• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan Highly Active Anti retroviral therapy (HAART) pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan Highly Active Anti retroviral therapy (HAART) pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2009"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KADAR CD4

SEBELUM DAN SETELAH PENGGUNAAN

HIGHLY ACTIVE ANTI RETROVIRAL THERAPY (HAART) PADA PENDERITA HIV DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN

2009

Oleh:

ITHA PAULINA SIAHAAN 070100103

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERBEDAAN KADAR CD4

SEBELUM DAN SETELAH PENGGUNAAN

HIGHLY ACTIVE ANTI RETROVIRAL THERAPY (HAART) PADA PENDERITA HIV DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN

2009

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

ITHA PAULINA SIAHAAN 070100103

FAKULTAS KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perbedaan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan Highly Active Anti retroviral therapy (HAART) pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2009

Nama : Itha Paulina Siahaan NIM : 0701000103

Pembimbing, Penguji I,

(dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K))

NIP. 19630820 198902 2 001 NIP. 19690906 200501 2 002

(dr. Nelly Elfrida Samosir , SpPK)

Penguji II,

(dr. Dede Moeswir, SpPD)

Medan, 15 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

NIP. 19540220 1980011 1 001

ABSTRAK

HIV/AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak negara. Menurut Ditjen PPM dan PL Depkes, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di Indonesia periode 1 Januari sampai 31 Desember 2009, terdapat sebanyak 3.863 kasus. Pada tahun 1996, antiretrovirus ditemukan namun anti retrovirus belum mampu menyembuhkan penyakit, namun secara dramatis menunjukkan penurunan angka kematian dan kesakitan, peningkatan kualitas hidup penderita HIV/AIDS dan meningkatkan semangat masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan highly active antiretroviral Therapy (HAART) pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009. Penelitian ini bersifat survei analitik dengan desain potong lintang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV yang berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2009 yaitu sebanyak 528 orang. Dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV yang melakukan pemeriksaan kadar CD4 sebelum dan setelah terapi anti retroviral (ART) di Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 45 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melihat kartu status atau rekam medik pasien HIV di Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik Medan.

Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata kadar CD4 sebelum dan setelah pemberian ART selama 6 bulan didapatkan terdapat peningkatan rata-rata kadar CD4 sebanyak 96,58. Dari hasil uji t didapatkan -5,109 dengan p-value 0,0001 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan highly active anti retroviral therapy (HAART) pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pusyansus, peneliti, pihak Puskesmas dan Dinkes sehingga dapat memantau imunitas pasien HIV dengan pemeriksaan CD4 baik sebelum ataupun selama pemberian HAART dan juga monitoring selama penggunaan HAART.

(5)

ABSTRACT

HIV/AIDS has become an internationally problem because in a short time, there is an increase in the number of patients who are suffering for HIV/AIDS worldwide. From the data of the General Director CDC and EH, Ministry of Health of Republic Indonesia, there are 3.863 cases of AIDS from 1 January up to 31 December 2009. In 1996, there were found antiretroviral therapy for AIDS but it can’t recover HIV/AIDS but dramatically decrease teh mortality and morbidity rate, increase in the quality of life of the patient and increase the spirit of the community.

The aim of this research is to know whether there is a difference between CD4 count before and after the use of highly active anti retroviral therapy (HAART) in HIV patients in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009. This research is analytic with a cross sectional design. The population is all the patient of HIV in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009. And the sample is the patients who checked their CD4 count before and after HAART in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009. There are 45 samples. The data was collected by using the secondary data of the patients status card or medical record in the AIDS centre in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009.

From this research is found that the average of the CD4 count before and after six months of using ART, there were increase of 96,58 of CD4 count. From the t test found -5,109 and the p-value 0,0001 so that we can conclude that there are difference between CD4 count before and after six months of using ART for the patients who are suffering from HIV in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009.

From this research, hopefully can give a benefit to the AIDS centre in Haji Adam Malik Central Hospital, the public health centre and the government in order examine the immunity of the patients by CD4 examination so that we know when the n to start the ART, monitor and stop the HAART.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas

rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini yang berjudul “Perbedaan kadar CD4

sebelum dan setelah penggunaan Highly Active Antiretroviral Therapy (ART)

pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009.” Karya tulis

ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Rointan Simanungkalit SpKK (K) selaku dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan

KTI ini.

3. Dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPK selaku dosen penguji I serta dr. Dede

Moeswir, SpPD selaku dosen penguji II yang telah bersedia meguji,

memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Parulian Siahaan dan Ibu Uduran Sitorus selaku orang tua penulis,

yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi dalam

menyelesaikan KTI.

5. Seluruh dosen-dosen Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas

Kedokteran USU.

6. Seluruh dosen dan staff serta seluruh civitas akademika Fakultas

Kedokteran USU yang telah membantu selama perkuliahan.

7. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin

kepada penulis beserta seluruh staff Litbang yang senantiasa membantu

(7)

8. Kepala Pusyansus Klinik VCT, dr. Tambar Kembaren, Sp.PD dan seluruh

staff yang bertugas, atas waktu, tenaga, pikiran yang selalu terbuka bagi

penulis sehingga memudahkan penulis saat melakukan penelitian.

9. Saudari-saudari penulis, Ismiralda Siahaan dan Isma Jesika Andaria

Siahaan yang memberikan banyak doa dan dukungan.

10.Sahabat-sahabat saya, Raymond, Jamansan, Lastria yang selalu

memberikan doa dan dukungan kepada saya.

11. Titi, Fenna, Noi dan Fira, Goklas, Lastri, Berry dan teman-teman lainnya

yang telah memberikan banyak motivasi dan meluangkan waktu untuk

berdiskusi tentang KTI.

Demikian ucapan terima kasih ini disampaikan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini

bermanfaat bagi pembaca, dan penulis mengharapkan saran dan kritik dari

pembaca.

Medan, 21 Nopember 2010

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan……… i

Abstrak ………. ii

ABSTRACT……….. iii

Kata Pengantar……….. iv

Daftar Isi……….vi

Daftar Tabel………... vii

Daftar Gambar……….. ix

Daftar Lampiran……… x

Daftar Singkatan……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Rumusan Masalah………. 3

1.3. Tujuan Penelitian………... 3

1.3.1. Tujuan Umum………. 3

1.3.2. Tujuan Khusus……….... 4

1.4. Manfaat Penelitian………. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi HIV/AIDS... 5

2.2. Etiologi HIV/AIDS……….. 5

2.3. Penularan HIV/AIDS……….... 6

2.4. Epidemiologi HIV/AIDS……….. 8

2.5. Patogenesis HIV/AIDS……… .8

2.6. Gejala Klinis HIV/AIDS……….. 10

(9)

2.8. Penatalaksanaan HIV/AIDS………. 17

2.9. Prognosis HIV/AIDS……… 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep………. 24

3.2. Definisi Operasional………. 24

3.3. Hipotesis……….. 26

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Desain Penelitian………... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………. 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 27

4.4. Metode Pengumpulan Data………... 28

4.5. Metode Analisa Data………. 28

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian……….. 29

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 29

5.1.2. Karakteristik Individu………... 31

5.1.3. Hasil Analisa Data……….. 35

5.2. Pembahasan……… 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan……… 39

6.2. Saran……….. 40

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kombinasi ART untuk Terapi Inisial 19

2.2. Dosis ART untuk Penderita HIV/AIDS dewasa 19

2.3. Toksisitas Utama pada Regimen ARV lini pertama 20

Dan anjuran obat penggantinya

2.4. Definisi Kegagalan Terapi secara Klinis dan 22

Kriteria CD4 pada ODHA dewasa

5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 32

Berdasarkan Jenis Kelamin

5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 32

Berdasarkan Umur

5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 33

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 33

Berdasarkan Faktor Resiko Penularan

5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 34

Berdasarkan HAART yang digunakan oleh

Penderita HIV

5.6. Rerata kadar CD4 Sebelum dan Setelah 35

Penggunaan HAART pada Penderita HIV

5.7. Analisis Perbedaan Kadar CD4 Sebelum dan Setelah 35

Penggunaan HAART pada Penderita HIV

5.8. Analisis rerata kadar CD4 berdasarkan HAART yang 36

Digunakan oleh Penderita HIV

5.9. Analisis Perbedaan kadar CD4 berdasarkan HAART 36

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 Kerangka Konsep Perbedaan kadar CD4 24

