• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Hizbut Tahrir Indonesia merupakan bagian dari sekian banyak organisasi relogio-politik yang berkembang pasca Orde Baru. Ditinjau secara historis keberadaan HTI di Indonesia dapat ditelusuri sejak 1982-1983 atas prakarsa seorang

mubaligh dari pesantren Al-Ghozali yaitu Abdullah Nuh.1 Pada awalnya aktivitas

HTI hanya berpusat di lingkungan pesantren saja, namun berkat interaksi yang terus dilakukan oleh para aktivisnya maka gagasan-gagasan HTI terus menyebar hingga ke Masjid Al-Gifari di Institute Pertanian Bogor (IPB). Di kampus inilah HTI menemukan momentum pertamanya untuk bersentuhan secara langsung dengan para

mahasiswa.2

Pada saat HTI pertama kali diperkenalkan di Indonesia, keberadaan anggota HTI sangat terbatas. Namun, karena para aktivis HTI memiliki semangat besar dalam mengemban misi dakwah Islam, maka gerakan mereka sangat cepat menyebar ke kampus-kampus lainnya di Indonesia. Mengutip apa yang pernah ditulis oleh M. Zaki Mubarak yaitu:

1

Syamsul Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, (Malang: Universitas Muhamadiyah Press, 2005), 121-122.

2

M. Zaki Mubarak, Geneologi Islam Radikal Indonesia: Gerakan, Pemikiran, dan Prospek Demokrasi, (Jakarta: LPS, 2008), h. 76.

Gerakan HTI banyak tersebar di kampus-kampus di Indonesia seperti Institute Pertanian Bogor (IPB), Universitas Padjajaran (UNPAD), IKP Malang, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Hasanudin Makasar, Universitas Indonesia Depok dan lain-lain. Simpul-simpul jaringan ini pula terbagun secara merata di banyak kota di Indonesia diantaranya Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Surabaya, dan lain-lain. Kampus-kampus kemudian dijadikan center-center untuk melakukan aktivitas HTI dan melakukan kaderisasi anggotanya.3

Selain di kampus-kampus yang telah disebutkan di atas, aktivitas HTI juga tumbuh di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarata). Dalam hal ini, menurut Aat Yuliawati menyebutkan bahwa momentum pertama HTI di kampus UIN Jakarta adalah sejak 2001. Pada fase pertama HTI bersentuhan dengan UIN Jakarta, gerakan mereka masih mengambil langkah ekslusif dan hanya terbatas pada beberapa orang saja. Ruang lingkup gerakan mereka juga masih bersifat personal dan hanya mengandalkan ikatan-ikatan pertemanan. Bagi anggota baru yang

tertarik pada ide-ide HTI akan langsung dibina dengan metode halaqah „am4

(pertemuan atau forum untuk mendiskusikan maslah-masalah agama).5

Selanjutnya sekitar tahun 2002 aktivitas dakwah HTI mulai lebih terorganisisr dengan rapi, kemudian pada tahun ini pula mereka melakukan beberapa kali

3

M. Zaki Mubarak, Geneologi Islam Radikal Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi, (Jakarta: LP3S, 2008), h. 75-76.

4

Halaqah„am biasanya dilakukan untuk memperkenalkan dan membina siapa saja yang memiliki ketertarikan dengan ide-ide HTI. Halaqah‟am ini dilakukan oleh aktivis HTI sebagai pembinanya. Adapun peserta halaqah‟am ini sangat terbatas, biasanya satu orang pembina akan menangani maksimal lima orang peserta. Halaqoh ini dilakukan sebanyak delapan kali pertemuan dan minimal delapan minggu waktu yang digunakan. Setelah selasai mengikuti Halaqoh umum ini, maka peserta akan ditawarkan ke tahap selanjutnya dengan syarat peserta harus setuju dengan gagasan-gagasan HTI. Sumber diambil dari wawancara penulis dengan Ust. Fadlan, selaku ketua Komisariat HTI UIN Jakarta, di Masjid Al-Mukhlisisn Legoso Kel. Pisangan Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten, pada 5 februari 2013. Pukul 15.00 wib.

