• Tidak ada hasil yang ditemukan

Marindal I Kecamatan Patumbak Tahun 2017

5.1 Gambaran Higiene dan Sanitasi Penjualan Makanan Jajanan Dibeberapa Sekolah Dasar Desa Marindal I Kecamatan Patumbak

5.1.2 Pencucian Peralatan

Penanganan peralatan makanan seperti pencuciannya perlu mendapat perhatian khusus agar tersedia peralatan yang bersih dan sehat yang kemudian akan digunakan untuk membuat hingga menyajikan makanan jajanan. Cara pencucian peralatan pada penjual makanan jajanan di beberapa Sekolah Dasar Desa Marindal I belum ada yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Para penjual terkesan tidak begitu memperhatikan akan kebersihan peralatannya.

tempat yang bebas dari pencemaran. Terlihat bahwa peralatan yang dipakai seperti sendok goreng (spatula) dan alat pembakar bakso dibiarkan terletak begitu saja dan terdapat penjual yang hanya kadang-kadang membersihkan peralatan sebelum dan sesudah digunakan. Hal ini tidak sesuai dengan Kepmenkes No. 942 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa peralatan yang telah dibersihkan agar disimpan di tempat yang terhindar dari pencemaran. Hiasinta (2001) yang menyatakan bahwa bahan dan peralatan dapur harus segera dibersihkan untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara maupun penyajian.

5.1.3 Penyediaan Air Bersih

Hampir seluruh penjual yang dalam penyediaan air bersihnya memenuhi syarat kesehatan fisik. Dapat dilihat dari penjual mengguakan air sumur sebagai sumber air bersih yang tidak keruh, tidak berbau, dan tidak berasa.

5.1.4 Pengangkutan Makanan Jajanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum semua penjual makanan jajanan yang memenuhi syarat kesehatan dalam hal pengangkutan makanan jajanan. Mereka terlihat tidak begitu mengetahui bahwa pada saat pengangkutan pun dapat terjadi pencemaran dan kontaminasi silang. Terlihat dari penjual yang terkadang mengangkut makanan jajanan dalam wadah yang tidak terpisah. Menurut Anwar (2004) Kontaminasi silang yaitu kontaminasi yang terjadi secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan contohnya makanan mentah bersentuhan dengan makanan masak, makanan

pisau dan lain-lain.

Hal lain yang dapat dilihat dari beberapa penjual adalah menjajakan makanan jajanan dalam keadaan tidak tertutup. Hal tersebut tidak baik bagi kebersihan jika makanan jajanan dibiarkan terbuka maka makanan tersebut tidak terjamin lagi kualitasnya karena pencemar telah dengan leluasa mengotori seperti dapat mengundang lalat untuk hinggap pada makanan karena bau dari makanan yang khas Menurut Moehyi (1992) apabila tempat memajang makanan tertutup rapat kemungkinan terjadinya pencemaran makanan akan menjadi kecil.

5.1.5 Penanganan Sampah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan sampah ditempat penjualan tidak ada yang baik memenuhi syarat kesehatan. Sebagian besar penjual tidak menyediakan tempat sampah sementara sehingga murid yang membeli jajanan membuang sampah jajanan tersebut sembarangan sehingga sering terlihat sampah yang berserakan setelah jam istirahat selesai berlangsung.

Pedagang terlihat tidak begitu mempedulikan penanganan sampahnya karena mereka berada diluar sekolah sehingga mereka mengandalkan pembersihan dari pihak sekolahnya dan hanya kantin sekolah yang terletak di dalam lingkungan sekolah yang menyediakan tempat sampah namun demikian tempat sampah tersebut belum memadai sebagai tempat sampah yang memenuhi syarat karena tidak memiliki tutup dan tidak kedap air. Sebaiknya tempat sampah terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah berkarat dan tertutup, jumlah dan volume tempat sampah harus disesuikan tiap hari, dan harus dibuang dalam waktu

Sanitasi Rumah Makan dan Restoran). 5.1.6 Sarana Penjaja

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum point pada sarana penjaja ini tidak dipenuhi oleh para penjual. Hal ini karena para penjual berpikir bahwa mereka tidak menempati tempat berjualan tersebut seharian jadi masih ada ditemukan beberapa sarana penjaja yang terlihat tidak mudah dibersihkan. Tempat berjualan dengan tempat atau bangunan atau gerobak seadanya. Beberapa tidak tertutup sehingga tidak dapat melindungi dari debu dan pencemaran. Masih ditemukan beberapa penjual yang tidak menyediakan tempat cuci baik itu untuk mencuci alat, tangan dan ataupun bahan makanan karena selesai kegiatan sekolah berlangsung mereka juga langsung kembali pulang.

