• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Tinjauan Pustaka

5. Penatalaksanaan terapi DM

Penatalaksanaan terapi DM tipe 2 menurut pedoman PERKENI 2011 meliputi :

a. Edukasi

Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien

dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

b. Terapi gizi medis

Prinsip pengaturan makan pada diabetisi yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

- Karbohidrat 45-65% total asupan energi. - Lemak 20-25% kebutuhan kalori.

- Protein 15-20% total asupan energi.

- Garam tidak lebih dari 3000 mg. Pembatasan natrium sampai 2400 mg terutama pada mereka yang hipertensi.

- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 mg/hari. c. Latihan jasmani

Latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan yang bersifat aerobik, seperti: jalan kaki, bersepeda santai, dan berenang.

d. Terapi Farmakologi (1) Insulin

Tujuan terapi insulin adalah agar glukosa darah dapat tetap dalam batas normal, seperti pada orang dengan pankreas yang memproduksi insulin secara normal dan mengeluarkan insulin secara teratur sesuai

dengan makanan yang masuk. Insulin dikelompokkan berdasarkan mula dan lama kerja yaitu : insulin kerja singkat (short-acting), insulin kerja sedang (intermediate-acting), insulin kerja lama (24 jam) (long acting) (Tandra, 2008). Daftar penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan massa kerja dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja Jenis Sediaan Insulin Mula Kerja (jam) Puncak (jam) Masa Kerja (jam) Contoh Sediaan Massa kerja singkat (short acting insulin) 0.5 1-4 6-8 Actrapid HM, Massa kerja sedang, mula kerja cepat 0.5 4-15 18-24 Insulatard HM, Monotard HM Massa kerja panjang 4-6 14-20 24-36 Protamin Zinc Sulfat Sediaan Campuran 0,5 1,5-8 14-16 Humulin

(2) Golongan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) a. Sulfonilurea

Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa (Anonim, 2007). Sulfonilurea digunakan untuk menurunkan glukosa darah, obat ini merangsang sel beta dari pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Obat yang termasuk golongan sulfonilurea adalah klorpropamid, glibenklamid atau gliburid, glikuidon, gliklazid, glipizid dan glimepirid (Tandra, 2008).

Efek samping yang paling umum dari sulfonilurea adalah hipoglikemia. Efek samping lain yang sering dialami adalah ruam kulit, anemia hemolitik, saluran cerna, dan kolestasis. Mayoritas sulfonilurea dimetabolisme di hati. Individu dengan resiko tinggi misal, lansia dengan insufisiensi atau penyakit hati lanjutan, pengggunaan sulfonilurea harus dimulai dengan dosis rendah dengan waktu paruh yang singkat (Dipiro et al, 2005).

b. Meglitinid

Golongan meglitinid juga disebut dengan glinid. Obat ini menyebabkan pelepasan insulin dari pankreas menjadi cepat dan berlangsung dalam waktu singkat. Sehubungan dengan sifat cepat dan singkat ini, obat ini harus diminum bersama dengan makanan. Golongan obat ini adalah repaglinid dan nateglinid. Meskipun sama seperti sulfonilurea, efek samping hipoglikemia boleh dikatakan jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh efek rangsangan pelepasan insulin hanya terjadi pada saat glukosa darah tinggi (Tandra, 2008). c. Biguanid

Biguanid meningkatkan kepekaan reseptor insulin, sehingga absorbsi glukosa di jaringan perifer meningkat dan menghambat glukoneogenesis dalam hati dan meningkatkan penyerapan glukosa di jaringan perifer (Tjay dan Rahardja, 2007). Biguanid memperbaiki kerja insulin dalam tubuh dengan cara mengurangi resistensi insulin. Pada diabetes tipe 2, terjadi pembentukan glukosa

oleh hati yang melebihi normal, biguanid menghambat proses ini sehingga kebutuhan insulin untuk mengangkut glukosa dari darah masuk ke sel berkurang, dan glukosa darah menjadi turun. Karena cara kerjanya demikian, obat ini jarang sekali menyebabkan hipoglikemia (Tandra, 2008).

Satu-satunya biguanid yang beredar di pasaran adalah metformin. Keuntungan obat ini adalah tidak menaikkan berat badan. Maka sering diresepkan pada penderita diabetes tipe 2 yang gemuk (Tandra, 2008). Efek yang merugikan yaitu metformin memiliki efek samping pada saluran cerna, diantaranya perut tidak nyaman, sakit perut dan atau diare pada sekitar 30% pasien. Metformin memiliki sekitar 50% sampai 60% bioavailabilitas, kelarutan lipid rendah dan volume distribusi yang mendekati air tubuh. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak mengikat pada protein plasma. Metformin dieliminasi oleh ginjal tubular sekresi dan filtrasi glomerulus (Dipiro et al., 2005).

d. Thiazolidinedion

Golongan obat ini baik bagi penderita diabetes tipe 2 dengan resistensi insulin karena bekerja dengan merangsang jaringan tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Dengan demikian, insulin bisa bekerja dengan baik, glukosa darah pun akan lebih banyak diangkut ke dalam sel, dan kadar glukosa darah akan turun. Selain itu obat thiozolidinedion juga menjaga agar hati tidak banyak

memproduksi glukosa. Efek menguntungkan lainnya adalah obat ini bisa menurunkan trigliserida darah (Tandra, 2008).

e. α-glukosidase-inhibitors

Golongan ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase di dalam saluran cerna. Sehingga reaksi penguraian disakarida dan polisakarida menjadi monosakarida dihambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar glukosa darah dihindarkan (Tjay dan Rahardja, 2007).

Hasil akhir dari pemakaian obat ini adalah penyerapan glukosa ke darah menjadi lambat dan glukosa darah sesudah makan tidak cepat naik. Yang termasuk obat golongan ini adalah acarbose dan miglitol (Tandra, 2008). Efek samping pada saluran cerna, seperti perut kembung, ketidaknyamanan perut dan diare, sangat umum dan sangat membatasi penggunaan inhibitor α glukosidase (Dipiro et al., 2005).

Aturan dosis dan waktu pemberian obat hipoglikemik oral menurut PERKENI tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel IV.

Tabel IV. Aturan dosis dan waktu pemberian Obat Hipoglikemik Oral (Anonim, 2011)

Golongan Nama

Generik

Nama Dagang Mg/tab Dosis Harian (mg)

Lama Kerja (jam)

Frek/ hari Waktu Pemberian Sulfonilurea Klorpropamid Diabenese

100-250 250-500 24-35 1 Sebelum makan Glibenclamid Daonil 2.5-5 2.5-15 12-24 1-2 Gliquidon Glurenorm 30 30-120 30-120 1-2 Glikazid Diamicron 80 80-320 10-20 1-2 Glipizid Minidiab Glucotrol 5-10 5-20 5-20 1 Glimepirid Amaryl 1,2,3,4 0.5-6 24 1 Amadiab 1,2,3,4 1-6 24 1

Biguanid Metformin Gluchopage 500-850

250-3000 6-8 1-3 Bersama atau

sesudah makan

Glumin 500 500-3000 6-8 2-3

Glinid Repaglinid NovoNorm 0.5, 1,2 1.5-6 - 3 Sebelum makan

Nateglinid Starlix 120 360 - 3

Thiazolidindio ne

Rosiglitazon Avandia 4 4-8 24 1 Tidak tergantung

jadwal makan

Pioglitazon Actos 15,30 15-45 24 1

Deculin 15,30 15-45 24 1

Penghambat Glukosidase α

Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3 Bersama suapan

pertama

Dokumen terkait