• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Dalam dokumen DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (Halaman 8-63)

Luas areal perkebunan di Indonesia sampai dengan tahun 2011 diperkirakan sekitar 21,21 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat sekitar 70 % dari total areal perkebunan. Produktivitas rata-rata tanaman masih rendah yaitu sekitar 58 % dari potensi. Rendahnya produktivitas tersebut antara lain salah satunya disebabkan oleh adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan hasil dan penurunan kualitas produk.

Kerugian akibat serangan OPT pada 13 komoditas perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, pala, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh, tembakau dan kapas pada tahun 2011 diperkirakan sekitar Rp. 2,43 trilyun.

Hama PBK, penyakit VSD, dan busuk buah pada kakao; Penggerek Buah pada Kopi (PBKo); Penyakit Busuk Pangkal Batang dan ganggang pirang pada lada; Jamur Akar Putih dan KAS pada karet; hama Sexava sp,

Oryctes sp, Brontispa sp, tungau (Aceria sp.

dan penyakit busuk pucuk pada kelapa; Hama Helopeltis sp, Jamur Akar Putih dan Jamur Akar Coklat pada jambu mete; Hama

Ulat Api dan Penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp) pada kelapa sawit; Hama Uret, Tikus, penggerek batang dan pucuk pada tebu; Hama Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora sp. Pada tembakau; penyakit layu bakteri, budok dan nematode pada nilam; hama penggerek buah

Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx

sp. dan Spodoptera sp. Pada kapas; hama

Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada

teh; hama penggerek batang Nothopeus sp. dan penyakit BPKC pada cengkeh; penggerek batang dan penyakit busuk pangkal batang pada pala, masih menjadi ancaman dalam upaya peningkatan produktivitas dan mutu hasil.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/07.210/9/97, tentang Pedoman Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian hama dan penyakit masih belum optimal karena luas areal yang harus dikendalikan jauh lebih luas dibandingkan dengan luas areal yang dikendalikan. Selain itu masih rendahnya kesadaran petani untuk melakukan pengendalian secara swadaya dan belum diterapkannya prinsip pengendalian hama terpadu secara konsisten di tingkat lahan usahatani. Untuk meningkatkan efektifitas

pengendalian maka kegiatan pengendalian OPT diupayakan dilakukan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan. Pengendalian harus dilakukan secara serentak pada areal yang relatif kompak, dilakukan secara berulang sehingga mampu menurunkan tingkat serangan dan menumbuhkan kesadaran bagi petani untuk melakukan kegiatan pengendalian secara mandiri.

Untuk meminimalkan kerugian hasil akibat serangan OPT pada tahun anggaran 2013 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tahunan di 19 provinsi; pengendalian OPT pada tanaman semusim di 11 provinsi; dan pengendalian OPT pada tanaman rempah dan penyegar di 10 provinsi. Kegiatan pengendalian tersebut meliputi persiapan, sosialisasi, pelaksanaan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, serta konsultasi ke pusat.

B. Sasaran Kegiatan

Sasaran kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan pada tahun 2013 adalah terkendalinya serangan OPT seluas 14.855 Ha atau penurunan luas serangan OPT 1 (satu) persen sehingga dapat mendukung

peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan adalah untuk mengendalikan OPT tanaman perkebunan pada pusat-pusat serangan agar terkendali dan meluas terhadap areal lainnya.

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

1. Pendekatan Umum

Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.

1.1 SK Tim Pelaksana Kegiatan

a. Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian. b. Penanggung jawab dan pelaksana

kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.

c. Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota.

1.2 Rencana kerja

Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.

1.3 Juklak, Juknis

Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.

1.4 Revisi

Pengajuan revisi kegiatan paling lambat bulan Februari 2013 dan diajukan oleh KPA masing-masing Satker.

1.5 Koordinasi dan Sosialisasi

Koordinasi dilakukan oleh pelaksana dengan BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon lokasi kegiatan

1.6 Pelelangan/pengadaan

Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan kontrak diupayakan ditandatangani paling lambat bulan Maret 2013. Pengadaan sarana pendukung perlindungan tidak dapat digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.

