• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memegang peran penting dalam pembangunan ekonomi, karena tingkat penyerapan tenaga kerjanya yang relatif tinggi dan kebutuhan modal investasinya yang kecil. Hal ini membuat UMKM tidak rentan terhadap berbagai perubahan eksternal sehingga pengembangan pada sektor UMKM dapat menunjang pertumbuhan ekonomi yang digunakan sebagai penunjang pembangunan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Rendahnya tingkat investasi dan produktivitas, serta rendahnya pertumbuhan usaha baru di Indonesia perlu memperoleh perhatian yang serius pada masa mendatang dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menuju usaha yang berdaya saing tinggi.

Keberadaan UMKM hendaknya diharapkan dapat memberi konstribusi yang cukup baik terhadap upaya penanggulangan masalah-masalah yang sering dihadapi seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan dan segala aspek yang tidak baik. Peranan UMKM di Indonesia, yang merupakan salah satu komponen dari sektor industri pengolahan, secara keseluruhan mempunyai andil yang sangat besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Disamping banyak potensi, juga banyak permasalahan yang dihadapi oleh UMKM karena sifat usahanya yang kebanyakan masih bersifat transisi. Beberapa permasalahan utama yang sering

dihadapi usaha ini antara lain masalah permodalan dan pemasaran. Permasalahan lain yang dihadapi adalah penguasaan teknologi yang rendah, kekurangan modal, akses pasar yang terbatas, kelemahan dalam pengelolaan usaha dan lain sebagainya. Daerah Kab. Semarang mempunyai potensi industri yang cukup tinggi, sektor industri mempunyai kontribusi terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perolehan produk domestik regional bruto (PDRB).

Linkage dari sektor tersebut ternyata mampu berpengaruh cukup besar bagi pertumbuhan sektor usaha mikro,kecil,dan menengah di Kab. Semarang. Laju pertumbuhan sektor UMKM tersebut dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi.

Tabel 1.1

Pertumbuhan Sektor UMKMdi Kab. Semarang Tahun 2010-2012 (Unit)

Pengusaha Mikro dan Kecil

No Bidang Usaha 2010 2011 2012

1. Bidang Aneka Jasa 1.261 1.265 1.285

2. Bidang Perdagangan 1.676 1.768 1.781

3. Bidang Industri Pertanian 1.196 1.266 1.270

4. Bidang Industri Non Pertanian 1.174 1.264 1.266

5. Bidang Pertanian 776 864 876

Jumlah 6.083 6.427 6.478

Tabel 1.1 (dilanjutkan) Pengusaha Menengah

No Bidang Usaha 2010 2011 2012

1. Bidang Aneka Jasa 37 41 41

2. Bidang Perdagangan 62 70 70

3. Bidang Industri Pertanian 15 24 24

4. Bidang Industri Non Pertanian 19 23 23

5. Bidang Pertanian 2 76 76

Jumlah 138 234 234

Sumber : Dinas Koperasi, UMKM dan Perindag Kab. Semarang

Dari Tabel 1.1. dapat dilihat beberapa jenis usaha mikro kecil dan menengah di atas hampir semua usaha mengalami tingkat kenaikan dari tahun ke tahun, sehingga pertumbuhannya menunjukkan angka yang positif. Bidang usaha yang mengalami pertumbuhan terbesar pada pengusaha mikro dan kecil adalah bidang perdagangan pada tahun 2010 sebesar 27,55% mengalami kenaikan pada tahun 2012 sebesar 27,49%. Sedangkan bidang perdagangan pada pengusaha menengah juga mengalami pertumbuhan di tahun 2010 sebesar 44,92% mengalami kenaikan pada tahun 2012 sebesar 29,91%. Selain bidang perdagangan, jenis usaha pertanian pada pengusaha menengah juga mengalami kenaikan yang cukup pesat dari tahun 2010 sebesar 1,45% mengalami kenaikan pada tahun 2012 sebesar 32,47%. Sedangkan pada pengusaha menengah selain bidang usaha pertanian, tidak mengalami kenaikan dari tahun 2011-2012 lainnya mengalami peningkatan dari tiap tahunnya. Sehingga dapat di simpulkan bahwa, ada 5 bidang usaha yang mengalami pertumbuhan yang menunjukkan nilai positif.