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup

Lampiran 2 Data Induk

Lampiran 3 Output Data Hasil Penelitian

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

(13)

DAFTAR SINGKATAN

3TC Lamivudine

ABC Abacavir

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrome

ART Anti Retroviral Therapy

ARV Anti Retrovirus

ASI Air Susu Ibu

BB Berat Badan

BSB Brigade Siaga Bencana

CD Cluster of Differentiation

CDC Centers of Disease Control

CI Confidence Interval

CSSD Central Sterilization Supply Depart

CST Care Support and Treatment

D4T Stavudine

ddI Didadosine

DNA Deoxyribonucleic acid

EFV Efavirenz

ELISA Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay

FAST Fluorescence Activated Cell Sorter

GI Gastrointestinal

Gp glikoprotein

Ha Hektar

HAART Highly Active Anti Retroviral Therapy

HIV Human Immunodeficiency Virus

HTLV Human T-Lymphotropic Virus

IDU Intravenous Drug User

IDV/r Indinavir / ritonavir

IRIS Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome

(14)

LPV/r Lopinavir/ritonavir

Menkes Mentri Kesehatan

Mg Miligram

NFV Nelfinafir

NK Natural Killer

NNRTI Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

NRTI Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

NVP Nevirapine

ODHA Orang dengan HIV/AIDS

PCR Polymerase Chain Reaction

PEP Post Exposure Prophylaxis

PI Protease Inhibitor

PMKRS Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit

PPC Pneumonia pneumocystis carinii

Puskesmas Pusat Pelayanan Kesehatan

Pusyansus Pusat Pelayanan Khusus

RNA Ribonucleic acid

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

SD Sekolah Dasar

SK Surat Keputusan

SMA Sekolah Menengah Atas

SMP Sekolah Menengah Pertama

SPSS Statistical Package and Service Solution

SQV/r Saqouinavir/ ritonavir

TBC Tuberkulosis

TDF Tenofovir

TLC T-lymphocite count

VCT Voluntary Counceling and Testing

WHO World Health Organisation

(15)

NIP. 19540220 1980011 1 001

ABSTRAK

HIV/AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak negara. Menurut Ditjen PPM dan PL Depkes, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di Indonesia periode 1 Januari sampai 31 Desember 2009, terdapat sebanyak 3.863 kasus. Pada tahun 1996, antiretrovirus ditemukan namun anti retrovirus belum mampu menyembuhkan penyakit, namun secara dramatis menunjukkan penurunan angka kematian dan kesakitan, peningkatan kualitas hidup penderita HIV/AIDS dan meningkatkan semangat masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan highly active antiretroviral Therapy (HAART) pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009. Penelitian ini bersifat survei analitik dengan desain potong lintang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV yang berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2009 yaitu sebanyak 528 orang. Dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV yang melakukan pemeriksaan kadar CD4 sebelum dan setelah terapi anti retroviral (ART) di Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 45 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melihat kartu status atau rekam medik pasien HIV di Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik Medan.

Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata kadar CD4 sebelum dan setelah pemberian ART selama 6 bulan didapatkan terdapat peningkatan rata-rata kadar CD4 sebanyak 96,58. Dari hasil uji t didapatkan -5,109 dengan p-value 0,0001 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan highly active anti retroviral therapy (HAART) pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pusyansus, peneliti, pihak Puskesmas dan Dinkes sehingga dapat memantau imunitas pasien HIV dengan pemeriksaan CD4 baik sebelum ataupun selama pemberian HAART dan juga monitoring selama penggunaan HAART.

(16)

ABSTRACT

HIV/AIDS has become an internationally problem because in a short time, there is an increase in the number of patients who are suffering for HIV/AIDS worldwide. From the data of the General Director CDC and EH, Ministry of Health of Republic Indonesia, there are 3.863 cases of AIDS from 1 January up to 31 December 2009. In 1996, there were found antiretroviral therapy for AIDS but it can’t recover HIV/AIDS but dramatically decrease teh mortality and morbidity rate, increase in the quality of life of the patient and increase the spirit of the community.

The aim of this research is to know whether there is a difference between CD4 count before and after the use of highly active anti retroviral therapy (HAART) in HIV patients in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009. This research is analytic with a cross sectional design. The population is all the patient of HIV in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009. And the sample is the patients who checked their CD4 count before and after HAART in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009. There are 45 samples. The data was collected by using the secondary data of the patients status card or medical record in the AIDS centre in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009.

From this research is found that the average of the CD4 count before and after six months of using ART, there were increase of 96,58 of CD4 count. From the t test found -5,109 and the p-value 0,0001 so that we can conclude that there are difference between CD4 count before and after six months of using ART for the patients who are suffering from HIV in Haji Adam Malik Central Hospital in 2009.

From this research, hopefully can give a benefit to the AIDS centre in Haji Adam Malik Central Hospital, the public health centre and the government in order examine the immunity of the patients by CD4 examination so that we know when the n to start the ART, monitor and stop the HAART.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Mengakhiri abad ke-20, dunia kesehatan dikejutkan dengan munculnya

penyakit baru yang sangat berbahaya dan ganas, yang menyerang kehidupan

manusia, yakni HIV/AIDS (Notoatmodjo, 2007). Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV

(Human Immunodeficiency Virus) dan ditandai dengan imunosupresi berat yang

menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, dan manifestasi

neurologis (Mitchell dan Kumar, 2007).

Penyakit ini telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu

relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak

negara. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang relatif efektif

untuk AIDS sehingga menimbulkan keresahan dunia (Widoyono, 2008).

Sampai akhir tahun 2002, diperkirakan terdapat 42 juta orang yang hidup

dengan HIV atau AIDS. Dari jumlah ini, 28,5 juta (68%) hidup di Afrika

sub-Sahara dan 6 juta (14%) berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Pada tahun

2002, diperkirakan 5 juta orang baru terinfeksi HIV dan diperkirakan 3,1 juta

orang meninggal karena HIV/AIDS (Murtiastutik, 2008).

Kasus AIDS pertama sekali ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 di

Bali, penderita adalah seorang wisatawan asal Belanda. Pada tahun 1991 sudah

ditemukan 47 penderita. Pada 10 tahun yang lalu penyakit ini banyak ditemukan

hanya pada pelaku homoseksual, sekarang sudah banyak ditemukan pada pelaku

heteroseksual (Murtiastutik, 2008).

Menurut data dari Ditjen PPM dan PL Depkes RI pada Januari 2010,

(18)

Desember 2009, terdapat sebanyak 3.863 kasus. Jumlah kumulatif kasus AIDS

sejak 1 Januari 1987 hingga 31 Desember 2009 adalah sebanyak 19.973 kasus.

Menurut data dari Ditjen PPM dan PL Depkes RI pada Januari 2010, Jawa

Barat adalah provinsi dengan jumlah kasus HIV/AIDS yang terbanyak dari 33

provinsi di Indonesia. Sumatera Utara berada pada urutan ke-9 setelah Sulawesi

Selatan. Jumlah kumulatif kasus AIDS area Sumatera Utara dilaporkan 485 kasus.

Seperti virus lain, HIV tidak dapat berkembang biak sendiri melainkan

harus berada pada sel inang atau hospes. Tidak semua sel hospes bisa terinfeksi

oleh HIV tetapi hanya sel yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel TCD4+ dan

monosit/makrofag (Murtiastutik, 2008). Keadaan imunosupresi berat, yang

terutama menyerang imunitas seluler, merupakan penanda AIDS. Hal ini

disebabkan terutama oleh infeksi dan hilangnya sel T CD4+ serta gangguan pada

fungsi kelangsungan hidup sel T-helper (Mitchell dan Kumar, 2007).