1.7 Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan selama kegiatan berlangsung minimal 2 (dua) kali disesuaikan dengan sumber daya yang ada.

1.8 Laporan

a. Laporan perkembangan

pelaksanaan kegiatan disampaikan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.

b. Laporan akhir kegiatan disampaikan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2013.

2. Prinsip Pendekatan Teknis

2.1 Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

a. CP/CL

1) Calon petani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif.

2) Calon lokasi pengendalian

OPT merupakan satu

hamparan yang relatif kompak dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan. 3) CP/CL untuk kegiatan TP

Provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan. 4) CP/CL untuk kegiatan TP

Kabupaten/Kota ditetapkan

oleh Kepala Dinas

Kabupaten/Kota yang

membidangi perkebunan. b. Sosialisasi kepada petani dan

pihak terkait lainnya dilakukan

sebelum pelaksanaan

c. Pengamatan

1) Pengamatan awal dilakukan

sebelum pelaksanaan

pengendalian untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan

OPT, serta teknik

pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan dikendalikan.

2) Pengamatan akhir dilakukan

setelah pelaksanaan

pengendalian sesuai dengan kondisi teknis efikasi bahan pengendali yang digunakan (kondisi tanaman dan keadaan OPT).

3) Pengamatan dilakukan oleh petugas lapangan bersama dengan petani dari setiap kegiatan pengendalian OPT. d. Bahan Pengendali

1) Agens pengendali hayati /APH yang digunakan adalah

cendawan patogen,

parasitoid, nematoda, pestisida nabati. Penggunaan APH skala terbatas untuk

diprioritaskan APH spesifik lokasi yang sudah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/ Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi

Tanaman Perkebunan

Pontianak.

2) Pestisida sintetis dan feromon yang digunakan telah mendapat ijin dari Menteri Pertanian.

e. Penerapan PHT yaitu memadukan cara dan teknik pengendalian OPT sesuai kondisi daerah masing-masing, aman terhadap lingkungan, ekonomis, dan diterima secara sosial dan budaya.

f. Waktu pelaksanaan pengendalian disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing.

2.2 Demplot Pengendalian OPT

Demplot pengendalian OPT dilaksanakan untuk 3 (tiga) komoditi yaitu lada, kopi dan karet. Kegiatan bertujuan untuk:

a. Menerapkan teknologi lokal spesifik dalam penggunaan sirih sebagai batang bawah dan lada sebagai batang atas dalam pengendalian penyakit kuning dan busuk pangkal batang pada tanaman lada.

b. Menerapkan teknologi

pengendalian hama PBKo dengan cara kombinasi biologi, mekanis, dan sanitasi pada kebun kopi

yang pernah dilakukan

penyambungan kipas dan payung. c. Menerapkan teknologi lokal

spesifik dengan penggunaan batang bawah dan mata okulasi tanaman karet yang tahan terhadap Kering Alur Sadap dan penyakit Jamur Akar Putih. Demplot dilaksanakan di lokasi yang mudah dijangkau dan dekat kebun rakyat/petani. Pelaksana kegiatan adalah Dinas yang membidang perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota.

3. Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

3.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

a. Kelompok tani yang telah melaksanakan pengendalian OPT diharapkan agar melanjutkan pengendalian secara rutin, mandiri dan menyebarluaskan teknologi pengendalian OPT kepada petani disekitarnya. b. Petani agar melakukan

pengamatan kebunnya secara rutin dalam rangka membangun sistem peringatan dini. Pengendalian OPT agar dilakukan sejak dini berdasarkan pengamatan dan jangan menunggu sampai terjadi eksplosi.

c. Petugas perlindungan dinas kabupaten/kota agar melakukan pengawalan/pendampingan secara intensif kepada petani.

d. Dinas kabupaten/kota diharapkan melakukan upaya yang dapat mendorong petani mau melaksanakan pengendalian OPT secara mandiri.

