• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 IDENTIFIKASI SPESIES KAWANAN IKAN

4.1 Pendahuluan

Identifikasi spesies ikan secara hidroakustik merupakan salah satu tantangan besar pada bidang akustik perikanan dan kelautan. Pemecahan masalah identifikasi ini berguna dalam bidang manajemen sumberdaya perikanan dimana keakuratan hasil dari pendugaan biomassa kawanan ikan secara hidroakustik sangat diperlukan (MacLennan & Simmonds, 1992). Identifikasi spesies secara akustik mungkin juga dapat memberikan sumbangan yang berguna terhadap tingkah laku kawanan ikan dan faktor lingkungannya (Scalabrin & Masse, 1993 diacu dalam Scalabrin et al., 1996).

Metode pendugaan stok ikan secara hidroakustik dengan cara observasi sederhana, echo counting, pemetaan sonar, pemetaan echosounder dan echo

integrasi (Maclennan & Simmonds, 1992), telah banyak digunakan dalam estimasi kelimpahan stok ikan pelagis. Sistem kerja metode ini didasari oleh sistem gema atau gelombang. Bunyi pada medium air, dimana getaran ultrasonik dipancarkan oleh suatu pemancar dan setelah mengenai suatu target, getaran akan dipantulkan kembali dan diterima oleh alat penerima pantulan bunyi, sedangkan jarak yang ditempuh oleh bunyi tersebut diterima oleh alat pencatat atau ditampilkan pada layar khusus. Metode yang paling umum digunakan adalah metode echo integrasi. Namun metode ini dibatasi oleh ketidakmampuannya dalam menentukan spesies kawanan target, atau kumpulan individu ikan atau spesies yang hanya sementara (Inoue, 1981 diacu dalam Lu & Lee, 1995). Selama ini metode identifikasi spesies kawanan yang paling umum digunakan adalah melakukan sampling trawl atau purse seine untuk kemudian dicocokkan atau dibandingkan dengan target secara akustik yang ada pada

echogram. Walaupun demikian, identifikasi spesies berdasarkan karakteristik

echogram tersebut adalah bersifat subjektif (Coetzee, 2000). Selain itu, adanya spesies yang tercampur dalam agregasi (terutama di lingkungan tropis) akan mengarah pada komposisi spesies yang bias.

Berbagai pendekatan yang mengarah pada identifikasi spesies secara akustik telah dilakukan. Beberapa peneliti berusaha memfokuskan diri dalam identifikasi spesies secara akustik, dimulai dengan Barange et al., 1994 yang

mendeteksi target tunggal dari distribusi frekuensi panjang patchiness.

Patchiness dibedakan antar spesies. Pengukuran in situ distribusi TS digunakan untuk mengidentifikasi spesies ikan atau kelompok taksonomi. Hasil yang dicapai adalah spesies yang berbeda ukuran dan bentuk agregasi antara zooplankton dan ikan pelagis (horse mackerel). Namun memiliki keterbatasan dalam mengidentifikasi spesies kawanan ikan pelagis seperti anchovy, skip jack dan

horse mackerel saat menguji data pada skala temporal dan spasial (Lu & Lee, 1995; Haralabous & Georgakarakos, 1996; Scalabbrin et al., 1996). Disamping keterbatasan yang ditemui, hasil yang dicapai Lu & Lee (1995) memberikan harapan baru karena menunjukkan tingkat keakuratan ikan lebih dari 90%, hanya saja pada horse mackerel kurang dari 70%. Teknik lain yang dikembangkan adalah teknik wide band dengan jaringan saraf tiruan (artificial neural network), multi frekuensi dan multi beam yang juga menunjukkan harapan dalam mengidentifikasi spesies (Simmonds et al., 1996), namun sistem ini masih dalam tahap percobaan dan masih mahal. Scalabrin et al., 1996 mencoba dengan kebalikannya yaitu narrow beam backscatter dengan mengembangkan 4 metode yaitu ekstraksi, seleksi deskriptor, pemilihan metode klasifikasi dan validasi serta menggunakan pengolahan citra akustik. Namun hasilnya hanya menunjukkan 57%, hal ini karena keterbatasan pada skala waktu dan ruang.