Hal ini mengindikasikan bahwa potensi daerah Kab. Semarang akan usaha mikro kecil dan menengah sangat potensial.

Salah satu ciri umum yang melekat pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia adalah permodalan yang masih lemah. Padahal modal merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung peningkatan produksi dan kinerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) itu sendiri, terlebih pada pengusaha mikro maupun pedagang golongan ekonomi lemah (usaha kecil). Pada kalangan ekonomi lemah ini biasanya terdapat masalah yaitu kekurangan modal, sehingga seringkali mengalami hambatan dan kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Pengusaha atau pedagang kecil kerap kali terjebak dengan kebutuhan permodalan dan untuk mengambil cara cepat pedagang maupun pengusaha mikro akan meminta bantuan permodalan dana atau kredit usaha kepada rentenir atau praktek lintah darat tersebut.

Banyak dari pengusaha atau pedagang kecil ini tidak terlalu memperhatikan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi kepada si renternir sebelum meminjam sejumlah uang atau modal karena kebutuhan yang sangat mendesak. Pada akhirnya pengusaha mikro dan pedagang kecil ini terjerat hutang yang makin lama makin bertambah banyak serta bunga pinjamannya menjadi tinggi karena belum dapat atau tidak dapat melunasi apa saja yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab atas perjanjian terhadap renternir tersebut sesuai tempo waktu yang telah ditetapkan. Akhirnya akan berdampak negatif pada hasil bidang usahanya yang lama kelamaan akan menjadi kurang produktif dan menurun bahkan akan dapat mematikan usahanya sendiri atau gulung tikar.

Saat ini banyak sekali dijumpai lembaga pembiayaan yang ditawarkan di pedesaan hanya saja hasil kerja lembaga pembiayaan desa dengan berbagai pelayanan yang ditawarkan belum begitu mencapai sasaran seperti yang diharapkan. Pentingnya permodalan bagi masyarakat pedesaan dan kota kecil sementara lembaga pembiayaan yang ada belum begitu sukses mengatasinya maka sangat perlu dipikirkan lembaga dan pola pembiayaan yang mampu menyentuh golongan ekonomi lemah di pedesaan dan kota kecil yang benar-benar membutuhkan tambahan modal untuk meningkatkan usaha dan pendapatan mereka.

Dengan berdirinya BMT akan memberikan kemudahan pelayanan jasa semi perbankan, terutama bagi pengusaha atau pedagang golongan ekonomi lemah sehingga akan mampu menggali potensi, meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan serta mengembangkan perekonomian di Indonesia. Upaya meningkatkan profesionalisme membawa BMT kepada berbagai inovasi kegiatan usaha dan produk usaha.

BMT pada awalnya berdiri sebagai suatu lembaga ekonomi rakyat yang membantu masyarakat yang kekurangan, yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor). Kegiatan utama yang dilakukan dalam BMT ini adalah pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama mengenai bantuan permodalan. Untuk melancarkan usaha pembiayaan (financing) tersebut, BMT berupaya menghimpun dana sebanyak-banyaknya yang berasal dari masyarakat lokal di sekitarnya. Sebagai lembaga keuangan Syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan

untuk mampu tumbuh dan berkembang. Hampir semua BMT yang ada memilih koperasi sebagai badan hukum, atau dipakai sebagai konsep pengorganisasiannya. Sejak adanya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Taruna Sejahtera, UMKM yang menjadi anggotanya mendapatkan kemudahan untuk dapat mengembangkan usahanya. Berdirinya BMT ini mampu menggerakkan ekonomi di daerah Kab. Semarang. Sebelum adanya BMT Taruna Sejahtera jumlah UKMM di daerah Kab.Semarang belum cukup banyak. Dengan adanya BMT ini dapat membantu UMKM untuk menambah modal usahanya. Peran dari BMT mendapat sambutan yang baik dari masyarakat yang menjadi anggota BMT Taruna Sejahtera, hal ini diungkapkan karena UMKM yang merupakan anggota BMT Taruna Sejahtera mendapatkan dana bergulir untuk penambahan modal usaha UMKM yang terdiri dari sektor perdagangan dan sektor jasa.

