• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORETIK

H. Pencatatan Transaksi

1. Peralatan yang Diperlukan Dalam Pengelolaan Buku Jurnal

Dalam pengertian akuntansi jurnal adalah catatan transaksi keuangan yang pertama dibuat bersumber dari bukti transaksi. Pencatatan transaksi dalam buku jurnal merupakan kegiatan pertama dalam rangkaian kegiatan akuntansi. Pada perusahaan yang menyelenggarakan akuntansi secara manual, peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pengelolaan buku jurnal antara lain terdiri atas:

a. Bukti transaksi yang telah dinyatakan sah

c. Alat tulis kantor seperti kertas, pensil, bolpoin, penghapusan dan penggaris

d. Alat hitung baik manual atau elektronik e. Formulir laporan

f. Identifikasi data transaksi

Mencatat bukti transaksi dalam buku jurnal ialah mencatat data transaksi yang tercantum dalam bukti transaksi. Mengidentifikasi (penentuan) data transaksi lebih kepada penentuan jenis transaksi dan kelengkapan data yang terkait sehubungan dengan kepentingan akuntansi, sehingga dapat dicatat dalam buku jurnal yang tepat dan buku yang terkait lainnya. Sebagai contoh, faktur yang dibuat dan dikeluarkan oleh perusahaan sendiri. Transaksi yang terjadi ialah transaksi penjualan yang harus dicatat dalam buku jurnal penjualan dan buku pembantu piutang. Sementara data yang harus ada untuk kepentingan akuntansi terdiri atas:

a. Nama debitor kepada siapa barang dijual b. Jenis, tipe barang yang dijual

c. Kuantum (banyaknya) satuan barang yang dijual d. Harga satuan barang yang dijual

e. Jumlah rupiah harga barang, PPN dan jumlah rupiah terhutang. 2. Mekanisme Debit Kredit dan Saldo Normal Akun

Mekanisme debet kredit merupakan salah satu konsep penting dalam mempelajari akuntansi. Mekanisme debet kredit adalah pedoman

bagi akuntan dalam melakukan kegiatan pencatatan dan pengolahan data-data keuangan perusahaan yang telah disepakati secara umum dan aturan ini berlaku secara universal. Mekanisme debet kredit dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Mekanisme Debet Kredit

Dari gambar di atas, dapat disimpulkan saldo normal akun sebagai berikut:

Tabel 2.3 Saldo Normal Kelompok Akun

Kelompok Akun Bertambah Berkurang Saldo Normal

Aset Debet Kredit Debet

Liabilitas Kredit Debet Kredit Ekuitas Kredit Debet Kredit Pendapatan Kredit - Kredit

Beban Debet - Debet

a. Saldo Normal Asset

Saldo normal aset pada umumnya adalah di sisi debet, artinya nilai sisa atau saldo akun aset ada di sisi debet. Hal ini berarti pula jika akun aset bertambah akan dicatat di sisi debet. Meskipun begitu, ada beberapa akun aset yang memiliki saldo normal di kredit,

seperti akumulasi penyusutan aset tetap dan amortisasi aset tetap tidak berwujud. Akun yang demikian disebut akun lawan (contra account).

Tabel 2.4 Saldo Normal Akun Aset

b. Saldo Normal Liabilitas

Saldo normal liabilitas adalah di sisi kredit, artinya saldo akhir setiap akun liabilitas adalah di sisi kredit. Hal ini berarti pula jika akun liabilitas bertambah akan dicatat di sisi kredit.