Interpretasi visual echogram dengan diskriminasi taksonomi berdasarkan kaidah umum merupakan usaha pertama pada penggunaan sinyal akustik (LeFevre et al., 2000). Sinyal tersebut digunakan untuk identifikasi target dengan

taxa dan metode ini telah digunakan oleh beberapa nelayan. Kaidah umum menggunakan teknik multivariate pada kekuatan tegangan (bayangan abu-abu pada echogram), bentuk, ukuran dan posisi kawanan dalam kolom air telah membuka wawasan tentang pengetahuan spesies yang hampir diketahui. Kelemahan teknik ini adalah bersifat subjektivitas dan intensif dikerjakan.

Metode baru yang bisa dikatakan berhasil dengan tingkat keakuratan identifikasi spesies mencapai 88,3% adalah yang dikembangkan oleh Lawson et al. (2001). Instrumen yang digunakan adalah EK 500 split beam echosounder

(38kHz). Deskriptor akustik Lawson et al. (2001) berpatokan pada standar baku Reid et al. (2000) dan mengembangkannya menjadi 18 deskriptor berupa rasio pengukuran. Deskriptor yang ada dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu energetik, morfometrik dan posisi batimetrik.

Identifikasi target umumnya berdasarkan nilai Target Strength (TS), dimana algoritma diukur dari proporsi energi hambur balik yang datang oleh target

(Maclennan & Simmonds,1992). Nilai TS berbeda antar spesies dengan ukuran tubuh berbeda (Love, 1971), hal ini menunjukkan kurangnya informasi mengenai identifikasi spesies. Rose & Leggett (1988) menemukan bahwa TS capelin 16 cm dan mackerel 40 cm (tanpa gelembung renang) adalah sama. Di sisi lain, TS individu ikan berbeda lebih dari 30 dB ketika berenang pada orientasi yang berbeda (Mukai et al., 1983 diacu dalam Rose & Leggett, 1988). Lebih jauh lagi, sulit menentukan TS individu ikan pada gerombolan ikan dengan kerapatan agregat (Lu & Lee, 1995).

Nilai TS yang berbeda-beda tersebut menyulitkan dalam identifikasi target sehingga diperlukan pendekatan lainnya untuk mengidentifikasi target. Penelitian ini menggunakan pendekatan berdasarkan nilai Sv yaitu rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok single target, dan target berada pada volume air tertentu (m3) yang diinsonifikasi sesaat dan diukur pada jarak satu meter dari target dengan intensitas suara yang mengenai target.

Berdasarkan uraian pada bagian tinjauan pustaka dalam tulisan ini, maka pada disertasi ini penelitian identifikasi spesies kawanan ikan pelagis secara hidroakustik dibatasi sebagai berikut:

(1) Agregasi ikan lebih ditekankan pada kawanan (school) ikan daripada gerombolan ikan (shoal). Kawanan ikan yang dijadikan acuan adalah berdasarkan tipologi akustik tipe 2 (Reid et al, 2000)

(2) Penggunaan alat hidroakustik split beam echosounder menghasilkan identifikasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan dual beam ataupun

single beam

(3) Algoritma pola pengenalan dalam identifikasi ini adalah deskriptor akustik. Deskriptor ini meliputi deskriptor akustik secara bentuk dari kawanan ikan(morfometrik), posisi kawanan ikan dalam kolom air (batimetrik) dan energi akustik yang dipantulkan oleh kawanan (energetik).

(4) Kawanan ikan pelagis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan yang dominan tertangkap di suatu perairan. Sehubungan dengan itu dipilih ikan lemuru (dominan 80%), di perairan Selat Bali sebagai dasar studi.