Mencermati perkembangan BMT hingga pada masa sekarang ini dalam mencapai kesejahteraan bersama dan dalam rangka menjalankan peran BMT sebagai pelaku atau lembaga ekonomi rakyat, kiprah dari BMT terhadap perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kab. Semarang sangatlah berpengaruh karena dipercaya lebih dari 10 tahun oleh masyarakat khususnya untuk rakyat kecil dalam hal kredit modal usaha dengan bagi hasil yang bersaing sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Dari tahun 2010 hingga tahun 2012, terjadi perkembangan UMKM yang meningkat dikarenakan adanya pemberian pinjaman modal serta kemudahan dalam permohonan kredit usaha yang diberikan kepada masyarakat guna mengelola usaha mikro hinggga berkembang dengan baik. Tetapi tidak hanya dalam hal pembiayaan permodalan

saja, BMT Taruna Sejahtera juga melayani simpanan berjangka (deposito) dengan jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun. Tujuannya tidak hanya untuk melayani kredit modal usaha saja, tetapi juga bagi pengusaha mikro atau pedagang kecil ingin menabung atau menyimpan hasil keuntungan dari usaha mikronya. Dengan pelayanan yang multi-fungsi ini, diharapkan akan semakin berpengaruh bagi perkembangan usaha mikro yang ada di Kab. Semarang.

Tabel 1.2

Pembiayaan Murabahah dari BMT Taruna Sejahtera Tahun 2012 (Dalam SatuanRupiah)

Pinjaman 10 Bulan 12 Bulan 18 Bulan 20 Bulan

500.000 60.000 52. 000 - - 1.000.000 120.000 103.500 75.600 70.000 2.000.000 240.000 207.000 151.2000 140.000 3.000.000 360.000 310.000 226.700 210.000 4.000.000 480.000 413.000 302.300 280.000 5.000.000 587.500 504.500 365.300 337.500 10.000.000 1.175.000 1.008.500 730.000 675.000 15.000.000 1.762.500 1.512.500 1.096.000 1.012.500 20.000.000 2.350.000 2.017.000 1.461.200 1.350.000 25.000.000 2.937.500 2.521.000 1.826.500 1.687.500

Sumber : Data primer yang diolah

Dari data tabel 1.2 menjelaskan tentang mayoritas pembiayaan murabahah dari BMT Taruna Sejahtera yang diajukan oleh para pengusaha atau pedagang yang bergerak dalam UMKM sesuai dengan bidang usahanya. Bagi hasil yang diberlakukan di BMT Taruna Sejahtera yaitu mulai 1,75% hingga 2% per bulannya, bagi hasil pinjaman diberlakukan tergantung nominal kredit yang akan

diajukan dan diambil oleh debitur tersebut. Pembiayaan usaha s/d Rp. 5.000.000,- tidak diwajibkan menggunakan jaminan, bagi hasil (mark up) minimal 2% per bulan dan pembiayaan usaha di atas Rp. 5.000.000,- diharuskan menggunakan jaminan, bagi hasil (mark up) minimal 1,75% per bulan.

Sebagai lembaga keuangan dalam menyalurkan dananya akan menghadapi risiko pembiayaan. Supaya lembaga keuangan tersebut berhasil dalam mengatasi risiko pembiayaan maka perlu dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan agar tidak terjadi banyaknya kredit macet dan bisa menekan NPL bank pada suatu titik terendah agar prestasi bank tersebut terus meningkat.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan dari penelitian terdahulu diantaranya adalah mengenai variabel nilai pinjaman. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muhammamah (2008), mengatakan bahwa nilai pinjaman diduga mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit. Anna dan Dwi (2011) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa variabel nilai pinjaman berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit, namun pengaruhnya tidak signifikan. Sementara Handoyo (2009), menunjukkan hasil bahwa variabel nilai pembiayaan diketahui tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel nilai pinjaman tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Renggani (1998), menyimpulkan bahwa nilai pinjaman berpengaruh signifikan positif terhadap

kelancaran pengembalian kredit. Asih (2007) dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa besarnya nilai pinjaman berpengaruh positif dan signifikan pada kelancaran pengembalian pembiayaan. Kemudian Agustania (2009), menyimpulkan bahwa besarnya nilai pinjaman memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa variabel nilai pinjaman mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan, karena apabila nilai pinjaman yang digunakan untuk modal usaha meningkat, maka akan mempengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan.

