• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Laporan keuangan adalah alat utama untuk menginformasikan informasi keuangan perusahaan kepada pihak luar suatu badan usaha. Laporan ini menampilkan sejarah, kejadian, maupun peristiwa dalam perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter. Menurut PSAK nomor 1 (revisi 2009), laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan dan sebagai pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya oleh para pemegang saham.

Perusahaan yang terkena kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan merupakan perusahaan yang telah memenuhi kriteria berikut, yaitu merupakan bentuk usaha, melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus, bertujuan mencari untung/laba, diselenggarakan oleh perseorangan atau badan, serta didirikan dan berkedudukan di wilayah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1998 menyebutkan bahwa laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik harus disampaikan oleh perusahaan

2 yang merupakan perseroan terbuka, bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat, perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang, serta memiliki jumlah aktiva paling sedikit Rp 50.000.000.000. Pelaporan keuangan ini diperkuat dengan adanya Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang mengsyaratkan keharusan bagi perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat, mengeluarkan surat pengakuan hutang, atau merupakan perseroan terbatas terbuka, untuk menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa, sebelum perhitungan tahunan tersebut disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Perusahaan dengan kriteria yang disebutkan diatas wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan. Laporan keuangan yang disampaikan berupa laporan posisi keuangan perusahaan, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan.

Informasi keuangan yang asimetris atau informasi keuangan yang salah berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar pihak manajemen perusahaan dengan pihak pengguna laporan keuangan yang berasal dari luar perusahaan. Audit yang dilakukan oleh pihak ketiga yang independen (KAP) terhadap laporan keuangan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan seperti yang dilaporkan oleh pihak manajemen serta dapat meningkatkan kualitas informasi keuangan tersebut sehingga investor akan mendapatkan nilai dari perdagangan sekuritas yang dilakukannya.

3 Menurut Boynton (2008:19), auditor independen di Amerika biasa disebut dengan Certified Public Accountant (CPA) bertindak sebagai praktisi perseorangan ataupun anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing professional kepada klien. Menurut Agoes (2004), akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin dari menteri keuangan atau pejabat yang berwenang lainnya untuk menjalankan praktik akuntan publik. Sedangkan menurut penulis, akuntan publik adalah badan ataupun perseorangan yang telah mendapat izin dari menteri keuangan Republik Indonesia untuk memberikan assurance services dan jasa atestasi terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, serta dapat memberikan jasa non-atestasi seperti jasa kompilasi, jasa konsultasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan.

Pentingnya peran akuntan publik membuat kebutuhan akan jasa dari akuntan publik semakin banyak dibutuhkan, terlebih lagi dengan berkembangnya perusahaan publik. Meningkatnya kebutuhan jasa audit berpengaruh terhadap perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia. Bertambahnya jumlah kantor akuntan publik (untuk selanjutnya disebut KAP) yang beroperasi dapat menimbulkan persaingan antara KAP yang satu dengan lainnya, sehingga memungkinkan perusahaan untuk berpindah dari satu KAP ke KAP lain (Damayanti dan sudarma, 2007:2).

Masa perikatan audit yang lama menyebabkan perusahaan merasa nyaman dengan hubungan yang terjalin selama ini antara auditor (KAP) dengan pihak manajemen perusahaan, yang akan mencapai tahap dimana auditor akan terikat secara

4 emosional dan mengancam independensinya. Giri (2010:5) juga menyatakan bahwa hubungan dalam waktu yang lama antara auditor dan klien akan menyebabkan kualitas dan kompetensi kerja auditor cenderung menurun dari waktu ke waktu. Hubungan yang semakin dekat antara auditor dan manajemen dapat menyebabkan auditor lebih mempercayai klien dalam mengaudit sehingga menurunkan kualitas auditnya. Disamping itu, dengan adanya hubungan yang semakin dekat tersebut membuat auditor lebih mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan manajemen daripada dengan kepentingan publik.