Tabel 2.5 Saldo Normal Akun Liabilitas

Nama Akun Bertambah Berkurang Saldo Normal

Kas Debet Kredit Debet

Piutang usaha Debet Kredit Debet Perlengkapan Debet Kredit Debet Sewa dibayar di

muka Debet Kredit Debet

Investasi Debet Kredit Debet Peralatan Debet Kredit Debet Akumulasi

penyusutan peralatan Kredit Debet Kredit Gedung Debet Kredit Debet Akumulasi

penyusutan gedung Kredit Debet Kredit

Goodwill Debet Kredit Debet

Amortisasi goodwill Kredit Debet Kredit

Nama Akun Bertambah Berkurang

Saldo Normal Utang usaha Kredit Debet Kredit Utang wesel Kredit Debet Kredit Utang dagang Kredit Debet Kredit Sewa diterima di

muka Kredit Debet Kredit

Gaji yang masih harus

dibayar Kredit Debet Kredit Utang bank Kredit Debet Kredit Utang hipotek Kredit Debet Kredit

c. Saldo Normal Ekuitas

Saldo normal kelompok akun ekuitas adalah di sisi kredit, berarti nilai sisa atau saldo akun-akun ekuitas ada di sisi kredit. Namun terdapat akun lawan dari ekuitas, yaitu pengambilan pribadi pemilik (prive) dan laba yang dibagikan (dividen) yang bersaldo normal kredit.

Tabel 2.6 Saldo Normal Akun Ekuitas

Nama Akun Bertambah Berkurang

Saldo Normal Modal Luthfi Kredit Debet Kredit Modal Djuandi Kredit Debet Kredit Modal Sahan Kredit Debet Kredit Laba Ditahan Kredit Debet Kredit PengambilanPribadi/Prive Debet Kredit Debet Dividen Debet Kredit Debet d. Saldo Normal Pendapatan

Pendapatan termasuk kelompok akun nominal yang sifatnya menambah ekuitas. Saldo normal pendapatan sama dengan saldo normal ekuitas, yaitu di sisi kredit. Pada saat tertentu jika ditentukan saldonya, maka saldo pendapatan yang benar adalah di sisi kredit. Hal ini berarti jika pendapatan bertambah akan dicatat di sisi kredit.

Tabel 2.7 Saldo Normal Akun Pendapatan

Nama Akun Bertambah Berkurang Saldo Normal

Pendapatan salon Kredit - Kredit Pendapatan bengkel Kredit - Kredit Pendapatan bunga Kredit - Kredit Pendapatan komisi Kredit - Kredit Penjualan Kredit - Kredit Pendapatan lain-lain Kredit - Kredit

e. Saldo Normal Beban

Beban termasuk kelompok akun nominal yang bersifat mengurangi ekuitas. Dengan demikian, saldo normal beban berlawanan dengan saldo normal pendapatan, yaitu di sisi debet. Jika beban bertambah akan dicatat di sisi debet. Dalam keadaan normal beban tidak pernah berkurang dalam setiap periodenya.

Tabel 2.8 Saldo Normal Akun Beban

3. Kode Akun

a. Pengertian Kode Akun

Kode akun adalah tanda yang menggunakan angka atau huruf untuk mempermudah identifikasi atau membedakan akun dengan klasifikasi tertentu. Kode akun berfungsi untuk:

1) Memudahkan dalam mengelompokkan akun di buku besar 2) Memudahkan dalam mencari buku besar yang diinginkan

3) Menghindari kekeliruan dalam pencatatan ke dalam buku besar (posting ke buku besar)

4) Memudahkan dalam menyusun laporan keuangan

Nama Akun Bertambah Berkembang Saldo Normal

Beban gaji Debet - Debet

Beban bunga Debet - Debet Beban listrik, air, dan

telepon Debet - Debet

Beban perlengkapan Debet - Debet

Beban sewa Debet - Debet

Agar kode akun dapat memenuhi fungsi tersebut, maka harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1) Mudah diingat

2) Sederhana dan singkat 3) Konsisten

4) Memungkinkan adanya penambahan akun baru tanpa harus mengubah akun yang sudah ada

b. Sistem Pemberian Kode Akun

Terdapat beberapa sistem pemberian kode akun, yaitu menggunakan huruf, angka, atau kombinasi huruf dan angka. Contoh kode akun dengan menggunakan huruf sebagai berikut.