Variabel pengalaman usaha, penelitian yang dilakukan oleh Hidayati

(2003), hasil penelitiannya menyatakan “variabel pengalaman usaha tidak berpengaruh signifikan pada tingkat kelancaran pengembalian kredit”. Asih

(2007) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa variabel pengalaman usaha tidak mempunyai pengaruh signifikan pada tingkat kelancaran pengembalian kredit. Sementara Muhammamah (2008) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa variabel pengalaman usaha tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel pengalaman usaha tidak mempunyai pengaruh terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (1996) mengatakan bahwa pengalaman usaha nasabah berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian kredit. Dan penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2009), menyimpulkan bahwa variabel pengalaman usaha berpengaruh nyata terhadap tingkat

pengembalian pembiayaan.Dari penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa variabel pengalaman usaha akan mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah, sebab di dalam mengembangkan UMKM juga diperlukan pengelaman usaha.

Variabel omzet usaha, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Handoyo (2009) menyimpulkan bahwa variabel omzet usaha tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Sedangkan Samti (2011) dalam penelitiannya menunjukkan menunjukkan hasil bahwa variabel omzet usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Asih (2007) menunjukkan bahwa semakin tingginya penghasilan usaha yang diterima oleh mitra binaan maka semakin besar pula pengembalian kreditnya. Agustania (2009) menyatakan bahwa besarnya omzet usaha berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Triwibowo (2009) menyimpulkan bahwa Semakin tinggi omzet usaha maka semakin baik tingkat kesadaran seorang nasabah untuk mengembalikan kredit. Dari beberapa penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa variabel omzet usaha akan mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah, karena jika omzet usaha meningkat maka akan mempengaruhi kelancaran dalam pengembalian pembiayaan.

Penelitian mengenai variabel tingkat pendidikan dilakukan oleh Asih (2007) menjelaskan tingkat pendidikan bukanlah jaminan, bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan pengusaha kecil maka pengembalian kreditnya semakin

baik (lancar). Kemudian Muhammamah (2008) menyimpulkan bahwa, variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Tetapi Renggani (1998) menjelaskan bahwavariabel tingkat pendidikan berpengaruh signifikan negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Serta penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2009) menyimpulkan bahwa variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Sementara penelitian Anna dan Dwi (2011) menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kelancaran pengembalian KUR-Kupedes.Dari hasil penelitian di atas dapat diambil kesimpulan, semakin tinggi pendidikan yang dicapai, nasabah mempunyai dasar yang kuat untuk mengelola usahanya dengan baik, sehingga pendidikan dapat dipandang berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.

Variabel usia, penelitian yang dilakukan oleh Asih (2007)yang hasil penelitiannya menyatakan mitra binaan yang berusia 30-35 tahun cenderung memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengembalikan kredit dibandingkan dengan usia yang lainnya. Sementara Muhammamah (2008) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kelancaran pengembalian KUR-Kupedes.Penelitian yang dilakukan oleh Triwibowo (2009), menyimpulkan bahwa bertambahnya usia responden menyebabkan responden semakin lancar dalam pengembalian kredit.Sedangkan Hidayati (2003) menyimpulkan bahwa usia berpengaruh signifikan positif terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa, usia seseorang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan yang dimiliki dalam melakukan aktivitas atau usaha. Seseorang yang masih berusia muda lebih aktif dan lebih bersemangat dalam menjalankan pekerjaannya dibandingkan seseorang yang memiliki usia lebih tua yang kondisi fisik dan energinya semakin menurun, sehingga grafik untuk menjalankan pekerjaannya pun akan semakin menurun. Seseorang yang mempunyai usia muda cenderung menyukai tantangan dan bersikap lebih aktif terhadap tantangan daripada seseorang yang mempunyai usia lebih tua yang cenderung pasif terhadap tantangan.