Antiretrovirus ditemukan pada tahun 1996 dan mendorong suatu revolusi

dalam perawatan penderita HIV/AIDS. Meskipun anti retrovirus (ARV) belum

mampu menyembuhkan penyakit dan menambah tantangan dalam hal efek

samping serta resistensi kronis terhadap obat, namun secara dramatis

menunjukkan penurunan angka kematian dan kesakitan, peningkatan kualitas

hidup penderita HIV/AIDS dan meningkatkan semangat masyarakat.

Pada pedoman WHO terdahulu (April 2002) direkomendasikan bahwa

rejimen lini pertama terdiri atas dua NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase

Inhibitors) ditambah salah satu NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase

Inhibitors) atau abacavir (ABC), atau protease inhibitor. Sejak pedoman tersebut

diterbitkan kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia , memilih

komposisi rejimen lini pertama yang terdiri atas dua NRTI dan satu NNRTI

(Murtiastutik, 2008).

Pemberian ART mempunyai beberapa tujuan dengan mempertimbangkan

(19)

• Faktor klinis, yaitu memperpanjang hidup dan meningkatkan kualitas hidup.

Faktor virologis, yaitu menurunkan viral load sebesar-besarnya (< 20-50 sel/ml) dan selama-lamanya. Hal itu mneunjukkan untuk menghentikan

progresivitas penyakit dan mencegah/menunda resistensi.

• Faktor imunologis, yaitu terjadi rekonstruksi imun baik secara kuantitatif (jumlah CD4 dalam rentang normal) maupun kualitatif (respon imun

spesifik terhadap patogen).

• Faktor pemilihan rejimen yang tepat, ditujukan untuk mempertahankan pilihan terapi, meminimalisasi efek samping, memaksimalisasi

ketaatan/kepatuhan.

• Faktor epidemiologis, yaitu menurunkan penularan HIV serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan highly

active anti retroviral therapy (HAART) pada penderita HIV di RSUP Haji Adam

Malik pada tahun 2009?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar

CD4 sebelum dan setelah penggunaan highly active anti retroviral therapy

(20)

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui angka kejadian HIV di RSUP Haji Adam Malik pada

tahun 2009.

b. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan sosiodemografi

yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan cara penularan di RSUP

Haji Adam Malik pada tahun 2009.

c. Untuk mengetahui highly active anti retroviral therapy (HAART) yang

digunakan pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik.

d. Untuk mengetahui rata-rata kadar CD4 penderita HIV sebelum dan setelah

pemberian highly active anti retroviral therapy (HAART) di RSUP Haji

Adam Malik.

e. Untuk mengetahui perbedaan kadar CD4 pada highly active anti retroviral

therapy (HAART).

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan

ilmu yang diperoleh selama proses perkuliahan.

2. Dapat digunakan sebagai informasi dan masukan bagi mahasiswa untuk

melakukan penelitian selanjutnya, yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis.

3. Bagi Dinas Kesehatan kota Medan untuk memperbanyak puskesmas dan rumah

sakit yang memiliki fasilitas VCT (Voluntary Counceling and Testing) sehingga

penderita HIV dapat dideteksi pada fase dini dan diberikan HAART bila terdapat

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi HIV/AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala

yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan

oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV). AIDS ini bukan merupakan

suatu penyakit saja, tetapi merupakan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh

infeksi berbagai jenis mikroorganisme seperti, infeksi bakteri, virus, jamur,

bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita

(Murtiastutik, 2008).

Pada 5 Juni 1981, kasus pertama AIDS dilaporkan di Los Angeles pada

lima orang laki-laki homoseksual yang menderita Pneumonia Pneumocystis

carinii (PPC) dan infeksi opotunistik lainnya (Stine, 2000). Pada tahun 1983,

ilmuwan Prancis, Luc Montagnier (Institut Pasteur, Paris) mengisolasi virus dari

pasien dengan gejala limfadenopati dan menemukan virus HIV dan virus ini

dinamakan lymphadenopathy assosiated virus (LAV). Pada tahun 1984, Gallo

(National Institute of Health, USA) menemukan virus human T lymphotropic virus

(HTLV-III) yang juga menyebabkan AIDS. LAV dan HTLV-III adalah virus

penyebab HIV yang sama dan dikenal sebagai HIV-1. (Phair et al 1997).

2.2. Etiologi HIV/AIDS

HIV adalah suatu retrovirus anggota subfamili lentivirinae (Brooks et al,

2005). Retrovirus berdiameter 70-130 nm (Lango dan Fauci, 2005). Masa

inkubasi virus ini selama sekitar 10 tahun (Kayser et al, 2005).

Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya, atau

kapsul viral, terdiri dari lemak lapis ganda yang banyak mengandung tonjolan

(22)

suatu protein matriks yang disebut gp17 yang mengelilingi segmen bagian dalam

membran virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut

p24 (Lan, 2005).

Di dalam kapsid terdapat dua untai RNA identik dan molekul preformed

reverse transcriptase, integrase dan protease yang sudah terbentuk. Reverse

transcriptase adalah enzim yang mentranskripsikan RNA virus menjadi DNA

setelah virus masuk ke sel sasaran (Lan, 2005).

2.3. Penularan HIV AIDS

Penularan utama HIV dapat melalui beberapa cara yaitu melalui hubungan

seksual, pemindahan darah atau produk darah, proses penyuntikan dengan

alat-alat yang yang terkontaminasi darah dari penderita HIV dan juga melalui

transmisi vertikal dari ibu ke anak. Sekali terinfeksi, maka orang tersebut akan

tetap terinfeksi dan dapat menjadi infeksius bagi orang lain (Rook et al, 2005).

1. Penularan seksual

Penularan seksual merupakan cara infeksi yang paling utama diseluruh

dunia, yang berperan lebih dari 75% dari semua kasus penularan HIV (Mitchell

dan Kumar, 2007). Penularan seksual ini dapat terjadi dengan hubungan seksual

genitogenital ataupun anogenital antara heteroseksual ataupun homoseksual.

Risiko seorang wanita terinfeksi dari laki-laki yang seropositif lebih besar jika

dibandingkan seorang laki-laki yang terinfeksi dari wanita yang seropositif (Rook

et al, 1998).

2. Transfusi darah dan produk darah

HIV dapat ditularkan melalui pemberian whole blood, komponen sel

darah, plasma dan faktor-faktor pembekuan darah. Kejadian ini semakin

berkurang karena sekarang sudah dilakukan tes antibodi-HIV pada seorang

donor. Apabila tes antibodi dilakukan pada masa sebelum serokonversi maka

(23)

3. Penyalah guna obat-obat intravena

Penggunaan jarum suntik secara bersama-sama dan bergantian semakin

meningkatkan prevalensi HIV/AIDS pada pengguna narkotika. Di negara maju,

wanita pengguna narkotika jarum suntik menjadi penularan utama pada populasi

umum melalui pelacuran dan transmisi vertikal kepada anak mereka (Rook et al,

1998).

4. Petugas Kesehatan

Menurut Murtiastutik (2008) petugas kesehatan sangat berisiko terpapar

bahan infeksius termasuk HIV. Berdasarkan data yang didapat dari 25 penelitian

retrospektif terhadap petugas kesehatan, didapatkan rata-rata risiko transmisi

setelah tusukan jarum ataupun paparan perkutan lainnya sebesar 0,32% (CI 95%)

atau terjadi 21 penularan HIV setelah 6.498 paparan, dan setelah paparan melalui

mukosa sebesar 0,09% (CI 95%).

