• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis B

2.1.8 Pencegahan

Pencegahan infeksi virus hepatitis B merupakan prioritas kesehatan masyarakat, terutama bagi mereka yang merupakan kelompok yang berisiko besar menjadi pengidap kronis. Tingkat infeksi dapat dikurangi melalui modifikasi perilaku dan meningkatkan pendidikan masing-masing individu (Franco, et al., 2012).

Menurut Mandal (2008), berikut merupakan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko tertularnya hepatitis B :

1. Menguji semua darah pendonor. 2. Menjamin asepsis dalam praktek klinis .

3. Screeningterhadap semua wanita hamil (membantu untuk menghindari penularan dari ibu ke anak saat lahir).

4. Tidak memperbolehkan orang -orang berisiko tinggi m enjadi donor darah.

5. Screeningdonor darah untuk antigen permukaan virus hepatitis B . Menurut Franco (2012), v aksinasi adalah cara yang paling efektif untuk mencegah hepatitis B. Menurut Lubis (2008 ), penggunaan vaksin hepatitis B ternyata dapat menurunkan angka penularan hepatitis B hampi r 100%. Ada dua produk yang digunakan untuk tindakan pencegahan hepatitis B yaitu :

1. Hepatitis B immune globulin (HBIG)

HBIG berasal dari plasma yang mengandung anti -HBS dengan titer tinggi dan digunakan untuk prophylaxis postexposure.

Dosis yang direkomendasikan untuk anak -anak dan dewasa: 0,06 ml/kg dan dosis 0,5 ml untuk infeksi virus hepatitis B perinatal yaitu infant yang lahir dari ibu dengan HBsAgnya yang positif.

2. Vaksin Hepatitis B

Vaksin hepatitis B menggunakan HBsAg yang diproduksi dari yeast Saccharomyces cerevisiae dengan teknologi recombinant DNA dan digunakan sebagai immunisasi preexposure dan profilaksis postexposure.

Ada dua vaksin hepatitis B monovalent yang tersedia, digunakan untuk dewasa dan anak-anak yaitu Recombivax HB (Merck and Co., Inc.) dan Engerix B (SmithKline Beecham Biologicals). Pemberiannya secara bertahap sebanyak tiga dosis, diberikan intramuskular pada musk ulus deltoid.

Kombinasi Hepatitis B Immune Globulin dan vaksinasi hepatitis B dimulai dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, diikuti dengan tiga dosis imunisasi yang jadwalnya dimulai pada usia 1-2 bulan, telah terbukti melindungi 85-95% dari bayi yang ibunya positif untuk kedua HBsAg dan HBeAg (Geeta, and Riyaz, 2013).

Tabel 2.2 Jadwal dan Rute Pemberian Vaksinasi Hepatitis B Vaksinasi Jadwal Pemberian Rute Pemberian Keterangan Bayi 0, 1, dan 6 bulan paha anterolateral pada bayi baru lahir dan bayi (<1 tahun usia) intramuskuler ke daerah deltoid pada anak-anak (≥

usia 1 tahun)

Pemberian imunoglobulin hepatitis B berkontribusi untuk mencegah infeksi neonatus Tingkat seroprotection antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) hamper mendekati 100% pada anak-anak Dewasa (sehat) 0,1, dan 6 bulan intramuskuler ke daerah deltoid

Tingkat seroprotection antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) hampir 95% pada orang dewasa muda yang sehat.

Diberikan setelah terpapar hepatitis B sebagai profilaksis Dewasa (dengan faktor resiko) 0,1,2, dan 6 bulan intramuskuler ke daerah deltoid

Diberikan pada orang yang sudah lanjut usia, obesitas, perokok berat atau immunocompromised, termasuk mereka yang terinfeksi HIV serta pasien imunodefisiensi (menjalani hemodialisis atau terapi imunosupresan) karena mereka memiliki respon yang suboptimal letika divaksin asi. Memerlukan dosis yg lebih be sar dan suntikan vaksin lainnya Dewasa (petugas kesehatan) 0,1, dan 2 bulan. Diikuti dosis penguat pada bulan ke-12 intramuskuler ke daerah deltoid

Perlindungan yang cepat (yaitu bagi pekerja perawatan kesehatan yang terkena hepatitis B virus atau berhubungan seksual dengan orang yang rentan terkena hepatitis B akut)

Sumber: Franco,et al., 2012.