Variabel tanggungan keluarga, pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2003), menyimpulkan bahwa tanggungan tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit. Penelitian mengenai variabel tanggungan dilakukan oleh Asih (2007) yang menunjukkan bahwa dengan banyaknya tanggungan keluarga mitra binaan maka pengembalian kreditnya semakin tidak lancar. Kemudian penelitian Muhammamah (2008) menyatakan bahwa tanggungan dalam keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Sedangkan Triwibowo (2009) menyimpulkan bahwa semakin banyak tanggungan keluarga responden, menyebabkan responden semakin tidak lancar dalam pengembalian kredit.

Sehingga dapat diambil kesimpulan, semakin banyaknya tanggungan keluarga maka tingkat pengeluaran sehari-harinya pun akan semakin bertambah dan hal tersebut berdampak negatif bagi para tulang punggung keluarga. Jika para tulang punggung keluarga tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarganya maka

mereka akan menempuh cara meminjam kredit demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Tabel 1.3 Research Gap

Variabel Isu Penulis dan

Tahun Hasil Penelitian

Nilai Pinjaman Variabel nilai pinjaman tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit Muhammamah (2008)

Nilai pinjaman diduga mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit. Anna dan Dwi

(2011)

Nilai pinjaman berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit, namun pengaruhnya tidak signifikan.

Handoyo (2009)

Variabel nilai pembiayaan diketahui tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Variabel nilai pinjaman mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan Renggani (1998)

Nilai pinjaman berpengaruh signifikan positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Asih (2007) Besarnya nilai pinjaman

berpengaruh positif dan signifikan pada kelancaran pengembalian pembiayaan.

Agustania (2009)

Menunjukkan bahwa besarnya nilai pinjaman memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Pengalaman Usaha Variabel pengalaman usaha tidak mempunyai pengaruh terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan. Hidayati (2003)

Variabel pengalaman usaha tidak berpengaruh signifikan pada tingkat kelancaran pengembalian kredit. Asih (2007) Dalam penelitiannya menunjukkan

hasil bahwa variabel pengalaman usaha tidak mempunyai pengaruh signifikan pada tingkat kelancaran pengembalian kredit.

Muhammamah (2008)

Variabel pengalaman usaha tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Tabel 1.3 (dilanjutkan) Pengalaman Usaha Variabel pengalaman usaha berpengaruh signifikan positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Prasetyo (1996)

Mengatakan bahwa pengalaman usaha nasabah berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian kredit.

Handoyo (2009)

Menyimpulkan bahwa variabel pengalaman usaha berpengaruh nyata terhadap tingkat

pengembalian pembiayaan.

Omzet Usaha Variabel omzet usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit. Handoyo (2009)

Menyimpulkan bahwa variabel omzet usaha tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat

pengembalian pembiayaan.

Samti (2011) Dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa variabel omzet usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Variabel omzet usaha berpengaruh signifikan positif terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Asih (2007) Dapat disimpulkan bahwa semakin tingginya penghasilan usaha yang diterima oleh mitra binaan maka semakin besar pula pengembalian kreditnya.

Agustania (2009)

Menyatakan bahwa besarnya omzet usaha berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Triwibowo

(2009)

Semakin tinggi omzet usaha maka semakin baik tingkat kesadaran seorang nasabah untuk

mengembalikan kredit.

Tabel 1.3 (dilanjutkan) Tingkat Pendidikan Variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Asih (2007) Dapat disimpulkan tingkat pendidikan bukanlah jaminan, bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan pengusaha kecil maka pengembalian kreditnya semakin baik (lancar).

Muhammamah (2008)

Bahwa variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh signifikan negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Renggani (1998)

Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh signifikan negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Handoyo (2009)

Mengatakan bahwa tingkat pendidikan

berpengaruh nyata terhadap pengembalian pembiayaan. Anna dan Dwi

(2011)

Variabel tingkat pendidikan

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kelancaran pengembalian KUR-Kupedes.

