• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN PERLINDUNGAN

PERKEBUNAN

PEDOMAN TEKNIS

PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

PERKEBUNAN

(2)

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman Perkebunan di Daerah tahun 2013 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat Perlindungan Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sistematika Pedoman Teknis ini terdiri dari Bab I. Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Sasaran Kegiatan, dan Tujuan; Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan memuat tentang Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan dan Spesifikasi Teknis; Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, berisi Ruang Lingkup, Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan, Lokasi, Jenis, Volume, dan Simpul Kritis; Bab IV. Pengadaan Barang; Bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan; Bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; Bab VII. Pembiayaan; serta Bab VIII. Penutup.

Pedoman Teknis ini sebagai acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih spesifik berdasarkan kondisi daerah setempat.

(3)

Semoga Pedoman Teknis ini dapat memberi manfaat bagi pelaksanaan kegiatan di daerah sesuai dengan target dan sasaran yang direncanakan.

Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal

Ir. Gamal Nasir, MS. Nip.19560728 198603 1 001

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Sasaran Kegiatan ... 3

C. Tujuan ... 4

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 5 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 5

B. Spesifikasi Teknis ... 13

III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 37

A. Ruang Lingkup ... 37

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ... 40

C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 44

D. Simpul Kritis ... 49

IV. PENGADAAN BARANG ... 51

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,

PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN . 52 Halaman

(5)

VI. MONITORING, EVALUASI DAN

PELAPORAN ... 54

VII. PEMBIAYAAN ... 58

VIII. PENUTUP ... 59

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu

Aplikasi APH (Patogen Golongan Jamur) 60 2. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu

Aplikasi APH (Patogen Golongan

Nematoda) ... 75 3. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu

Aplikasi APH (Golongan Parasitoid) ... 78 4. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu

Aplikasi Sex Feromon... 83 5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kopi 103 6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Cengkeh... 104 7. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada 105 8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Pala 106 9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kakao... 107 10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Tebu... 108 11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Tembakau... 110 12. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kapas... 111 13. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kelapa... 112 14. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Karet... 114 15. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

(7)

16. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Kopi... 115 17. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Cengkeh... 116 18. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Lada... 117 19. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Pala... 118 20. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT

Kakao... 119 21. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Tebu... 120 22. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Tembakau... 121 23. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Kapas... 122 24. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Kelapa... 123 25. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Karet... 125 26. Jenis dan Volume Komponen

Pengendalian OPT Jambu Mete... 126 27. Jenis dan Volume Komponen Demplot

Pengendalian OPT Kopi... 127 28. Jenis dan Volume Komponen Demplot

Pengendalian OPT Lada... 128 29. Jenis dan Volume Komponen Demplot

(8)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Luas areal perkebunan di Indonesia sampai dengan tahun 2011 diperkirakan sekitar 21,21 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat sekitar 70 % dari total areal perkebunan. Produktivitas rata-rata tanaman masih rendah yaitu sekitar 58 % dari potensi. Rendahnya produktivitas tersebut antara lain salah satunya disebabkan oleh adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan hasil dan penurunan kualitas produk.

Kerugian akibat serangan OPT pada 13 komoditas perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, pala, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh, tembakau dan kapas pada tahun 2011 diperkirakan sekitar Rp. 2,43 trilyun.

Hama PBK, penyakit VSD, dan busuk buah pada kakao; Penggerek Buah pada Kopi (PBKo); Penyakit Busuk Pangkal Batang dan ganggang pirang pada lada; Jamur Akar Putih dan KAS pada karet; hama Sexava sp,

Oryctes sp, Brontispa sp, tungau (Aceria sp.

dan penyakit busuk pucuk pada kelapa; Hama Helopeltis sp, Jamur Akar Putih dan Jamur Akar Coklat pada jambu mete; Hama

(9)

Ulat Api dan Penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp) pada kelapa sawit; Hama Uret, Tikus, penggerek batang dan pucuk pada tebu; Hama Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora sp. Pada tembakau; penyakit layu bakteri, budok dan nematode pada nilam; hama penggerek buah

Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx

sp. dan Spodoptera sp. Pada kapas; hama

Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada

teh; hama penggerek batang Nothopeus sp. dan penyakit BPKC pada cengkeh; penggerek batang dan penyakit busuk pangkal batang pada pala, masih menjadi ancaman dalam upaya peningkatan produktivitas dan mutu hasil.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/07.210/9/97, tentang Pedoman Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian hama dan penyakit masih belum optimal karena luas areal yang harus dikendalikan jauh lebih luas dibandingkan dengan luas areal yang dikendalikan. Selain itu masih rendahnya kesadaran petani untuk melakukan pengendalian secara swadaya dan belum diterapkannya prinsip pengendalian hama terpadu secara konsisten di tingkat lahan usahatani. Untuk meningkatkan efektifitas

(10)

pengendalian maka kegiatan pengendalian OPT diupayakan dilakukan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan. Pengendalian harus dilakukan secara serentak pada areal yang relatif kompak, dilakukan secara berulang sehingga mampu menurunkan tingkat serangan dan menumbuhkan kesadaran bagi petani untuk melakukan kegiatan pengendalian secara mandiri.

Untuk meminimalkan kerugian hasil akibat serangan OPT pada tahun anggaran 2013 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tahunan di 19 provinsi; pengendalian OPT pada tanaman semusim di 11 provinsi; dan pengendalian OPT pada tanaman rempah dan penyegar di 10 provinsi. Kegiatan pengendalian tersebut meliputi persiapan, sosialisasi, pelaksanaan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, serta konsultasi ke pusat.

B. Sasaran Kegiatan

Sasaran kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan pada tahun 2013 adalah terkendalinya serangan OPT seluas 14.855 Ha atau penurunan luas serangan OPT 1 (satu) persen sehingga dapat mendukung

(11)

peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan adalah untuk mengendalikan OPT tanaman perkebunan pada pusat-pusat serangan agar terkendali dan meluas terhadap areal lainnya.

(12)

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

1. Pendekatan Umum

Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.

1.1 SK Tim Pelaksana Kegiatan

a. Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian. b. Penanggung jawab dan pelaksana

kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.

c. Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota.

(13)

1.2 Rencana kerja

Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.

1.3 Juklak, Juknis

Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.

1.4 Revisi

Pengajuan revisi kegiatan paling lambat bulan Februari 2013 dan diajukan oleh KPA masing-masing Satker.