Dalam melaksanakan tugasnya, auditor mengalami peran konflik yang substansial karena mereka harus menjaga profesionalisme dan pada saat yang sama mempertimbangkan harapan manajer. Mautz dan Sharaf (1961) dalam Nasser, et al. (2006) percaya bahwa hubungan yang panjang bisa menyebabkan auditor memiliki kecenderungan kehilangan independensinya. Auditor yang memiliki hubungan yang lama dengan klien diyakini akan membawa konsekuensi ketergantungan tinggi atau ikatan ekonomik yang kuat antara auditor terhadap klien. Semakin tinggi keterikatan auditor secara ekonomik dengan klien, makin tinggi kemungkinan auditor membiarkan klien untuk memilih metode akuntansi yang ekstrim.

Dalam entitas atau perusahaan go public, manajemen memiliki peranan penting dalam memilih KAP yang akan mengaudit perusahaan tersebut. Pihak manajemen ingin mempengaruhi keputusan pemilihan auditor untuk kepentingan mereka sendiri (Williams, 1998 dalam Chadegani et al., 2011:161). Dengan adanya

5 pergantian manajemen, manajemen yang baru akan memilih auditor yang dapat mengakomodasi pilihan mereka dalam kebijakan akuntansi (Schwartz dan Menon, 1985 dalam Chadegani et al., 2011:161).

Krishnan dan Ye (2005) dalam Damayanti dan Sudarma (2007:6) menyatakan bahwa penunjukan KAP oleh perusahaan, yang diwakili oleh pemegang saham, berhubungan dengan total fees yang mereka bayarkan. Untuk KAP yang berukuran besar, seperti KAP yang berafiliasi dengan big four, besarnya fee audit yang ditetapkan tentunya menyesuaikan dengan nama besar serta image dari KAP tersebut. Banyak ditemukan perusahaan yang melakukan perpindahan KAP, baik dari KAP yang berafiliasi dengan the big four ke KAP yang tidak berafiliasi dengan the big four dan sebaliknya. Pergantian kelas KAP ini dirasa perlu dilakukan oleh perusahaan karena dapat memperkecil fee audit. Perusahaan dapat menyesuaikan KAP yang dipilih dengan fee audit yang dapat dibayar oleh perusahaan pada KAP tersebut.

Timbulnya kajian mengenai masalah pergantian auditor ini berawal dari terbongkarnya kasus enron ke ranah publik pada Desember 2001, dimana KAP nya yang merupakan salah satu dari anggota KAP big five saat itu yakni Arthur Andersen gagal mempertahankan independensinya dalam mengaudit kliennya, Enron. Akibat dari kasus ini, lahirlah The Sarbanes-Oxley Act (SOX) tahun 2002 sebagai solusi dari skandal perusahaan besar yang terjadi di Amerika. Di Indonesia, PT. Kimia Farma Tbk. sempat tidak mendapatkan kepercayaan dari para pemegang sahamnya sendiri yang disebabkan penyajian penjualan yang overstated yang tidak mampu dideteksi

6 oleh KAP Hans Tuanakotta dn Mustofa. The Sarbanes-Oxley Act (SOX) tahun 2002 merupakan pesan yang digunakan oleh banyak negara untuk memperbaiki struktur pengawasan terhadap KAP dengan menerapkan rotasi KAP maupun auditor.

Menindaklanjuti The Sarbanes-Oxley Act (SOX) tahun 2002, Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Keuangan (KMK 423/KMK.06/2002 dan KMK 359/KMK.06/2003), mengharuskan perusahaan mengganti auditor yang telah mendapat penugasan audit lima tahun berturut-turut. Perusahaan harus telah menggantinya setelah tahun buku 2003 jika sebelumnya belum mengganti auditor selama lima tahun (belakangan, tahun 2008 batasan itu dirubah menjadi enam tahun, PMK 17/PMK.01/2008). Konkretnya, jika sebuah perusahaan telah menunjuk satu auditor yang sama sejak tahun 1999, maka pada tahun 2004 mereka harus mengganti auditornya dengan auditor yang lain. Menurut (Prastiwi dan Wilsya, 2009), manfaat lain adanya rotasi KAP adalah meningkatkan lingkungan kompetitif audit akibat meningkatnya kebutuhan akan jasa audit pada perusahaan-perusahaan go public maupun yang non-go public, dan mengurangi biaya audit. Perusahaan mempunyai banyak pilihan KAP mana yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, juga adanya pilihan biaya audit (mencari KAP dengan audit fee yang lebih murah). Selain memiliki manfaat, rotasi KAP juga memiliki beberapa kelemahan (Petty dan Cuganesan, 1996 dalam Prastiwi dan Wilsya, 2009:63), yaitu (1) Hubungan baik antara auditor dan klien berakhir secara “premature” akibat adanya pergantian auditor

7 audit fees, (4) Rotasi KAP yang berakibat pada meningkatnya persaingan diantara KAP dapat juga mengakibatkan solidaritas profesional yang rendah. Keadaan posisi keuangan mungkin juga menjadi faktor dalam proses pergantian auditor.

