• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah pemecahan dibedakan dengan pemisahan. Pemisahan bidang tanah berarti bidang tanah tersebut dipecah habis secara sempurna dan menjadi bagian-bagian bidang tanah yang baru (tidak ada lagi aslinya), sedangkan pemisahan berarti satu bidang tanah diambil sebagian menjadi bidang tanah yang baru dan bidang tanah induknya masih tetap ada dan berlaku serta tidak berubah identitasnya, hanya yang berlaku luas tanahnya setelah dikurangi dengan bidang tanah yang dipisah tersebut.

1) Pemecahan Bidang Tanah

Pemecahan bidang tanah diatur dalam Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menentukan bahwa atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan bidang tanah semula. Untuk setiap bidang tanah tersebut dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertifikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah, dan sertifikat asalnya.

Jika hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan atau beban-beban lain yang terdaftar, pemecahannya baru boleh dilaksanakan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban yang bersangkutan.

Perlu dicatat bahwa pemecahan atas bidang tanah pertanian, wajib memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini tentunya untuk menghindari terjadinya luas bidang tanah yang kecil-kecil yang melanggar batas minimum (pragmentasi) sehingga bidang-bidang tanah tersebut tidak produktif lagi.

Mengenai cara pendaftaran pemecahan bidang tanah diatur dalam Pasal 133 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 yaitu sebagai berikut:

a. Permohonan pemecahan bidang tanah yang telah didaftar, diajukan oleh pemegang hak atau kuasanya dengan menyebutkan untuk kepentingan apa pemecahan tersebut dilakukan dan melampirkan : - sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan;

- identitas pemohon;

- persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan;

b. Untuk mendapatkan satuan-satuan bidang tanah baru hasil pemecahan itu dilaksanakan pengukuran;

c. Status hukum satuan-satuan bidang tanah tersebut adalah sama dengan status hukum bidang tanah semula (kalau semula HGB, satuan-satuan itu juga tetap HGB; begitu juga sisa jangka waktunya);

d. Untuk pendaftarannya masing-masing diberi nomor hak baru dan dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertifikat baru, sebagai pengganti nomor hak, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat asalnya;

e. Catatan mengenai adanya Hak Tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertifikat asal dicatat pada buku tanah dan sertifikat yang baru, sedangkan surat ukur, buku tanah, dan sertifikat hak atas tanah semula dinyatakan tidak berlaku lagi, dengan mencantumkan catatan di dalamnya.

Pencatatan pemecahan bidang tanah tersebut dikerjakan juga dalam daftar-daftar lain dan peta pendaftaran tanah atau peta-peta lain yang ada dengan menghapus gambar bidang tanah pecahannya yang diberi nomor-nomor hak atas tanah dan surat ukur yang baru. Hal lain yang perlu ditekankan bahwa status hukum bidang-bidang tanah hasil pemecahan adalah sama dengan status bidang tanah semula/asli.

2) Pemisahan Bidang Tanah

Secara teknis, pemisahan bidang tanah diatur dalam Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menentukan bahwa atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dari satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipisahkan sebagian atau beberapa bagian, yang selanjutnya merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula. Dalam pemisahan bidang tanah, bidang tanah yang luas diambil sebagian yang menjadi satuan bidang yang baru, sedangkan bidang tanah induknya masih ada dan tidak berubah identitasnya, kecuali mengenai luas dan batasnya. Istilah yang digunakan adalah pemisahan untuk membedakannya dengan apa yang dilakukan

Untuk satuan bidang baru yang dipisahkan dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertifikat sebagai satuan bidang tanah baru dan pada peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat bidang tanah semula dibubuhkan catatan mengenai telah diadakannya pemisahan tersebut.

Hal-hal mengenai pemisahan suatu bidang tanah hak diatur ketentuan pelaksanaannya dalam Pasal 134 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, yaitu:

a. Dalam permohonan pemisahan bidang tanah disebutkan untuk kepentingan apa pemisahan tersebut dilakukan dan melampirkan:

- sertipikat hak atas tanah induk; - identitas pemohon;

- persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan;

- surat kuasa tertulis apabila permohonan diajukan bukan oleh pemegang hak.

b. Untuk mendapatkan satuan-satuan bidang tanah yang dipisahkan dilaksanakan pengukuran.

c. Status hukum bidang atau bidang-bidang tanah yang dipisahkan adalah sama dengan status bidang tanah induknya, dan untuk pendaftarannya diberi nomor hak dan dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertipikat tersendiri.

d. Catatan mengenai adanya Hak Tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertipikat hak atas bidang tanah induk dicatat pada buku tanah dan sertipikat hak atas bidang tanah yang dipisahkan. Dalam pendaftaran pemisahan bidang tanah surat ukur, buku tanah dan sertipikat yang lama tetap berlaku untuk bidang tanah semula setelah dikurangi bidang tanah yang dipisahkan dan pada nomor surat ukur dan nomor haknya ditambahkan kata "sisa" dengan tinta merah, sedangkan angka luas tanahnya dikurangi dengan luas bidang tanah yang dipisahkan.Dalam buku tanah dan sertipikat hak atas bidang tanah induk dicatat adanya pemisahan dimaksud pada kolom yang telah disediakan yang menyebutkan secara rinci masing-masing bidang yang dipisahkan.

3) Penggabungan Bidang Tanah

Penggabungan bidang-bidang tanah dapat dilakukan terhadap dua bidang tanah atau lebih yang sama status haknya (misalnya sama-sama Hak Milik) dan juga sama pemegang hak atas tanahnya serta letak masing-masing bidang tanah berbatasan.

Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dua bidang tanah atau lebih yang sudah didaftar dan letaknya berbatasan yang kesemuanya atas nama pemilik yang sama dapat digabung menjadi satu satuan bidang baru, jika semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang sama. Untuk satuan bidang tanah yang baru tersebut dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertifikat, dengan menghapus surat ukur, buku

Dalam penggabungan bidang tanah, hak-hak atas bidang-bidang tanah yang digabung menjadi hapus. Hak Tanggungan yang semula membebaninya juga menjadi hapus. Dalam melakukan penggabungan diperlukan persetujuan pemegang Hak Tanggungan dan beban-beban lain yang bersangkutan. Untuk menjamin pelunasan piutang atau piutang-piutang yang masih tersisa, perlu dilakukan pembebanan Hak Tanggungan baru.

Ketentuan permohonan penggabungan bidang tanah diatur dalam Pasal 135 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 bahwa permohonan penggabungan hak disampaikan oleh pemegang hak dengan menyebutkan untuk kepentingan apa penggabungan tersebut dilakukan dan melampirkan sertifikat-sertifikat hak atas bidang-bidang tanah yang akan digabungkan dan identitas pemohon. Penggabungan bidang-bidang tanah hanya dapat dilakukan apabila tidak ada catatan mengenai beban Hak Tanggungan atau beban-beban lain yang membebani hak-hak atas tanah yang digabung.

Pendaftaran penggabungan bidang-bidnag tanah dilakukan dengan menyatakan tidak berlaku lagi surat ukur, buku tanah, dan sertifikat hak atas bidang-bidang tanah yang digabung dan membuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat baru untuk bidang tanah hasil penggabungan.

BAB IV

BENTUK PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA

Dokumen terkait