1.5 Koordinasi dan Sosialisasi

Koordinasi dilakukan oleh pelaksana dengan BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon lokasi kegiatan

(14)

1.6 Pelelangan/pengadaan

Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan kontrak diupayakan ditandatangani paling lambat bulan Maret 2013. Pengadaan sarana pendukung perlindungan tidak dapat digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.

1.7 Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan selama kegiatan berlangsung minimal 2 (dua) kali disesuaikan dengan sumber daya yang ada.

1.8 Laporan

a. Laporan perkembangan

pelaksanaan kegiatan disampaikan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.

b. Laporan akhir kegiatan disampaikan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2013.

(15)

2. Prinsip Pendekatan Teknis

2.1 Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

a. CP/CL

1) Calon petani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif.

2) Calon lokasi pengendalian

OPT merupakan satu

hamparan yang relatif kompak dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan. 3) CP/CL untuk kegiatan TP

Provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan. 4) CP/CL untuk kegiatan TP

Kabupaten/Kota ditetapkan

oleh Kepala Dinas

Kabupaten/Kota yang

membidangi perkebunan. b. Sosialisasi kepada petani dan

pihak terkait lainnya dilakukan

sebelum pelaksanaan

(16)

c. Pengamatan

1) Pengamatan awal dilakukan

sebelum pelaksanaan

pengendalian untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan

OPT, serta teknik

pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan dikendalikan.

2) Pengamatan akhir dilakukan

setelah pelaksanaan

pengendalian sesuai dengan kondisi teknis efikasi bahan pengendali yang digunakan (kondisi tanaman dan keadaan OPT).

3) Pengamatan dilakukan oleh petugas lapangan bersama dengan petani dari setiap kegiatan pengendalian OPT. d. Bahan Pengendali

1) Agens pengendali hayati /APH yang digunakan adalah

cendawan patogen,

parasitoid, nematoda, pestisida nabati. Penggunaan APH skala terbatas untuk

(17)

diprioritaskan APH spesifik lokasi yang sudah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/ Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi

Tanaman Perkebunan

Pontianak.

2) Pestisida sintetis dan feromon yang digunakan telah mendapat ijin dari Menteri Pertanian.

e. Penerapan PHT yaitu memadukan cara dan teknik pengendalian OPT sesuai kondisi daerah masing-masing, aman terhadap lingkungan, ekonomis, dan diterima secara sosial dan budaya.

f. Waktu pelaksanaan pengendalian disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing.

2.2 Demplot Pengendalian OPT

Demplot pengendalian OPT dilaksanakan untuk 3 (tiga) komoditi yaitu lada, kopi dan karet. Kegiatan bertujuan untuk:

(18)

a. Menerapkan teknologi lokal spesifik dalam penggunaan sirih sebagai batang bawah dan lada sebagai batang atas dalam pengendalian penyakit kuning dan busuk pangkal batang pada tanaman lada.

b. Menerapkan teknologi

pengendalian hama PBKo dengan cara kombinasi biologi, mekanis, dan sanitasi pada kebun kopi

yang pernah dilakukan

penyambungan kipas dan payung. c. Menerapkan teknologi lokal

spesifik dengan penggunaan batang bawah dan mata okulasi tanaman karet yang tahan terhadap Kering Alur Sadap dan penyakit Jamur Akar Putih. Demplot dilaksanakan di lokasi yang mudah dijangkau dan dekat kebun rakyat/petani. Pelaksana kegiatan adalah Dinas yang membidang perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota.

(19)

3. Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

3.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

a. Kelompok tani yang telah melaksanakan pengendalian OPT diharapkan agar melanjutkan pengendalian secara rutin, mandiri dan menyebarluaskan teknologi pengendalian OPT kepada petani disekitarnya. b. Petani agar melakukan

pengamatan kebunnya secara rutin dalam rangka membangun sistem peringatan dini. Pengendalian OPT agar dilakukan sejak dini berdasarkan pengamatan dan jangan menunggu sampai terjadi eksplosi.

c. Petugas perlindungan dinas kabupaten/kota agar melakukan pengawalan/pendampingan secara intensif kepada petani.

(20)

d. Dinas kabupaten/kota diharapkan melakukan upaya yang dapat mendorong petani mau melaksanakan pengendalian OPT secara mandiri.

3.2. Demplot Pengendalian OPT

Demplot pengendalian OPT dilaksanakan secara multi years (3 tahun). Provinsi pelaksana demplot diharapkan melanjutkan dan mengembangkan hasil demplot di wilayah binaan. Petugas melakukan pencatatan/evaluasi perkembangan demplot dan petani melakukan pemeliharaan demplot.

B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria

1.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

Kriteria pengendalian sebagai berikut:

a. Luas pengendalian OPT minimal 25 ha/kelompok tani dengan perhitungan populasi tanaman sesuai standar baku.

(21)

b. Calon lokasi merupakan satu hamparan yang relatif kompak dengan kondisi tanaman terserang OPT yang masih dapat dipulihkan.

c. Calon petani/kelompok tani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif. d. Metode pengendalian OPT yang

digunakan mengacu pada rekomendasi Puslit/Balit/Perti/ BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak atau pedoman pengenalan dan

pengendalian OPT yang

diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan.

1.2. Demplot Pengendalian OPT

a. Demplot dilaksanakan pada satu hamparan yang kompak minimal seluas 1 (satu) hektar.

b. Demplot mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air.

c. Demplot berada pada daerah endemi penyakit busuk pangkal batang pada lada/penyakit JAP dan KAS pada karet/hama PBKo pada kopi.

(22)

2. Metode

2.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

a. Pengendalian OPT Kopi

Pengendalian OPT pada tanaman kopi (hama PBKo) dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok tani pelaksana dengan menerapkan PHT, antara lain: 1) Mekanis melalui petik bubuk,

lelesan, dan rampasan.

2) Kultur teknis melalui sanitasi dan pengaturan naungan, pemangkasan dan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik sebanyak 250 kg/hektar.

3) Biologis dengan aplikasi

Beauveria bassiana dengan

dosis 25 kg/ha/aplikasi (dua kali aplikasi) dan atraktan sebanyak 25 set/hektar/ tahun.

(23)

b. Pengendalian OPT Cengkeh

Pengendalian OPT pada tanaman cengkeh dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:

1) Hama penggerek batang

(Nothopeus sp. dan

Hexamitodera sp.) adalah :

a) Kultur Teknis - Sanitasi kebun - Pemupukan

b) Mekanis dengan cara :

- Pada tanaman yang terserang berat dan tidak

ekonomis untuk

dipulihkan dilakukan eradikasi.

c) Kimiawi

- Memasukkan insektisida berbahan aktif carbofuran atau asefat ke dalam lubang gerekan yang masih aktif.

