• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laut Indonesia sudah sejak lama digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati dan non hayati. Selain itu laut Indonesia juga merupakan media transportasi, perdagangan, pariwisata dan pembuangan limbah terakhir.

Sektor transportasi menjadi andalan pembangunan wilayah, karena pada proses pertumbuhan ekonomi, sektor transportasi berfungsi sebagai urat nadi yang memegang peranan penting untuk menunjang pembangunan. Dukungan transportasi, khususnya dalam penyediaan pelayaran jasa transportasi yang handal merupakan penggerak bagi pertumbuhan dan pembangunan wilayah dan harus dapat mendorong terwujudnya sektor ekonomi yang maju.

Transportasi laut atau lebih dikenal sebagai usaha pelayaran mencakup kegiatan angkut barang dan penumpang, baik domestik maupun internasional serta usaha pelabuhan yang merupakan kegiatan bongkar muat dengan menggunakan kapal. Meningkatnya permintaan akan jasa angkutan laut, termasuk keselamatan pelayaran dan jasa kepelabuhanan merupakan konsekuensi logis dari meningkatnya kegiatan ekspor yang didistribusikan melalui pelabuhan (Dirjen Hubla, 1998).

Salah satu pelayaran rakyat dalam negeri yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan jasa transportasi laut adalah pelayaran rakyat antar pulau terutama yang menghubungkan daerah dan pulau-pulau terpencil. Pelabuhan rakyat tumbuh dan berkembang di seluruh pelosok Nusantara. Salah satu pelabuhan tujuan pelayaran rakyat dari berbagai daerah adalah DKI, yang terkonsentrasi di Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya.

Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan persinggahan pelayaran antar bangsa yang dibangun tahun 1527, tepatnya pada masa pemerintahan Portugis. Tingkat kunjungan kapal di pelabuhan ini sangat tinggi, karena letaknya yang sangat strategis di Ibu Kota Negara dan secara historis merupakan tujuan transportasi laut. Pelabuhan Sunda Kelapa disinggahi kapal-kapal antar pulau dan pelayaran rakyat dengan komoditas utama kayu, bahan kebutuhan pokok, barang kelontong dan bahan bangunan. Pada tahun 2002 kunjungan kapal tercatat 6.500 unit, dengan arus barang mencapai 3,6 juta ton (PT. (Persero)

Pelabuhan Indonesia II 2005. http://www.sinarharapan.co. id/berita/0505/ 14/jab03.html).

Potensi hinterland Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta merupakan potensi perdagangan (sentra bisnis), pusat industri yaitu berupa industri barang logam, tekstil, kimia dan industri elektronik dengan persentase terbesar untuk memenuhi kebutuhan daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Saat ini lokasi Pelabuhan Sunda Kelapa telah berkembang pesat menjadi pusat perkantoran, perdagangan, perindustrian, dan perhotelan.

Perkembangan DKI Jakarta yang sangat pesat akibat perdagangan dan industri dan proses urbanisasi mengakibatkan banyak squatter (pendatang liar) yang menempati lahan pemerintah, bahkan lahan pelabuhanpun dimanfaatkan untuk tempat tinggal. Menurut Rudianto (2004) status hukum lahan yang tidak jelas mengakibatkan squatter mempunyai kesempatan menyerobot lahan secara illegal. Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk bangunan meningkat dengan pesat dan terjadi kelangkaan lahan, sehingga Pemda Jakarta Utara melakukan upaya reklamasi pantai utara. Namun upaya pembukaan lahan ini justru makin menjadi pelik karena masalah tata air, dan salah satu lokasi yang termasuk kedalam lingkungan areal yang akan direklamasi di pantai utara Jakarta adalah Pelabuhan Sunda Kelapa. Adanya perkembangan tersebut telah terjadinya konflik antara komunitas yang berdomisili di kawasan pelabuhan dengan pihak pengelola. Kesemerawutan itu juga mengakibatkan dampak yang paling buruk dari berbagai aspek sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Salah satu fakta yang dapat dilihat di sana antara lain adalah terjadinya banjir yang hampir setiap sore hari, pada saat air pasang menggenangi ruas jalan pada dua kelurahan yang masuk dalam kawasan Sunda Kelapa, yaitu Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Ancol, kejadian tersebut selain disebabkan oleh wilayah tersebut yang lebih rendah dari permukaan laut, juga disebabkan saluran air di sisi jalan tersumbat sehingga jika hujan turun dipastikan ruas jalan tersebut akan tergenang air.