5

Aat Yuliawati, “Peran Dakwah HTI di Lingkungan Kampus UIN Jakarta 2009”, (Skripsi SI

halaqah‟am (pertemuan atau forum untuk mendiskusiakan masalah-masalah Islam)

dan pelatihan untuk perluasan organisasi.6 Di tahun 2003-2004 HTI mulai merambah

ke fakultas-fakultas di sekitar kampus UIN Jakarta. Pola gerakan yang mereka bangun adalah dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi, kajian lesehan, pengajian sederhana di masjid-masjid, kajian rutin anggota dan seminar. Salah satu kegiatan seminar HTI yang paling banyak mendapat sorotan pada fase awal HTI

adalah Seminar Nasional Khilafah dengan tajuk “Penegakan Syariat Islam

Relefankah ?...”. Acara tersebut di selenggarakan pada tahun 2004 di Aula Student

Center UIN Jakarta. Adapun yang menjadi pembicara dalam senimar tersebut yaitu,

DPP HTI yaitu Ust. Hafid Abdurahman dan Ust. Abu Zaid.7

Sejak menit pertama kedatangannya di kampus UIN Jakarta hingga saat ini para aktivis HTI masih konsisten dalam melakukan aktivitas gerakan. Asumsi ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa kegiatan/aktivitas HTI yang sampai saat ini tetap berlangsung seperti halnya terlihat pada kegiatan-kegiatan HTI di tahun 2012 yang

lalu. Menjelang tahun 2012 para aktivis HTI mengadakan halaqah rutin dengan tema

“Islam: Aqidah, dan Syariah, Solusi Problematika Umat 2012”, yang bertempat di

masjid-masjid sekitar kampus seperti masjid Al-Mukhlisin, Baiturrahmah, Fatullah,

6

Halaqah„am dalam pengertian kalangan HTI merupakan kegiatan yang dilakukan aktivis HTI untuk memperkenalkan HTI kepada orang-orang yang belum mengenal HTI. Halaqah „am sendiri dalam HTI dilakukan dengan berbagai uslub (cara) seperti diskusi, seminar, dialog dan bahkan mengunakan pendekatan personal seperti dengan memanfaatkan hubungan teman kost, teman kuliah, saudara, dan keluarga. Lihat Arifin dalam Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, h. 155-161.

al-Mugirah dan lain-lain.8 Menurut keterangan Andriansyah dalam wawancara dengan penulis menyebutkan bahwa, dalam rentang waktu dua bulan antara

Desember dan Oktober 2012 HTI telah mengadakan lima kali halaqah di Masjid

Baiturrahmah dan dalam halaqah tersebut ada sekitar 15 peserta baru di tiap-tiap

pertemuannya.9

Adapun yang menjadi pemateri dalam seminar tersebut HTI langsung mendatangkan pengurus DPP HTI seperti Drs. Wahyudi Al-Marokay (anggota Lajnah Faaliyah DPP HTI) dan Ust. Ade Sudiyana. LC (anggota Lajnah Tsaqafiyah

DPP HTI), dan acara tersebut bersifat umum.10

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, seminar adalah salah satu bagian dari strategi HTI UIN Jakarta untuk memperluas pengaruh mereka di lingkungan kampus

UIN Jakarta. Selain melalui halaqah‟am, HTI juga memangfaatkan media serta

tulisan-tulisan kecil sebagai instrumen dakwahnya seperti pembuatan web site www.uinjakartamenujukhilafah.or.id, www.hizb-tahrir.or.id, pembuatan pamflet,

buletin (Al-Islam, Gema Pembebasan UIN Jakarta) majalah (al-Wa‟ie),

selembaran-selembaran, koran (media umat) dan mereka juga terlibat dalam media elektronik

8

Wawancara penulis dengan Firman Kelana (koordinator lapangan HTI UIN Jakarta dalam acara daurah Islam, Aqidah, Syariah: Solusi Problematika Umat 2012), di Masjid Fathullah Kec. Cipuat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten, pada 4 Desember 2012, pukul 20.30 wib.