Hubungan berakhir secara premature yang disebabkan adanya kewajiban untuk mengganti auditor setelah jangka waktu tertentu berarti klien harus mencari KAP lain yang sesuai dengan kebijakan akuntansi dan manajemen perusahaan. Klien juga dapat kehilangan kualitas kerja dengan mengganti auditornya karena KAP baru belum tentu memahami entitas bisnis dengan lebih baik dibanding dengan KAP yang lama. Disamping itu, pergantian auditor akan membuat perusahaan mengeluarkan biaya awal audit (start fee audit) yang lebih besar untuk pelaksanaan jasa audit dari KAP baru. Rotasi KAP juga akan menyebabkan solidaritas profesional antar KAP rendah yang disebabkan oleh tingkat persaingan yang tinggi untuk mendapatkan klien.

8 Berikut merupakan kasus-kasus perusahaan yang memiliki hubungan yang panjang dengan auditornya yang disajikan pada tabel 1.1 ini:

Tabel 1.1 Kasus

No. Nama Perusahaan Kasus

1 Enron Corporation Diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen selama 16 tahun sejak 1985, yang menyebabkan tidak independensinya Kantor Akuntan Publik tersebut karena Arthur juga menyediakan jasa non-audit bagi Enron. Banyak pihak berpendapat bahwa hal ini disebabkan akibat adanya hubungan kerja yang panjang antara KAP dan klien yang memungkinkan menciptakan suatu resiko excessive familiarity (berlebihnya keakraban) yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan independensi KAP. 2 PT BAT Indonesia PT BAT Indonesia hanya memiliki satu auditor yaitu

kantor akuntan yang sama dengan yang berafiliasi ke PWC (Price Waterhouse Coopers) sekarang ini, walaupun KAP tersebut telah berganti nama beberapa kali sejak tahun 1979 hingga 2004. Artinya, selama 25 tahun mereka tidak pernah mengganti auditor.

3 PT Aqua Golden Mississippi

Tahun 1989-2001 (13 tahun) Aqua diaudit oleh KAP Utomo dan KAP Prasetio Utomo dimana kedua KAP ini merupakan KAP yang sama. Tahun 2002 mereka pindah ke KAP Prasetio, Sarwoko, dan Sanjaya. KAP ini adalah kelanjutan dari KAP Prasetio Utomo yang bubar dan menggabungkan diri ke KAP Sarwoko dan Sanjaya. Sebagian orang berpendapat bahwa KAP yang baru ini (yang berafiliasi ke Ernst & Young) adalah kelanjutan dari KAP yang pertama (Arthur Andersen). Sehingga, bisa dikatakan bahwa selama 14 tahun PT Aqua diaudit oleh satu KAP.

9 Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Chadegani, et.al., (2011) yang menguji 6 faktor (opini audit, kualitas audit, perubahan fee audit, pergantian manajemen, financial distress, dan ukuran perusahaan klien) yang dianggap berpengaruh terhadap auditor switching di Tehran Stock Exchange, dan hasilnya menunjukkan bahwa hanya kualitas audit yang berpengaruh secara signifikan terhadap auditor switching.

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiarini dan Sudarno (2012) menggunakan variabel ukuran KAP, kesulitan keuangan perusahaan, kepemilikan oleh publik, pergantian manajemen, serta pergantian komite audit terhadap auditor switching. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran KAP berpengaruh negatif terhadap auditor switching dan pergantian manajemen berpengaruh positif terhadap auditor switching.

Penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi dan Wilsya (2009:62) menyatakan bahwa tipe KAP dan pertumbuhan perusahaan (yang diukur dengan total asset) berpengaruh secara signifikan terhadap kemungkinan pergantian KAP. Sedangkan ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan (yang diukur dengan perubahan sales, perubahan MVE dan perubahan income) dan masalah keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian auditor di Indonesia. Kecenderungan untuk melakukan auditor switching telah ditemukan dipengaruhi oleh pergantian manajemen (Sinarwati, 2010; Wijayani, 2011).