Tabel 2.9 Kode Akun Huruf

Kode Nama Akun

HLK Kas HLP Piutang HTP Peralatan KLU Utang usaha KPU Utang bank EkM Modal Ali

Tabel 2.10 Kode Akun Huruf dan Angka

Kode Nama Akun

HL01 Kas HL02 Piutang HT01 Peralatan KL01 Utang usaha KP01 Utang bank Ek01 Modal Ali

Kode akun yang banyak digunakan adalah kode angka. Berikut ini macam-macam kode akun yang menggunakan angka :

1) Kode Angka Berurutan (Sequence Number Code)

Kode angka berurutan adalah pengkodean dengan cara mengurutkan akun yang akan digunakan dalam sistem akuntansi, dari kode terkecil sampai dengan kode terbesar, sebanyak jumlah akun yang digunakan. Contoh kode akun angka berurutan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.11 Kode Angka Berurutan

2) Kode Blok (Block Code)

Pemberian kode akun dengan kode blok dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan blok akun baru kemudian ditetapkan kode akunnya. Contoh blok kode:

Kode Nama Akun

1 Kas 2 Piutang 3 Peralatan 4 Utang usaha 5 Utang bank 6 Modal Ali

Tabel 2.12 Kode Blok

Contoh kode akun dengan kode blok adalah sebagai berikut:

Kode Nama Akun

100 Kas 101 Piutang 200 Peralatan 250 Utang usaha 251 Utang bank 280 Modal Adi

3) Kode Kelompok (Group Code)

Kode akun dengan sistem kode kelompok merupakan kode akun yang paling banyak digunakan, di mana kode akun disusun berdasarkan kelompok akun seperti contoh sebagai berikut :

Tabel 2.13 Kode Kelompok Kode Kelompok Kelompok akun 1 Aset 2 Liabilitas 3 Ekuitas 4 Pendapatan 5 Beban

Blok Kode Kelompok Akun 100-199 Aset Lancar 200-229 Aset Tetap 230-249 Investasi 250-279 Liabilitas 280-289 Ekuitas 290-299 Pendapatan 300-… Beban

Setiap kelompok di bagi lagi menjadi beberapa golongan dan kode kelompok selalu diletakkan pada awal diikuti kode golongan kemudian diikuti dengan nomor urut akun. Untuk beberapa kelompok akun, ada juga yang memisahkan antara golongan dengan subgolongan. Kode Kelompok Kode Golongan Kode Sub Golongan Urutan Akun Kode Akun Nama Akun 1 Aset 1 Aset Lancar 0 Kas dan Bank 1 Kas 1101 Kas Atau 4. Jurnal

a. Pengertian dan Fungsi Jurnal

Jurnal dalam akuntansi adalah suatu catatan transaksi keuangan dalam bentuk debit suatu akun dan kredit akun yang kain. Kegiatan pertama pada tahap pencatatan akuntansi adalah menjurnal, yaitu mencatat transaksi perusahaan setelah terlebih Kode

Kelompok Kode Golongan Urutan Akun Kode Akun

Nama Akun 1 Aset 1 Aset Lancar Kas dan Bank 1 Kas 1101 Kas

dahulu dianalisis. Jadi, sebelum menjurnal terlebih dahulu harus mampu menganalisis transaksi dan memahami mekanisme debit dan kredit.

Jurnal disebut sebagai buku catatan asli (the book of original entry). Jurnal merupakan catatan pendahuluan dari transaksi- transaksi perusahaan setelah terlebih dahulu dianalisis. Sebagai bagian dari kegiatan akuntansi jurnal memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut :

1) Fungsi mencatat (recording)

Jurnal merupakan tempat mencatat transaksi-transaksi perusahaan yang terjadi dalam satu periode tertantu.

2) Fungsi Historis (history)

Jurnal mencatat transaksi perusahaan secara kronologis, berdasarkan terjadinya transaksi.

3) Fungsi informasi (information)

Jurnal memberikan informasi tentang peristiwa ekonomi yang terjadi dalam perusahaan. Dengan membaca ayat-ayat jurnal pembaca akan mengetahui dengan jelas transaksi apa yang terjadi dalam perusahaan. Untuk itulah dalam menyusun jurnal, setiap ayat jurnal harus diberi keterangan.

