebuah modul surya. Persamaanya adalah :
Besar fill factor sel surya : FF =V V (3.20)
Maka efisiensi sel surya : ɳ = = V
48
ɳ =V x I x V x IS x F x V x I ɳ =V (3.21)
dimana :FF = faktor pengisian/fill factor
V = tegangan nominal panel surya (volt) I = arusnominal panel surya (volt)
V = tegangan open cicuitpanel surya (volt) I = arus short circuitpanel surya (volt)
F= intensitas radiasi matahari yang diterima (watt/m2) S= luas permukaan modul sel surya (m2)
Daya nominal pada panel surya tidak dapat diperbesar lagi, kecuali panel
surya diganti dengan panel surya lain yang spesifikasi daya nominalnya lebih
besar. Maka untuk mendapatkan energi yang besar yang dihasilkan oleh panel
surya tergantung pada lamanya penyinaran matahari. Lamanya panel surya
mendapatkan sinar :
t = / // / (3.22)
Dimana untuk mencari jumlah sinar global yang datang dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Hukum Stefan-Boltzmann, dimana besarnya fluks radiasi
yang dipancarkan suatu benda setara dengan pangkat empat suhu mutlak benda
tersebut.
A = σ. e. T (3.23)
Maka untuk mencari jumlah sinar global yang datang dapat dihitung dengan
mengalikan besarnya flux radiasi dengan lamanya penyinaran dalam satu hari.
49 Dirumuskan :
w
= σ. e. T . t (3.24) dimana : P= Daya (watt)
A= luas (m2)
σ= tetapan Stefan-Boltzmann (5,67 x 10-8 watt/m2K4)
e= koefisien emisivitas (0-1) T= suhu permukaan (oK)
t = lamanya penyinaran (hours) Energi yg dihasilkan panel surya :
E = P x t
E = P x / // / (3.25)
Sehingga jumlah minimum modul yang digunakan untuk dapat melayani
energi pada beban (lampu) yang dibutuhkan, dengan menggunakan persamaan
diatas adalah:
Banyak panel surya: n = ɳ x %(3.26)
n = ɳ x %(3.27)
dimana : t = lamanya panel surya mendapatkan sinar global (hour/jam) E = energi yang dihasilkan modul (Wh/hari)
P = daya nominal panel surya (watt)
n = jumlah minimum modul yang diperlukan
ɳ
baterai = efisiensi baterai (%)50
c. Solar charge controller
Merupakan peralatan elektronik yang digunakan untuk mengatur arus
searah yang diisi dan diambil dari baterai ke beban. Solar charge controller
mengatur overcharging (kelebihan pengisian – karena baterai sudah penuh) dan kelebihan tegangan dari panel surya.
Ukuran atau rating untuk alat pengontrol aliran masuk dan keluar dari aki
ditentukan dalam satuan Ampere, yakni dengan rumus :
� = I x % + ɳ (3.28)
� = V x % + ɳ (3.29)
dimana :� = arus rating solar charge controller (ampere) P = banyak panel surya x Pnom (watt)
d. Baterai
Baterai adalah alat penyimpanan tenaga lsitrik arus searah (DC) yang
dibangkitkan oleh panel surya.Kapasitas baterai yang tertulis dalam satuan Ah
(ampere hour), yang menyatakan kekuatan baterai, seberapa lama baterai dapat
bertahan mensuplai arus untuk beban (lampu).
Maka untuk menentukan total kapasitas baterai berdasarkan periode
penyimpanan yang diinginkan sebagai berikut:
� =( E
V + A )
ɳ (3.30)
dimana :� = kapasitas baterai (Ah/Ampere.hour) V = tegangan baterai (volt)
DOD = deep of discharge (%)
51 E = banyak panel surya x E
Gambar 3.3 di bawah ini menunjukkan hubungan kerja antara satu komponen
dengan komponen lain yang ada pada LPJU solar cell.
Gambar 3.3 Diagram Kerja LPJU Solar Cell
3.4.2 Analisa Ekonomi
Penerangan jalan umum solar cell adalah penerangan yang menggunakan
energi matahari sebagai sumber energi dan energinya dapat dibangkitkan sendiri
ataupun sebuah perusahaan. PJU sistem solar cell mempunyai biaya operasi dan
perawatan yang rendah dan bahkan terkadang tidak ada pada suatu periode, ini
dikarenakan PJU solar cell tidak memerlukan bahan bakar dalam
pengoperasiannya. Namun sistem pembangkitannya memerlukan biaya investasi
yang sangat besar. Sedangkan PJU konvensional sebaliknya, biaya investasi yang
rendah, namun biaya operasionalnya besar dan selalu ada setiap periode.