Tempat injeksi dan cara pemberian merupakan faktor penting dalam mencapai respon yang optimal. Suntikan intradermal dan administrasi di gluteus tidak dianjurkan. Vaksin hepatitis B dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping umumnya ringan, sementara , dan terbatas pada tempat suntikan (eritema, pembengkakan, indurasi). Reaksi sistemik (kelelahan, demam ringan, sakit kepala, mual, nyeri perut) jarang terjadi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, keamanan vaksin hepatitis B telah dipertanyakan, namun studi ekstensif menyimpulkan bahwa tidak ada alasan untuk mengubah kebijakan vaksinasi.

Vaksinasi hepatitis B tidak kontraindikasi apabila diberikan pada wanita hamil atau menyusui. Satu-satunya kontraindikasi absolut yang diketahui adalah adanya hipersensitifitas terhadap komponen dari vaksin atau riwayat anafilaksis dengan dosis sebelumnya (Franco,et al., 2012).

Menurut Lubis (2008), Rekomendasi Pemberian vaksin hepatitis B yaitu: A. Preexposure

1. Seluruh infants 2. Remaja 11-12 tahun

3. Petugas kesehatan yang beresiko terpapar dengan dar ah atau penggunaan jarum suntik

4. Staf pada perawatan cacat mental 5. Pasien hemodialisa

6. Homoseksual laki-laki yang aktif

7. Heteroseksual laki-laki dan wanita yang aktif 8. Pecandu obat (obat suntik)

9. Penerima donor darah

10. Anak-anak yang diadopsi dari negara endemik virus hepatitis B B. Postexposure

1. Infants yang lahir dari ibu dengan virus hepatitis B positif

Penelitian menunjukkan bahwa antibodi yang di induksi oleh vaksin bertahan selama periode minimal 10 -15 tahun dan bahwa durasi anti -HBs berhubungan dengan tingkat puncak tercapainya antibodi setelah vaksinasi primer dilakukan. Penelitian lebih lanjut terhadap vaksin telah menunjukkan bahwa konsentrasi antibodi biasanya menurun dari waktu ke waktu, tetapi infeks i secara klinis jarang terjadi. Bukti juga menunjukkan bahwa individu yang berhasil divaksinasi yang telah kehilangan antibodi dari waktu ke waktu biasanya menunjukkan respon yang cepat bila di berikan dengan dosis vaksin tambahan atau bila terkena birus hepatitis B. Ini berarti bahwa memori imunologi HBsAg dapat hidup lebih lama daripada deteksi anti-HBs, dimana memberikan perlindungan jangka panjang terhadap penyaki t akut (Franco,et al., 2012).

Imunisasi rutin untuk pekerja kesehatan terhadap infeksi hepatitis B adalah cara yang efektif untuk melindungi mereka. Vaksin hepatitis B sangat efektif, vaksin juga relatif murah dan tersedia secara luas. Beberapa yang perlu diperhatikan adalah:

1. Melakukan imunisasi pada petugas kesehataan pada awal mereka masuk kerja.

2. Uji serologi pre-vaksinasi tidak terlalu diperlukan, tetapi mungkin menghemat sumber daya jika memungkinkan dan jika prevalensi kekebalan tinggi.

3. Menggunakan jadwal tiga suntikan yaitu pada 0, 1 dan 6 bulan

4. Jika memungkinkan, mengkontrol tingkat antibodi antara dua sampai enam

bulan setelah dosis terakhir diberi.