Penelitian identifikasi ini merujuk pada teknik yang digunakan oleh Coetzee (2000), Lawson (2001), dan Bahri & Freon (2000). Kata school atau kawanan pada penelitian ini merujuk pada definisi Pitcher & Parrish (1983) yaitu suatu kelompok ikan yang bersifat homogen, berstruktur dalam sinkronisasi dan polarisasi sedangkan gerombolan ikan (shoal) lebih mengarah pada kelompok

ikan yang tinggal bersama untuk alasan sosial, tidak memiliki struktur dan fungsi. Penggunaan kawanan ikan pun merujuk pada Kieser et al. (1993) diacu dalam Reid et al. (2000) yaitu gregasi ikan multiple.

Tujuan identifikasi secara hidroakustik ini adalah identifikasi spesies kawanan ikan pelagis menggunakan deskriptor akustik dan perumusan karakteristik kawanan ikan pelagis di perairan Selat Bali. Hal ini untuk menguji hipotesis bahwa (1) Deskriptor akustik dapat dijadikan dasar untuk identifikasi spesies kawanan ikan pelagis, (2) Kawanan ikan pelagis di perairan Selat Bali dapat diidentifikasi berdasarkan spesies menggunakan deskriptor akustik dan (3) Adanya deskriptor akustik (morfometrik, batimetrik dan energetik) yang dapat dijadikan tolok ukur dalam identifikasi kawanan ikan. Identifikasi kawanan ikan pelagis bermanfaat untuk meningkatkan hasil tangkapan dan meningkatkan keakuratan estimasi stok ikan pelagis secara umum.

4.2 Metode Penelitian

Hasil pengolahan data akustik menggunakan perangkat lunak EP 500 berupa Matriks Data Akustik (MDA). Selanjutnya dilakukan seleksi echogram

berdasarkan tipologi Reid et al (2000). Pemilihan echogram berguna untuk menghemat waktu pengolahan citra dan menghindari tidak adanya target pada

echogram. Tahapan identifikasi kawanan ikan pelagis tersebut tertera pada Gambar 3.2.

Program ”Acoustics Descriptor Analyzer-Version 2004 (ADA versi 2004)” yang dibuat merupakan pengembangan dari teknik pengolahan citra (image processing) dan GUI (Graphical User Interface) untuk merubah data echogram

dari EP 500 ke dalam pengolah citra. Keluaran program ADA-2004 berupa hasil perhitungan deskriptor akustik dan citra kawanan ikan. Deskriptor akustik dan formula perhitungan tertera pada Tabel 4.1. Selanjutnya dianalisis menggunakan analisis statistika yaitu analisis faktor, analisis gerombol dan analisis diskriminan untuk mengidentifikasi kawanan ikan pelagis berdasarkan spesies menggunakan deskriptor akustik.

P engol ahan dat a aku s t i k

Analys is : pelagic layer

tr ace tr acking pelagic ex pended inter val

Data T hr es hold

S of t w ar e E P 5 0 0

Matr iks Data Akus tik

S eleks i Echogr am (T ipologi akus tik Reid et al, 2000)

Pr os es Oper as i Pengolahan Citr a

4. I nter change

5. Filter ingData (S eleks i War na)

6. B iner is as i

Analis is S tatis tika : 4. Analis is Faktor 5. Analis is Ger ombol 6. Analis is Dis kr iminan Des kr iptor Akus tik: 1.Ener getik

2.Mor fometr ik 3.B atimetr ik

I dentifikas i kawanan ikan pelagis

Keter angan : input pr ogr am pr os es output

Gambar 4.1 Alur identifikasi kawanan ikan pelagis

P engem bangan per an gkat l un ak

Anali s is dat a

H as i l

4.2.1 Deskriptor Akustik

Perhitungan deskriptor akustik merupakan tahap akhir pada penggunaan program “Acoustics Descriptor Analyzer version 2004’. Deskriptor akustik dihitung berdasarkan matriks data berupa piksel objek yang terdeteksi. Dasar pengambilan deskriptor akustik telah diulas pada Bab 3 Metodologi. Perhitungan deskriptor akustik yang digunakan untuk identifikasi kawanan ikan pelagis tertera pada Tabel 4.1. Adapun simbol dan definisi yang digunakan dalam perhitungan tertera pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Deskriptor akustik dan formula perhitungan