Kebijakan terhadap reklamasi Pantura sebagai kebijakan strategi dari pemerintah DKI dan JABAR, yang meskipun katanya telah menjalankan AMDAL, dalam prakteknya tidak efektif, karena adanya berbagai kepentingan. Bukti nyata adalah terjadinya banjir besar jakarta pada awal tahun 2002 ini, sebagai reaksi alam atas berlakunya kebijakan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan kurang bersahabat dengan lingkungan.

3 Sebagai pelabuhan tertua di wilayah DKI Jakarta yang masih mempertahankan ciri khas tradisionalnya, Pelabuhan Sunda Kelapa juga menjadi obyek wisata terkemuka. Pelabuhan Sunda Kelapa mempunyai nilai sejarah yang heroik dan mempunyai keunikan tersendiri terutama yang menjadi sangat menarik perhatian bagi para turis asing, karena bongkar muat dengan tenaga manusia masih terjadi di Pelabuhan ini. Data kunjungan turis asing dan domestik di pelabuhan Sunda Kelapa pada periode tahun 1999 - 2004, berjumlah 73.477 orang, didominasi oleh Negara Eropa dan Jepang, negara-negara Asean, Asia, Amerika serta Australia dan selebihnya turis domestik. (PT.(Persero) PELINDO II, 2005).

Menurut Ataswarin et al. (2002), Pelabuhan Sunda Kelapa masih layak disebut sebagai daerah ekowisata, sebab pemandangan alam laut yang ada di daerah tersebut sangat indah dan menarik. Namun keindahan alam di Pelabuhan Sunda Kelapa ini tidak diimbangi dengan faktor kebersihan. Selanjutnya Ataswarin et al. (2002) menjelaskan hasil penelitian 2002 tentang etika lingkungan masyarakat daerah ekowisata dengan objek penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, disimpulkan bahwa wilayah tersebut layak dijadikan daerah ekowisata. Daerah ekowisata merupakan daerah yang kaya akan pemandangan alamnya seperti laut dan gunung. Kekayaan alam inilah yang akhirnya menarik perhatian para wisatawan, baik lokal maupun asing. Hasil penelitian ini juga menemukan sedikit wisatawan yang berkunjung ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Hal ini diduga karena keindahan laut yang ada di wilayah itu tidak diimbangi dengan kondisi kebersihan. Dalam hal ini di Pelabuhan Sunda Kelapa banyak didapati sampah, terlebih lagi pelabuhan ini dekat dengan pemukiman kumuh. Sehingga makin memberikan tekanan terhadap kebersihan. Selayaknya masyarakat mengerti dan menyadari bahwa tanggungjawab pengelolaan lingkungan hidup merupakan tanggungjawab bersama. (http://www.pu.go.id/ humas/ mei/sp0605004.htm).

Pelabuhan Sunda Kelapa adalah potret lingkungan yang penuh dengan kekumuhan. Perairan pelabuhan Sunda Kelapa terlihat keruh dan di beberapa tempat terlihat banyak sampah padat terapung di perairan. Kekumuhan identik dengan pencemaran sebagai akibat dari berbagai kegiatan baik yang ada di darat maupun di laut. Pencemaran merupakan masalah kemanusiaan dan masalah masa depan kehidupan manusia, pencemaran merupakan cermin ketidaktepatan pola hubungan antara sistem kemasyarakatan dengan

sumberdaya alam dan lingkungan, yang seharusnya diharapkan mampu mempertahankan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Ketidaktepatan pola hubungan ini lahir sebagai akibat dari ketidakmampuan manusia untuk mengartikulasikan makna kemajuan dan pertumbuhan bagi kehidupan, yang dipercepat oleh strategi pembangunan yang tidak sejalan dengan azas keberlanjutan (sustainability).