Sebagian besar menyediakan penyimpanan makanan jadi/siap disajikan seperti kontainer-kontainer dan steling kecil. Namun begitu wadah tersebut sering terbuka dan ada yang dibiarkan terbuka seperti juga penggorengan yang terbuka. Maka debu dan kotoran akan mencemari makanan yang dijajakan dengan keadaan terbuka. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu dan kelembaban sesuai dengan persyaratan jenis makanan dan cara penyimpanannya yang tertutup (Depkes RI, 2003).

Marindal I Kecamatan Patumbak Tahun 2017

Perilaku merupakan tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luar antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku manusia merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang diamati langsung maupun yang tidak diamati oleh pihak luar. Perilaku terbagi atas pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Berdasarkan hasil penelitian. tingkat pengetahuan siswa yang baik sebanyak 72 siswa (87%) hal ini dapat dilihat sebagian besar siswa telah mengetahui pengertian makanan jajanan, manfaat makanan jajanan, makanan jajanan yang baik, makanan jajanan yang aman, bagaimana makanan jajanan ala barat, bagaimana makanan jajanan tradisional, pengertian snack, makanan jajanan yang mengandung pewarna berbahaya, makanan jajanan yang mengandung warna menyolok tidak baik dikonsumsi, contoh makanan yang kotor, sesuatu yang tidak boleh ditambahkan pada makanan, contoh minuman bergizi, penyakit yang dapat disebabkan makanan jajanan, dan manfaat makan pagi. Pengetahuan siswa berpengaruh terhadap sikap dan tinndakan dalam pemilihan makanan jajanan.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

jajan siswa tentang makanan jajanan sangat berpengaruh terhadap pemilihan jajan mereka. Pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap objek itu. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak, sepertihalnya pada sikap. Notoatmodjo (2003) Pengetahuan mengenai suatu objek menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut.

Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (statement) yang diajukan. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa dapat dilihat bahwa ternyata sikap siswa termasuk dalam kategori yang baik yaitu sebanyak 15 siswa (18%) dan sikap siswa yang termasuk dalam kategori cukup sebanyak 68 siswa (82%).

Sikap terhadap konsumsi jajan siswa terbentuk dari pengetahuan yang dimiliki, juga dipengaruhi oleh kebudayaan, kebiasaan makan di rumah dan lembaga pendidikan tempat anak bersekolah. Suatu kebiasaan makan yang teratur dalam keluarga akan membentuk kebiasan yang baik bagi anak-anak. Pembiasaan makan pagi di rumah atau membawa bekal dari rumah adalah salah satu contoh kebiasaan yang baik. Anak-anak tidak dibiasakan jajan di warung kala mereka istirahat sekolah. Selanjutnya pola makan dalam keluarga harus juga diperhatikan, frekuensi makan bersama dalam keluarga, pembiasaan makan yang seimbang gizinya, tidak membiasakan makanan-makanan dan minuman yang manis,

makan dan sebagainya. Lingkungan sekolah dapat membentuk kebiasaan makan bagi anak-anak. (Rosa, 2011).

Berdasakan observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa dapat dilihat bahwa ternyata tindakan siswa yang baik yaitu sebanyak 24 siswa (29%) dan tindakan yang tidak baik yaitu sebanyak 59 siswa (71%). Dapat dilihat bahwa banyak siswa yang melakukan tindakan yang termasuk dalam kategori tidak baik sementara sebelumnya telah disebutkan pengetahuan siswa lebih banyak yang dalam kategori baik dan sikap siswa banyak dalam kategori cukup. Terlihat bahwa pengetahuan siswa yang baik belum tentu menjadikan sikap siswa menjadi baik dan tindakan siswa baik. Kemungkinan hal ini terjadi karena kurangnya factor pendukung. Contohnya saaja banyak siswa yang tidak mencuci tangan sebelum mengkonsumsi makanan jajanan selain diakibatkan oleh siswa itu sendiri hal ini kemungkinan diakibatkan karena tidak tersedianya sarana untuk siswa mencuci tangan.