No Deskriptor Formula perhitungan

A Energetik 1 Rata-rata energi akustik, dB    

n Ei 10 log 10 1) atau 1010 Sv n E = 1) 2 Standar deviasi energi akustik

(

)

= i n i SD n E E E 1 2 1) 2) 3 Skewness

( )

2 3 SD E K 1) 2) dimana

(

)

(

)(

)

[

1. 2

]

. 3 3 − −       =

n n E E n K i n i jika n = 3; 0 jika n<3 4 Kurtosis

(

)(

)(

)

(

(

2)(

)

3) 1 3 3 2 1 ) 1 ( 4 2 − − − −       − − − − + =

n n n E E E n n n n n Kurtosis i SD n i 1) 2) B Morfometrik 5 Tinggi, m

(

)

awal akhir

terlihat Vertikal Vertikal

Tinggi = − 4)       − = 2

γ

C Tinggi

Tingginyata terlihat 2)

6 Panjang, m

=

k

ping

Panjang

terlihat

.

2) π ϕ 4 2 tan 2                  − = terlihat m nyata Panjang D Panjang 2)

7 Perimeter • s el t er l uar dar i k awanan i kan ( menggunak an 4

neighbourhood)4)

8 Area, m2 • s el * t i nggi 1 s el * panj ang 1 s el 4)

C Batimetrik 9 Rata-rata kedalaman kawanan,m

( )

= n D depth Mean i _ 1) 10 Relative Altitude, % *100 2 / . _ Depth MaxH Alt Min Altitude R = + 3)

Keterangan : dirujuk dari 1)

Lawson (2001), 2) Coetzee (2000), 3) Bahri & Freon (2000), dan

4)

Tabel 4.2 Simbol dan definisi yang digunakan dalam perhitungan

Simbol Definisi

Rata-rata Energi akustik

Rata-rata nilai Sv adalah intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok single target, dimana target berada pada volume air tertentu (m3) dengan threshold 80 dB.

TS Target Strength digunakan untuk mengetahui ukuran ikan (satuan dB) dan modus TS digunakan untuk mengetahui nilai TS yang paling sering muncul

Densitas volume

Kepadatan kawanan ikan, SA adalah scattering area dan R adalah jarak kawanan dalam hal ini adalah tinggi kawanan (satuan ikan/m3).

(Vertakhir- Vertawal)

Vertawal adalah nilai piksel (m) pada titik awal kawanan ikan

Vertakhir adalah nilai piksel (m) pada titik akhir kawanan ikan

(Cγ/2) adalah persamaan efek panjang pulsa, dimana C adalah kecepatan sound (m/det) dan γ adalah panjang pulsa (m.det).

k adalah faktor koreksi, yaitu jumlah meter per ping yang dihitung dari kecepatan kapal (knot) dan laju ping

(ping/menit)

2Dm tan(ö/2) efek lebar sorot (beam) (Diner,1998 diacu dalam Lawson, 2001) dimana Dm adalah rata-rata kedalaman kawanan dan ö adalah s udut antar trandus er dan tepi kawanan diukur s aat deteks i pertama. ö s ebagai fungs i nominal s udut s orot dan perbedaan antar rata-rata densitas energetik gerombolan ikan (Sv) dan processing threshold .

4/π Faktor koreksi untuk memperkirakan panjang kawanan yang dikehendaki (Coetzee, 2000)

Area Luas kawanan ikan

Elongasi Rasio panjang terhadap tinggi kawanan ikan

Dimensi fraktal Geometri bangun alam, P adalah perimeter dan A adalah

area

Contoh proses pengolahan citra dan perhitungan deskriptor akustik masing-masing tertera pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.3.

