BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
C. Uji Pendahuluan
Senyawa model hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon tetraklorida. Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida untuk mengetahui dosis karbon tetraklorida yang dapat mengakibatkan kerusakan hepar yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar ALT dan AST pada hewan uji. Dosis yang digunakan pada penelitian ini mengacu dari penelitian Janakat dan Al-merie (2002), yaitu pada dosis 2 mL/kgBB tikus yang mana sudah menimbulkan efek hepatotoksik. Selain itu mengacu pada penelitian Murugesan,
et al.. (2009) dosis 2 mL/kgBB dalam olive oil (1:1) secara intraperitoneal dapat
menimbulkan kerusakan hati steatosis tanpa menyebabkan kematian hewan uji. Peningkatan kadar ALT sebanyak tiga kali dan AST empat kali lipat menunjukkan terjadinya steatosis (Zimmerman, 1999). Pemberian hepatotoksin melalui intraperitonial (i.p.) dilakukan karena rongga peritonium memiliki luas
permukaan absorpsi yang sangat luas sehingga obat dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik secara cepat (Staf pengajar departemen farmakologi fakultas kedokteran universitas sriwijaya, 2009). Obat yang dipejankan dengan rute intraperitoneal pasti akan mengalami first pass metabolism, tidak seperti rute intramuskular atau subkutan yang terdapat pada golongan administrasi ekstravaskular (Hau and Schapiro, 2002). Karbon tetraklorida pada penelitian ini dipejankan secara i.p. Hal ini memungkinkan hepatotoksin ini untuk mengalami metabolisme oleh sitokrom P450 yang terdapat pada sel hepatosit hati menjadi radikal toksik sehingga dapat menginduksi kerusakan hati berupa steatosis. Olive
oil berfungsi sebagai pelarut karbon tetraklorida karena bersifat non toksik dan
dapat melarutkan senyawa nonpolar seperti karbon tetraklorida (Strickley, 2004).
2. Penentuan dosis ekstrak etanol 90% daun jarong
Penentuan dosis ekstrak etanol 90% daun jarong mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Joshi et al., (2010) yang menyebutkan bahwa dosis efektif ekstrak etanol daun jarong adalah 200 mg/kgBB. Dosis ini ditetapkan sebagai dosis tengah. Pada penelitian ini digunakan tiga peringkat dosis dengan faktor kelipatan 2 sehingga dosis rendah 100 mg/kgBB, dosis tengah 200 mg/kgBB, dan dosis tinggi 400 mg/kgBB.
3. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Tujuan dilakukan penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji dilakukan untuk mengetahui waktu terjadinya kerusakan yang paling besar pada organ hati yang ditandai dengan peningkatan kadar serum ALT dan AST yang paling besar tanpa menyebabkan kematian hewan uji. Karbon tetraklorida dengan
dosis 2 ml/kgBB diberikan ke tikus jantan galur Wistar secara i.p, kemudian dilakukan pencuplikan darah pada sinus orbitalis hewan uji pada jam ke-0, 24, dan 48 jam pasca pemberian CCl4. Uji kadar ALT tertera dalam tabel I dan gambar 9.
Tabel I. Purata kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3)
Waktu pencuplikan jam ke-
Purata kadar ALT ± SE (U/I)
0 60,80 ± 2,27
24 181,40 ± 6,40
48 74,20 ± 1,99
Keterangan : SE = Standart Error
Gambar 8. Diagram batang purata kadar ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Hasil pengukuran kadar ALT pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut adalah 60,80 ± 2,27; 181,40 ± 6,40 dan 74,20 ± 1,99 U/I. Hasil statistik uji T berpasangan menunjukkan kadar ALT serum pada jam ke-0 berbeda bermakna (p=0,000) dengan kadar ALT pada jam ke-24, kadar ALT serum pada jam ke-0 berbeda bermakna (p=0,014) dengan kadar ALT pada jam ke-48, dan kadar ALT
serum pada jam ke-24 berbeda bermakna (p=0,000) dengan kadar ALT pada jam ke-48. Analisis statistik uji T berpasangan dilakukan untuk melihat perbedaan antara kondisi sebelum menerima pelakuan (pencuplikan jam ke-0) serta jam 24 dan 48 jam setelah menerima perlakuan hepatotoksin CCl4. Dari hasil uji T berpasangan kadar ALT dapat disimpulkan bahwa pada jam ke-24 terjadi peningkatan kadar ALT yang paling tinggi. Hasil uji T berpasangan ditunjukkan pada tabel II.
Tabel II. Hasil uji T berpasangan kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3)
Waktu pencuplikan (jam ke-)
Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48
Jam ke-0 BB BB
Jam ke-24 BB BB
Jam ke-48 BB BB
Keterangan : BB = Berbeda bermakna
Pengujian juga dilakukan terhadap kadar AST tikus. Data kadar AST tertera pada tabel III dan gambar 10.
Tabel III. Purata kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3)
Waktu pencuplikan jam ke-
Purata kadar AST ± SE (U/I)
0 141,20 ± 5,15
24 452,40 ± 32,45
48 156,80 ± 4,61
Gambar 9. Diagram batang purata kadar AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Hasil yang didapat dari pengukuran kadar AST pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut adalah 141,20 ± 5,15, 452,40 ± 32,45 dan 156,80 ± 4,61 U/I. Hasil statistik uji T berpasangan menunjukkan kadar AST serum pada jam ke-0 berbeda bermakna (p=0,000) dengan kadar AST pada jam ke-24, kadar AST serum pada jam ke-0 berbeda bermakna (p=0,006) dengan kadar AST pada jam ke-48, dan kadar ALT serum pada jam ke-24 berbeda bermakna (p=0,001) dengan kadar AST pada jam ke-48. Analisis statistik uji T berpasangan dilakukan untuk melihat perbedaan antara kondisi sebelum menerima pelakuan (pencuplikan jam ke-0) serta jam 24 dan 48 jam setelah menerima perlakuan hepatotoksin CCl4. Hasil uji T berpasangan kadar AST dapat disimpulkan bahwa pada jam ke-24 terjadi peningkatan kadar AST yang paling tinggi. Hasil uji T berpasangan ditunjukkan pada tabel IV.
Tabel IV. Hasil uji T berpasangan kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3)
Waktu pencuplikan (jam ke-)
Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48
Jam ke-0 BB BB
Jam ke-24 BB BB
Jam ke-48 BB BB
Keterangan : BB = Berbeda bermakna
Berdasarkan data kadar ALT dan AST tersebut maka waktu pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara i.p.
D. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 90% Daun Jarong Pada