(24)

2) Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) adalah :

a) Kultur Teknis - Sanitasi kebun - Pemupukan b) Mekanis

- Tananam cengkeh yang terserang berat dilakukan eradikasi dengan cara ditebang dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum.

- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.

c) Kimiawi

Melakukan infuse batang dengan antibiotik yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida.

3) Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidophorus lignosus)

adalah :

a) Kultur Teknis

- Membersihkan sisa tanaman (tunggul).

(25)

- Pengendalian gulma disekitar piringan tanaman - Perbaikan saluran drainase. b) Mekanis - Penjarangan tanaman - Membongkar tanaman mati/tumbang. c) Bioligis Aplikasi Trichoderma sp. Dengan dosis 100 g/pohon diulang 2 (dua) kali Aplikasi diiringi dengan pemberian pupuk organik dengan dosis 400 kg/hektar.

Aplikasi pestisida nabati sebanyak 2 l/hektar.

c. Pengendalian OPT Lada

Pengendalian OPT pada tanaman lada dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain :

(26)

1) Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada

a) Kultur Teknis, dengan cara : - Membuat parit isolasi di

sekeliling tanaman terserang.

- Melakukan sanitasi kebun dan tidak melakukan penyiangan secara bersih (terbatas disekeliling piringan tanaman lada). - Melakukan pemupukan

berimbang sesuai jenis

dan dosis yang

dianjurkan.

b) Mekanis, dengan cara : - Memangkas sulur tanaman

dekat permukaan tanah untuk menghindari penyebaran spora oleh percikan air hujan.

- Mencabut tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan dengan membakar tanaman. - Memangkas tajar hidup

secara teratur pada awal dan menjelang akhir musim hujan.

- Membuat saluran

(27)

- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.

c) Biologis

Aplikasi agen hayati

Trichoderma sp. dosis 20 /

pohon. d) Kimiawi

- Pemberian bubur bordo dengan cara diolesi di batang dengan dosis 0.5 l/pohon.

- Aplikasi nematisida yang

berbahan aktif

karbofuran/ karbosulfan sebanyak 30kg/hektar. 2) Pengendalian penyakit kuning

pada tanaman lada a) Kultur Teknis

- Pembuatan parit isolasi. - Pengaturan saluran

drainase agar tidak terjadi genangan air di dalam kebun.

(28)

- Pupuk kandang 1000

kg/hektar serta

pemberian kapur sesuai anjuran.

b) Mekanis

- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.

- Eradikasi tanaman terserang berat.

c) Kimiawi

- Penggunaan Nematisida berbahan aktif karbofuran dosis 6 kg/hektar dengan cara dibenamkan dalam piringan tanaman.

- Aplikasi bubur bordeaux dosis 0,5 l/pohon dengan cara menyiramkannya

didalam piringan

(29)

d. Pengendalian OPT Pala

Pengendalian penyakit busuk pangkal batang dan hama penggerek batang pada tanaman pala

a) Kultur Teknis

Sanitasi melalui

pemangkasan ranting/ cabang yang sakit.

b) Mekanis

Eradikasi tanaman terserang berat.

c) Biologis

Penggunaan APH cendawan

Trichoderma harzianum

sebanyak 300 gram/pohon pada daerah sekitar perakaran tanaman.

e. Pengendalian OPT Kakao

Pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK) a) Kultur Teknis - Pemangkasan - Sanitasi - Panen sering - Pemupukan (gunakan pupuk organik sebanyak 250 kg/hektar)

(30)

b) Biologis

Pemasangan sex feromon sebanyak 6 set/hektar. f. Pengendalian OPT Tebu

Pengendalian OPT pada tanaman tebu dilaksanakan secara serentak dan massal pada

kelompok pelaksana

pengendalian dengan

menerapkan PHT antara lain: 1) Pengendalian Hama uret

- Mekanis

Pengumpulan uret pada saat pengolahan tanah.

- Kultur teknis

Pemupukan dengan

menggunakan pupuk sesuai dengan jenis dan dosis yang dianjurkan.

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati (Metarhizium strain

Lepidiota dan atau Nematoda Entomopatogen (NEP/ Steinernema sp.).

(31)

- Perangkap

Pemasangan perangkap imago dengan lampu petromak/neon sebanyak 5 unit per ha di sekitar pertanaman tebu.

2) Pengendalian Hama tikus - Gropyokan

Penangkapan/pemburuan tikus secara serentak.

- Pengumpanan/racun tikus/ pengemposan

Umpan/racun tikus yang digunakan bahan aktif

bromadiolon atau

coumatetralyl.

Pengemposan dilakukan pada lubang-lubang aktif kemudian ditutup dengan tanah/jerami/seresah. 3) Pengendalian Hama Penggerek

Batang/pucuk - Biologis

Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat : 100% sebanyak 6-7 set/hektar.

(32)

g. Pengendalian OPT Tembakau 1) Penyakit Lanas

- Kultur teknis

Sanitasi kebun dan pemupukan dengan pupuk organik.

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp./

Beauveria bassiana sebanyak

10 kg/hektar yang dilakukan sebelum transplanting bibit tembakau.

Penggunaan pestisida nabati mimba sebanyak 12-15 kg/ hektar (tergantung intensitas serangan).

2) Pengendalian Hama Ulat Grayak

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati SlNPV (Spodoptera

litura Nuclear Polyhydrosis Virus) dilakukan dengan cara

disemprotkan - Perangkap

Light trap dengan

menggunakan lampu

(33)

h. Pengendalian OPT Kapas

Pengendalian penggerek buah kapas, ulat daun dan wereng kapas.

- Kultur Teknis

Penanaman jagung sebagai tanaman perangkap sebanyak 5 kg/hektar dengan cara menanam 1 baris jagung diantara 3 baris tanaman kapas.

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati Beauveria bassiana sebanyak 5 kg/hektar/ aplikasi diulang sebanyak 3 kali.

Aplikasi Pestisida nabati sebanyak 10 l/hektar/ aplikasi diulang sebanyak 3 kali.