4.3 Analisis data

Tujuan penggunaan analisis statistika adalah: 1). Mencari keeratan hubungan antar deskriptor (morfometrik, batimetrik dan energetik); 2). Mengelompokkan kawanan ikan dengan nilai deskriptor akustik berdasarkan ukuran kemiripan (similarity) atau ketakmiripan (dissimilarity); 3). Menentukan deskriptor akustik yang berpengaruh terhadap pemisahan kelompok tersebut dan dapat menentukan suatu kawanan ikan (baru) ke dalam salah satu kelompok

P ar amet er K aw an an I kan

S pes ies : L emur u T anggal : 19- 08- 2000 Waktu : 07: 13 L intang : 114o 41’ 587’’ B uj ur : 08o 47’ 471’’

E ner get ik

Meanener gy acous tics : - 55.54 dB

S tandar Devias i : 5.59

S kewnes s : - 1.45

K ur tos is : - 0.03 T S r ata- r ata : - 44.7 dB Dens itas Volume : 101.3 gr /m3

Mor f omet r ik T inggi : 30.01 m Panj ang : 16. 6 m Ar ea : 1.049 m2 Per imeter : 277.12 Elongas i : 0.55 Dimens i fr aktal : 1.22 B at im et r ik

Gambar 4.2 Proses pengolahan citra deskriptor morfometrik, batimetrik dan energetik program Acoustics Descriptor Analyzer version 2004 1.Running Perimeter untuk

perhitungan morfometrik

3. Seleksi nilai TS (-43 dB) – (-50 dB) untuk perhitungan

energetik

Tabel 4.3 Perhitungan deskriptor akustik menggunakan program Acoustics Descriptor Analyzer version 2004

2.Running binerisasi untuk perhitungan batimetrik

tersebut. Program statistik yang digunakan adalah SPSS 11.5 for Windows.

Untuk tujuan tersebut dilakukan tahapan analisis sebagai berikut:

1) Faktor analisis (analysis factor).

Analisis faktor pada penelitian ini digunakan untuk mencari keeratan hubungan/korelasi antar deskriptor akustik sebagai peubah bebas, sehingga ditemukan sesuatu yang alami pada respon variabel atau peubah tak bebas.

Model analisis faktor adalah sebagai berikut: X = ΛΛf + e

dimana

X = vektor berdimensi-p dari respons teramati yang disebut vektor acak, X’ = (x1, x2, ...,xp)

f = vektor berdimensi-q dari variabel tak teramati yang disebut ’common factors’ , f’ = (f1,f2,...fq)

e = vektor berdimensi-p dari variabel tak teramati yang disebut

’unique factors’, e’ = (e1,e2,...,ep)

Λ

Λ = matriks koefisien tak diketahui berukuran pxq disebut ’ factor loadings’

Dengan asumsi bahwa faktor-faktor spesifik tidak berkorelasi antara satu dengan lainnya dan dapat dinyatakan sebagai berikut:

E(ee’) = ψψdan cov (e,f’) =0

Model dasar analisis faktor dapat dituliskan sebagai berikut:

Xi = j i q i j ijf +e

=

λ

Struktur koragam model analisis faktor dinyatakan dalam persamaan berikut :

Var (Xi) = hi2 + ψψi

Komponen hi2 disebut komunalitas yang menunjukkan proporsi ragam dari

variabel respon Xi yang diterangkan oleh q faktor bersama, ψψi merupakan

ragam dari variabel respons Xi yang disebabkan oleh faktor spesifik atau

ragam spesifik (Rummel, 1970).

2) Analisis gerombol(Clustering Analysis)

Analisis gerombol digunakan untuk mengelompokkan objek-objek menjadi beberapa gerombol berdasar peubah-peubah yang diamati, sehingga diperoleh kemiripan objek dalam gerombol yang sama dibandingkan antar objek dari gerombol yang berbeda (Siswadi & Suharjo, 1999). Analisis

gerombol dapat juga dilakukan untuk menggerombolkan peubah-peubah ke dalam suatu gerombol-gerombol peubah berdasarkan koefisien korelasi antar peubah tersebut (Johnson & Wichern, 1998).

