• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.8. Penatalaksanaan HIV/AIDS

. Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) secara umum, penatalaksanaan ODHA terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1. Pengobatan untuk menekan replikasi HIV dengan obat anti retroviral (ARV).

2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.

3. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup dan menjaga kebersihan.

Antiretroviral therapy ditemukan pada tahun 1996 dan mendorong suatu evolusi dalam perawatan penderita HIV/AIDS. Replikasi HIV sangat cepat dan terus-menerus sejak awal infeksi, sedikitnya terbentuk 10 miliar virus setiap hari. Namun karena waktu paruh virus bebas (virion) sangat singkat maka sebagian besar virus akan mati. Penurunan CD4 menunjukkan tingkat kerusakan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Pemeriksaan CD4 ini berguna untuk memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV yang diberikan (Murtiastutik, 2008).

Menurut Murtiastutik (2008) faktor yang harus diperhatikan dalam memilih regimen ART baik di tingkat program ataupun tingkat individual:

- Efikasi obat

- Profil efek samping obat

- Persyaratan pemantauan laboratorium

- Kemungkinan kesinambungan sebagai pilihan obat di masa depan

- Kondisi penyakit penyerta

- Kehamilan dan risikonya

- Penggunaan obat lain secara bersamaan

- Infeksi strain virus lain yang berpotensi meningkatkan resistensi terhadap satu atau lebih ART.

- Ketersediaan dan harga ART.

Menurut WHO waktu diberikannya ART dibagi dalam dua kategori, apakah ada perhitungan CD4. Penghitungan TLC dapat digunakan sebagai pengganti hitung CD4, meskipun hal ini dianggap kurang bermakna pada pasien asimptomatis.

• Ada perhitungan CD4

Stadium IV menurut kriteria WHO (AIDS) tanpa memandang hitung CD4

Stadium III menurut kriteria WHO dengan CD4 < 350 sel/ mm3

Stadium I-II menurut kriteria WHO dengan CD4 ≤ 200 sel/mm3 • Tidak ada perhitungan CD4

Stadium IV menurut WHO tanpa memandang TLC

Stadium III menurut WHO tanpa memandang TLC

Stadium II dengan TLC ≤ 1200 sel/mm3

Pemberian ART tergantung tingkat progresivitas masing-masing penderita. Terapi kombinasi ART mampu menekan replikasi virus sampai tidak terdeteksi oleh PCR. Pada kondisi ini penekanan virus berlangsung efektif mencegah timbulnya virus yang resisten terhadap obat dan memperlambat progersifitas penyakit. Karena itu terapi kombinasi ART harus menggunakan dosis dan jadwal yang tepat (Murtiastutik, 2008).

Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) obat anti retroviral terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. Saat ini regimen pengobatan anti retroviral yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan dengan keunggulan dan kerugian masing-masing. Kombinasi ARV lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin(ZDV), lamivudin (3TC), dengan nevirapin (NVP).

Kolom A Kolom B

Lamivudin + zidovudin Evafirenz*

Lamivudin + didadosin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + zidovudin Nevirapin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + didadosin

Lamivudin + zidovudin Nelvinafir

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + didadosin

Tabel 2.1. Kombinasi ART untuk Terapi inisial (Djoerban dan Djauzi, 2007)

*Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi tinggi untuk hamil

Golongan Nama Obat Dosis

Nucleoside RTI (NRTIs)

Abacavir 300 mg setiap 12 jam

Didadosine (ddI) 40 mg sekali sehari

(250 mg sekali sehari jika BB< 60kg)

(250 mg sekali sehari bila diberikan bersama TDF)

Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari

Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam

(30 mg setiap 12 jam bila BB< 60kg)

Zidovudine

(ZDV/AZT)

300 mg setiap 12 jam

Nucleotide RTI (NtRTIs)

Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari

(catatan: interaksi obat dengan ddI, perlu mengurangi dosis ddI)

Non-Nucleotise RTIs (NNRTIs)

Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg setiap 12 jam.