3.2. Demplot Pengendalian OPT

Demplot pengendalian OPT dilaksanakan secara multi years (3 tahun). Provinsi pelaksana demplot diharapkan melanjutkan dan mengembangkan hasil demplot di wilayah binaan. Petugas melakukan pencatatan/evaluasi perkembangan demplot dan petani melakukan pemeliharaan demplot.

B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria

1.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

Kriteria pengendalian sebagai berikut:

a. Luas pengendalian OPT minimal 25 ha/kelompok tani dengan perhitungan populasi tanaman sesuai standar baku.

b. Calon lokasi merupakan satu hamparan yang relatif kompak dengan kondisi tanaman terserang OPT yang masih dapat dipulihkan.

c. Calon petani/kelompok tani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif. d. Metode pengendalian OPT yang

digunakan mengacu pada rekomendasi Puslit/Balit/Perti/ BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak atau pedoman pengenalan dan

pengendalian OPT yang

diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan.

1.2. Demplot Pengendalian OPT

a. Demplot dilaksanakan pada satu hamparan yang kompak minimal seluas 1 (satu) hektar.

b. Demplot mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air.

c. Demplot berada pada daerah endemi penyakit busuk pangkal batang pada lada/penyakit JAP dan KAS pada karet/hama PBKo pada kopi.

2. Metode

2.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

a. Pengendalian OPT Kopi

Pengendalian OPT pada tanaman kopi (hama PBKo) dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok tani pelaksana dengan menerapkan PHT, antara lain: 1) Mekanis melalui petik bubuk,

lelesan, dan rampasan.

2) Kultur teknis melalui sanitasi dan pengaturan naungan, pemangkasan dan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik sebanyak 250 kg/hektar.

3) Biologis dengan aplikasi

Beauveria bassiana dengan

dosis 25 kg/ha/aplikasi (dua kali aplikasi) dan atraktan sebanyak 25 set/hektar/ tahun.

b. Pengendalian OPT Cengkeh

Pengendalian OPT pada tanaman cengkeh dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:

1) Hama penggerek batang

(Nothopeus sp. dan

Hexamitodera sp.) adalah :

a) Kultur Teknis - Sanitasi kebun - Pemupukan

b) Mekanis dengan cara :

- Pada tanaman yang terserang berat dan tidak

ekonomis untuk

dipulihkan dilakukan eradikasi.

c) Kimiawi

- Memasukkan insektisida berbahan aktif carbofuran atau asefat ke dalam lubang gerekan yang masih aktif.

2) Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) adalah :

a) Kultur Teknis - Sanitasi kebun - Pemupukan b) Mekanis

- Tananam cengkeh yang terserang berat dilakukan eradikasi dengan cara ditebang dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum.

- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.

c) Kimiawi

Melakukan infuse batang dengan antibiotik yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida.

3) Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidophorus lignosus)

adalah :

a) Kultur Teknis

- Membersihkan sisa tanaman (tunggul).

- Pengendalian gulma disekitar piringan tanaman - Perbaikan saluran drainase. b) Mekanis - Penjarangan tanaman - Membongkar tanaman mati/tumbang. c) Bioligis Aplikasi Trichoderma sp. Dengan dosis 100 g/pohon diulang 2 (dua) kali Aplikasi diiringi dengan pemberian pupuk organik dengan dosis 400 kg/hektar.

Aplikasi pestisida nabati sebanyak 2 l/hektar.

c. Pengendalian OPT Lada

Pengendalian OPT pada tanaman lada dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain :

1) Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada

a) Kultur Teknis, dengan cara : - Membuat parit isolasi di

sekeliling tanaman terserang.

- Melakukan sanitasi kebun dan tidak melakukan penyiangan secara bersih (terbatas disekeliling piringan tanaman lada). - Melakukan pemupukan

berimbang sesuai jenis

dan dosis yang

dianjurkan.

b) Mekanis, dengan cara : - Memangkas sulur tanaman

dekat permukaan tanah untuk menghindari penyebaran spora oleh percikan air hujan.

