• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Globalisasi ekonomi telah menyebabkan perubahan pesat terhadap perekonomian, tidak hanya pada tingkat dunia tetapi juga berpengaruh terhadap Indonesia sebagai salah satu negara pelaku ekonomi. Sebagai dampaknya, terjadi perkembangan aktivitas ekonomi yang drastis di Indonesia. Perkembangan ekonomi negara yang semakin berkembang seperti saat ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas pasar modal yang setiap tahun semakin berkembang pesat.

Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya perusahaan sekuritas yang tumbuh di Indonesia. Dengan semakin banyaknya perusahaan sekuritas yang tumbuh, semakin memudahkan bagi perusahaan yang membutuhkan modal dari investor yang ingin menginvestasikan dananya dalam bentuk saham dengan harapan mendapatkan keuntungan dalam bentuk dividen maupun capital gain.

Perusahaan juga harus dapat memanfaatkan efek globalisasi dalam perkembangan investasi di Indonesia. Kebijakan bidang keuangan yang dijalankan perusahaan harus selaras dan serasi dengan tujuan maksimalisasi keuntungan yang merupakan tujuan utama dari perusahaan. Salah satu kebijakan yang utama untuk memaksimalisasi keuntungan perusahaan adalah kegiatan investasi. Dalam kegiatan investasi manajer harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk investasi yang dapat menghasilkan keuntungan di masa depan. Dalam

kegiatan investasi tersebut perlu mempertimbangkan sumber pendanaan investasi tersebut apakah dari sumber internal atau dari sumber eksternal sehingga keuntungan yang dihasilkan bisa maksimal.

Tanggung jawab utama yang lain dari manajer adalah menggalang dana yang dibutuhkan perusahaan. Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan. Keputusan pendanaan dan investasi tentu saling terkait dimana jumlah investasi menentukan jumlah pendanaan yang harus diperoleh dan para investor yang berkontribusi mendanai saat ini mengharapkan pengembalian investasi di masa depan.

Dalam perkembangan usaha saat ini, keefisienan serta keefektifan sebuah perusahaan akan menjadi kekuatan tersendiri dalam mempertahankan usaha serta bersaing dengan para pesaing. Perusahaan dalam hal ini dihadapkan pada sebuah keputusan besar, yaitu dalam keputusan kebijakan dividen. Kebijakan ini terkait pada penggunaan laba perusahaan yang akan digunakan untuk pembagian dividen kepada para pemegang saham, atau menahan laba yang dimiliki guna dana ekspansi atau investasi yang akan datang (Pribadi dan Sampurno, 2012).

Kebijakan dividen merupakan keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan kepada para pemegang saham. Kebijakan ini tergantung dari bagaimana perlakuan manajemen terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan yang pada umumnya sebagian dari penghasilan bersih

setelah pajak dibagikan kepada para investor dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali ke perusahaan dalam bentuk laba ditahan.

Untuk itulah manajer harus dapat menentukan kebijakan dividen yang memberikan keuntungan kepada investor, disisi lain harus menjalankan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan. Pembagian dividen bertujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham melalui jumlah dividen yang dibayarkan ke para pemegang saham dan menunjukkan likuiditas perusahaan dengan tetap membayarkan dividen dalam menghadapi resiko perusahaan yang ada. Untuk mencapai tujuan tersebut melibatkan dua pihak yang berkepentingan dalam pembagian dividen yaitu investor dan emiten.

Pada umumnya investor mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mengharapkan return atau keuntungan yang diperoleh dari investasi yang dilakukan. Return atau keuntungan yang akan diperoleh investor adalah dalam bentuk dividen maupun capital gain. Dalam aktifitas pasar modal, para investor memiliki harapan dari investasi yang dilakukannya, yaitu berupa

capital gain dan dividen (Marlina dan Danica, 2009).