4) Fungsi analisis (analisys)

Jurnal berfungsi sebagai sarana untuk menganalisis transaksi mana yang dicatat disisi debit dan sisi kredit.

5) Fungsi intruksi (instruction)

Jurnal menginstruksikan agar ayat-ayat jurnal dipindahbukukan ke dalam akun-akun yang bersesuaian. Kode akun akun yang bersesuaian disimpan pada kolom referensi (Ref/PR). Bila pada kolom referensi telah ditulis kode akun, artinya ayat-ayat juranl tersebut telah di posting ke buku besar.

b. Bentuk Jurnal

Secara umum dalam buku jurnal disediakan kolom tanggal terjadinya transaksi, nomor bukti transaksi, nama akun, sisi debit, dan sisi kredit. Buku Jurnal dapat dibedakan menjadi jurnal umum (general journal) dan jurnal khusus (special journal). Jurnal khusus terdiri dari jurnal pembelian, jurnal penjualan, jurnal pengeluaran kas, jurnal penerimaan kas. Berikut ini contoh salah satu bentuk jurnal umum, jurnal penerimaan kas, dan jurnal pengeluaran kas.

Tabel 2.14 Jurnal Umum

Tgl No.Bukti Akun Ref Debit Kredit

Tabel 2.15 Jurnal Penerimaan Kas

Tgl No.

Bukti Keterangan Ref

Debit Kredit Kas Penjualan Jasa Piutang Usaha Akun lain-lain Akun Ref Jumlah

Tabel 2.16 Jurnal Pengeluaran Kas

c. Menyusun jurnal

Menyusun jurnal atau menjurnal (journalizing) adalah melakukan kegiatan pencatatan transaksi perusahaan setelah dianalisis terlebih dahulu. Dua kompetensi yang harus kira miliki dalam menjurnal adalah memahami mekanisme debit kredit dan analisis transaksi. Analaisis transaksi yang kita lakukan adalah : 1) Akun apa yang dipengaruhi oleh sebuah transaksi.

2) Pengaruh transaksi apakah menyebabkan penambahan atau pengurangan.

Misalnya pada tanggal 2 Januari 2014, Hedi Mendirikan Perusahaan yang bergerak pada bidang jasa perbengkelan. Sebagai modal, hedi menyetor uang ke bank sebesar Rp50.000.000,00 untuk rekening perusahannya. Pengaruh transaksi tersebut dicatat oleh perusahaan dengan mendebit akun kas dan kredit akun modal Hedi, masing-masing Rp50.000.000,00. Dalam buku jurnal, transaksi tersebut dicatat sebagai berikut.

Tgl No.

Bukti Keterangan Ref

Debit Kredit Perlengkapan Jasa Utang dagang Akun lain-lain Kas Akun R e f Jum lah

Tgl No.Bukti Akun Ref Debit Kredit Jan.2 Kas Rp50.000.000,00 -

Modal

Hedi - Rp50.000.000,00 I. Prosedur Penelitian dan Pengembangan

Suryabrata (2005:68) memaparkan beberapa langkah-langkah pengembangan tes hasil belajar. Pengembangan instrumen penilaian pada kemampuan dasar menerapkan buku jurnal, dilakukan dalam beberapa langkah yaitu :

1. Pengembangan Spesifikasi Tes

Spesifikasi tes yang akan dibuat harus menyeluruh, lengkap dan spesifik terhadap karakteristik tes. Tes hasil belajar, minimal harus spesifik mengenai hal-hal berikut (a) wilayah yang akan dikenai pengukuran, (b) subjek yang akan dites, (c) tujuan testing, (d) materi tes, (e) tipe soal yang akan digunakan, (f) jumlah soal untuk keseluruhan tes dan untuk masing-masing bagian, (g) taraf kesukaran soal dan distribusinya, (h) kisi-kisi tes, (i) cara perakitan, dan (j) rancangan penugasan pada peneliti soal.