Pembangunan berkelanjutan tidak mengingkari adanya perubahan. Pemikiran ini mengkondisikan pengembangan kebijakan lingkungan yang mengharuskan pengakuan atas perubahan-perubahan yang terjadi. Kegiatan pembangunan yang meliputi proses ekstraksi sumberdaya alam, transportasi, produksi dan konsumsi, selain memberikan dampak perubahan lingkungan yang positif juga memberikan dampak negatif. Dengan demikian, pengembangan lingkungan mengharuskan pemahaman dan identifikasi atas kemajuan dan pencemaran dalam suatu rangka pengembangan yang memenuhi syarat keberlanjutan.

Teluk Jakarta merupakan kawasan yang diketahui mempunyai tingkat pencemaran yang tinggi. Beban pencemaran di daerah ini meningkat dari waktu ke waktu yang mengakibatkan perubahan lingkungan. Hasil kajian Anna (1999) mengungkapkan nilai kapasitas asimilasi teluk Jakarta masing-masing untuk parameter COD, BOD, TSS, amonia, fosfat, nitrat, dan Zn pada musim kemarau dan penghujan meningkat melampaui kapasitas asimilasinya. Kematian masal ikan dan biota air di perairan sekitar Ancol dan Dadap di tahun 2004 yang lalu, juga telah memberi signal kepada kita bahwa tingkat pencemaran perairan di Teluk Jakarta telah demikian tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Riani et al. (2005) tentang beban pencemaran dan kapasitas asimilasi Teluk Jakarta menyatakan bahwa kandungan Pb, Cd, TOM, COD, total pospat, pospat dan amoniak telah melewati kapasitas asimilasi perairan. Berdasarkan kondisi di atas, diduga sebagai dampak dari belum tepatnya pengelolaan lingkungan yang dilakukan selama ini di kawasan tersebut (Adrianto et al. 2005)

Pelabuhan Sunda Kelapa salah satu pelabuhan yang ada di Teluk Jakarta yang perlu diperhatikan dan perlu dipertahankan keberadaannya karena selain memiliki nilai ekonomi, pariwisata, sosial budaya, perdagangan dan yang sangat penting adalah memiliki nilai historis dengan latar belakang sejarah sehingga disebut sebagai Bandar empat zaman. Di sisi lain, aktifitas pelabuhan ini juga akan memberikan kontribusi limbah bagi pencemaran, sehingga

5 diperlukan strategi kebijakan lingkungan yang mampu mengatasi pencemaran yang dimaksud serta mampu mempertahankan kualitas lingkungannya.

Menurut Wooldridge et al. (1999) penerapan kebijakan yang efektif memerlukan pilihan dan tanggapan berdasarkan data ilmiah yang diperoleh dari tehnologi metodologi yang tepat. Dasar dari pengembangan pelabuhan yang berkelanjutan adalah kemampuan untuk mengenali keadaan lingkungan melalui monitoring dan pemetaan. Monitoring, pengukuran sistematik secara berulang dari pengaruh langsung atau tidak langsung dari aktifitas kita atau kontaminasi dari lingkungan, dapat memainkan suatu peran utama dalam menilai penerapan kebijakan pelabuhan dan efektifitas dari pilihan pengelolaan tersebut.

Pada kenyataannya kebijakan merupakan hal yang bersifat dinamis yang dibentuk dan dipengaruhi oleh tindakan diseluruh tingkatan tata jenjang keputusan dari tingkat pusat sampai dengan pengguna individual. Hal ini membuat kebijakan diatas kertas terkadang tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Peran dari semua badan-badan eksekutif pengambil kebijakan sangat diperlukan sekali, untuk secara efektif menyatukan semua kepentingan mereka dalam menyusun suatu kebijakan yang terintegrasi.