Dari sisi emiten, sangat penting untuk menentukan apakah sebagian keuntungan yang dimiliki oleh perusahaan akan lebih banyak digunakan untuk membayar dividen dibandingkan dengan laba ditahan (retained earning) atau justru sebaliknya. Apabila proporsi keuntungan yang dibagikan sebagai dividen lebih besar dari laba ditahan, akibatnya adalah dana internal yang dimiliki perusahaan turun, dan perusahaan perlu mencari dana dari luar perusaahaaan bila perusahaan ingin melakukan ekspansi.

Menurut bentuk pembayarannya, dividen dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu cash dividend (dividen tunai), stock dividend (dividen saham) dan

property dividend (dividen kekayaan). Cash dividend merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk kas, stock dividend merupakan dividen yang dibayarkan sebagai tambahan jumlah lembar saham biasa kepada pemegang sahamnya dan

property dividend merupakan distribusi pro rata suatu aset fisik. Cash dividend

merupakan bentuk pembayaran dividen yang paling umum digunakan oleh emiten untuk membagikan sebagian labanya kepada pemegang saham (Warsono, 2003:272).

Cash Dividend perusahaan tergambar pada dividen per share-nya yaitu besar dividen yang diberikan kepada para investor. Besar kecilnya dividen per share yang dibagikan akan mempengaruhi keputusan investasi para investor dan di sisi lain berpengaruh pada kondisi keuangan perusahaan. Cash dividend sangat diharapkan oleh para pemegang saham, karena cash dividend merupakan pengembalian utama yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan investor. Bagi para pemegang saham atau investor cash dividend merupakan tingkat pengembalian investasi mereka berupa kepemilikan saham yang diterbitkan perusahaan. Bagi pihak manajemen, cash dividend merupakan arus kas keluar yang mengurangi kas perusahaan.

Di dalam perusahaan, cash dividend yang terjadi setiap tahunnya selalu berfluktuasi, serta ada pula perusahaan yang membagikan dividen secara konstan setiap tahunnya meskipun nilai pasar perusahaan tiap tahun selalu berubah. Bagi emiten, pertimbangan yag digunakan untuk memutusakan pembagian cash

dividend tidak mudah. Emiten akan mempunyai banyak pertimbangan yang kadang kala bertentangan dengan harapan dari pemegang saham. Adanya perbedaan pembagian cash dividend oleh masing-masing perusahaan menunjukkan bahwa setiap perusahaan memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam menentukan kebijakan dividen (Lubis, 2009).

Investor mengharapkan untuk mendapatkan tingkat pengembalian (return)

baik berupa dividen maupun capital gain tidak didasarkan pada kebijakan manajemen (intern) perusahaan tetapi didasarkan pada hasil/kinerja yang telah dicapai oleh perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan yang dipublikasikan. Kebijakan apapun yang ditempuh oleh manajemen perusahaan, bagi investor tidak terlalu penting dipertimbangkan, karena kebijakan manajemen hanya dapat diketahui oleh pihak intern perusahaan. Lagi pula, bagi investor yang terpenting adalah melihat bagaimana perkembangan perusahaan terutama dari kinerja keuangannya (Pujiyanti,2005).

Banyak perusahaan yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia, diantaranya adalah perusahaan sektor pertambangan. Sektor pertambangan merupakan salah satu penopang pembangunan ekonomi suatu negara. Potensi yang kaya akan sumber daya alam akan dapat menumbuhkan terbukanya perusahaan–perusahaan melakukan ekspolarasi pertambangan sumber daya tersebut.

Sifat dan karakteristik industri pertambangan berbeda dengan industri lainnya. Salah satunya industri pertambangan memerlukan biaya investasi yang sangat besar, berjangka panjang, sarat resiko, dan adanya ketidakpastian yang

tinggi menjadikan masalah pendanaan sebagai isu utama terkait dengan pengembangan perusahaan. Perusahaan pertambangan membutuhkan modal yang sangat besar dalam mengekspolorasi sumber daya alam dalam mengembangkan pertambangan. Untuk itu, perusahaan pertambangan banyak masuk ke pasar modal untuk investasi dan untuk memperkuat posisi keuangannya.