2. Penulisan Soal

Penulisan soal merupakan hal yang lazim dilakukan pada tes psikologis, sehingga terdiri dari soal yang disusun menurut sistem tertentu. Setiap soal dalam tes akan menghasilkan informasi tertentu mengenai orang yang mengenakan tes tersebut. Tes yang baik haruslah terdiri dari soal-soal yang ditulis dengan baik. Menulis soal

membutuhkan kemampuan-kemampuan khusus yang harus dikembangkan sampai pada taraf yang memadai. Kemampuan-kemampuan khusus tersebut yaitu:

a. Penugasan akan mata pengetahuan yang dites. b. Kesadaran akan tata nilai yang individu yang dites. c. Kemampuan membahas gagasan.

d. Penugasan akan teknik penulisan soal.

e. Kesadaran akan kekuatan dan kelemahan dalam menulis soal.

Kemampuan menulis soal yang baik akan berkembang melalui pengalaman dan praktek latihan menulis soal.

3. Penelahaan Soal

Setelah penulisan soal selesai maka langkah selanjutnya adalah menguji kualitas soal tersebut. Pengujian secara teoritis ini disebut juga penelaahan soal. Untuk menelaah soal, penelaah perlu memiliki beberapa keahlian, diantaranya:

a. Keahlian dalam bidang studi yang diuji. b. Keahlian dalam bidang pengukuran. c. Keahlian dalam pembahasan gagasan.

Penelaahan soal merupakan evaluasi terhadap soal-soal yang telah ditelaah berdasarkan pendapat para ahli. Evalusi tersebut dilihat dari tiga bidang, yaitu:

a. Dari segi bidang studi yang diuji.

c. Dari segi penerjemahan gagasan ke dalam bahasa.

Penelaahan ini menuntut kematangan dan kemendalaman penguasaan materi bidang studi dan kejelian melihat kesesuaian cakupan antara kumpulan soal dengan spesifikasi tes, kejelasan akan konsep dasar, proses fundamental, dan hubungan antara fakta dan kejadian sangat diperlukan.

4. Perakitan Soal (Untuk Tujuan Uji Coba)

Setelah soal-soal ditelaah selanjutnya soal-soal digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu (a) soal-soal yang dianggap baik, maka soal diterima. (b) soal-soal yang dianggap tidak baik, maka soal ditolak, dan (c) soal yang kurang baik, setelah direvisi lalu dapat diterima soal-soal yang diterima lamgsung maupun dengan revisi merupakan kumpulan soal yang perlu ditata dengan cara tertentu. Hasil perakitan soal ini adalah tes yang secara teori baik dan siap diujicobakan untuk mengetahui apakah tes yang secara teori baik itu secara empiris juga baik.

5. Uji Coba Tes

Tahap selanjutnya setelah penelaahan soal ialah pengumpulan data empiris melalui pengujian soal untuk memperbaiki soal dan memilih soal-soal yang terbaik sesuai dengan tujuan pengembangan soal yang telah disusun.

6. Analisis Butir Soal

Untuk mengetahui karakteristik setiap soal maka soal-soal tersebut di kualifikasi ke dalam indek-indek statistik. Ada dua indeks statistik yang paling banyak digunakan yaitu taraf kesukaran soal dan daya pembeda soal (indeks diskriminasi) dan teknik analisis konfensional, yaitu:

a. Taraf Kesukaran Soal

Taraf kesukaran soal yaitu banyaknya soal untuk masing-masing taraf kesukaran. Taraf kesukaran pada tes disusun berdasarkan tujuan tes, misalnya tes yang diujikan bertujuan untuk membedakan taraf kemampuan siswa dari yang rendah sampai yang tinggi. Oleh karena itu, sebaran taraf kesukaran soal yang disusun lebih luas agar siswa yang pandai tertantang (karena ada soal yang sukar) dan siswa yang bodoh masih ada kesempatan untuk mengerjakan (karena ada soal yang mudah).