9

Wawancara penulis dengan Andriansyah (pengurus Masjid Baiturrahmah Legoso Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten. Selain menjadi pengurus masjid, Andriyansah juga aktif sebagai Mahasiswa di Fakultas Science dan Teknologi, smester 8 UIN Jakarta), di Masjid Baiturrahmah Legoso Kel. Pisangan Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten, pada 12 April 2012, pukul 15.00 wib.

10

Wawancara penulis dengan Ust. Fadlan (Ketua Komisariat HTI UIN Jakarta), di Masjid Baiturrahmah Legoso Kel. Pisangan Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten. Pada 5 Febriari 2013, pukul 15.00 wib.

yaitu Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK) di fakultas dakwah dan komunikasi UIN Jakarta.

Pola gerakan lainnya yang lakukan oleh HTI UIN Jakarta adalah dengan memanfaatkan sumber daya organisasi. Pemanfaatan sumber daya organisasi ini diwujudkan dalam bentuk perluasan subsistem-subsistem di internal organisasi, seperti pembuatan kelompok-kelompok kecil yang memiliki relasi langsung dengan HTI. Kelompok-kelompok ini di bentuk selain untuk pengembangan intelektual, juga bertujuan untuk mengenalkan ide-ide HTI ke para mahasiswa. Beberapa sub organisasi tersebut diantaranya adalah kelompok diskusi Gema Pembebasan yang memliki agenda rutin setiap satu minggu satu kali, diskusi LISMA untuk kaum

perempuan HTI, Muslimah HTI, Muslim Science Comunity(MSC), SRIKAIA (Seri

Kajian dan Analisa), dan lain-lain.11

Pada 3 April 2013, kelompok diskusi Muslimah HTI UIN Jakarta mengadakan dialog interaktif di Saung Bambu. INA Ciputat dan tema yang diangkat adalah

“Menjawab Pertanyaan Seputar Khilafah”.12 Aktivitas diskusi ini sengaja bersifat

terbuka, sehingga bagi siapa saja yang tertarik terhadap kajian keilmuan bisa mudah bergabung didalamnya tanpa diberikan sekat-sekat golongan.

11

Wawancara penulis dengan Ust. Fadlan (Ketua Komisariat HTI UIN Jakarta), di Masjid Baiturrahmah Legoso Kel. Pisangan Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten, Pada 5 Febriari 2013, pukul 15.00 wib.

12

Muslimah HTI Chapter UIN Jakarta, “Dialog Interaktif:Menjawab Pertanyaan Seputar Khilafah”, Pamflet , 10 April 2013, bg 1.

Berkat pola gerakan tersebut HTI UIN Jakarta menjadi mudah dikenal oleh para mahasiswa di kampus UIN Jakarta. Hal lain yang penting diperhatikan terkait pengembangan organisasi HTI adalah strategi kaderisasi. Dalam melakukan kaderisasi HTI memiliki strategi yang berbeda dengan organisasi-organisasi internal kampus pada umumnya seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Indinesia (HMI), Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan lain-lain. Di HTI calon kader tidak akan menemukan proses kaderisasi seperti LK (Latihan Kader) di HMI atau MAPABA (Masa Pengkaderan Anggota Baru) di PMII. Pada umumnya baik di PMII ataupun di HMI, setiap mahasiswa yang ingin menjadi kader cukup dengan mengikuti MAPABA atau LK, setelah selesai mereka sudah bisa

dinyatakan sebagai kader.13 Meskipun di HMI maupun di PMII juga memiliki

tingkatan-tingkatan dalam proses kaderisasi namun tidak serumit seperti di HTI.