Sektor pertambangan telah menjadi sektor yang semakin strategi di Indonesia dilihat dari posisi Indonesia sebagai penghasil tembaga terbesar keempat di dunia dan juga penghasil nikel terbesar kedua di dunia. Namun, krisis ekonomi global dan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi masalah utama industri pertambangan di Indonesia ke depan. Dalam waktu dekat, diperkirakan tidak ada investasi besar yang masuk. Pelaku industri pertambangan menilai belum ada kemajuan berarti dalam mengatasi masalah itu.

Industri pertambangan Indonesia menikmati lonjakan harga komoditas di tahun 2007 sehingga mendorong laba naik 65 persen. Namun, pendapatan perusahaan tambang ikut merosot sampai 33 persen seiring anjloknya harga komoditas tahun 2008. Fluktuasi kinerja keuangan yang terjadi pada perusahaan sektor pertambangan tentu berpengaruh terhadap kebijakan dividen perusahaan

. Industri di sektor ini mengalami era

kejayaannya pada tahun 2011. Pada periode tersebut, harga rata-rata batubara sempat menyentuh level US$ 127,05 per ton. Ini merupakan level tertingginya sejak 2009 silam. Ketika itu, harga tertinggi batubara berada di level US$ 81,35 per ton. Level harga tersebut bahkan tidak melebihi harga rata-rata batubara pada 2010 sebesar US$ 91,74 per ton

Bagi para investor faktor stabilitas deviden akan lebih menarik daripada

cash dividend yang tinggi. Stabilitas di sini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh koefisien arah yang positif.Bagi investor pembayaran deviden yang stabil merupakan indikator prospek perusahaan yang stabil pula dengan demikian resiko perusahaan juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan dengan perusahaan yang membayar deviden tidak stabil (Sartono, 2001:294).

Namun, besar kecilnya deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung pada kebijakan deviden masing-masing perusahaan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan berbagai faktor. Berdasarkan faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh manajemen dan keputusan investor yang didasarkan pada kinerja keuangan maka penelitian ini mengidentifikasi variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap rasio pembayaran cash devidend. Variabel-variabel yang mempengaruhi rasio pembayaran cash dividend dalam penelitian ini yaitu,

return on assets, current ratio, total assets turnover, growth,dan earning per share.

Return On Assets merupakan rasio untuk mengukur profitabilitas

perusahaan. Return On Assest (ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan (Sartono, 2001:123). Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit atau laba. Perusahaan yang dapat membukukan profit tinggi maka perusahaan tersebut dinilai berhasil dalam menjalankan usaha. Perusahaan yang dapat menciptakan profit atau laba besar berarti perusahaan dapat menciptakan pendanaan internal

bagi perusahaan sendiri. Setelah ada dana tersebut, maka perusahaan akan menggunakan untuk ditahan menjadi laba ditahan dan dibagikan kepada para pemilik sebagai dividen (Hardiatmo dan Daljono, 2012). Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Sadalia dan Khalijah, 2011).

Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur tingkat likuiditas

perusahaan. Current ratio menunjukkan kewajiban yang harus dipenuhi dalam waktu dekat biasanya kurang dari satu tahun (Lubis, 2009). Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan cash outflow, maka makin kuatnya posisi kas atau likuiditas perusahaan berarti makin besar kemampuannya membayar dividen (Sartono, 2001: 293).

Perputaran penjualan yang tinggi akan mencerminkan kinerja perusahaan secara finansial. Jika penjualan tinggi dan total aktivanya tetap, maka perputaran assetnya akan tinggi. Keuntungan yang tinggi dapat digunakan pada investasi aktiva tetap atau bisa juga dibagikan sebagai dividen. Dengan demikian semakin tinggi perputaran asset perusahaan, berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan membagikan dividen per share-nya. Hal ini dapat dilihat pada nilai Total Assets

Turn Over. Total Asset Turn Over adalah rasio yang menunjukkan bagaimana

efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba (Hanafi, 2004: 40).