Indeks kesukaran menggunakan taraf kesukaran p, yaitu proporsi banyaknya jawaban benar terhadap semua jawaban (biasanya dalam persen). Rumus indeks kesukaran soal adalah : P = B / T

Dengan keterangan: P = Indeks kesukaran soal

B = banyaknya subjek yang menjawab benar T = banyaknya subjek yang mengerjakan soal

Indeks kesukaran soal P ini terdapat banyak kelemahan, yaitu a) P sebenarnya ukuran kemudahan soal, semakin tinggi P maka soal semakin mudah begitu sebaliknya semakin rendah P maka soal semakin sukar, dan b) P tidak berhubungan secara linear dengan skala kesukaran soal, namun P sangat berguna untuk memperkirakan rata – rata skor tes, maka P harus dihitung.

b. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal diukur dari kesesuaian soal untuk mengetahui peserta didik yang tinggi kemampuannya dan siswa yang rendah kemampuannya yang diukur dalam tes yang bersangkutan. Teknik yang digunakan untuk mengukur daya pembeda adalah korelasi antara skor pada soal tertentu yang merupakan data kontinu yang diasumsikan menjadi benar dan salah, atau 1 dan 0 dengan skor soal (data kontinu). Rumus korelasi biserial ialah: rbis =

x

𝑝(1 βˆ’ 𝑝) 𝑦 atau rbis = π‘‹π‘βˆ’π‘‹π‘‘ 𝑆𝑑

x

𝑝) 𝑦 atau rbis = π‘‹π‘βˆ’π‘‹π‘  𝑋𝑏

x √pq

Keterangan:

𝑋𝑏= rata – rataskor kriteria subjek yang memilih jawaban benar

𝑋𝑠 = rata – rata skor kriteria subjek yang memilih jawaban salah

𝑝 = proporsi subjek yang menjawab benar terhadap semua subjek

𝑦 = ordinat dalam kurva normal yang membagi menjadi p dan– p

q = 1 – p .

Bagian yang ensensial pada rumus diatas adalah perbedaan antara kedua rata–rata dalam perbandingan dengan simpangan baku. Jadi semakin besar perbedaan kedua rata-rata maka semakin tinggi korelasi biserial, itu berarti semakin tinggi daya pembeda soal yang dipersoalkan.

7. Seleksi dan Perakitan Soal

Soal yang di buat mencakup ranah kognitif pada level C4 (menganalisis) dan C6 (mencipta) berdasarkan taksonomi Anderson. Untuk ranah kognitif C6 (mencipta) tidak mungkin di buat soal karena yang dipaparkan disini soal berupa pilihan ganda. Setelah statistik soal selesai dihitung maka tahap selanjutnya adalah seleksi soal, yaitu memilih soal-soal mana saja yang akan digunakan dalam perangkat tes bentuk akhir, dan soal mana yang terpaksa disisihkan. Menurut model klasik pemilihan soal ini bisa menggunakan dua parameter, yaitu taraf kesukaran (p) dan indeks diskriminatif (rbis). Selain dua parameter tersebut bisa juga menggunakan prosedur yang lain, yaitu:

a. Penggunaan kelompok 27% teratas dan 27% terbawah

Banyaknya pengembangan tes yang menggunakan metode analisis soal yang didasarkan hanya pada sebagian dari subjek uji coba, misalnya kelompok atas (27% tertinggi) dan kelompok bawah (27% terendah) dan kelompok tengah / sedang (46%) tidak

dianalisis. Dalam metode 27% teratas dan 27% terbawah dibuat perbandingan antara kelompok atas dan kelompok bawah dalam pemilihan berbagai kemungkinan jawaban.

b. Galat baku indeks diskriminasi

Indeks diskriminasi soal dipengaruhi oleh variasi sampel. Oleh karena itu, sangat penting penembangan tes mengetahi besarnya fluktuasi agar dapat menentukan besarnya sampel yang diperlukan agar diperoleh stabilitas sampel dalam kaitan dengan indeks diskriminasi itu. Rumus untuk galat baku koefisien biserial yaitu; SErbis