5. Maternofetal

Sebelum ditemukan HIV, banyak anak yang terinfeksi dari darah ataupun

produk darah atau dengan penggunan jarum suntik secara berulang. Sekarang ini,

hampir semua anak yang menderita HIV/AIDS terinfeksi melalui transmisi

vertikal dari ibu ke anak. Diperkirakan hampir satu pertiga (20-50%) anak yang

lahir dari seorang ibu penderita HIV akan terinfeksi HIV. Peningkatan penularan

berhubungan dengan rendahnya jumlah CD4 ibu. Infeksi juga dapat secara

transplasental, tetapi 95% melalui transmisi perinatal (Rook et al, 1998).

6. Pemberian ASI

Peningkatan penularan melalui pemberian ASI pada bayi adalah 14%. Di

negara maju, ibu yang terinfeksi HIV tidak diperbolehkan memberikan ASI

(24)

2.4. Epidemiologi HIV/AIDS

Infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan

masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada

awalnya, sebagian besar ODHA berasal dari kelompok homoseksual maka kini

telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan

pengguna narkotika semakin meningkat (Djoerban dan Djauzi , 2007).

Jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS di dunia pada tahun 2008

diperkirakan sebanyak 33,4 juta orang. Sebagian besar (31,3 juta) adalah orang

dewasa dan 2,1 juta anak di bawah 15 tahun (Narain, 2004).

Saat ini AIDS adalah penyebab kematian utama di Afrika sub Sahara,

dimana paling banyak terdapat penderita HIV positif di dunia (26,4 juta orang

yang hidup dengan HIV/AIDS), diikuti oleh Asia dan Asia Tenggara dimana

terdapat 6,4 juta orang yang terinfeksi. Lebih dari 25 juta orang telah meninggal

sejak adanya endemi HIV/AIDS (Narain, 2004).

Sampai dengan akhir Maret 2005, tercatat 6.789 kasus HIV/AIDS yang

dilaporkan. Jumlah itu tentu masih sangat jauh dari jumlah sebenarnya.

Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 memperkirakan jumlah penduduk

Indonesia yang terinfeksi HIV adalah antara 90.000 sampai 130.000 orang

(Djoerban, Djauzi , 2007) .

2.5. Patogenesis HIV/AIDS

HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang

memiliki molekul reseptor membran CD4. Sejauh ini, sasaran yang disukai adalah

limfosit T helper positif, atau sel T4 (limfosit CD4+). Gp120 HIV berikatan kuat

dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat memperantarai fusi membran virus ke

membran sel (Lan, 2005).

Baru-baru ini ditemukan bahwa dua koreseptor permukaan sel, CCR5 atau

CXCR4 diperlukan, agar gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4+.

(25)

dapat masuk ke membran sel sasaran. Individu yang mewarisi dua salinan defektif

gen reseptor CCR5 (homozigot) resisten terhadap timbulnya AIDS, walupun

berulang kali terpajan HIV (sekitar 1% orang Amerika keturunan Caucasian).

Individu yang heterozigot untuk gen defektif ini tidak terlindung dari AIDS, tetapi

awitan penyakit agak melambat (Lan, 2005).

Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit

dan makrofag. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai

reservoar untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politrofik

dan dapat menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel natural killer (NK),

limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel dendritik, sel mikroglia dan

berbagai jaringan tubuh (Lan, 2005).

Setelah berfusi dengan limfosit CD4+, maka berlangsung serangkaian

proses kompleks yang apabila berjalan lancar, menyebabkan terbentuknya partikel

virus baru dari sel yang terinfeksi. Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap

laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami proses-proses replikasi

sehingga menghasilkan banyak virus (Lan, 2005).

HIV-1 awalnya menginfeksi sel T dan makrofag secara langsung atau

dibawa oleh sel dendrit. Replikasi virus pada kelenjar getah bening regional

menimbulkan viremia dan penyebaran virus yang meluas pada jaringan limfoid.

Viremia tersebut dikendalikan oleh respon imun pejamu, kemudian pasien

memasuki fase laten klinis. Selama fase ini, replikasi virus pada sel T maupun

makrofag terus berlangsung, tetapi virus tetap tertahan. Pada tempat itu

berlangsung pengikisan bertahap sel CD4+ melalui infeksi sel yang produktif.

Jika sel CD4+ yang tidak hancur tidak dapat tergantikan, jumlah sel CD4+

menurun dan pasien mengalami gejala klinis AIDS. Makrofag pada awalnya juga

ditumpangi virus; makrofag tidak dilisiskan oleh HIV-1, dapat mengangkut virus

(26)

2.6. Gejala Klinis

Ada tiga tahapan yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi

antara HIV dan sistem imun :

1. Fase akut.

Fase ini ditandai dengan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorok, mialgia,

demam, ruam dan kadang-kadang meningitis aseptik (Mitchell dan Kumar, 2007).

Pada fase ini terdapat produksi virus dalam jumlah yang besar, viremia dan

persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang secara khas disertai

dengan berkurangnya sel T CD4+. Segera setelah hal itu terjadi, muncul respon

imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi

(biasanya dalam rentang waktu 3 hingga 17 minggu setelah pajanan) dan melalui

munculnya sel T sitotoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia

mereda, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun, berkurangnya

jumlah virus dalam plasma bukan merupakan penanda berakhirnya replikasi virus,

yang akan terus berlanjut di dalam makrofag dan sel T CD4+ jaringan (Mitchell

dan Kumar, 2007).

2. Fase kronis

Fase kronis menunjukan tahap penahanan relatif virus. Pada fase ini,

sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga

beberapa tahun. Para pasien tidak menunjukkan gejala ataupun menderita

limfadenopati persisten dan banyak penderita yang mengalami infeksi opotunistik

ringan, seperti sariawan (Candida) atau herpes zoster (Mitchell dan Kumar, 2007).

Replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut. Pergantian virus

yang meluas akan disertai dengan kehilangan CD4+ yang berlanjut. Namun,

karena kemampuan regenerasi sistem imun yang besar, sel CD4+ akan tergantikan

dalam jumlah yang besar. Setelah melewati periode yang panjang dan beragam,

(27)

CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin meningkat (Mitchell dan Kumar,

2007).

3. Fase kritis

Tahap terakhir ini ditandai dengan kehancuran pertahanan pejamu yang

sangat merugikan, peningkatan viremia yang nyata, serta penyakit klinis. Para

pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah,

penurunan berat badan, dan diare; jumlah sel CD4+ menurun di bawah 500

sel/µ L. Setelah adanya interval yang berubah-ubah, para pasien mengalami infeksi

oportunistik yang serius, neoplasma sekunder dan atau manifestasi neurologis

(disebut dengan kondisi yang menentukan AIDS). Jika kondisi lazim yang

menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini

menentukan bahwa seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+

kurang atau sama dengan 200 sel/µ L sebagai pengidap AIDS (Mitchell dan

Kumar, 2007).

Menurut Barakbah et al (2007) hampir semua orang yang terinfeksi HIV,

jika tidak diterapi, akan berkembang menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan

dengan HIV atau AIDS.

1. Gejala Konstitusi

Kelompok ini sering disebut dengan AIDS related complex. Penderita

mengalami paling sedikit dua gejala klinis yang menetap selama 3 bulan atau

lebih. Gejala tersebut berupa:

a. Demam terus menerus lebih dari 37°C.

b. Kehilangan berat badan 10% atau lebih.

c. Radang kelenjar getah bening yang meliputi 2 atau lebih kelenjar getah bening

di luar daerah inguinal.

(28)

e. Berkeringat banyak pada malam hari yang terjadi secara terus menerus.

2. Gejala Neurologi

Stadium ini memberikan gejala neurologi yang beranekaragam seperti

kelemahan otot, kesulitan berbicara, gangguan keseimbangan, disorientasi,

halusinasi, mudah lupa, psikosis dan dapat sampai koma (gejala radang otak).