Menurut Notoatmodjo (2003) suatu tindakan belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas serta diperlukannya factor dukungan dari berbagai pihak.. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktek), sikap belum tentu terwujud dalam tindakan , sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas sarana dan prasarana.

Marindal I Kecamatan Patumbak Tahun 2017

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare pada murid dalam sebulan terakhir sebanyak 69%. Murid yang terkena diare disebabkan karena perilaku konsumsi jajan siswa yang tidak baik seperti membeli dan mengkonsumsi makanan jajanan yang tidak tertutup saat dijajakan, mengkonsumsi makanan/ minuman yang memiliki warna menyolok dan rasa yang sangat manis dan tidak mencuci tangan saat hendak mengkonsumsi makanan jajanan serta didukung dengan keadaan higiene sanitasi penjualan makanan jajanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti penjual makanan jajanan yang membiarkan makanan jajanannya terbuka sehingga berpeluang besar untuk makanan jajanan tadi terkontaminasi, penjual makanan jajanan yang tidak memakau alat bantu saat menangani makanan jajanan, penjual yang tidak menyimpan peralatannya di tempat yang bebas dari pencemaran.

Kejadian diare yang terjadi pada anak sekolah dasar di beberapa Sekolah Dasar Desa Marindal I Kecamatan Patumbak kemungkinan besar di sebabkan oleh hal tersebut. Menurut Sukarni (1994), penyebab diare pada umumnya disebabkan oleh kondisi tangan yang kotor terutama saat setelah buang air besar, makanan yang kotor terkena debu, dihinggapi binatang perantara seperti lalat dan lipas, makanan yang tidak dimasak sempurna dan meminum air yang tidak bersih.

Jika perilaku dikaitkan dengan Jenis kelamin berdasarkan analisis terlihat bahwa lebih banyak perilaku baik dilakukan oleh siswa yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 15 siswa (18,1%). Menurut Trexler dan argent (1993) dalam Mangosta Dv (2011) secara umum aktivitas anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Aktivitas yang tinggi ini menyebabkan anak laki-laki banyak membutuhkan energi. Sehingga mereka cenderung lebih banyak mengonsumsi makanan dibandingkan anak perempuan. Memandang sisi kepraktisan maka anak laki-laki cenderung memilih jajanan tanpa melalui proses pemikiran yang panjang. Sebagian besar memilih jajanan didorong oleh keinginan untuk menutupi rasa lapar tanpa memikirkan apakah jajanan tersebut baik atau tidak. Hal sebaliknya terjadi pada anak perempuan.

Berdasarkan hasil analisis perilaku berdasarkan jumlah uang saku diketahui bahwa perilaku tidak baik lebih banyak dilakukan oleh siswa yang menerima jumlah uang saku sebesar ≥5000 yaitu sebanyak 30 siswa (36,1%). Umumnya, anak yang memiliki uang jajan tinggi akan cenderung sering jajan dibandingkan anak yang uang jajannya rendah. Hal ini terjadi kemungkinan karena seseorang yang memiliki uang lebih banyak akan lebih mudah mengeluarkannya tanpa banyak perhitungan, terlebih lagi untuk keperluan konsumtif (Rina, 2012).

Berdasarkan hasil analisis kejadian diare berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa siswa berjenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kejadian diare dibandingkan siswa berjenis kelamin laki-laki. Hal ini kemungkinan terjadi karena lebih banyak siswa berjenis kelamin perempuan yang melakukan tindakan Dalam kategori tidak baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Listiono (2010) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara kejadian diare dengan jenis kelamin.

Berdasarkan hasil analisis kejadian diare berdasarkan umur diketahui bahwa Kejadian diare lebih banyak dialami oleh siswa berumur ≥10 tahun yaitu sebanyak 46 siswa (55,4%). Berdasarkan hasil penelitian Nurina (2012) menyatakan bahwa penelitian tidak menunjukkan perbedaan risiko menderita diare terjadi karena umur anak sekolah dasar yang dijadikan responden bersifat homogen karena berasal dari kelas 4-5 SD sehingga tidak dapat menunjukkan adanya variasi umur sesuai dengan pembagian prevalensi pada Riskesdas 2007.

Berdasarkan hasil analisis kejadian diare berdasarkan tempat memilih jajan diketahui bahwa Kejadian diare lebih banyak dialami oleh siswa yang memilih tempat jajan di dalam sekolah yaitu sebanyak 44 siswa (53,0%) sedangkan kejadian diare yang dialami siswa yang memilih tempat jajan di luar sekolah yaitu sebanyak 13 siswa (15,7%). Hal ini kemungkinan terjadi karena berdasarkan hasil observasi yang dilakukan untuk melihat higiene sanitasi penjualan makanan jajanan di dalam (kantin sekolah) terlihat sebagian besar

tidak terhindar dari pencemaran.