=

√ 𝑝 (1βˆ’ 𝑝) 𝑦 βˆ’ π‘Ÿ 𝑏𝑖𝑠2 βˆšπ‘ Keterangan:

SErbis = galat baku (standard error of measurement) rbis

𝑝 = proporsi jawaban benar terhadap semua jawaban

𝑦 = ordinat yang memisahkan distribusi normal menjadi p dan 1 p

rbis = koefisien korelasi biserial N = besarnya sampel

Interpretasi galat baku pengukuran koefisien korelasi biserial ini sama dengan interpretasi galat baku pada pengukuran yang lain. Jadi, jika digunakan taraf alpha = 0,05, maka rbis adalah 95 dari setiap 100 kejadian.

8. Pencetakan Tes

Setelah soal diseleksi berdasarkan hasil analisis butir soal kemudian disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu,

maka pengembangan tes secara substantif telah selesai. Langkah berikutnya adalah mencetak tes dengan cara yang baik dan menjamin mutunya.

9. Administrasi Tes Bentuk Akhir

Setelah dua hasil tes masuk, pengolahan data serta interpretasi hasil pengolahan itu juga perlu dibakukan. Kesulitan yang sering terjadi adalah menginterpretasi skor hasil tes adalah beragamnya skala yang digunakan untuk menyatakan hasil tes tersebut. Persyaratan pertama untuk menerjemahkan skor adalah mendefinisikannya ke dalam skala tertentu, proses ini disebut penskalaan. Persyaratan kedua adalah penyediaan norma untuk acuan interpretasi. Proses ini disebut penormaan tes.

10.Penyusunan Skala dan Norma a. Penyusunan Skala

Dalam penyusunan skala terdapat beberapa metode yaitu : 1) Skala skor mentah

Skala skor mentah adala skala yang tidak menpunyai makna intern dan tidak dapat diinterpretasikan tanpa bantuan data pendukung.

2) Skala presentase penguasaan

Skor yang dilaporkan dalam skala presentase penguasaan ini merupakan pendapatan absolut (tidak relatif) bahwa subjek menguasai sekian persen dari bahan ajar yang dipersoalkan.

Misalnya peserta didik mendapatkan skor penguasaan 90, maka ini berarti peserta didik tersebut sudah menguasai 90% dari bahan yang diujikan.

3) Skala jenjang persentil

Skala jenjang persentil menunjukan berapa persen individu dari kelompok individu yang mempunyai skor dibawah titik tengah dari setiap skor atau interval skor.

4) Dalam menghitung simpangan baku dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Sb = Sbz + Xb Keterangan:

Sb = skor baku

Sbz = simpangan baku ayng diinginkan Xb = rata – rata yang diinginkan b. Penyusunan Norma

Pedoman umum dalam penyusunan norma adalah:

1) Karakteristik yang diukur oleh tes, memungkinkan penentuan urutan pengambilan tes dari rendah ke tinggi.

2) Tes yang digunakan harus mencerminkan definisi operasional karakteristik yang dipersoalkan.

3) Sebaran skor yang dihasilkan oleh tes, dari yang terendah sampai yang tertinggi, hendaknya mengevaluasi karakteristik psikologis yang sama.

4) Kelompok yang digunakan sebagai dasar penyusunan statistik deskriptif harus sesuai dengan tes nya dan tujuan tes.

5) Data hendaknya tersedia untuk kelompok-kelompok yang relevan.

Dari deskripsi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan instrumen penilaian kemampuan dasar menerapkan buku jurnal dapat dilakukan 10 langkah yaitu pengembangan spesifikasi tes, penulisan soal, penelahaan soal, perakitan soal, uji coba tes, analisis butir soal, seleksi dan perakitan soal, pencetakan tes, administrasi tes bentuk akhir dan yang terakhir penyusutan skala dan norma.

Dokumen terkait