Di HTI proses kaderisasi terbagi ke dalam beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh calon kader. Setelah kader dinyatakan selesai mengikuti tahap-tahap yang telah ditentukan, baru mahasiswa/anggota dinyatakan menjadi kader HTI. Tahapan

yang pertama biasanya dikenal dengan halaqah„am (pengajian sederhana untuk

peserta awal). Halaqah„am ini dilakukan sebanyak delapan kali pertemuan dengan

durasi waktu paling cepat delapan minggu. Setelah kader mengikuti halaqah„am,

biasanya darsin (peserta yang bersetatus sebagai pengkaji ide-ide HTI dalam

halaqah„am) diberikan penawaran apakah mereka setuju atau tidak dengan

gagasan HTI, apabila setuju maka darisin layak mengikuti tahap selanjutnya dan

apabila tidak, maka proses kaderisasi dihentikan.14

Potret seperti inilah yang menjadi pembeda HTI dengan organisasi-oragnisasi lain pada umumnya. Selain memiliki pola gerakan dan strategi khusus HTI juga terkenal dengan keberadaan para aktivis/kader yang konsisten, militan dan kritis yang siap memperjuangkan ideologinya. Sumbangsih yang diberikan para aktivis terhadap organisasi sangat berpengaruh besar terhadap pengembangan organisasi. Dalam perspektif teori gerakan sosial, persoalan massa atau anggota diklasifikasikan ke

dalam kerangka konsep resouce mobilisation (mobilisasi sumber daya), yang menjadi

salah satu modal sosial bagi gerakan sosial. Keberadaan para anggota sangat penting bagi gerakan sosial karena mereka akan berperan memobilisasi, mengkader, dan menyebarkan ide-ide organisasi melalui proses interaktif.

Untuk memotret keterlibatan aktivis/anggota dalam melakukan mobilisasi dapat dilihat ketika persiapan menjelang Mukhtamar Khilafah HTI pada 2013 di Gelora

14

Dalam proses halaqah„am ini biasanya terbagi ke dalam dua tahap. Tahap yang pertama seorang calon anggota diwajibkan mengikutihalaqah‟am tahap pengenalan tentang HTI, tahapan ini peserta halaqah tidak langsung mengkonsumsi/mengkaji kitab-kitab wajib HTI seperti Nizhamul Islam

(Peraturan Hidup dalam Islam), Nizhamul Hukmi fil Islam (Sistem Pemerintahan Islam), dll. Tetapi, peserta awal hanya diberikan materi umum dan gambaran tentang HTI secara umum. Adapun waktu yang diberikan untuk halaqah ini yaitu delapan minggu dari delapan kali pertemuan. Setelah tahapan ini dilalui, maka peserta diberikan kesempatan untuk memilih apakah dia siap atau tidak mengikuti

halaqah selanjutnya dengan syarat harus komitmen dan setuju dengan ide-ide HTI bila peserta

menyatakan siap. Dalam halaqah „am lanjutan inilah peserta akan diwajibkan mengkaji kitab-kitab HTI dan tentunya dengan waktu yang lebih panjang bahkan bisa menghabiskan waktu hingga hitungan tahun. Wawancara penulis dengan Gustar (salah satu pembina halaqah „am HTI UIN Jakarta), pada 25 Maret 2013, pukul 20.00 wib, di Masjid Fathullah Komplek UIN Jakarta Kel. Pisangan Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten,.