Berdasarkan penelitian Nadia (2016) bahwa tidak terdapatnya hubungan antara kejadian diare denga tempat memilih jajan.

Hasil analisis kejadian diare berdasarkan perilaku terlihat bahwa kejadian diare lebih banyak dialami oleh siswa yang memiliki tindakan tidak baik yaitu sebanyak 53 siswa (63,9%) sedangkan kejadian diare yang dialami siswa yang memiliki tindakan baik yaitu sebanyak 4 siswa (4,8%). Perilaku merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh pada kejadian dan kegawatdaruratan kejadian diare. Persepsi masyarakat mengenai perilaku makan atau minum dapat dilihat dari kebiasaa makan, jenis makanan yang sering dikonsumsi, tempat memperoleh makanan atau minuman (warung, pedagang kaki lima, restoran, masak sendiri, dan lain-lain), kesukaan terhadap jenis makanan atau minuman (manis, pedas, dingin, dan lain-lain), kondisi social fisik tempat penjualan makanan atau minuman, keamanan makanan atau minuman yang dijual, dan tingkat higiene sanitasi makanan yang dijual (Sarbini, 2005).

91

6.1 Kesimpulan

1. Higiene dan sanitasi makanan jajanan yang dijajakan oleh penjual yang berada di sekitar beberapa Sekolah Dasar Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Tahun 2017 terlihat bahwa dari 15 orang penjual makanan jajanan, hanya 5 orang penjual makanan jajanan yang menjajakan makanan jajanannya yang memenuhi syarat kesehatan.

2. Persentase siswa yang memiliki pengetahuan siswa yang baik sebanyak 72 siswa (87%). Adapun sikap siswa yang baik sebanyak 15 siswa (18%) dengan tindakan siswa yang baik sebanyak 24 siswa (29%).

3. Karakteristik siswa berdasarkan umur paling banyak ≥ 10 tahun sebanyak 69 siswa (83,1%) dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebanyak 50 siswa (60,2%) dan memilih jajan yang paling banyak adalah dalam sekolah sebanyak 65 siswa (78,3%). Jumlah uang saku yang diterima siswa per hari paling banyak menerima uang saku sebesar ≥5000 yaitu sebanyak 43 siswa (51,8%) dengan frekensi jajan terbanyak adalah setiap hari yaitu 71 siswa (85,5%).

4. Kejadian diare dalam sebulan terakhir pada siswa Dibeberapa Sekolah Dasar Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Tahun 2017 ada sebanyak 57 siswa (69%).

6.2 Saran

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah diare, meningkatkan kesadaran masyarakat akan perilaku konsumsi jajanan yang baik serta peningkatan keadaan higiene sanitasi penjual makanan jajanan Dibeberapa Sekolah Dasar Desa Marindal I antara lain yaitu:

1. Disarankan agar setiap murid lebih memperhatikan perilaku konsumsi jajan dimulai dari mengetahui dan memilih makanan jajanan yang sehat dan aman seperti tidak membeli dan mengkonsumsi makanan/minuman yang terbuka saat dijajakan, makanan/miuman yang memiliki warna menyolok dan rasa yang sangat manis, makaanan/minuman yang basi, makanan/minuman cepat saji, menncuci tangan saat hendak mengkonsumsi makanan jajanan, dan membawa bekal dari rumah.

2. Sekolah mengadakan kantin yang bersih dan sehat yang diselenggarakan dengan melakukan sosialisasi terlebih dahulu terhadap para penjual mengenai Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan serta diawasi kegiatannya oleh pihak sekolah dan pihak sekolah megenakan sanksi kepada penjual jika tidak mengikuti peraturan yang ada agar makanan jajanan yang dikonsumsi anak sekolah terjamin kualitasnya.

3. Diharapkan agar pihak sekolah menyediakan sarana seperti tempat untuk siswa mencuci tangan.

4. Kepada Dinas Kesehatan atau Puskemas Patumbak agar melakukan penyuluhan kepada penjual makanan jajanan tentang Higiene Sanitasi

Makanna Jajanan serta melakukan pemantauan rutin kepada penjual makanan jajanan.

Dokumen terkait