(34)

i. Pengendalian OPT Kelapa

Pengendalian OPT pada tanaman kelapa dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:

1) Pengendalian hama Oryctes

sp./Rhynchophorus sp. - Sanitasi

Membersihkan kebun atau memusnahkan semua tempat perkembangbiakan Oryctes

sp. seperti sisa tanaman mati, sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak, tumpukan serbuk gergaji, dan lainnya; memotong-motong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dibakar atau ditimbun tanah. - Biologis

 Menggunakan jamur

Metarhizium sp. pada sarang-sarang larva/ trapping (sampah-sampah daun kelapa, serbuk gergaji, serasah daun,

tumpukan kotoran

(35)

 Pemasangan feromon untuk memerangkap imago Oryctes sp./

Rhynchophorus sp. sebanyak 1-2 sachet/ha/ aplikasi dan diaplikasikan sebanyak 2 kali dalam setahun.

2) Pengendalian hama Sexava sp. - Kultur teknis

Sanitasi kebun dan intercroping dengan menanam tanaman sela seperti kacang tanah, jagung dan lainnya, serta tanaman penutup tanah seperti

Arachis pintoi.

- Biologis

Pelepasan parasitoid

Leefmansia bicolor sebanyak

25 butir telur terparasit per hektar.

- Kimiawi dengan

menggunakan insektisida sistemik melalui infus akar.

(36)

3) Pengendalian hama Brontispa sp.

- Mekanis

Memotong janur dan diturunkan dengan tali, kemudian dikumpulkan dan dibakar untuk membunuh larva dan imago Brontispa sp. - Biologis

Menggunakan Tetrastichus brontispae sebanyak 25 butir

telur terparasit per hektar

dan apliksi jamur

Metarhizium anisopliae

untuk hama Brontispa sp. sebanyak 4 kg per hektar. 4) Pengendalian hama tungau

(Aceria guerreronis) a. Mekanis

Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah kelapa terserang yang berserakan disekitar pohon. b. Kimiawi

Aplikasi pestisida sistemik

melalui injeksi

batang/infuse akar sesuai dosis anjuran.

(37)

j. Pengendalian OPT Karet

Pengendalian OPT pada tanaman karet dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:

1) Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih (JAP)

- Mekanis

Eradikasi tanaman terserang

(membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang); - Sanitasi Mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma;

- Biologis

Aplikasi agens hayati

Trichoderma sp. pada tanaman yang terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi;

(38)

- Penanaman tanaman antagonis (kunyit, lengkuas, dll.) di sekeliling tanaman sehat (pencegahan) dan yang terserang ringan. 2) Pengendalian Penyakit Kering

Alur Sadap (KAS)

- Pemupukan sesuai dengan anjuran;

- Menghentikan penyadapan berat dan pemberian stimulan yang berlebihan; - Waktu dan intensitas

penyadapan sesuai anjuran dengan kedalaman sadap 1-1,5 mm dari kambium, ketebalan irisan sadap 1,66-2 mm tiap kali penyadapan, sudut kemiringan irisan sadap 30°-40° untuk bidang sadap bawah;

- Mengikis/ mengerok kulit bidang sadap (Bark

scrapping) yang bergejala

KAS menggunakan pisau sadap hingga kedalaman 3-4 mm dari kambium pada hari pertama sadap. Teknik pengikisan sama dengan prinsip penyadapan;

(39)

- Segera dilakukan aplikasi dengan mengoles formula oleokimia sesuai dosis anjuran;

- Penyadapan kulit sehat dapat diteruskan setelah proses pengobatan selesai, yaitu mulai hari ke 90. k. Pengendalian OPT Jambu Mete

Pengendalian OPT pada tanaman jambu mete dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:

1) Pengendalian hama Helopeltis sp.

- Kultur teknis

Memangkas tajuk-tajuk tanaman agar tidak terlalu rimbun sehingga cahaya matahari dapat masuk diantara sela-sela daun

tanaman; pemupukan

dengan pupuk organik dan anorganik dengan dosis sesuai anjuran; sanitasi dengan cara membersihkan sisa-sisa tanaman dan

(40)

menyiang gulma inang alternatif Helopeltis sp. - Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati (APH) Beauveria bassiana.

2) Pengendalian penyakit JAP - Kultur Teknis

Eradikasi dengan cara menebang, membongkar,

dan memusnahkan

tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara

mengumpulkan dan

memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma;

pemupukan dengan

menggunakan pupuk

organik dan anorganik sesuai anjuran. Aplikasi pupuk organik dilakukan bersamaan dengan APH, sedangkan aplikasi pupuk anorganik dilakukan setelah

- Biologis

Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp.

(41)

terserang ringan dan

tanaman sehat

(pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi;

Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan sex feromon disajikan pada Lampiran 1,

2, 3 dan 4.

2.2. Demplot Pengendalian OPT

a. Demplot Pengendalian Penyakit Kuning dan BPB pada Tanaman Lada melalui Sambung Akar

- Kultur Teknis

Melakukan sambung akar dengan menggunakan batang bawah akar sirih dan disambung dengan batang lada sebagai batang atas.

Penggunakan pupuk anorganik dengan ditambahkan zat suplemen.

- Biologis

Menggunakan Agen Pengendali Hayati Trichoderma sp. untuk

(42)

mengendalikan penyakit busuk pangkal batang.

- Mekanis

Memangkas pertumbuhan bagian batang bawah (tanaman sirih) yang tidak dikehendaki. - Melakukan pemeliharaan bahan

tanaman yang telah dilakukan penyambungan, seperti penyiraman secara berkala, penaungan dan pemupukan sesuai standard teknis.

- Menyulam tanaman yang gagal disambung (tidak tumbuh). - Mengamati dan mencatat

pertumbuhan tanaman dan ekosistem setempat.

b. Demplot Pengendalian Hama PBKo pada Tanaman Kopi di Kabupaten Kepahyang.

- Pemangkasan; - Sanitasi; - Pemupukan;

- Penggunaan APH (B.bassiana); - Pemasangan attraktan;

(43)

c. Demplot Pengendalian penyakit JAP dan KAS pada Tanaman Karet - Persiapan lahan;

- Penyediaan bibit; Bibit diambil dari sumber benih yang dihasilkan oleh petani yang telah mengembangkan teknologi penyambungan batang bawah yang tahan terhadap penyakit JAP dan batang atas yang tahan terhadap KAS serta produksi lateksnya tinggi.

- Penanaman dengan jarak tanam sesuai anjuran.

- Pemupukan dengan

menggunakan pupuk organik, anorganik dan zat suplemen. - Pemeliharaan tanaman sesuai

anjuran budidaya karet.

- Penggunaan APH (Trichoderma sp.)