Sebuah perusahaan yang mengalami pertumbuhan atau growth berarti aktivitas operasi perusahaan tinggi. Hal ini menyebabkan pendananaan perusahaan lebih difokuskan untuk mengembangkan pertumbuhan atau dana perusahaan lebih difokuskan untuk kegiatan operasi. Perusahaan akan memilih untuk membiayai pertumbuhan perusahan daripada membayar dividen kepada para pemegang saham. Sehingga pembayaran dividen yang dilakukan perusahaan yang sedang dalam masa pertumbuhan adalah rendah (Hardiatmo dan Daljono, 2012).

Setiap perusahaan yang menjalankan operasi perusahaanya tentu mampu menghasilkan keuntungan bersih (earning). Earning Per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah lembar saham yang dimiliki. Dividen akan dibayarkan jika perusahaan mampu mendapatkan keuntungan bersih, dengan begitu laba bersih per saham (EPS) akan mempengaruhi dalam pembagian dividen (Sadalia dan Khalijah, 2011).

Berdasarkan pernyataan sebelumnya dapat diketahui bahwa investor menginginkan kebijakan deviden yang stabil. Namun kenyataanya, rata-rata perkembangan cashdividend pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011 mengalami fluktuasi. Berikut akan ditunjukkan perkembangan kinerja keuangan pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI yang membagikan deviden secara berturut-turut pada periode 2007-2011:

Tabel 1.1

Rata-rata Kinerja Keuangan Sampel Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI Periode 2007-2011 No Nama Perusahaan Tahun 2007 ROA (%) CR (%) TATO (%) Growth (%) EPS (Rp) Cash Dividend (Rp) 1 Aneka Tambang Tbk. 42,63 447,41 99,7 65,18 536,67 215,23 2 Bumi Resources Tbk. 25,52 105,07 90,63 12,17 382,99 77 3 Vale Indonesia Tbk. 62,15 253,38 123,24 11,07 1140 987,7 4. Indo Tambangraya Megah Tbk. 7,19 159,29 97,41 51,82 449 155 5. Resource Alam Indonesia Tbk. 14,06 212,26 31,79 12,25 98 20 6. Medco Energi International Tbk. 0,31 216,99 49,45 21,77 210 57 7. Perusahaan Gas Negara Tbk. 7,73 117,23 43,05 34,63 346 34,2 8. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. 18,25 413,79 103,63 26,39 330 164,97 9. Radiant Utama Interinsco Tbk. 8,72 287,3 216,02 29,68 47 12 10. Timah Tbk. 35,45 290,53 169,73 45,36 3546 1772,88 Rata-rata 22,20 250,32 102,46 31,03 708,56 349,59 Tahun 2008 1. Aneka Tambang Tbk. 13,9 801,65 93,54 15,11 143,67 57,47 2. Bumi Resources Tbk. 4,91 75,22 74,17 85,66 364,19 50,6 3. Vale Indonesia Tbk. 19,51 476,07 71,18 2,33 395,97 208,15 4. Indo Tambangraya Megah Tbk. 23,99 152,87 132,51 26,22 2276,64 1345 5. Resource Alam Indonesia Tbk. 17,97 236,99 150,28 29,54 161,89 20 6. Medco Energi International Tbk. 17,48 222,48 64,95 9,15 920,71 150,42 7. Perusahaan Gas Negara Tbk. 2,47 217,68 50,07 24,97 27,6 41,74 8. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. 27,96 365,77 118,17 53,46 741,18 105