- Mencabut tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan dengan membakar tanaman. - Memangkas tajar hidup

secara teratur pada awal dan menjelang akhir musim hujan.

- Membuat saluran

- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.

c) Biologis

Aplikasi agen hayati

Trichoderma sp. dosis 20 /

pohon. d) Kimiawi

- Pemberian bubur bordo dengan cara diolesi di batang dengan dosis 0.5 l/pohon.

- Aplikasi nematisida yang

berbahan aktif

karbofuran/ karbosulfan sebanyak 30kg/hektar. 2) Pengendalian penyakit kuning

pada tanaman lada a) Kultur Teknis

- Pembuatan parit isolasi. - Pengaturan saluran

drainase agar tidak terjadi genangan air di dalam kebun.

- Pupuk kandang 1000

kg/hektar serta

pemberian kapur sesuai anjuran.

b) Mekanis

- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.

- Eradikasi tanaman terserang berat.

c) Kimiawi

- Penggunaan Nematisida berbahan aktif karbofuran dosis 6 kg/hektar dengan cara dibenamkan dalam piringan tanaman.

- Aplikasi bubur bordeaux dosis 0,5 l/pohon dengan cara menyiramkannya

didalam piringan

d. Pengendalian OPT Pala

Pengendalian penyakit busuk pangkal batang dan hama penggerek batang pada tanaman pala

a) Kultur Teknis

Sanitasi melalui

pemangkasan ranting/ cabang yang sakit.

b) Mekanis

Eradikasi tanaman terserang berat.

c) Biologis

Penggunaan APH cendawan

Trichoderma harzianum

sebanyak 300 gram/pohon pada daerah sekitar perakaran tanaman.

e. Pengendalian OPT Kakao

Pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK) a) Kultur Teknis - Pemangkasan - Sanitasi - Panen sering - Pemupukan (gunakan pupuk organik sebanyak 250 kg/hektar)

b) Biologis

Pemasangan sex feromon sebanyak 6 set/hektar. f. Pengendalian OPT Tebu

Pengendalian OPT pada tanaman tebu dilaksanakan secara serentak dan massal pada

kelompok pelaksana

pengendalian dengan

menerapkan PHT antara lain: 1) Pengendalian Hama uret

- Mekanis

Pengumpulan uret pada saat pengolahan tanah.

- Kultur teknis

Pemupukan dengan

menggunakan pupuk sesuai dengan jenis dan dosis yang dianjurkan.

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati (Metarhizium strain

Lepidiota dan atau Nematoda Entomopatogen (NEP/ Steinernema sp.).

- Perangkap

Pemasangan perangkap imago dengan lampu petromak/neon sebanyak 5 unit per ha di sekitar pertanaman tebu.

2) Pengendalian Hama tikus - Gropyokan

Penangkapan/pemburuan tikus secara serentak.

- Pengumpanan/racun tikus/ pengemposan

Umpan/racun tikus yang digunakan bahan aktif

bromadiolon atau

coumatetralyl.

Pengemposan dilakukan pada lubang-lubang aktif kemudian ditutup dengan tanah/jerami/seresah. 3) Pengendalian Hama Penggerek

Batang/pucuk - Biologis

Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat : 100% sebanyak 6-7 set/hektar.

g. Pengendalian OPT Tembakau 1) Penyakit Lanas

- Kultur teknis

Sanitasi kebun dan pemupukan dengan pupuk organik.

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp./

Beauveria bassiana sebanyak

10 kg/hektar yang dilakukan sebelum transplanting bibit tembakau.

Penggunaan pestisida nabati mimba sebanyak 12-15 kg/ hektar (tergantung intensitas serangan).

2) Pengendalian Hama Ulat Grayak

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati SlNPV (Spodoptera

litura Nuclear Polyhydrosis Virus) dilakukan dengan cara

disemprotkan - Perangkap

Light trap dengan

menggunakan lampu

h. Pengendalian OPT Kapas

Pengendalian penggerek buah kapas, ulat daun dan wereng kapas.