3. Gejala Infeksi

Infeksi oportunistik merupakan kondisi dimana daya tahan penderita sudah

sangat lemah sehingga tidak ada kemampuan melawan infeksi, misalnya:

a. Pneumocystic carinii pneumonia (PCP)

PCP merupakan infeksi oportunistik yang sering ditemukan pada penderita

AIDS (80%). Disebabkan parasit sejenis protozoa yang pada keadaan tanpa

infeksi HIV tidak menimbulkan sakit berat. Pada penderita AIDS, protozoa ini

berkembang pesat sampai menyerang paru-paru yang mengakibatkan pneumonia.

Gejala yang ditimbulkannya adalah batuk kering, demam dan sesak nafas. Pada

pemeriksaan ditemukan ronkhi kering. Diagnosis ditegakkan dengan

ditemukannya P.carinii pada bronkoskopi yang disertai biopsi transbronkial dan

lavase bronkoalveolar (Murtiastutik, 2008).

b. Tuberkulosis

Infeksi Mycobacterium tuberkulosis pada penderita AIDS sering

mengalami penyebaran luas sampai keluar dari paru-paru. Penyakit ini sangat

resisten terhadap obat anti tuberkulosis yang biasa. Gambaran klinis TBC pada

penderita AIDS tidak khas seperti pada penderita TBC pada umumnya. Hal ini

disebabkan karena tubuh sudah tidak mampu bereaksi terhadap kuman. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan hasil kultur(Murtiasatutik, 2008).

(29)

Penyebab ensefalitis lokal pada penderita AIDS adalah reaktivasi

Toxoplasma gondii, yang sebelumnya merupakan infeksi laten. Gejala dapat

berupa sakit kepala dan panas, sampai kejang dan koma. Jarang ditemukan

toksoplasmosis di luar otak.

d. Infeksi Mukokutan.

Herpeks simpleks, herpes zoster dan kandidiasis oris merupakan penyakit

paling sering ditemukan. Infeksi mukokutan yang timbul satu jenis atau beberapa

jenis secara bersama. Sifat kelainan mukokutan ini persisten dan respons terhadap

pengobatan lambat sehingga sering menimbulkan kesulitan dalam

penatalaksanaannya (Murtiastutik,2008).

4. Gejala Tumor

Tumor yang paling sering menyertai penderita AIDS adalam Sarkoma

Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin (Murtiastutik,2008).

2.7. Diagnosis HIV/AIDS

Menurut Barakbah et al (2007) karena banyak negara berkembang, yang

belum memiliki fasilitas pemeriksaan serologi maupun antigen HIV yang

memadai, maka WHO menetapkan kriteria diagnosis AIDS sebagai berikut:

Dewasa

Definisi kasus AIDS dicurigai bila paling sedikit mempunyai 2 gejala

mayor dan 1 gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab penekanan sistem imun

lain yang diketahui, seperti kanker, malnutrisis berat atau sebab-sebab lainnya.

Gejala Mayor

- Penurunan berat badan > 10% berat badan per bulan.

- Diare kronis lebih dari 1 bulan

(30)

Gejala Minor

- Batuk selama lebih dari 1 bulan.

- Pruritus dermatitis menyeluruh.

- Infeksi umum yang rekuren, misalnya herpes zoster.

- Kandidiasis orofaringeal.

- Infeksi herpes simpleks kronis progresif atau yang meluas.

- Limfadenopati generalisata.

Adanya Sarkoma Kaposi meluas atau meningitis cryptococcal sudah cukup

untuk menegakkan AIDS.

Anak

Definisi kasus AIDS terpenuhi bila ada sedikitnya 2 tanda mayor dan 2

tanda minor dan tidak terdapat sebab-sebab penekanan imun yang lain yang

diketahui, seperti kanker, malnutrisi berat atau sebab-sebab lain.

Gejala Mayor

- Berat badan turun atau pertumbuhan lambat yang abnormal

- Diare kronis lebih dari 1 bulan

- Demam lebih dari 1 bulan.

Gejala Minor

- Limfadenopati generalisata

- Kandidiasis orofaringeal

- Infeksi umum yang rekuren

(31)

- Ruam kulit yang menyeluruh

Konfirmasi infeksi HIV pada ibunya dihitung sebagai kriteria minor.

Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan

diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain

(cerebrospinal fluid) penderita.

1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)

ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan

teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno).

Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah

menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan

core (Hanum, 2009).

2. Western Blot

Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari

suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain.

Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen yang

mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).

Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun

pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum,

2009).

3. PCR (Polymerase Chain Reaction)

Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi

maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis

maupun status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan

sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2

(32)

Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu

dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting

(fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan kemampuan

alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan

memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut karakteristik

masing-masing secara otomatis melalui suatu celah, yang ditembus oleh seberkas

sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal

elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan.

Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam

sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai.

Dengan demikian, alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan

menghitung jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran (Kresno,

2001).

Menurut Kresno (2001) aplikasi FACS banyak sekali, diantaranya adalah:

1. analisis dan pemisahan subpopulasi limfosit dengan menggunakan antibodi

monoklonal terhadap antigen permukaan (CD) yang dilabel dengan zat warna

fluorokrom.

2. pemisahan limfosit yang memproduksi berbagai kelas imunoglobulin dengan

menggunakan antibodi monoklonal terhadap kelas dan subkelas Ig spesifik dan

tipe L-chain.

3. memisahkan sel hidup dari sel mati.

4. analisis kinetik atau siklus sel dan kandungan DNA atau RNA.

5. analisis fungsi atau aktivasi sel dengan mengukur produk yang disintesis oleh

sel setelah distimulasi.

Selain uji fungsi limfosit, uji fungsi fagositosis juga dapat dilakukan

(33)

2.8. Penatalaksanaan HIV/AIDS

. Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) secara umum, penatalaksanaan

ODHA terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1. Pengobatan untuk menekan replikasi HIV dengan obat anti retroviral (ARV).

2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang

menyertai infeksi HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, sarkoma

kaposi, limfoma, kanker serviks.

3. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik dan

pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama

serta tidur yang cukup dan menjaga kebersihan.

Antiretroviral therapy ditemukan pada tahun 1996 dan mendorong suatu

evolusi dalam perawatan penderita HIV/AIDS. Replikasi HIV sangat cepat dan

terus-menerus sejak awal infeksi, sedikitnya terbentuk 10 miliar virus setiap hari.

Namun karena waktu paruh virus bebas (virion) sangat singkat maka sebagian

besar virus akan mati. Penurunan CD4 menunjukkan tingkat kerusakan sistem

kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Pemeriksaan CD4 ini berguna untuk

memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV yang diberikan (Murtiastutik,

2008).

Menurut Murtiastutik (2008) faktor yang harus diperhatikan dalam

memilih regimen ART baik di tingkat program ataupun tingkat individual:

- Efikasi obat

- Profil efek samping obat

- Persyaratan pemantauan laboratorium

- Kemungkinan kesinambungan sebagai pilihan obat di masa depan

(34)

- Kondisi penyakit penyerta

- Kehamilan dan risikonya

- Penggunaan obat lain secara bersamaan

- Infeksi strain virus lain yang berpotensi meningkatkan resistensi terhadap

satu atau lebih ART.

- Ketersediaan dan harga ART.

Menurut WHO waktu diberikannya ART dibagi dalam dua kategori,

apakah ada perhitungan CD4. Penghitungan TLC dapat digunakan sebagai

pengganti hitung CD4, meskipun hal ini dianggap kurang bermakna pada pasien

asimptomatis.