9. Radiant Utama Interinsco Tbk. 4,86 198,46 195,04 49,89 39 12 10. Timah Tbk. 23,2 262,41 156,49 14,94 2667,1 133 Rata-rata 15,62 300,96 110,64 31,12 773,79 212,33 Tahun 2009 1. Aneka Tambang Tbk. 6,52 727,5 87,63 2,87 63,46 25,38 2. Bumi Resources Tbk. 2,58 93,96 49,84 40,4 92,58 27,68 3. Vale Indonesia Tbk. 8,36 723,57 37,53 10,01 161,78 104,56 4. Indo Tambangraya Megah Tbk. 27,99 197,97 125,51 22,41 2801,29 1964 5. Resource Alam Indonesia Tbk. 17,71 205,72 148,97 21,21 128,01 10 6. Medco Energi International Tbk. 0,94 155,38 32,72 3,01 54,44 44,1 7. Perusahaan Gas Negara Tbk. 21,97 248,38 62,87 12,21 256,96 154,2 8. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. 33,75 491,52 110,76 32,29 1183,84 533,4 9. Radiant Utama Interinsco Tbk. 3,3 217,38 184,14 8,89 24,18 12 10. Timah Tbk. 6,46 287,66 158,77 16,06 62,34 31,17 Rata-rata 12,95 334,90 99,87 16,93 482,88 290,64 Tahun 2010 1. Aneka Tambang Tbk. 13,8 381,77 71,56 23,06 176,77 70,71 2. Bumi Resources Tbk. 2,94 188,65 41,53 4,16 134,49 41,78 3. Vale Indonesia Tbk. 19,96 451 55,27 8,02 395,18 178,72 4. Indo Tambangraya Megah Tbk. 18,73 183,44 148,92 9,08 1622,11 1202 5. Resource Alam Indonesia Tbk. 31,41 233,77 180,41 93,17 166,03 50 6. Medco Energi International Tbk. 3,64 204,23 40,81 11,63 223,77 74,8 7. Perusahaan Gas Negara Tbk. 19,44 343,4 60,59 11,91 257,38 154,44 8. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. 23,03 579,05 85,67 7,97 871,86 523,12 9. Radiant Utama Interinsco Tbk. 2,15 149,53 172,31 5,58 16,66 8

10. Timah Tbk. 16,11 323,66 138,79 21,17 188,34 94,17 Rata-rata 15,12 303,85 99,58 19,57 405,25 250,38 Tahun 2011 1. Aneka Tambang Tbk. 12,66 1064,2 68,06 24,4 201,79 90,99 2. Bumi Resources Tbk. 2,99 110,25 54,3 4,55 93,9 14,31 3. Vale Indonesia Tbk. 13,72 436,48 51,31 11,01 304,6 86 4. Indo Tambangraya Megah Tbk. 34,59 236,59 150,89 44,85 4244,39 2336 5. Resource Alam Indonesia Tbk. 46,62 283,03 225,46 85,47 450,2 250 6. Medco Energi International Tbk. 3,5 160,52 44,18 13,57 1323,48 76,6 7. Perusahaan Gas Negara Tbk. 15,65 549,92 63,16 3,58 254,25 134,62 8. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. 26,83 463,24 91,95 31,34 1339,27 803,94 9. Radiant Utama Interinsco Tbk. 0,32 107,69 118,06 71,09 5,21 4 10. Timah Tbk. 13,65 325,7 133,17 11,71 178,25 89,09 Rata-rata 17,05 373,76 100,05 30,157 839,53 388,55 Sumber : www.idx.com (2007-2011, data diolah)

Perkembangan kinerja keuangan dapat dilihat melalui informasi yang berhubungan dengan kinerja keuangan yaitu pergerakan cash dividend serta faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu return on assets (ROA), current ratio (CR), total assets turnover (TATO), growth dan earning per share (EPS) pada gambar 1.1 berikut ini :

Sumber :2007-2011, data diolah) Gambar 1.1

GrafikRata-rata Kinerja Keuangan Sampel Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI

Periode 2007-2011

Berdasarkan tabel 1.1. dan gambar 1.1, menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan pertambangan yang dilihat dari cash dividend dan faktor-faktor yang mempengaruhinya berfluktuasi selama tahun 2007-2011. Pada tahun 2007-2008, rata-rata cash dividend mengalami penurunan dari Rp.349,19 menjadi Rp.211,93. Rata-rata return on assets mengalami penurunan dari 22,20% menjadi 15,62%. Rata-rata current ratio mengalami kenaikan dari 250,32% menjadi 302,12%. Rata-rata total assets turnover mengalami kenaikan dari 101,69% menjadi 109,87%. Rata-rata pertumbuhan perusahaan (growth) mengalami kenaikan dari 31,07% menjadi 33,23%. Rata-rata earning per share mengalami kenaikan dari Rp.708,69 menjadi Rp.773,77.

Pada tahun 2008-2009, rata-rata cash dividend mengalami kenaikan dari Rp.211,93 menjadi Rp.286,52. Rata-rata return on assets mengalami penurunan dari 15,62% menjadi 12,95%. Rata-rata current ratio mengalami kenaikan dari

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011

ROA (%) CR (%) TATO (%)

302,12% menjadi 336,14% . Rata-rata total assets turnover mengalami penurunan dari 109,87% menjadi 99,88%. Rata-rata pertumbuhan perusahaan (growth)

mengalami penurunan dari 33,23% menjadi 17,01%. Rata-rata earning per share

mengalami penurunan dari Rp.773,77 menjadi Rp.482.87.

Pada tahun 2009-2010, rata-rata cash dividend mengalami penurunan dari Rp.286,52 menjadi Rp.233,83. Rata-rata return on assets mengalami kenaikan dari 12,95% menjadi 15,12%. Rata-rata current ratio mengalami penurunan dari 336,14% menjadi 305,39% . Rata-rata total assets turnover mengalami penurunan dari menjadi 99,88% menjadi 99,58%. Rata-rata pertumbuhan perusahaan

(growth) mengalami kenaikan dari 17,01% menjadi 19,65%. Rata-rata earning per share mengalami penurunan dari Rp.482.87 menjadi Rp.401,06.

Pada tahun 2010-2011, rata-rata cash dividend mengalami kenaikan dari Rp.233,83 menjadi Rp.388,85. Rata-rata return on assets mengalami kenaikan dari 15,12% menjadi 17,05%. Rata-rata current ratio mengalami kenaikan dari 305,39% menjadi 373,48% . Rata-rata total assets turnover mengalami kenaikan dari 99,58% menjadi 100,05%. Rata-rata pertumbuhan perusahaan (growth)

mengalami kenaikan dari 19,65% menjadi 30,11%. Rata-rata earning per share

mengalami penurunan dari Rp.401,06 menjadi Rp.839,53.

Berdasarkan nilai rata-rata roa, cr, tato, growth, eps dan cash dividend yang berfluktuasi selama periode penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan nilai rata-rata kelima variabel bebas (roa, cr, tato, growth, dan eps) tidak selalu berbanding lurus terhadap perubahan nilai rata-rata pembayaran cash dividend

Menurut Sundjaja dan Barlian (2002:340), semakin tinggi tingkat pengembalian atas aset perusahaan maka semakin besar pembayaran cash dividend oleh perusahaan, tetapi berdasarkan data rata-rata kinerja keuangan sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011, perubahan nilai rata-rata return on assets pada sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak selalu berbanding lurus terhadap perubahan nilai rata-rata pembayaran cash dividend pada sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Nilai rata-rata return on

assets pada periode 2007-2008 mengalami penurunan dan nilai rata-rata

pembayaran cash dividend juga mengalami penurunan. Pada periode 2008-2009, nilai rata-rata return on assets mengalami penurunan sedangkan nilai rata-rata

cash dividend mengalami kenaikan. Pada periode 2009-2010, nilai rata-rata return on assets mengalami kenaikan sedangkan nilai rata-rata cash dividend mengalami penurunan. Pada periode 2010-2011, nilai rata-rata return on assets mengalami kenaikan dan nilai rata-rata cash dividend juga mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan nilai rata-rata return on assets pada sampel perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI tidak selalu berbanding lurus terhadap perubahan nilai pembayaran cash dividend oleh sampel perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI perusahaan selama periode 2007-2011.