Pelabuhan Sunda Kelapa jika dikelola dengan baik dapat menarik perhatian para wisatawan. Diharapkan Pemda Jakarta memberikan perhatian khusus terutama menyangkut kebersihan. Selain itu dengan infrastruktur dan suprastrukturnya diharapkan dapat menyediakan jasa kepelabuhanan yang efisien sehingga mampu memperlancar distribusi arus barang antar pulau di Indonesia yang pada akhirnya memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan.

Isu-isu pokok di atas telah memberikan gambaran tentang degradasi lingkungan yang cukup signifikan terutama reklamasi pantai, banjir, squatter, tata air dan pencemaran perairan yang melampaui kapasitas asimilasinya. Oleh karena itu, konsep penetapan kebijakan publik (public policy) yang berorientasi pada pembangunan kemanusiaan secara berkelanjutan perlu dipertimbangkan (Pusposutarjo,1996 acuan dalam Budhiharsono, 2001). Hal ini memperlihatkan, betapa obyektivitas ilmiah (scientific objectivity) sangat diperlukan dalam penetapan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi, karena melalui penetapan kebijakan berbasis ilmiah ini, dapat diuji kondisi sumberdaya alam dan pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya di lapang, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan permasalahan yang ada, berbagai penelitian di pelabuhan sudah banyak dilakukan namun masih banyak peneliti yang belum melakukan penelitian tentang kebijakan pengelolaan lingkungan pelabuhan, terutama pada kasus Pelabuhan Sunda Kelapa. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis suatu kebijakan dengan judul Analisis Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta.

1.2. Kerangka Pemikiran

Kajian strategi pengelolaan lingkungan pelabuhan dengan pendekatan dimensi ekologi, ekonomi, sosbud dan kelembagaan adalah suatu model pendekatan yang mencoba menggambarkan kondisi riil dari skenario-skenario pengelolaan lingkungan pelabuhan berdasarkan hasil strategi aksi/implementasi rencana konsep pembangunan di kawasan pelabuhan.

Untuk membantu terbentuknya strategi kebijakan pengelolaan lingkungan pelabuhan, maka diperlukan alat analisis yang didukung oleh pendekatan-pendekatan lainnya sebagai landasan untuk memberikan gambaran pada pengambil kebijakan mengenai kondisi pengelolaan lingkungan pelabuhan di Indonesia.

Kebijakan yang tidak efektif dapat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan juga menimbulkan penurunan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Penurunan kualitas lingkungan dan penurunan di bidang sosial dan ekonomi masyarakat akan mengakibatkan keberadaan pelabuhan tidak berfungsi secara optimal.

Penelitian kebijakan diperlukan untuk menilai sejauh mana implementasi kebijakan tersebut selama ini. Selain itu, sebagai upaya untuk mengembangkan kebijakan ke depan yang dapat memecahkan permasalahan yang ada. Untuk itu, pengembangan kebijakan ke depan diawali dengan melakukan analisis peninjauan ulang terhadap kebijakan (retrospectives) yang berlaku saat ini atau yang sedang berjalan (Patton & Sawicki 1986 dalam Dunn 2000). Peninjauan ulang kebijakan tersebut diperlukan sebagai dasar untuk merumuskan pengembangan kebijakan manajerial yang lebih efektif, yang disebut dengan kebijakan strategis dan operasional (Mustopadidjaja 2002).

Kebijakan yang strategis adalah payung bagi pengelolaan lingkungan. Kebijakan strategis ini menjadi landasan bagi kebijakan lain yang lebih operasional agar sasaran yang diharapkan dapat tercapai. Kebijakan operasional

7 merupakan penjabaran kebijakan dari berbagai sektor dan daerah yang dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu agar tercapai efektifitas. Penjabaran kebijakan tersebut tetap mempertahankan keterkaitan, konsistensi, keterpaduan dan tidak menimbulkan pertentangan satu sama lain. Oleh karena itu pengkajian kebijakan difokuskan melalui perintah dan pengawasan. Kebijakan ini dilakukan dengan menggunakan pengaturan administratif dan perundang-undangan yang membawa implikasi terhadap pengendalian lingkungan. Pengendalian tersebut disesuaikan dengan berbagai indikator agar dapat menjaga tatanan atau sistem dan fungsi lingkungan.