• Ada perhitungan CD4

Stadium IV menurut kriteria WHO (AIDS) tanpa memandang hitung CD4

Stadium III menurut kriteria WHO dengan CD4 < 350 sel/ mm3

Stadium I-II menurut kriteria WHO dengan CD4 ≤ 200 sel/mm3 • Tidak ada perhitungan CD4

Stadium IV menurut WHO tanpa memandang TLC

Stadium III menurut WHO tanpa memandang TLC

Stadium II dengan TLC ≤ 1200 sel/mm3

Pemberian ART tergantung tingkat progresivitas masing-masing

penderita. Terapi kombinasi ART mampu menekan replikasi virus sampai tidak

terdeteksi oleh PCR. Pada kondisi ini penekanan virus berlangsung efektif

mencegah timbulnya virus yang resisten terhadap obat dan memperlambat

progersifitas penyakit. Karena itu terapi kombinasi ART harus menggunakan

(35)

Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) obat anti retroviral terdiri dari

beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nleotide

reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor,

dan inhibitor protease. Saat ini regimen pengobatan anti retroviral yang

dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa regimen

yang dapat dipergunakan dengan keunggulan dan kerugian masing-masing.

Kombinasi ARV lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah

kombinasi zidovudin(ZDV), lamivudin (3TC), dengan nevirapin (NVP).

Kolom A Kolom B

Lamivudin + zidovudin Evafirenz*

Lamivudin + didadosin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + zidovudin Nevirapin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + didadosin

Lamivudin + zidovudin Nelvinafir

Lamivudin + stavudin

[image:35.595.107.511.286.537.2]

Lamivudin + didadosin

Tabel 2.1. Kombinasi ART untuk Terapi inisial (Djoerban dan Djauzi, 2007)

*Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang

berpotensi tinggi untuk hamil

Golongan Nama Obat Dosis

Nucleoside RTI

(NRTIs)

Abacavir 300 mg setiap 12 jam

Didadosine (ddI) 40 mg sekali sehari

(250 mg sekali sehari jika BB< 60kg)

(36)

Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari

Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam

(30 mg setiap 12 jam bila BB< 60kg)

Zidovudine

(ZDV/AZT)

300 mg setiap 12 jam

Nucleotide RTI

(NtRTIs)

Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari

(catatan: interaksi obat dengan ddI, perlu mengurangi dosis ddI)

Non-Nucleotise

RTIs (NNRTIs)

Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg setiap 12 jam.

Protease Inhibitors (PIs)

Indinavir/ritonavir

(IDV/r)

800 mg/100mg setiap 12 jam

Lopinavir/ritonavir

(LPV/r)

400 mg/100 mg setiap 12 jam

(533mg/133mg setiap 12 jam bila dikombinasi dengan EFV atau NVP)

Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam

Saquinavir/ritonavir (SQV/r)

1000 mg/100mg setiap 12 jam atau 1600 mg/200mg sekali sehari

[image:36.595.108.519.109.572.2]

Ritonavir(RTV,r)f Kapsul 100 mg, larutan oral 400mg/5 ml

Tabel 2.2. Dosis ARV untuk penderita HIV/AIDS dewasa (Murtiastutik, 2007)

Regimen Toksisitas Obat Pengganti

AZT/3TC/NVP Intoleransi GI yang persisten oleh

karena AZT atau toksisitas

hematologis yang berat

Ganti AZT dengan

(37)

Hepatoksisitas berat oleh NVP Ganti NVP dengan

EFV (kalau hamil

ganti dengan NFV,

LPV/r atau ABC)

Ruam kulit berat karena NVP (tetapi

tidak mengancam jiwa yaitu tanpa

pustula dan tidak mengenai mukosa)

Ganti NVP dengan

EFV

Ruam kulit berat yang mengancam

jiwa (Steven-Johnson Syndrome)

oleh karena NVP

Ganti NVP dengan

protease inhibitor

AZT/3TC/EFV Intoleransi GI yang persisten oleh

karena AZT atau toksisitas

hematologis yang berat

Ganti AZT dengan

d4T

Toksisitas susunan saraf pusat

menetap oleh karena EFV

Ganti EFV dengan

NVP

D4T/3TC/NVP Neuropati oleh karena d4T atau

pankreatitis

Ganti d4T dengan

AZT

Lipoatrofi oleh karena d4T Ganti d4T dengan

TDF atau ABC

Ruam kulit berat karena NVP (tetapi

tidak mengancam jiwa yaitu tanpa

pustula dan tidak mengenai mukosa)

Ganti NVP dengan

EFV

Ruam kulit berat yang mengancam

jiwa (Steven-Johnson Syndrome) oleh

karena NVP

Ganti NVP dengan

(38)

D4T/3TC/EFV Neuropati oleh karena d4T atau

pankreatitis

Ganti d4T dengan

AZT

Lipoatrofi oleh karena d4T Ganti d4T dengan

TDF atau ABC

Toksisitas susunan saraf pusat

menetap oleh karena EFV

Ganti EFV dengan

[image:38.595.110.517.114.271.2]

NVP

Tabel 2.3. Toksisitas Utama pada Regimen ARV lini pertama dan anjuran obat

penggantinya (Murtiastutik, 2007)

Tanda Klinis Kriteria CD4

- Timbulnya infeksi oportunistik baru atau

keganasan yang memperjelas perkembangan

penyakit yang memburuk. Hal tersebut

harus dibedakan dengan IRIS yang dapat

saja timbul pada 3 bulan pertama setelah

ARV dimulai.

IRIS bukan merupakan tanda kegagalan

terapi dan infeksi oportunistik harus diterapi

seperti biasa, tanpa mengganti regimen

ARV.

- Kambuhnya IO yang pernah diderita

-Munculnya atau kambuhnya

penyakit-penyakit pada stadium III (termasuk HIV

wasting syndrome, diare kronis yang tidak

jelas penyebabnya, terulangnya infeksi

bakterial invasif, atau kandidiasis mukosa

- CD4 kembali ke jumlah

sebelum terapi atau bahkan

dibawahnya tanpa adanya

infeksi penyerta yang lain yang

dapat menjelaskan terjadinya

penurunan CD4 sementara.

- Penurunan jumlah CD4 >

50% dari jumlah tertinggi yang

pernah dicapai selama terapi

tanpa infeksi penyerta lainnya

yang dapat menjelaskan

terjadinya penurunan CD4

(39)

yang kambuh atau menetap )

Tabel 2.4. Definisi Kegagalan Terapi secara klinis dan kriteria CD4 pada ODHA

dewasa (Murtiastutik, 2007)

Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti

pengobatan profilaksis pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang

mengandung HIV (post exposure prophylaxis). Selain itu juga digunakan untuk

pencegahan penularan dari ibu ke bayi (Djoerban dan Djauzi, 2007).

2.9. Prognosis HIV/AIDS

Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal. Sekitar 75% pasien yang

didiagnosis AIDS meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5%

kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan imunologis

(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep HIV di RSUP Haji Adam Malik,

akan diuraikan berdasarkan kadar CD4 sebelum dan setelah penggunaan Highly

Active Anti retroviral therapy (ART).

[image:40.595.164.386.312.384.2]

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 3.1. Kerangka konsep perbedaan kadar CD4 sebelum dan sesudah

penggunaan Highly Active Anti Retroviral Therapy (HAART)

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang akan diteliti adalah:

- Kadar CD4 sebelum penggunaan HAART pada penderita HIV.

- Kadar CD4 setelah penggunaan HAART pada penderita HIV.

Kadar CD4 sebelum penggunaan HAART pada penderita HIV adalah:

hasil pemeriksaan hitung CD4 dalam darah penderita HIV yang yang dilakukan di

laboratorium Patologi Klinik RSUP Haji Adam Malik, sebelum penggunaan

HAART.

Kadar CD4 setelah penggunaan HAART pada penderita HIV adalah: hasil

pemeriksaan hitung CD4 dalam darah penderita HIV yang yang dilakukan di Kadar CD4

(41)

laboratorium Patologi Klinik RSUP Haji Adam Malik, setelah penggunaan

HAART selama 6 bulan.

Cara ukur dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder

dari Pusyansus AIDS di RSUP Haji Adam Malik.

Alat Ukur kadar CD4 penderita HIV/AIDS yaitu dengan menggunakan

data sekunder dari Pusyansus AIDS di RSUP Haji Adam Malik

Skala pengukuran kadar CD4 penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam

Malik adalah dengan menggunakan skala rasio.

Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini yang

dihitung dalam satuan tahun.

Jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang pernah diikut i

subjek. Pendidikan terdiri dari SD, SLTP, SMA, Akademi, S1, S2 dan S3. Dalam

penelitian tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi :

- Tidak sekolah

- Pendidikan dasar (SD, SMP)

- Pendidikan menengah (SMA)

- Pendidikan tinggi (akademi, perguruan tinggi)

Faktor resiko penularan yaitu bagaimana cara penularan HIV pada

penderita. Adapun sumber-sumber penularan HIV yaitu: heteroseksual,

homoseksual, biseksual, perinatal, transfusi darah, dan intravenous drug users

(42)

Highly Active Anti Retroviral Therapy (HAART) adalah jenis kombinasi

obat-obatan anti retrovirus yang digunakan pasien. HAART dibagi ke dalam 4

kelompok yaitu:

1. ZDT + 3TC + EFV (Zidovudine, Lamivudine, Efavirenz)

2. d4T30 + 3TC + EFV (Stavudine, Lamivudine, Efavirenz)

3. ZDT + 3TC + NVP (Zidovudine, Lamivudine, Nevirapine)

4. d4T30 + 3TC + NVP (Stavudine, Lamivudine, Nevirapine).

3.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan antara kadar

CD4 sebelum dan setelah penggunaan Highly Active Anti Retroviral Therapy

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei analitik dengan

desain potong lintang.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam

Malik untuk melakukan pengambilan data. Alasan pemilihan lokasi penelitian

adalah karena RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit pusat di kota

Medan, terdapat pusat pelayanan khusus bagi para penderita HIV/AIDS dan juga

terdapat data penderita HIV/AIDS yang melakukan pemeriksaan.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2010.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV yang

berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik sejak 1 Januari sampai

31 Desember 2009.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV yang

melakukan pemeriksaan kadar CD4 sebelum dan setelah highly active anti

retroviral therapy (HAART) selama enam bulan di Pusyansus AIDS RSUP Haji

Adam Malik sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2009 yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling, setiap penderita

yang memenuhi kriteria pemilihan akan dimasukkan ke dalam penelitian sampai

(44)

Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu:

• Semua penderita HIV yang berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik.

Penderita HIV yang menggunakan Highly Active Anti Retroviral Therapy (HAART)

• Penderita HIV yang melakukan pemeriksaan CD4 sebelum dan setelah penggunaan Highly Active Anti Retroviral Therapy (HAART)

selama enam bulan.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu:

• Data penderita HIV yang tidak lengkap.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang

diperoleh dengan melihat kartu status atau rekam medik pasien HIV di Pusyansus

AIDS RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.5. Metode Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan akan dilanjutkan dengan pengolahan data.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS (Statistical Package and

Service Solution). Analisa data dilakukan dengan tingkat signifikansi 0,05. Data

yang sudah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan penjelasan hasil analisis

(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 5.1.1.1. RSUP Haji Adam Malik Medan

RSUP Haji Adam Malik adalah rumah sakit kelas A sesuai dengan SK

Menkes 335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai rumah sakit pendidikan

sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki misi

sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan juga merupakan

pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi

Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di atas

tanah seluas ± 10 Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12 Kecamatan

Medan Tuntungan Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Dalam rangka melayani pelayanan kesehatan masyarakat umum, RSUP

Haji Adam Malik Medan didukung oleh 1.955 orang tenaga yang terdiri dari 790

orang tenaga medis dari berbagai spesialisasi dan sub spesialisasi, 604 orang

paramedik perawatan, 298 orang paramedik non perawatan dan 263 orang tenaga

non medis serta ditambah dengan dokter Brigade Siaga Bencana (BSB) sebanyak

8 orang.

RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri

dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat

darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi

diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi klinik,

kardiovaskular, mikrobiologi), pelayanan penunjang non medis (instalasi gizi,

farmasi, Central Sterilization Supply Depart (CSSD), bioelektro medik, Penyuluh

Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non medis

(46)

5.1.1.2. Pusat Pelayanan Khusus Klinik VCT RSUP H. Adam Malik Medan Klinik VCT RSUP H. Adam Malik Medan merupakan wadah pelayanan

khusus yang didirikan untuk memberikan pelayanan kesehatan baik individu

maupun kelompok beresiko terinfeksi HIV/AIDS berupa konseling pra tes, tes

HIV dan konseling pasca tes. Jika hasil tes menunjukkan penderita positif

HIV/AIDS, klinik ini bekerja sama dengan Care Support and Treatment (CST)

untuk memberikan perawatan dan pengobatan terhadap penderita secara intensif.

Adapun tugas wewenang dan tanggung jawab Pusyansus di klinik VCT

dan CST RSUP Haji Adam Malik, antara lain:

a. Memberikan dukungan konseling dan testing secara sukarela kepada individu

dan kelompok beresiko terinfeksi HIV/AIDS.

b. Memberikan konseling lanjutan kepada pasien HIV/AIDS dan keluarga.

c. Menyampaikan hasil tes HIV/AIDS pasien secara rahasia.

d. Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga peduli HIV/AIDS dan atau

organisasi terkait.

e. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi tentang HIV/AIDS kepada masyarakat

dan atau petugas medis.

f. Melakukan pemeriksaan klinis terhadap penderita maupun yang terinfeksi

HIV/AIDS secara mendetail.

g. Melakukan perawatan dan pengobatan terhadap penderita HIV/AIDS secara

intensif.

h. Memberikan dukungan perawatan dan pengobatan terhadap penderita

HIV/AIDS secara intensif.

i. Menyiapkan sarana dan sarana laboratorium dan melakukan pemeriksaan pada

(47)

j. Mencatat dan membuat laporan perawatan pada pasien HIV/AIDS.

k. Menyiapkan, membuat dan mengumpulkan laporan bulanan dan triwulan klinik

VCT serta saran/usul dan hambatan yang ditemukan.

l. Melakukan tata laksana dokumen, pengarsipan, pengumpulan, pengolahan dan

analisa data.

m. Merekapitulasi data barang yang dibutuhkan klinik VCT RSUP Haji Adam

Malik.

5.1.2. Karakteristik Individu

Penelitian ini telah dilakukan di Poliklinik Pusyansus AIDS yang dimulai

dari bulan Juli sampai Agustus 2010. Peserta penelitian ini adalah penderita HIV

yang berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik.

Pada tahun 2009 terdapat 1.219 kunjungan dan 528 diantaranya HIV

positif. Di antara mereka, terdapat 193 orang yang melakukan pemeriksaan CD4.

Sebagian besar mereka melakukan pemeriksaan CD4 sebelum HAART saja.

Sementara 335 orang yang lainnya belum menggunakan HAART mungkin

karena belum terdapat indikasi untuk pemberian HAART atau karena pada

pemeriksaan CD4 dibebankan biaya. Di antara pasien tersebut yang memenuhi

kriteria pemilihan ini terdapat 45 orang yaitu penderita HIV yang memeriksa

kadar CD4 sebelum dimulai terapi anti retroviral dan setelah 6 bulan penggunaan

HAART.

Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik responden yang

diamati adalah berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan,

faktor resiko penularan dan highly active anti retroviral therapy (HAART) yang

(48)
[image:48.595.127.497.165.264.2]

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 36 80

Perempuan 9 20

Jumlah 45 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita HIV

yang melakukan pemeriksaan HIV di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009

adalah laki-laki (80%). Rasio antara laki-laki dan perempuan yaitu 4:1.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan data Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam

Malik Medan, dari jumlah seluruh kunjungan pada tahun 2009 ditemukan 78,8%

penderita HIV/AIDS laki-laki dan 21,2 % perempuan. Dan menurut laporan

Ditjen PP dan PL Depkes RI tahun 2009, rasio penderita HIV/AIDS laki-laki dan

perempuan adalah 2,85 :1 dari 19.973 kasus HIV/AIDS di Indonesia.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Umur

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

1-20 tahun 1 2,2

21-40 tahun 37 82,2

41-60 tahun 7 15,6

Jumlah 45 100

Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa kelompok umur yang terbanyak adalah

pada kelompok umur 21-40 tahun (82,2%). Umur rata-rata subjek adalah 33,22

tahun dengan umur yang termuda adalah satu tahun dan umur yang paling tua

[image:48.595.131.490.511.632.2]
(49)

Menurut laporan Ditjen PP dan PL Depkes RI tahun 2009, kelompok umur

yang paling banyak menderita HIV/AIDS adalah kelompok umur 20-29 tahun

(9.801 orang) dan golongan umur yang kedua terbanyak adalah golongan 30-39

[image:49.595.114.502.258.453.2]

tahun (6.020 orang).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase(%)

Tidak Sekolah 1 2.2

Pendidikan Dasar (SD, SMP) 2 4,4

Pendidikan Menengah (SMA) 36 80

Pendidikan Tinggi (Akademi,

Perguruan Tinggi)

4 8,9

Tidak Diketahui 2 4,4

Jumlah 45 100

Dari tabel 5.3. dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita adalah dari

tingkat pendidikan menengah (80%). Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian

Hanum (2008), yang menemukan bahwa 78,1% penderita memiliki tingkat

pendidikan menengah.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Faktor Resiko Penularan

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

Heteroseksual 27 60

Homoseksual 1 2,2

Biseksual 1 2,2

[image:49.595.115.498.627.750.2]
(50)

Transfusi darah 3 6,7

IDU 10 22,2

Tidak diketahui 2 4,4

Jumlah 45 100

Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa faktor resiko penularan HIV sebagian

besar (60%) adalah melalui hubungan heteroseksual. Hal ini tidak jauh berbeda

dengan hasil penelitian Anastasya (2008) ,yang menyatakan bahwa 57,1% faktor

[image:50.595.124.504.386.532.2]

resiko penularan penderita adalah melalui hubungan heteroseksual.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan HAART yang digunakan oleh penderita HIV

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

ZDT+3TC+EFV 11 24,4

d4T30+3TC+EFV 12 26,7

ZDT+3TC+NVP 15 33,3

d4T30+3TC+EFV 7 15,6

Jumlah 45 100

Tabel 5.5. menunjukkan bahwa penggunaan HAART yang terbanyak

adalah kombinasi antara zidovudine, lamivudine dan nevirapin yaitu sebanyak 15

orang (33,3%). Namun di antara keempat kombinasi yang ada, frekuensi

(51)
[image:51.595.115.511.198.285.2]

5.1.3. Hasil Analisa Data

Tabel 5.6. Rerata kadar CD4 Sebelum dan Setelah Penggunaan HAART pada penderita HIV di RSUP Haji Adam Malik tahun 2009

Mean N Std

deviation

Std error mean

Kadar CD4 Sebelum ART 71,98 45 110,62 16,489

Kadar CD4 Setelah ART 168,56 45 97,095 14,474

Tabel 5.6. menunjukkan bahwa rerata kadar CD4 sebelum pemberian

highly active anti retroviral therapy (HAART) adalah 71,98 (SD 110,61) dan

[image:51.595.106.514.440.512.2]

kadar CD4 setelah pemberian HAART adalah 168,56 (SD 97,10).

Tabel 5.7. Analisis Perbedaan kadar CD4 Sebelum dan Setelah Penggunaan HAART pada penderita HIV

T Df Sig.(2-tailed)

Kadar CD4 Sebelum

dan Setelah ART

-5,109 44 0,000

Tabel 5.7. menunjukkan bahwa dari hasil analisis statistik didapatkan hasil

uji t = -5,11 dan p value 0,000 (tepatnya 0,0001). Hal ini berarti terdapat

perbedaan rerata kadar CD4 sebelum dan setelah pemberian highly active anti

(52)

Tabel 5.8. Analisis Rerata kadar CD4 Berdasarkan HAART yang digunakan oleh penderita HIV

Mean N Std

deviation

Std error mean

ZDV+3TC+EFV 124,09 11 154,046 46,447

D4T30+3TC+EFV 119,92 12 83,751 24,177

ZDV+3TC+NVP 76,07 15 97,526 25,181

D4T30+3TC+NVP 57,29 7 194,928 73,676

Jumlah 96,58 45 126,812 18,904

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa peningkatan rerata kadar CD4 yang

tertinggi diperoleh dengan kombinasi dari zidovudine, lamivudine dan efavirenz

[image:52.595.117.510.163.325.2]

dimana terdapat rata-rata peningkatan kadar CD4 sebesar 124,09.

Tabel 5.9. Analisis Perbedaan kadar CD4 Berdasarkan HAART yang digunakan oleh penderita HIV

df F Sig.

Perbedaan Kadar CD4

Antara kombinasi ART

3 0,65 0,59

Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa nilai F hitung 0,65 dan p = 0,59. Hal ini

berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar CD4 pada berbagai highly active

[image:52.595.104.513.481.554.2]
(53)

5.2. Pembahasan

Dari data hasil hasil analisa penelitian dengan uji T menunjukkan bahwa

rata-rata kadar CD4 penderita HIV sebelum dilakukan pemberian HAART adalah

sebesar 71,98 dengan standar deviasi 110,61. Sementara rata-rata kadar CD4

penderita setelah dilakukan pemberian HAART selama 6 bulan semakin

meningkat. Peningkatan kadar CD4 rata-rata adalah sebanyak 96,58 sehingga

hasil rata-rata kadar CD4 setelah pemberian HAART menjadi 168,56. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar CD4 setelah

diberikan HAART selama 6 bulan.

Menurut Murtiastutik (2008), tujuan dari pengobatan HAART dari faktor

virologis yaitu menurunkan viral-load sebesar-besarnya (< 20-50 sel/ml) dan

selama-lamanya yaitu untuk menghentikan progresivitas penyakit dan

mencegah/menunda resistensi. Namun, pada pasien masih jarang dilakukan

pemeriksaan viral load karena biayanya mahal.

Dilihat

Gambar

Tabel 2.1. Kombinasi ART untuk Terapi inisial (Djoerban dan Djauzi, 2007)
Tabel 2.2. Dosis ARV untuk penderita HIV/AIDS dewasa (Murtiastutik, 2007)
Tabel 2.3. Toksisitas Utama pada Regimen ARV lini pertama dan anjuran obat
Gambar 3.1. Kerangka konsep perbedaan kadar CD4 sebelum dan sesudah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah terbukti bahwa harga, keragaman produk dan lokasi secara individu dan bersama-sama memiliki pengaruh

x Tanaman perangkap Collard tidak efektif digunakan sebagai tanaman perangkap hama bagi budidaya tanaman kubis karena jenis dan padat populasi OPT yang ditemukan pada

Hasil ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan gerinding untuk menghasilkan selulosa fiber dari sludge dengan variasi kecepatan mendapatkan hasil yang

Jadi pemberian dosis jus biji pepaya yang semakin meningkat pada setiap kelompok perlakuan semakin meningkat pula penurunan kolesterolnya dengan meningkatnya

Shallow Frying teknik memasak bahan makanan dalam jumlah kecil dengan menggunakan sedikit lemak dalam wajan datar dengan temperatur antara 150-170 derajat Celcius.

Dengan ini saya, Kartika Putri menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Keanekaragaman Collembola dan Serangga Permukaan Tanah di Berbagai Umur Perkebunan Kelapa

Palembang, 3 Agust us 2013 Program St udi Teknik Industri. Fakultas

Tabel 4.34 Hasil Angket Guru Terkait Kekurangan Tes berupa Gambar Konsep79 Tabel 4.35 Hasil Angket Mengenai Saran Siswa terhadap Soal Gambar Konsep 80. Tabel 4.36 Hasil