10 Penelitian Divianto (2011) menguji ukuran KAP dan opini auditor terhadap auditor switching. Penelitian ini memberikan bukti bahwa opini audit berpengaruh terhadap auditor switching, sedangkan ukuran KAP tidak berpengaruh terhadap auditor switching.

Penelitan yang dilakukan oleh Damayanti dan Sudarma (2007) menguji pengaruh pergantian manajemen perusahaan, opini akuntan, fee audit, kesulitan keuangan perusahaan, ukuran KAP, dan persentase perubahan ROA sebagai variabel independen, terhadap perusahaan go public di Indonesia berpindah KAP sebagai variabel dependennya. Penelitian ini membuktikan bahwa fee audit memiliki pengaruh positif terhadap auditor switching dan ukuran KAP memiliki pengaruh negatif terhadap auditor switching di Indonesia.

Dalam penelitian Nasser, et al,. (2006), ukuran klien serta financial distress berpengaruh secara signifikan terhadap audit switching. Beberapa penelitian yang dilakukan menemukan bahwa perusahaan kecil yang lebih sering menerima opini wajar dengan pengecualian (qualified) dibanding dengan perusahaan besar cenderung untuk melakukan pergantian auditor (Gul et al., 1992; Krishnan et al., 1996 dalam Chadegani et al., 2011:162). Karena hasil yang berbeda-beda tersebut, peneliti akan menguji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi auditor switching pada perusahaan real estate dan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sebenarnya faktor apa saja yang mempengaruhi mempengaruhi auditor switching di Indonesia, mengingat beragamnya hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya.

11 Disamping itu, auditor switching masih sangat menarik untuk diteliti karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan auditor switching. Faktor tersebut dapat berasal dari klien ataupun dari auditor. Faktor penyebab pergantian auditor yang berasal dari klien, seperti adanya pergantian manajemen, initial public offering, kondisi keuangan perusahaan, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari auditor seperti fee audit, opini audit yang diberikan, kualitas audit, dan sebagainya.

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya terutama pada penelitian yang dilakukan oleh Chadegani et.al (2011) dan Divianto (2011). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan 4 variabel independen serta 1 variabel dependen, dimana variabel dependen merupakan auditor switching, sedangkan variabel independennya berupa pergantian manajemen, opini audit, ukuran perusahaan klien, serta perubahan fee audit, dimana variabel penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Divianto (2011) dimana penelitian ini menambah jumlah variabel seperti pergantian manajemen, ukuran perusahaan klien, serta perubahan fee audit.

2. Penelitian ini dilakukan di Indonesia, sedangkan pada penelitian Chadegani et.al (2011) dilakukan di Malaysia.

12 3. Penelitian ini mengambil sampel tahun penelitian yang lebih baru, yaitu dengan menggunakan laporan keuangan dari tahun 2006-2012, sedangkan penelitian Chadegani et al., (2011) mengambil sampel dari tahun 2003-2007.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Apakah pergantian manajemen, opini audit, ukuran perusahaan klien, dan perubahan fee audit berpengaruh secara signifikan terhadap auditor switching?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh pergantian manajemen, opini audit, ukuran perusahaan, dan perubahan fee audit terhadap auditor switching.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta berguna bagi berbagai pihak, antara lain:

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan akuntansi khususnya dalam bidang auditing dengan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh pergantian manajemen, opini audit, ukuran perusahaan klien, serta

13 perubahan fee audit terhadap auditor switching. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkuat temuan-temuan dari penelitian sebelumnya. b. Bagi Auditor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktik bagi auditor dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan klien melakukan auditor switching serta sebagai referensi agar auditor dapat selalu menjaga profesionalitas serta independensinya saat melakukan hubungan kerja dengan klien.

c. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai pengaruh pergantian manajemen, opini audit, ukuran perusahaan klien, serta perubahan fee audit terhadap auditor switching sebagai kajian dalam bidang akuntansi, khususnya auditing.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang akan datang serta dapat memberikan perbandingan dalam mengadakan penelitian terkait dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam melakukan auditor switching.

14

Dokumen terkait