Menurut Sartono (2001:293), makin kuatnya posisi kas atau likuiditas perusahaan berarti makin besar kemampuannya membayar dividen, tetapi berdasarkan data rata-rata kinerja keuangan sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011, perubahan nilai rata-rata current ratio

pada sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak selalu berbanding lurus terhadap perubahan nilai rata-rata pembayaran cash dividend pada sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Nilai rata-rata current ratio pada periode 2007-2008 mengalami kenaikan sedangkan nilai rata-rata pembayaran cash dividend mengalami penurunan. Pada periode 2008-2009, nilai rata-rata current ratio mengalami kenaikan dan nilai rata-rata cash dividend juga mengalami kenaikan. Pada periode 2009-2010, nilai rata-rata current ratio mengalami penurunan dan nilai rata-rata

cash dividend juga mengalami penurunan. Pada periode 2010-2011, nilai rata-rata

current ratio mengalami kenaikan dan nilai rata-rata cash dividend juga mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan nilai rata-rata

current ratio pada sampel perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI perusahaan tidak selalu berbanding lurus terhadap perubahan nilai pembayaran

cash dividend oleh sektor pertambangan yang terdaftar di BEI perusahaan selama periode 2007-2011.

Menurut Syamsuddin (2000:62), semakin tinggi rasio total assets turnover

berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva di dalam menciptakan penjualan untuk menghasilkan laba. Laba yang dihasilkan dari hasil penjualan oleh perusahaan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk membaginya dalam bentuk dividen atau laba ditahan, tetapi berdasarkan data rata-rata kinerja keuangan sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011, perubahan nilai rata-rata total assets turnover pada sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak selalu berbanding

lurus terhadap perubahan nilai rata-rata pembayaran cash dividend pada sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Nilai rata-rata

total assets turnover pada periode 2007-2008 mengalami kenaikan sedangkan nilai rata-rata pembayaran cash dividend mengalami penurunan. Pada periode 2008-2009, nilai rata-rata total assets turnover mengalami penurunan sedangkan nilai rata-rata cash dividend mengalami kenaikan. Pada periode 2009-2010, nilai rata-rata total assets turnover mengalami penurunan dan nilai rata-rata cash dividend juga mengalami penurunan. Pada tahun 2010-2011, nilai rata-rata total assets turnover mengalami penurunan dan nilai rata-rata cash dividend juga mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan nilai rata-rata total assets turnover pada sampel perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI tidak selalu berbanding lurus terhadap perubahan nilai pembayaran cash dividend oleh sampel perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI selama periode 2007-2011.

Menurut Riyanto (2001:267), apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established, dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainya, maka keadaannya adalah berbeda. Dalam hal ini

perusahaan perusahaan dapat menentukan cash dividend yang semakin meningkat

sesuai peningkatan pertumbuhan perusahaan, tetapi berdasarkan data rata-rata

kinerja keuangan sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011, perubahan nilai rata-rata growth pada sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak selalu berbanding

lurus terhadap perubahan nilai rata-rata pembayaran cash dividend pada sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Nilai rata-rata

growth pada periode 2007-2008 mengalami kenaikan sedangkan nilai rata-rata pembayaran cash dividend mengalami penurunan. Pada periode 2008-2009, nilai rata-rata growth mengalami kenaikan dan nilai rata-rata cash dividend juga mengalami kenaikan. Pada periode 2009-2010, nilai rata-rata growth mengalami

Dokumen terkait