- Kultur Teknis

Penanaman jagung sebagai tanaman perangkap sebanyak 5 kg/hektar dengan cara menanam 1 baris jagung diantara 3 baris tanaman kapas.

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati Beauveria bassiana sebanyak 5 kg/hektar/ aplikasi diulang sebanyak 3 kali.

Aplikasi Pestisida nabati sebanyak 10 l/hektar/ aplikasi diulang sebanyak 3 kali.

i. Pengendalian OPT Kelapa

Pengendalian OPT pada tanaman kelapa dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:

1) Pengendalian hama Oryctes

sp./Rhynchophorus sp. - Sanitasi

Membersihkan kebun atau memusnahkan semua tempat perkembangbiakan Oryctes

sp. seperti sisa tanaman mati, sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak, tumpukan serbuk gergaji, dan lainnya; memotong-motong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dibakar atau ditimbun tanah. - Biologis

 Menggunakan jamur

Metarhizium sp. pada sarang-sarang larva/ trapping (sampah-sampah daun kelapa, serbuk gergaji, serasah daun,

tumpukan kotoran

 Pemasangan feromon untuk memerangkap imago Oryctes sp./

Rhynchophorus sp. sebanyak 1-2 sachet/ha/ aplikasi dan diaplikasikan sebanyak 2 kali dalam setahun.

2) Pengendalian hama Sexava sp. - Kultur teknis

Sanitasi kebun dan intercroping dengan menanam tanaman sela seperti kacang tanah, jagung dan lainnya, serta tanaman penutup tanah seperti

Arachis pintoi.

- Biologis

Pelepasan parasitoid

Leefmansia bicolor sebanyak

25 butir telur terparasit per hektar.

- Kimiawi dengan

menggunakan insektisida sistemik melalui infus akar.

3) Pengendalian hama Brontispa sp.

- Mekanis

Memotong janur dan diturunkan dengan tali, kemudian dikumpulkan dan dibakar untuk membunuh larva dan imago Brontispa sp. - Biologis

Menggunakan Tetrastichus brontispae sebanyak 25 butir

telur terparasit per hektar

dan apliksi jamur

Metarhizium anisopliae

untuk hama Brontispa sp. sebanyak 4 kg per hektar. 4) Pengendalian hama tungau

(Aceria guerreronis) a. Mekanis

Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah kelapa terserang yang berserakan disekitar pohon. b. Kimiawi

Aplikasi pestisida sistemik

melalui injeksi

batang/infuse akar sesuai dosis anjuran.

j. Pengendalian OPT Karet

Pengendalian OPT pada tanaman karet dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:

1) Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih (JAP)

- Mekanis

Eradikasi tanaman terserang

(membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang); - Sanitasi Mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma;

- Biologis

Aplikasi agens hayati

Trichoderma sp. pada tanaman yang terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi;

- Penanaman tanaman antagonis (kunyit, lengkuas, dll.) di sekeliling tanaman sehat (pencegahan) dan yang terserang ringan. 2) Pengendalian Penyakit Kering

Alur Sadap (KAS)

- Pemupukan sesuai dengan anjuran;

- Menghentikan penyadapan berat dan pemberian stimulan yang berlebihan; - Waktu dan intensitas

penyadapan sesuai anjuran dengan kedalaman sadap 1-1,5 mm dari kambium, ketebalan irisan sadap 1,66-2 mm tiap kali penyadapan, sudut kemiringan irisan sadap 30°-40° untuk bidang sadap bawah;

- Mengikis/ mengerok kulit bidang sadap (Bark

scrapping) yang bergejala

KAS menggunakan pisau sadap hingga kedalaman 3-4 mm dari kambium pada hari pertama sadap. Teknik pengikisan sama dengan prinsip penyadapan;

- Segera dilakukan aplikasi dengan mengoles formula oleokimia sesuai dosis anjuran;

- Penyadapan kulit sehat dapat diteruskan setelah proses pengobatan selesai, yaitu mulai hari ke 90. k. Pengendalian OPT Jambu Mete

Pengendalian OPT pada tanaman jambu mete dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:

1) Pengendalian hama Helopeltis sp.