(44)

III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup

1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan (Tanaman Rempah dan penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan)

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dilakukan di areal petani pekebun yang tergabung dalam kelompok tani pada komoditas kopi, lada, cengkeh, pala, kakao, karet, kelapa, jambu mete, tebu, tembakau dan kapas.

b. Tahapan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan CP/CL, sosialisasi pengendalian OPT, pengadaan bahan dan alat pengendali, pengamatan dan pengendalian, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan.

(45)

c. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana - SDM

- Data dan informasi - Teknologi

2 Output/Keluaran Terlaksananya

pengendalian OPT tanaman kopi 1.210 ha, lada 845 ha, cengkeh 800 ha, pala 800 ha, kakao 3.160 ha, karet 525 ha, kelapa 4.105 ha, jambu mete 100 ha, tebu 2.960 ha, tembakau 75 ha dan kapas 275 ha.

3 Outcome/hasil Menurunnya luas serangan OPT pada tanaman kopi 1.210 ha, lada 845 ha, cengkeh 800 ha, pala 800 ha, kakao 3.160 ha, karet 525 ha, kelapa 4.105 ha, jambu mete 100 ha, tebu 2.960 ha, tembakau 75 ha dan kapas 275 ha.

(46)

2. Demplot Pengendalian OPT

a. Demplot pengendalian OPT pada tanaman lada, kopi, dan karet dilakukan di kebun petani

b. Tahapan kegiatan demplot

pengendalian OPT tanaman

perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demplot pengendalian, pengadaan sarana produksi klon unggulan lokal yang tahan terhadap OPT dan mempunyai produktivitas tinggi, pupuk, bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah, APH dan pompa air), pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan.

(47)

c. Indikator Kinerja No Indikator Uraian 1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi 2 Output/Keluaran Terlaksananya demplot pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Lada, PBKo pada kopi, Penyakit JAP dan KAS pada karet.

3 Outcome/hasil - Tersosialisasinya teknologi

pengendalian hama PBKo pada kopi, Penyakit JAP dan KAS pada karet. - Diperolehnya rekomendasi teknologi pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Lada.

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan

1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan pengendalian OPT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP

(48)

kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan. Sedangkan untuk kegiatan Demplot pengendalian OPT pada tanaman lada, kopi, dan karet adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi/kabupaten/kota dalam

melaksanakan kegiatan agar

berkoordinasi dengan BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.

3. Kewenangan dan tanggung jawab :

3.1 Direktorat Perlindungan Perkebunan.

a. Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis;

b. Melakukan bimbingan,

pembinaan, monitoring dan evaluasi.

3.2 Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan

a. Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT/ demplot pengendalian OPT perkebunan tingkat provinsi; b. Melakukan koordinasi dengan

(49)

BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas

Kabupaten/Kota yang

membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;

c. Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk kegiatan pengendalian OPT/Demplot pengendalian OPT perkebunan;

d. Melakukan verifikasi CP/CL bersama Dinas Kabupaten atas biaya TP Provinsi;

e. Menetapkan CP/CL kegiatan pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT untuk TP Provinsi;

f. Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan

Dinas Kabupaten yang

membidangi perkebunan

setempat;

g. Sosialisasi kegiatan pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT

bersama-sama Dinas

Kabupaten/Kota yang

(50)

h. Menyampaikan laporan

pelaksanaan kegiatan

pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

3.3 Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan

a. Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT untuk TP kabupaten;

b. Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;

c. Membuat juknis kegiatan pengendalian OPT perkebunan; d. Melakukan verifikasi dan

penetapan CP/CL;

e. Melakukan sosialisasi, pembinaan

dan monev kegiatan

pengendalian OPT perkebunan;

f. Menyampaikan laporan

(51)

pengendalian OPT ke Dinas Provinsi dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan. 3.4 Kelompok Tani/Petani : a. Mengikuti sosialisasi pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT;

b. Melakukan seluruh tahapan kegiatan pengendalian OPT/ demplot pengendalian OPT;

C. Lokasi, Jenis dan Volume

1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

(Tanaman Rempah dan penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan)

1.1 Pengendalian OPT Kopi

Kegiatan pengendalian OPT kopi seluas 1.210 ha, di 7 provinsi, 12 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 5.

1.2 Pengendalian OPT Cengkeh

(52)

kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 6.

1.3 Pengendalian OPT Lada

Kegiatan pengendalian OPT pada lada seluas 845 ha di 5 provinsi 11 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 7.

1.4 Pengendalian OPT Pala

Kegiatan pengendalian OPT pada pala seluas 800 ha di 5 provinsi 8 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 8.

1.5 Pengendalian OPT Kakao

Kegiatan pengendalian OPT pada kakao seluas 3.160 ha di 6 provinsi 11 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 9.

1.6 Pengendalian OPT Tebu

Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tebu seluas 2.960 ha di 8 Provinsi 19 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 10.

(53)

1.7 Pengendalian OPT Tembakau

Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tembakau seluas 75 ha di 3 Provinsi 3 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 11.

1.8 Pengendalian OPT Kapas

Kegiatan pengendalian OPT tanaman kapas seluas 275 ha di 7 provinsi 11 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 12.

1.9 Pengendalian OPT Kelapa

Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman kelapa seluas 4.105 ha di 14 Provinsi 24 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada

Lampiran 13.

1.10 Pengendalian OPT Karet

Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman karet seluas 525 ha di 6 provinsi 7 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 14.

(54)

1.11 Pengendalian OPT Jambu Mete Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman jambu mete seluas 100 ha di Provinsi Bali (Kabupaten Karangasem). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 15.

2. Jenis dan Volume Kegiatan

Komponen biaya kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi : Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi.

Rincian jenis dan volume kegiatan disajikan pada Lampiran 16,17,18,19,

20,21,22,23,24,25 dan 26.

3. Demplot Pengendalian OPT Perkebunan 3.1 Demplot Pengendalian Penyakit

Kuning dan BPB pada Tanaman Lada. Kegiatan demplot pengendalian OPT lada seluas 1 ha di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kabupaten Bangka).

(55)

3.2 Demplot Pengendalian penyakit JAP dan KAS pada Tanaman Karet.

Kegiatan demplot pengendalian OPT karet seluas 1 ha di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kabupaten Bangka Barat).

3.3 Demplot Pengendalian Hama PBKo pada Tanaman Kopi.

Kegiatan demplot pengendalian OPT kopi seluas 1 ha di Provinsi Bengkulu (Kabupaten Kepahyang).