5. Jangan mengambil booster secara rutin sebagai perlindungan seumur hidup (WHO, 2011).

Untuk pasien immunocompromised, dilakukan pemeriksaan rutin dan administrasi booster saat kadar antibodi anti -HBs turun di bawah 10 mIU / mL . Antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B terutama ditargetkan untuk mengikat asam amino daerah hidrofilik, disebut sebagai determinan HBsAg. Vaksinasi hepatitis B memberikan perlindungan terhadap infeksi d ari semua genotipe virus hepatitis B dan bertanggung jawab untuk kekebalan tubuh. Beberapa yang perlu diperhatikan dalam memahami vaksinasi hepatitis B:

1. Setiap orang yang tinggal dengan atau memiliki hubungan seksual dengan seseorang yang tertular hepatitis B kronik harus divaksinasi. 2. Vaksinasi diberikan pada mereka yang berisiko tinggi tertular

hepatitis B, seperti perawat; mereka yang tingkah laku seksualnya rentan terhadap virus hepatitis B (prostitusi, lelaki heteroseksual dengan banyak pasangan, lelaki homoseksual); orang yang kerap memerlukan transfusi darah atau produk darah (seperti pasien cuci darah karena ginjal atau hemofilia), atau mereka yang tinggal di daerah di mana transfusi darah tidak disaring.

3. Vaksin diindikasikan untuk bayi baru lahir yang ibunya memiliki antigen permukaan HBV positif

4. Vaksin diberikan untuk pekerja kesehatan pasc a pajanan yang sebelumnya tidak diimunisasi.

5. Booster diberikan pada orang yang t idak membentuk antibodi permukaan HBV (HBVsAb) pada 6 -8 minggu setelah melengkapi paket vaksinasi.

6. Hiperimunoglobulin diindikasikan untuk bayi baru lah ir dari ibu yang merupakan karier antigen permukaan hepatitis B yang juga antigen e HBV (HBVeAb) negatif.

Paket yang dipercepat dapat diberikan dalam situasi pasca pajanan (minggu 0,2,4, dan 8). Interferon dosis rendah telah terlihat dapat mengurangi insidensi hepatoma pada pasien dengan sirosis (Franco, et al., 2012).

B. Universal Precaution

Standar Precaution merupakan hal pokok dalam universal precaution (tindakan pencegahan terhadap darah dan cairan tubuh, yang dibuat untuk mengurangi resiko transmisi pat ogen yang dapat ditularkan melalui darah) dan body substance isolation (dibuat untuk mengurangi resiko transmisi patogen melalui cairan tubuh), serta diaplikasikan pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit, tanpa memandang diagnosis atau status infeksinya. (Soedarmo,et al.. 2012).

Dasar kewaspadaan universal ini meliputi, pengelolaan alat kesehatan, cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003).

Perlengkapan pelindung pribadi termasuk sarung tangan, kacamata , masker, gaun dan celemek plastik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

1. Memastikan kecukupan pasokan alat pelindung diri di semua area 2. Melibatkan perawat atau petugas kesehatan lainn ya dalam pemilihan

alat pelindung diri dimana peralatan yang kualitasnya buruk dan tidak nyaman dipakai tidak akan digunakan

3. Melatih perawat atau petugas kesehatan lainnya dalam penggunaan yang benar dari alat pelindung diri

4. Menetapkan perawat yang sudah senior atau yang sudah berpengalaman sebagai model untuk mempromosikan alat pelindung diri.

5. Memantau kepatuhan dan penggunaan yang tidak tepat dari alat pelindung diri (WHO, 2011).

Menurut WHO (2011), Standard Precaution merupakan suatu praktek kontrol infeksi yang diperlukan terhadap semua pasien di fasilitas pelayanan kesehatan dengan dasar pencegahan “standar” termasuk praktek kerja yang mendasar, untuk memberikan proteksi tingkat tinggi terhadap pasien, pekerja kesehatan, dan pengunjung. Hal -hal yang merupakan praktek dari standard precautionadalah:

1. Mencuci tangan dan antiseptik tangan (kebersihan tangan).

2. Menggunakan alat pelindung diri saat bersentuhan dengan darah, cairan tubuh, ekskresi, dan sekresi.

3. Penanganan yang tepat terhadap alat yang digu nakan untuk merawat pasien dan kain-kain kotor.

4. Mencegah luka akibat jarum atau alat-alat tajam.

5. Kebersihan lingkungan dan pengelolaan zat -zat yang tumpah 6. Penanganan sampah dengan tepa t

Dokumen terkait