Pengendalian lingkungan melalui berbagai indikator yang berkembang di berbagai kajian kepustakaan dapat dijadikan sebagai acuan perumusan kebijakan dan analisis kebijakan. Perumusan kebijakan dilakukan dalam satu wadah koordinatif. Perumusan kebijakan dilakukan melalui tahapan yaitu rancangan kebijakan, desain dan formulasi kebijakan serta pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. Oleh karena itu wadah kelembagaan dapat mempengaruhi proses perumusan kebijakan dan berperan dalam penyelenggaraan sebagian atau seluruh proses kebijakan. Pengkajian kelembagaan dilakukan agar mengetahui tugas dan fungsi masing-masing dalam pengambilan keputusan yang tepat. Ketepatan kebijakan bertujuan agar dapat menyelamatkan dan meminimalkan dampak negatif bagi sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu kerangka perumusan kebijakan terhadap pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta harus dapat mewadahi kepentingan semua pihak dan terakomodasikan secara serasi dan berkelanjutan.

Pengelolaan pelabuhan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua stakeholders yang berkepentingan terhadap keberadaan pelabuhan dan menjadi tumpuan sebagian besar masyarakat pesisir yang berada di sekitarnya, sehingga keberadaannya harus memberikan efek ganda (multiplier effect) perlu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelabuhan belum sepenuhnya dapat memberikan kontribusi pada semua stakeholders, karena selama ini berbagai kebijakan diambil dari atas ke bawah (top down). Untuk mengurangi bias dan memenuhi kebutuhan stakeholders tersebut diperlukan kebijakan publik berdasarkan permasalahan dan kebutuhannya. Pola pendekatan seperti ini dikenal dengan pendekatan dari bawah ke atas (buttom up).

Banyaknya stakeholders dengan berbagai tingkat kepentingan, memerlukan dilakukan perangkingan prioritas kebijakan. Salah satu metode

analisis yang dapat menjembataninya adalah metode multi criteria decision making (MCDM) dengan melihat dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan yang diperlukan untuk mendesain kebijakan prioritas pemanfaatan pelabuhan. Keluaran (outcome) yang diharapkan adalah skenario kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa. Metode ini dianggap relevan karena dapat mengkuantifikasi variabel-variabel kualitatif dan kuantitatif.

Adapun alur kerangka pemikiran dalam penelitian Analisis Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran analitis kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta.

1.3. Rumusan Masalah

Dari berbagai permasalahan yang ada seperti daerah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi, meningkatnya aktivitas konversi lahan perairan menjadi daerah industri dan pemukiman, rasio ketersediaan dan kebutuhan air di

9 Pelabuhan Sunda Kelapa yang kritis, ketidakmampuan kebijakan dan kelembagaan yang ada dalam mengeliminir kerusakan lingkungan yaitu pengelolaan ekosistem pesisir dan berbagai permasalahan lainnya, maka pertanyaan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh berbagai aktifitas pelabuhan terhadap kondisi lingkungan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta

2. Bagaimana persepsi stakeholder terhadap kebijakan yang selama ini berlaku dalam pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta

3. Bagaimana memilih arah kebijakan bagi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu skenario kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan pendekatan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan. Sedangkan tujuan khususnya adalah:

1. Untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta

2. Mengidentifikasi dan menganalisis kebijakan yang selama ini berlaku dalam pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta

3. Untuk menentukan strategi kebijakan yang optimal bagi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Memberikan arahan kebijakan serta strategi bagi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa

2. Adanya kontribusi positif bagi para stakeholders yang berkaitan dalam pengelolaan lingkungan pelabuhan.

3. Sebagai bahan masukan/informasi bagi pengelola kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Instansi Pemerintah setempat.

Dokumen terkait