Luasan kegiatan demplot

pengendalian OPT di masing-masing provinsi dan kabupaten seperti pada tabel berikut :

No Provinsi Kabupaten Vol Satuan Komoditi

1. Bangka Belitung

Bangka 1 Unit Lada

2. Bangka Belitung

Bangka Barat

1 Unit Karet

3. Bengkulu Kepahyang 1 Unit Kopi

Uraian kegiatan dan volume demplot pengendalian OPT disajikan pada

(56)

D. Simpul Kritis

Simpul Kritis Pengendalian OPT dan Demplot Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan sebagai berikut :

a. Penetapan SK pelaksana kegiatan terlambat, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. SK pelaksana kegiatan ditetapkan paling lambat seminggu setelah diterimanya Pedoman Teknis. b. Terlambatnya pengusulan revisi,

sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. Penelaahan dan usulan revisi agar dilakukan sejak awal setelah diterimanya Pedoman Teknis, paling lambat bulan Februari 2013.

c. Terlambatnya penyusunan juklak dan juknis, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dinas agar segera menyusun juknis/juklak paling lambat dua minggu setelah diterimanya Pedoman Teknis. d. Penetapan CP/CL tidak akurat sehingga

terjadi revisi CP/CL atau tetap dilaksanakan pada CP/CL yang tidak tepat yang mengakibatkan pelaksanaan pengendalian terlambat/ tidak tepat sasaran. Verifikasi penetapan CP/CL dilakukan secara bersama antara dinas

(57)

provinsi dengan dinas kabupaten sebelum pengusulan kegiatan.

e. Terlambatnya pengadaan bahan dan alat

pengendalian akibat proses

lelang/pengadaan sehingga aplikasi tidak tepat waktu. Lelang/pengadaan bahan pengendalian dilakukan awal tahun dan penyediaan bahan pengendalian disesuaikan dengan spesifikasi teknis pelaksanaan aplikasi di lapangan.

(58)

IV. PENGADAAN BARANG

Pengadaan barang dan jasa kegiatan Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan mengacu kepada Perpres No 70 tahun 2012. Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah selesai paling lambat pada bulan Maret 2013.

(59)

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan

Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Pusat, BBP2TP/BPTP Pontianak, dan pihak terkait lainnya.

Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.

Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan meliputi pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus dapat memberikan rekomendasi, dan solusi terhadap permasalahan dalam proses pelaksanaan kegiatan sehingga mampu mengakselerasi

(60)

pencapaian target, tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.

B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan

Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal dilaksanakan satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.

Waktu pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan menjadi lebih efektif dan efisien.

Kegiatan pendampingan dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mencakup persiapan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan.

Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan pengendalian OPT dan demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi dan kabupaten/kota melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan Perlindungan

Perkebunan tingkat provinsi,

(61)

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring

Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan. Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.

B. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan

yang direncanakan serta

realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.

Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.

C. Pelaporan

Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan.

(62)

Laporan dibuat oleh pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.

1. Jenis Laporan :

1.1 Laporan Mingguan

Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jum’at.

1.2 Laporan Bulanan

Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.

1.3 Laporan Triwulan

Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal

(63)

Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.

1.4 Laporan Akhir

Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail

2. Out Line Laporan

Laporan akhir dibuat sesuai out line sebagai berikut :

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (jika ada) DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN (jika ada) I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja

(64)

A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode

D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan

E. Simpul Kritis Kegiatan F. Pelaksana

G. Pembiayaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut VI. DAFTAR PUSTAKA

(65)

VII. PEMBIAYAAN

Kegiatan pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan di daerah antara lain didanai dari APBN tahun anggaran 2013 melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan.

(66)

VIII. PENUTUP

Pelaksanaan penanganan OPT diharapkan mampu berkontribusi dalam menurunkan tingkat serangan OPT terutama pada pusat-pusat serangan sehingga dapat terkendali dan tidak semakin meluas.

Untuk keberhasilan pelaksanaannya diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing.

(67)

Lampiran 1. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi APH (Patogen Golongan Jamur) 1. Spesifikasi Teknis APH (Patogen Golongan Jamur)

No. Jenis APH Kepadatan Spora

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan

1. Trichoderma koningii Minimal 106 Maksimal 3 Bulan - JAP Karet - JAP Pala - JAP Cengkeh - JAP Mete

- Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi).

- Apabila introduksi dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dari daerah iklim kering digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi.

(68)

No. Jenis APH Kepadatan Spora

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan

2. Trichoderma harzianum Minimal 106 Maksimal 3 Bulan - Penyakit BPB lada - Busuk Pangkal Batang Pala

- Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi).

- Apabila introduksi APH dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dieksplorasi dari daerah iklim kering

digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi.

(69)

No. Jenis APH Kepadatan Spora

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan

3. Beauveria bassiana Minimal 106 Maksimal 3 Bulan - PBK - PBKo

- Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi).

- Apabila introduksi APH dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dieksplorasi dari daerah iklim kering

digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi.

(70)

No. Jenis APH Kepadatan Spora

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan

4. Metarhizium anisopliae Minimal 106 Maksimal 3 Bulan Oryctes rhinoceros pada kelapa

- Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi).

- Apabila introduksi dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dieksplor dari daerah iklim kering digunakan juga untuk di daerah iklim

kering, jangan berbeda kondisi.

(71)

No. Jenis APH Kepadatan Spora

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan

5. Metarrhizium anisopliae var. anisopliae Minimal 106 Maksimal 3 Bulan Brontispa longissima pada kelapa

- Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi).

- Apabila introduksi dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dieksplor dari daerah iklim kering digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi.

(72)

2. Cara dan Waktu Aplikasi APH (Patogen Golongan Jamur)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu

Aplikasi/Frekuensi Keterangan 1. Trichoderma koningii - Campurkan Trichoderma dengan pupuk kandang / kompos/BOKASHI; - Buat cekungan dangkal (kedalam 5-10 cm dengan radius 50-70 cm) disekeliling pangkal batang; - Taburkan campuran jamur Trichoderma pada cekungan tanah dengan merata; - Aplikasi dilakukan satu kali dalam satu tahun pada awal musim hujan. - Aplikasi

dilakukan pada pagi hari atau sore hari dalam kondisi tidak hujan. - Aplikasi dilakukan pada lokasi yang terserang OPT. - Pemberian Trichoderma harus bersamaan dengan bahan organik agar

Trichoderma dapat

berkembang dengan baik karena tersedia makanan yang cukup. - Tanaman yang sudah

diaplikasi Trichoderma tidak boleh diaplikasi dengan fungisida sintetis.

- Kelembaban tanah harus tetap terjaga.