Usia Variabel usia

tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Asih (2007) Bahwa mitra binaan yang berusia 30-35 tahun cenderung memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengembalikan kredit

dibandingkan dengan usia yang lainnya.

Muhammamah (2008)

Hasil penelitiannya menyatakan variabel tingkat pendidikan

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kelancaran pengembalian KUR-Kupedes.

Tabel 1.3 (dilanjutkan) Variabel usia berpengaruh signifikan positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Triwibowo (2009)

Bertambahnya usia responden menyebabkan responden semakin lancar dalam pengembalian kredit. Hidayati

(2003)

Menyatakan usia berpengaruh signifikan positif terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Tanggungan Keluarga Variabel tanggungan keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit. Hidayati (2003)

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tanggungan tidak

berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit. Asih (2007) Disimpulkan bahwa dengan

banyaknya tanggungan keluarga mitra binaan maka pengembalian kreditnya semakin tidak lancar. Muhammamah

(2008)

Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tanggungan dalam keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Variabel tanggungan keluarga berpengaruh signifikan negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Triwibowo (2009)

Semakin banyak tanggungan keluarga responden, menyebabkan responden semakin tidak lancar dalam pengembalian kredit.

Sumber:Prasetyo (1996), Renggani (1998), Hidayati (2003), Asih (2007), Muhammamah (2008), Agustania (2009),Handoyo (2009), Triwibowo (2009), Anna dan Dwi (2011), dan Samti(2011).

Berdasarkan permasalahan yang mendasari penelitian ini karena ditemukan perbedaan pendapat (research gap) antara hasil penelitian terdahulu dan adanya research problem mengenai lembaga keuangan agar bisa mengatasi risiko pembiayaan sehingga dapat menghilangkan kasus penunggakan agar kinerja, profitabilitas, dan likuiditas bank semakin baik dan semakin dapat menekan tingkat NPL. Berdasarkan beberapa teori dan penelitian terdahulu maka

penulis mengambil judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN

MURABAHAH PADA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

(UMKM) DI BMT TARUNA SEJAHTERA (FEBRUARI-AGUSTUS 2014)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah (research problem) dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan hasil penelitian terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan dan ada fenomena yang menarik untuk diteliti karena fenomena tersebut berbeda dengan kondisi biasanya. BMT Taruna Sejahtera perlu mempertahankan kondisi tersebut dan bisa mengatasi risiko pembiayaan sehingga dapat menghilangkan kasus penunggakan agar kinerja, profitabilitas, dan likuiditas bank semakin baik dan semakin dapat menekan tingkat NPL pembiayaan. Maka perlu dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan mudharabah pada UMKM di BMT Taruna Sejahtera agar prestasinya terus meningkat. Dari pemaparan kesenjangan

penelitian (research gap) dan researchproblem tersebut, maka penulis membuat pertanyaan penelitian (researchquestion), sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh variabel nilai pinjaman terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah pada UMKM di BMT Taruna Sejahtera?

2. Bagaimanakah pengaruh variabel pengalaman usaha terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah pada UMKM di BMT Taruna Sejahtera?

3. Bagaimanakah pengaruh variabel omzet usaha terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah pada UMKM di BMT Taruna Sejahtera?

4. Bagaimanakah pengaruh variabel tingkat pendidikan terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah pada UMKM di BMT Taruna Sejahtera?

5. Bagaimanakah pengaruh variabel usia terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah pada UMKM di BMT Taruna Sejahtera?

6. Bagaimanakah pengaruh variabel tanggungan keluarga terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah pada UMKM di BMT Taruna Sejahtera?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penelitian ini mempunyai tujuan yang diharapkan.Tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini, dengan berdasarkanmasalah-masalah yang tercantum dalam identifikasi masalah adalah sebagaiberikut :

1. Menganalisis pengaruh variabel nilai pinjaman terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah pada UMKM di BMT Taruna Sejahtera.

2. Menganalisis pengaruh variabel pengalaman usaha terhadap kelancaran

Dokumen terkait