Bung Karno Senayan Jakarta. Dalam upaya mobilisasi massa, hampir seluruh aktivis HTI di UIN Jakarta dilibatkan untuk berperan baik itu sosialisasi, perekrutan peserta, maupun kepanitiaan di acara tersebut. Menurut keterangan Ust. Zen menyebutkan:

Dalam mukhtamar khilafah kali ini HTI UIN Jakarta menargetkan sekitar 700 lebih peserta yang dihandle oleh HTI UIN Jakarta. Dan tadi pagi sudah ada beberapa bus yang telah diberangkatkan yaitu bus khusus akhwat. Keseluruhan bus yang telah disediakan sekitar 20 bus untuk wilayah ciputat dan HTI UIN sebagai penanggungjawab nya.15

Keterangan yang dipaparkan di atas, merupakan sebuah prestasi yang cukup gemilang bagi usaha mobilisasi. Bagaimana tidak, dalam tenggang waktu yang tidak terlalu lama para aktivis HTI mampu memobilisasi massa yang relatif banyak. Keberhasialan HTI dalam memobilisasi massa tidak terlepas dari peran aktivis yang konsisten dan memiliki loyalitas tinggi terhadap organisasi. Selain dalam hal mobilisasi, para aktivis juga terlibat dalam berbagai kegiatan HTI seperti halaqah‟am, pengajian lesehan, dan sosialisasi tentang ide-ide HTI baik melalui lisam maupun tulisan.

Misi besar HTI adalah membangun sebuah tatanan masyarakat secara global yang diatur oleh syari’at Islam. Bagi HTI, sebuah tatanan masyarakat yang Islami akan terwujud jika di dukung oleh keberadaan struktur politik Islam. Maka dari itu,

15

Wawancara dilakukan ketika menjelang keberangkatan rombongan HTI UIN Jakarta. Dalam keterangan Ust. Zen, tidak disebutkan berapa peserta yang sudah pasti ikut dalam acara tersebut meskipun HTI menargetkan 700 lebih peserta dari Ciputat dan UIN Jakarta. Dalam pantauan penulis, peserta yang ikut cukup banyak dan hampir mendekati mendekati dengan jumlah yang Zen kemukakan. Namun, dalam temuan penulis meskipun jumlah yang ikut cukup banyak tetapi peserta yang ikut tidak semua menyandang status HTI/kader HTI tapi ada sebagaian dari peserta sengaja didatangkan dan statusnya sebagai undangan. Wawancara penulis dengan Ustdz. Zen (salah satu koordinator Mukhtamar Khilafah UIN Jakrta), pada 2 Juni 2013, pukul 05.30 wib, di depan Masjid Fathullah Komplek UIN Jakarta Ke. Pisangan Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten.

HTI menawarkan struktur politik Khilafah Islamiyah sebagai satu-satunya sistem politik yang dapat menciptakan tatanan Islami, sistem khilafah juga diyakini sebagai

sistem yang bersumber dari al-qur’an dan sunah.16

Penerimaan HTI terhadap institusi khilafah secara total merupakan bagian dari indikator bahwa mereka memahami teks keagamaan atau doktrin agama itu secara

skriptual.17 Selain dimensi politik, HTI juga sangat berhati-hati dalam menyikapi

segala macam gagasan-gagasan Barat. Sikap ekslusif ini diekspresikan ke dalam bentuk penolakan mereka terhadap ide-ide dari Barat, seperti demokrasi, komunisme,

matrealisme, kapitalisme, pluralisme, liberalisme dan isme-isme lainnya.18

Sikap HTI yang menolak gagasan-gagasan Barat dan cenderung tektual dalam memahami doktrin agama tersebut telah menjadi karakter tersendiri bagi kelompok ini. Maka dari itu, sebagian para sarjana ilmu sosial-keagamaan mengelompokan HTI ke dalam kerangka konseptual gerakan fundamentalis Islam.

Dalam menyikapi Islam fundamentalis, dikalangan para sarjana memang masih mengundang kontoversi. Tidak sedikit para sarjana yang menolak terhadap istilah fundamentalis untuk disejajarkan dengan fenomena gerakan Islam. Seperti halnya

Martin Van Bruessen mengatakan bahwa: “Penerapan terminologi fundamentalis dalam

16

Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, h. 100.