(73)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu

Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Tutup kembali

dengan tanah bekas bongkaran.

- Jangan menggunakan APH yang kadaluwarsa atau APH dengan kepadatan spora dibawah standar. 2. Trichoderma harzianum - Campurkan Trichoderma dengan pupuk kandang / kompos/BOKASHI; - Buat cekungan dangkal (± 5 cm dengan radius 20-30 cm) disekeliling pangkal batang. Jangan sampai melukai pangkal batang; - Aplikasi dilakukan satu kali dalam satu tahun pada awal musim hujan. - Aplikasi dilakukan pada sore hari. - Pemberian Trichoderma harus bersamaan dengan bahan organik agar

Trichoderma dapat

berkembang dengan baik karena tersedia makanan yang cukup. - Tanaman yang sudah

diaplikasi Trichoderma tidak boleh diaplikasi dengan fungisida sintetis.

(74)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Taburkan campuran jamur Trichoderma pada cekungan tanah dengan merata dan tutup kembali dengan tanah bekas bongkaran.

- Kelembaban tanah harus tetap terjaga. - Jangan menggunakan

APH yang kadaluwarsa atau APH dengan kepadatan spora dibawah standar. - Jangan menggunakan

peralatan pertanian yang sudah digunakan pada tanaman

(75)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu

Aplikasi/Frekuensi Keterangan 3. Beauveria

bassiana

a. Biakan media padat: - Masukkan 100

gram biakan jamur kedalam gayung berisi 1 liter air, diremas untuk melepaskan spora, kemudian disaring menggunakan kain kassa/ saringan teh; - Larutan tersebut diencerkan dengan menambahkan 20-40 liter air; - Aplikasi dilakukan setelah terlihat adanya serangan hama (berdasarkan data pengamatan). - Aplikasi dilakukan pada waktu sore hari.

- Tanaman yang sudah diaplikasi B.bassiana tidak boleh diaplikasi dengan insektisida sintetis.

- Kelembaban kebun harus harus tetap terjaga.

- Jangan menggunakan APH yang kadaluwarsa atau APH dengan kepadatan spora dibawah standar. - Evaluasi hasil

pengendalian

dilakukan dengan cara mengamati banyaknya buah yang terserang

(76)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Larutan yang sudah diencerkan ditambahkan dengan perata 1 cc/liter larutan; - Penyemprotan dilakukan langsung pada buah secara merata.

b. Spora media cair: - 1-2 liter biakan

B. bassiana dalam media cair diencerkan

dengan 200-400 liter air;

dibandingkan dengan pengamatan awal sebelum aplikasi atau dengan

membandingkan data serangan tahun lalu pada lokasi yang sama. - Apabila setelah

aplikasi turun hujan, maka perlu dilakukan pengulangan

penyemprotan ± 3 jam setelah penyemprotan pertama.

(77)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu

Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Jika biakan yang

akan diencerkan membentuk banyak miselium, maka dilakukan penyaringan terlebih dahulu; - Penyemprotan dilakukan langsung pada buah secara merata.

(78)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan 4. Metarrhizium anisopliae - Jamur diaplikasikan pada sarang aktif/sarang buatan (sarang tempat larva); - Sarang buatan dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran 1 x 1 x 0,5m; - Perangkap dapat

dibuat dengan menggunakan batang kelapa pada bagian sisi-sisinya . Cara lain dengan membuat lubang di tanah dengan ukuran 1 x 1 x 0,5 m; - Aplikasi dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu tahun pada saat ada serangan Oryctes rhinoceros. - Interval aplikasi pertama dan kedua 6 bulan. - Jangan menggunakan APH yang kadaluwarsa atau APH dengan kepadatan spora dibawah standar. - Pengamatan perlu

dilakukan guna mengetahui serangga sasaran (larva) yang terinfeksi dengan gejala kulit mengeras, kaku dengan noktah berwarna hitam, tertutup jamur berwarna putih kemudian menjadi hijau.

(79)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Masukkan bahan organik (serbuk gergaji/sekam/ kotoran hewan/ ampas sagu/sampah yang telah melapuk) ke dalam perangkap setinggi 0,5 m, tambahkan 50 gram Metarhizium kemudian dicampur secara merata; - Jaga kelembaban media perangkap dengan cara disiram dengan air.

(80)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan 5. Metarrhizium anisopliae var. anisopliae - Masukkan 100 gram biakan jamur kedalam gayung berisi 1 liter air, diremas untuk melepaskan spora, kemudian disaring menggunakan kain kassa/saringan teh; - Larutan diencerkan dengan menambahkan 5 – 10 liter air; - Penyemprotan dilakukan langsung pada bagian pucuk tanaman yang terserang Brontispa sp; - Aplikasi dilakukan 2 kali dalam satu tahun pada saat adanya serangan Brontispa sp. - Interval aplikasi pertama dan kedua 6 bulan.

Aplikasi diutamakan pada tanaman kelapa muda, yaitu pada pucuk daun terserang dan ditemukan larva/imago Brontispa sp.

(81)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu

Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Volume semprot per

tanaman 0,5 – 1 liter larutan.

(82)

Lampiran 2. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi APH (Patogen Golongan Nematoda) 1. Spesifikasi Teknis APH (Patogen Golongan Nematoda)

No. Jenis APH

Kepadatan Populasi Nematoda

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan 1. Nematoda Entomopatogen/ NEP (Steinernema sp.) 5 juta Invektif juvenil (ij)/spons (ukuran 15 x 20 cm) Maksimal 4 bulan di lemari es Uret Tebu (Lepidiota stigma) - Diprioritaskan yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Spesifik Lokasi).

(83)

2. Cara dan Waktu Aplikasi APH (Patogen Golongan Nematoda)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu

Aplikasi/Frekuensi Keterangan 1. Nematoda entomopatogen/ NEP (Steinernema sp.) - Remas-remas 5-10 Spons berisi nematoda dalam 10 liter air dengan menggunakan sarung tangan; - Ambil air hasil

remasan sebanyak ½ liter, masukkan ke dalam tangki semprot yang sudah bersih; - Tambahkan 10 liter air;

- Larutan siap untuk disemprotkan di kebun;

- Aplikasi dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu musim tanam tebu - Interval aplikaksi

selama 2 minggu. - Aplikasi dilakukan

pada saat mulai musim hujan pada pagi hari sebelum matahari terbit atau sore hari pukul 15.00-17.00

- Pemberian NEP harus bersamaan dengan bahan organik agar NEP dapat berkembang dengan baik karena tersedia makanan yang cukup. - Tanaman yang

sudah diaplikasi NEP tidak boleh diaplikasi dengan nematisida sintetis. - Kelembaban tanah

harus tetap terjaga.