3.4.2.1 Biaya Investasi
Yaitu biaya yang ditanamkan dalam rangka menyiapkan kebutuhan usaha
untuk siap beroperasi dengan baik.Biaya ini biasanya dilakukan pada awal-awal
52 kegiatan usaha dalam jumlah yang relatif besar ya berdampak jangka panjang
untuk berkesinambungan usaha tersebut. Investasi sering dianggap juga sebagai
modal dasar usaha yang dibelanjakan untuk penyiapan dan pembangunan sarana
prasarana dan fasilitas usaha termasuk pembangunan dan peningkatan sumber
daya manusianya.
3.4.2.2 Biaya operasional
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan dalam rangka
menjalankan aktifitas usaha tersebut sesuai dengan tujuan. Biaya ini biasanya
dikeluarkan secara rutin atau periodik pada waktu tertentu dan dalam jumlah yang
relatif sama atau sesuai dengan jadwal produksi.
Biaya operasional pada PJU konvensional sangat bergantung pada TDL
(Tarif Dasar Listrik) yang telah ditetapkan pemerintah. Tarif dasar listrik sendiri
ditentukan pemerintah melihat kondisi harga dan pasokan BBM (Bahan Bakar
Minyak). Biaya pemakaian listrik PJU konvensional selama satu bulan didapat
dengan mengalikan Eload dengan banyak hari dalam sebulan (30) dan dikali besar
TDL yang ditetapkan pemerintah untuk penerangan jalan :
Biaya pemakaian listrik = E x t x TDL (3.31)
dimana : TDL = Tarif dasar listrik yang ditetapkan pemerintah untuk
penerangan jalan (Rp –/Kwh)
t =waktu pemakaian lampu jalan dalam satu periode (hours) Sedangkan pada PJU solar cell, karena biaya bahan bakar tidak ada jadi
biaya operasional tidak ada.
Karena biaya kegiatan operasional dilakukan secara berkala dan akan terus
naik biayanya setiap beberapa periode, maka untuk menghitung total keseluruhan
53 biaya operasional PJU konvensional dan solar cell sampai pada waktu periode
yang diinginkan, digunakan metode nilai masa depan (future value annuity):
FVA = A + N− (3.32)
FVAn = A (FVAn/A, i%, N) (3.33)
dimana :FVAn = Nilai mendatang (future worth), nilaiekuivalen satu atau lebih
aliran kas (cash flow) pada satu titik yang didefenisikan
sebagai waktu mendatang
A = Aliran kas akhir pada periode yang besarnya sama untuk
bebeapa periode yang berurutan (annual worth)
N = Jumlah periode pemajemukan
i = Tingkat bunga efektif per periode
3.4.2.3 Biaya Perawatan
Untuk tetap mempertahankan kualitas dan kemampuan dari LPJU perlu
dilakukan perawatan yang rutin salah satunya adalah pergantian material.
Pergantian material dilakukan ketika material LPJU sudah rusak atau sudah tidak
layak dipakai, baik yang disebabkan oleh alam (bencana alam), ulah manusia
(pencurian atau perusakan) maupun karena umur dari material tersebut.
Harga suatu material dari LPJU tidak akan selalu sama dengan ketika awal
pendirian LPJU (biaya investasi), ada kenaikan harga tiap material tersebut setiap
suatu periode. Sehingga untuk menentukan harga material pada masa yang akan
datang digunakan metode Future Value, dimana rumusnya adalah :
Fv = Pv + i (3.34)
Fv = Pv (Fv /Pv , i%, N) (3.35)
54 Total biaya suatu material didapat dengan menjumlahkan setiap nilai
mendatang dengan periode yang telah ditentukan (usia material), pada suatu
jumlah periode yang diinginkan. Dirumuskan :
∑Fv = Pv + i + + i + . . . + + i X (3.36)
dimana :PV = Nilai sekarang (present worth) atau nilai ekuivalen satu atau lebih
aliran kas (cash flow) pada satu titik yang didefenisikan sebagai
waktu saat ini
FV = Nilai mendatang (future worth), nilai ekuivalen satu atau lebih
aliran kas (cash flow) pada satu titik yang didefenisikan sebagai waktu