17

Skriptual yang di maksud adalah cara memahami atau mengartikan teks keagamaan secara harfiah atau mereka menolak segala bentuk penafsiran yang bersifat aqliyah dan kontekstual, karena dihawatirkan dapat mengurangi otensititas teks agama. Lihat Nurkhakim, Islam Tradisi dan Reformasi: Pragmatisme Agama dalam Pemikiran Hasan Hanafi, h. 35-42.

18

Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, h. 95-98.

konteks Islam menimbulkan beberapa asosiasi, bagaimanapun kita berusaha

mendeskripsikannya akan tampak sulit difahami”.19

Selain Van Bruisen, pemikir lain seperti Khursid Ahmad menolak dengan alasan istilah fundamentalisme adalah tradisi Kristen Barat, jika tetap digunakan berarti

terjadi pemerkosaan yang besar-besaran terhadap sejarah.20

Merujuk pada pendapat para sarjana di atas, menghubungkan HTI dengan gerakan fundamentalisme Islam memang bukanlah perkara mudah sebab dari sisi historis, karakter, tempat dan rentang waktu pertumbuhan gerakan tersebut sudah berbeda. Sebagaimana telah umum diketahui bahwa gerakan fundamentalis lahir dari tradisi gereja Protestan di Barat (Amerika) pada paruh abad ke-19 dan permulaan

abad ke 20-an.21 Lain halnya dengan gerakan HTI, mereka lahir dan berkembang

seiring dengan kemunculan gerakan-gerakan Islam kontemporer di Timur Tengah sekitar tahun 1952. Selanjutnya Hizbut Tahrir ditransfer ke Indonesia sekitar 1982/1983, dan mendapatkan penambahan nama Indonesia pada akhir kata tersebut

sebagai penunjuk identitas suatu negara.22

Meskipun banyak sarjana yang menolok kedua istilah disejajarkan, namun ada pula sarjana yang justru menerima kedua istilah itu disejajarkan. Di antara para

19

Ufi Ulfiyah, “Fundamentalisme Islam: Analisis Wacana Jurnal Taswirul Afkar Edisi ke-13 Tahun 2012”, (Skripsi SI Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2008), h. 39.

20

Khursid Ahmad, Sifat Kebangkitan Islam, John L Esposito (ed). Dinamika Kebangkitan Islam, trj. Hasan (Jakarta: Rajawali Perss, 1985), h. 283.

21

Karen Amstrong, Berperang Demi Tuahan, trj. Satrio Wahono, dkk. (Bandung: Mizan, 2001), h. 10.

22

Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi, Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia, h. 100.

sarjana yang setuju adalah Roxanne L. Euben dan Bassam Tibi. Menurut kedua sarjana tersebut bahwa fundamentalisme merupakan kelompok dan gerakan religio-politik yang berusaha mengubah sistem sekuler dengan sistem religio-politik yang

didasatkan pada agama.23 Senada dengan Euben dan Tibi, sarjana lain seperti Leonard

Binder mendefinisikan fundamentalisme di dunia Islam bertujuan menetapkan tatanan politik Islam yang mana syari’ah akan diakui secara umum dan dilaksanakan

sebagai sebuah hukum secara legal.24

Berdasarkan pandangan dari para sarjana di atas, paling tidak penulis sudah sedikit mendapatkan dukungan teoritis untuk menggabungkan kedua istilah yang berbeda tersebut. Apabila HTI telah dapat diklasifikasikan ke dalam kerangka konsep gerakan fundamentalis, maka usaha selanjutnya penulis akan menghubungkan fenomena HTI ke dalam konteks sosial di UIN Jakarta.

Sebagaimana telah umum diketahui bahwa UIN Jakarta adalah kampus Islam yang sedang melakukan proses modernisasi pendidikan. Secara teoritis moderenisasi bertujuan untuk merubah sebuah tatanan yang dianggap kolot, fundamental, tradisionl ke dalam tatanan yang dianggap modern sesuai dengan perkembangan zaman. Logikanya, apabila istilah moderenisasi dihadapkan dengan istilah fundamental yang

23

Dikutip dari Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, h. 320.