(84)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Penyemprotan dilakukan di sekitar perakaran tebu. - Jangan menggunakan NEP yang kadaluwarsa atau NEP dengan kepadatan IJ dibawah standar. - Spons yang belum

diaplikasikan harus disimpan di dalam kulkas atau kotak pendingin yang diberi es batu dan diganti setiap 2 hari sekali serta bisa bertahan maksimal 4 bulan.

(85)

Lampiran 3. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi APH (Golongan Parasitoid) 1. Spesifikasi Teknis APH (Golongan Parasitoid)

No. Jenis Parasit Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan 1. Tetrastichus brontispae 5 koker/ha, masing-masing berisi 5 ekor pupa Brontispa terparasit Tetrastichus brontispae Maksimal 5 hari setelah pupa diinfeksi parasitoid. Brontispa longissima pada kelapa - Parasitoid diprioritaskan yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Spesifik Lokasi). - Apabila introduksi dari

luar wilayah, gunakan parasitoid yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan kondisi iklim lokasi yang akan

(86)

No. Jenis Parasit Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan 2. Leefmansia bicolor 5 koker/ha, masing-masing berisi 25 butir telur Sexava sp. terparasit Leefmansia bicolor Maksimal 1 minggu setelah telur diinfeksi parasitoid. Sexava sp. pada kelapa - Parasitoid diprioritaskan yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Spesifik Lokasi). - Apabila introduksi dari

luar wilayah, gunakan parasitoid yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan kondisi iklim lokasi yang akan

(87)

2. Cara dan Waktu Aplikasi APH (Golongan Parasitoid)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu

Aplikasi/Frekuensi Keterangan 1. Tetrastichus

brontispae

- 5 ekor pupa Brontispa yang terparasit

Tetrastichus

dimasukkan dalam koker;

- Koker digantung dengan kawat pada pelepah ketiga dari daun tombak

tanaman kelapa; - Kawat diolesi vaselin

untuk mencegah semut menyerang pupa di dalam koker.

- Pemasangan koker yang berisi parasitoid dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu tahun pada saat ada serangan Brontispa sp. - Interval waktu pelepasan 3 bulan. - Pemasangan koker dilakukan pada pagi hari.

- Tanaman yang sudah diaplikasi Tetrastichus tidak boleh diaplikasi dengan Insektisida sintetis. - Pupa terparasit Tetrastichus yang sudah dimasukkan kedalam koker harus segera digantung pada pelepah ketiga dari daun tombak tanaman kelapa.

(88)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan 2. Leefmansia bicolor - 25 butir telur Sexava sp. yang terparasit Leefmansia bicolor dimasukkan ke dalam koker; - Koker digantung

dengan kawat pada potongan kayu yang berukuran kurang lebih 1, 5 m dan ditancapkan pada tanah di sekitar pohon kelapa yang banyak terserang Sexava sp. - Pemasangan koker yang berisi parasitoid dilakukan minimal 10 kali dalam satu tahun pada saat ada serangan Sexava sp. - Interval waktu pelepasan 2 minggu sekali. - Tanaman yang sudah diaplikasi Leefmansia bicolor tidak boleh diaplikasi dengan Insektisida sintetis. - Telur terparasit Leefmansia bicolor yang sudah dipasang pada koker harus segera diaplikasikan tidak boleh lebih dari 1 minggu.

(89)

No. Jenis APH Cara Aplikasi Waktu

Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Kawat/kayu diberi oli

bekas/vaselin untuk mencegah semut masuk kedalam koker. - Pemasangan koker dilakukan pada pagi atau sore hari dan diletakkan pada lokasi yang teduh (tidak terkena sinar matahari langsung).

(90)

Lampiran 4. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon 1. Spesifikasi Teknis Sex Feromon

No. Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan

1. - Sex Feromon khusus untuk hama PBK - Bahan aktif: hexadecatrienyl, hexadecatrienol 6 perangkap/ ha/tahun Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. PBK (Conopomorpha cramerella) pada kakao Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek buah kakao.

(91)

No. Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan

2. - Sex Feromon khusus untuk hama PBKo - Bahan aktif: Etanol 500 19-25 perangkap/ ha/tahun Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. PBKo (Hypothenemus hampei) pada Kopi Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek buah kopi. 3. - Sex Feromon khusus hama Penggerek Batang Tebu - Bahan Aktif : Oktadekenil asetat 100% 7–9 perangkap/ ha/tahun Empat bulan penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. Penggerek batang (Chilo sachariphagus) pada tanaman tebu Diprioritaskan pada derah serangan penggerek batang tebu.

(92)

No. Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis

Waktu

Simpan OPT Sasaran Keterangan

4. - Sex Feromon khusus hama Kumbang Nyiur - Bahan Aktif:

etil-4metil oktanoat 1 perangkap/ ha/tahun Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. Kumbang Nyiur (Oryctes rhinoceros) pada kelapa Diprioritaskan pada derah serangan Oryctes rhinoceros 5. - Sex Feromon khusus hama Kumbang Sagu - Bahan aktif: 4–5 metil –5- nonanol 1-2 perangkap/ ha/tahun Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. Kumbang sagu (Rhynchophorus ferrugineus) pada kelapa Diprioritaskan pada derah serangan Rhynchophorus ferrugineus

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

[r]

Banyaknya Sumber daya manusia yang ada di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Blitar, menentukan cepat atau lambatnya proses penerbitan Surat Izin Usaha

Penggunaan rempah-rempah seperti bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada daging karena memiliki senyawa antimikroba yang disebut allicin..

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan, pertumbuhan potensial, ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan cash

Agama Islam yang masuk ke wilayah Jawa Barat dibawa oleh Haji Purwa, orang Galuh yang diislamkan di Gujarat oleh saudagar berkebangsaan Arab; kemudian Syekh Quro, seorang

Kualitas pelayanan yang diberikan Puskesmas Malinau Seberang kepada para pasien dalam hal Keandalan ( Realibility ) cukup baik dapat dilihat dari system prosedur

Respon pasien terhadap nyeri akut dengan nyeri kronis biasanya berbeda, Pada pasien nyeri kronik biasanya karena nyeri yang begitu lama yang dialami membuat pasien letih untuk

Namun, sekolah harus mampu menerjemahkan dan menggali esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi kekuatan dan kelemahan lingkungan untuk kemudian