Protease Inhibitors (PIs) Indinavir/ritonavir (IDV/r) 800 mg/100mg setiap 12 jam Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg setiap 12 jam

(533mg/133mg setiap 12 jam bila dikombinasi dengan EFV atau NVP)

Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam

Saquinavir/ritonavir (SQV/r)

1000 mg/100mg setiap 12 jam atau 1600 mg/200mg sekali sehari

Ritonavir(RTV,r)f Kapsul 100 mg, larutan oral 400mg/5 ml

Tabel 2.2. Dosis ARV untuk penderita HIV/AIDS dewasa (Murtiastutik, 2007)

Regimen Toksisitas Obat Pengganti

AZT/3TC/NVP Intoleransi GI yang persisten oleh karena AZT atau toksisitas hematologis yang berat

Ganti AZT dengan d4T

Hepatoksisitas berat oleh NVP Ganti NVP dengan EFV (kalau hamil ganti dengan NFV, LPV/r atau ABC)

Ruam kulit berat karena NVP (tetapi tidak mengancam jiwa yaitu tanpa pustula dan tidak mengenai mukosa)

Ganti NVP dengan EFV

Ruam kulit berat yang mengancam jiwa (Steven-Johnson Syndrome) oleh karena NVP

Ganti NVP dengan protease inhibitor

AZT/3TC/EFV Intoleransi GI yang persisten oleh karena AZT atau toksisitas hematologis yang berat

Ganti AZT dengan d4T

Toksisitas susunan saraf pusat menetap oleh karena EFV

Ganti EFV dengan NVP

D4T/3TC/NVP Neuropati oleh karena d4T atau pankreatitis

Ganti d4T dengan AZT

Lipoatrofi oleh karena d4T Ganti d4T dengan

TDF atau ABC

Ruam kulit berat karena NVP (tetapi tidak mengancam jiwa yaitu tanpa pustula dan tidak mengenai mukosa)

Ganti NVP dengan EFV

Ruam kulit berat yang mengancam jiwa (Steven-Johnson Syndrome) oleh karena NVP

Ganti NVP dengan protease inhibitor

D4T/3TC/EFV Neuropati oleh karena d4T atau pankreatitis

Ganti d4T dengan AZT

Lipoatrofi oleh karena d4T Ganti d4T dengan

TDF atau ABC

Toksisitas susunan saraf pusat menetap oleh karena EFV

Ganti EFV dengan NVP

Tabel 2.3. Toksisitas Utama pada Regimen ARV lini pertama dan anjuran obat penggantinya (Murtiastutik, 2007)

Tanda Klinis Kriteria CD4

- Timbulnya infeksi oportunistik baru atau keganasan yang memperjelas perkembangan penyakit yang memburuk. Hal tersebut harus dibedakan dengan IRIS yang dapat saja timbul pada 3 bulan pertama setelah ARV dimulai.

IRIS bukan merupakan tanda kegagalan terapi dan infeksi oportunistik harus diterapi seperti biasa, tanpa mengganti regimen ARV.

- Kambuhnya IO yang pernah diderita

-Munculnya atau kambuhnya penyakit-penyakit pada stadium III (termasuk HIV wasting syndrome, diare kronis yang tidak jelas penyebabnya, terulangnya infeksi bakterial invasif, atau kandidiasis mukosa

- CD4 kembali ke jumlah sebelum terapi atau bahkan dibawahnya tanpa adanya infeksi penyerta yang lain yang dapat menjelaskan terjadinya penurunan CD4 sementara.

- Penurunan jumlah CD4 > 50% dari jumlah tertinggi yang pernah dicapai selama terapi tanpa infeksi penyerta lainnya yang dapat menjelaskan terjadinya penurunan CD4 sementara.

yang kambuh atau menetap )

Tabel 2.4. Definisi Kegagalan Terapi secara klinis dan kriteria CD4 pada ODHA dewasa (Murtiastutik, 2007)

Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan profilaksis pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung HIV (post exposure prophylaxis). Selain itu juga digunakan untuk pencegahan penularan dari ibu ke bayi (Djoerban dan Djauzi, 2007).

Dokumen terkait