24

Ulfiyah, “Fundamentalisme Islam: Analisis Wacana Jurnal Taswirul Afkar Edisi ke-13 Tahun 2012, h. 41.

lebih mencerminkan tradisional maka akan terjadi benturan yang mengarah pada pengkikisan nilai-nilai, nilai tradisional oleh modern atau pun sebaliknya.

Dalam skripsi ini HTI diklasifikasikan sebagai gerakan Islam yang merepresentasikan nilai-nilai fundamental. Lain halnya dengan UIN Jakarta, ia adalah institusi pendidiakan yang mengusung proses moderenisasi dalam berbagai aspek baik secara struktural maupun kultural. Oleh karena itu, tidak menuntut kemungkinan akan terjadi pembendungan ruang gerak bagi pertumbuhan gerakan Islam fundamental termasuk HTI.

Untuk membenarkan hipotesis di atas, maka skripsi ini akan menganalisis keberadaan HTI di kampus UIN Jakarta. Adapun tema masalah yang akan di kaji

dalam skripsi ini adalah: “Gerakan Islam Fundamentalis di Perguruan Tinggi” Studi

Tentang (Pola gerakan dan Strategi Kaderisasi Hizbut Tahrir Indonesia di Kampus UIN Jakarta)

B. Pertanyaan Penelitian

Gerakan HTI adalah gerakan Islam yang tergolong aktif melakukan kaderisasi di hampir seluruh kampus-kampus di Indonesia. Di UIN Jakarta organisasi HTI merupakan organisasi yang juga terbilang berhasil dalam menjalankan aktivitas keorganisasian seperti proses kaderisasi, penyebaran opini, pengembangan sumber daya organisasi, maupun dalam penyeberan gagasan-gagasan ke HTI-an (Ideologi, visi-misi, pola keberagamaan, orientasi politik dll).

Agar penelitian ini bersifat sistematis dan objektif, maka perlu dirumuskan beberapa pertanyaan yang menjadi fokus dalam skripsi ini:

a. Bagaimana pola gerakan dan strategi kaderisasi HTI di kampus UIN

Jakarta ?

b. Faktor apa saja yang menjadi pendukung keberadaan HTI di kampus UIN

Jakarta ?

c. Apakah di UIN Jakarta telah terjadi pertumbuhan gerakan

fundamentalisme Islam ?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini yaitu untuk mengetahui pola gerakan dan strategi kaderisasi HTI dan mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung keberadaan HTI di kampus UIN Jakarta. Selanjutnya, mengingat UIN Jakarta adalah kampus Islam yang sedang melakukan proses moderenisasi di berbagai sektor, maka penelitian ini juga bertujuan untuk mengetehui apakah di UIN Jakarta terjadi peretumbuhan gerakan Islam fundamentalis serta mencari beberapa indikator nya.

2. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini untuk menambah wawasan mahasiswa pada umumnya dan bagi penulis pribadi pada khususnya bahwa gerakan HTI di kampus UIN Jakarta memiliki berbagai pola dan strategi tersendiri dalam mengembangkan organisasinya. Kemudian UIN Jakarta yang statusnya sebagai kampus modern juga

tidak luput dari tumbuhnya gerakan Islam fundamentalis didalamnya. Maka dari itu, perlu kita amabil hikmah dari fenomena tersebut sebagai tambahan pengetahun khususnya dalam mengembangkan ilmu sosial dan politik.

D. Tinjauan Pustaka

Dewasa ini telah terdapat banyak penelitian yang mengkaji masalah gerakan sosial keagamaan dengan mengambil objek penelitian tentang HTI. Di antara penelitian tersebut yang mendekati dengan penelitian penulis saat ini adalah

penelitian Syamsul Arifin yang bertema Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum

Dokumen terkait