- Kultur teknis

Memangkas tajuk-tajuk tanaman agar tidak terlalu rimbun sehingga cahaya matahari dapat masuk diantara sela-sela daun

tanaman; pemupukan

dengan pupuk organik dan anorganik dengan dosis sesuai anjuran; sanitasi dengan cara membersihkan sisa-sisa tanaman dan

menyiang gulma inang alternatif Helopeltis sp. - Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati (APH) Beauveria bassiana.

2) Pengendalian penyakit JAP - Kultur Teknis

Eradikasi dengan cara menebang, membongkar,

dan memusnahkan

tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara

mengumpulkan dan

memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma;

pemupukan dengan

menggunakan pupuk

organik dan anorganik sesuai anjuran. Aplikasi pupuk organik dilakukan bersamaan dengan APH, sedangkan aplikasi pupuk anorganik dilakukan setelah

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp.

terserang ringan dan

tanaman sehat

(pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi;

Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan sex feromon disajikan pada Lampiran 1,

2, 3 dan 4.

2.2. Demplot Pengendalian OPT

a. Demplot Pengendalian Penyakit Kuning dan BPB pada Tanaman Lada melalui Sambung Akar

- Kultur Teknis

Melakukan sambung akar dengan menggunakan batang bawah akar sirih dan disambung dengan batang lada sebagai batang atas.

Penggunakan pupuk anorganik dengan ditambahkan zat suplemen.

- Biologis

Menggunakan Agen Pengendali Hayati Trichoderma sp. untuk

mengendalikan penyakit busuk pangkal batang.

- Mekanis

Memangkas pertumbuhan bagian batang bawah (tanaman sirih) yang tidak dikehendaki. - Melakukan pemeliharaan bahan

tanaman yang telah dilakukan penyambungan, seperti penyiraman secara berkala, penaungan dan pemupukan sesuai standard teknis.

- Menyulam tanaman yang gagal disambung (tidak tumbuh). - Mengamati dan mencatat

pertumbuhan tanaman dan ekosistem setempat.

b. Demplot Pengendalian Hama PBKo pada Tanaman Kopi di Kabupaten Kepahyang.

- Pemangkasan; - Sanitasi; - Pemupukan;

- Penggunaan APH (B.bassiana); - Pemasangan attraktan;

c. Demplot Pengendalian penyakit JAP dan KAS pada Tanaman Karet - Persiapan lahan;

- Penyediaan bibit; Bibit diambil dari sumber benih yang dihasilkan oleh petani yang telah mengembangkan teknologi penyambungan batang bawah yang tahan terhadap penyakit JAP dan batang atas yang tahan terhadap KAS serta produksi lateksnya tinggi.

- Penanaman dengan jarak tanam sesuai anjuran.

- Pemupukan dengan

menggunakan pupuk organik, anorganik dan zat suplemen. - Pemeliharaan tanaman sesuai

anjuran budidaya karet.

- Penggunaan APH (Trichoderma sp.)

III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup

1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan (Tanaman Rempah dan penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan)

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dilakukan di areal petani pekebun yang tergabung dalam kelompok tani pada komoditas kopi, lada, cengkeh, pala, kakao, karet, kelapa, jambu mete, tebu, tembakau dan kapas.

b. Tahapan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan CP/CL, sosialisasi pengendalian OPT, pengadaan bahan dan alat pengendali, pengamatan dan pengendalian, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan.

c. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana - SDM

- Data dan informasi - Teknologi

2 Output/Keluaran Terlaksananya

pengendalian OPT tanaman kopi 1.210 ha, lada 845 ha, cengkeh 800 ha, pala 800 ha, kakao 3.160 ha, karet 525 ha,

Dalam dokumen DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (Halaman 8-63)

Dokumen terkait