Secara umum teknik penggerombolan dibagi menjadi 2 yaitu :

3. Teknik berhirarki, yang dipilah menjadi teknik penggabungan (agglomerative) dan teknik pembagian (divisive), dan

4. Teknik tak berhirarki, misalnya teknik penyekatan (partitioning) dan penggunaan grafik (Siswadi & Suharjo, 1999)

Teknik berhierarki disajikan dalam bentuk dendrogram sehingga penggerombolan akan lebih mudah diidentifikasi dan informatif.

Ukuran ketakkemiripan(dissimilarities) antar objek pengamatan adalah jarak antar objek. Jarak antara dua objek harus didefinisikan sedemikian rupa sehingga semakin pendek jarak maka semakin kecil ketakmiripannya begitupun sebaliknya. Nilai ukuran ketakmiripan yang sering digunakan adalah jarak Euclid bila antar peubah saling bebas atau saling orthogonal, sedangkan jarak mahalanobis digunakan bila semua peubah saling berkorelasi atau tidak saling orthogonal (Johnson & Wichern, 1998)

Metode penggabungan yang digunakan antar gerombol berhierarki adalah metode pautan tunggal, pautan lengkap, pautan rataan, terpusat dan ward. Teknik gerombol berhierarki berguna untuk pemisahan kawanan ikan pelagis ke dalam gerombol kawanan ikan lemuru dan bukan lemuru.

3) Analisis diskriminan (Discriminant Function Analysis)

Analisis diskriminan adalah teknik multivariate yang dapat mengklasifikasikan spesies atau tipe agregasi yang tidak diketahui ke dalam satu kelompok diskret. Analisis ini akan menyeleksi (1) deskriptor akustik yang berpengaruh terhadap pemisahan kelompok kawanan ikan lemuru dan bukan kawanan ikan lemuru dan (2) mengalokasikan suatu kawanan ikan (baru) ke dalam salah satu kelompok kawanan tersebut. Penggunaan analisis diskriminan ini berhubungan dengan fungsinya, yaitu memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok (Siswadi & Suharjo, 1999). Sehingga variabel-variabel yang berbeda dapat ditentukan. Kelompok yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kelompok kawanan ikan lemuru dan kelompok bukan kawanan ikan lemuru (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Alur pemrosesan analisis diskriminan identifikasi kawanan ikan Uji kenormalan ganda

Metode plot khi kuadrat

Data menyebar normal

transformasi

Uji kehomogenan matriks koragam antar dan dalam

gerombol fungsi diskriminan linear Fungsi diskriminan kuadratik Data: Deskriptor akustik Kelompok:

1. kawanan I kan Lemuru 2. Non kawanan ikan lemuru

Pembuatan Plot Ya

T idak

Ya

4.4 Hasil

4.4.1 Pendeteksian Kawanan Ikan dengan Program ADA-2004

Data akustik yang dikumpulkan selama pelayaran akustik kapal Baruna Jaya IV tahun 1998-2000 sebanyak 602 echogram. Data tersebut kemudian dipilah berdasarkan tipologi akustik (Reid et al., 2000) menjadi 58 echogram data terpilih. Contoh hasil pendeteksian kawanan ikan dengan program ADA-2004 dapat dilihat pada Gambar 4.4 – Gambar 4.6. Hasil perhitungan 58 kawanan ikan pelagis terpilih kemudian di tabulasikan seperti pada Tabel 4.4.

Gambar 4.4 Perhitungan deskriptor akustik morfometrik kawanan ikan Selang Energi Sv (- dB) yang digunakan

Hasil perhitungan deskriptor akustik morfometrik

Gambar 4.5 Perhitungan deskriptor akustik batimetrik kawanan ikan Kawanan lemuru setelah perimeterisasi

Kawanan lemuru setelah binerisasi Hasil perhitungan deskriptor akustik batimetrik

Gambar 4.6 Perhitungan deskriptor akustik energetik kawanan ikan Kawanan lemuru sebelum binerisasi

Selang nilai T S (-dB) yang digunakan Hasil perhitungan deskriptor akustik energetik

Selang Energi Sv (- dB) yang digunakan Selang nilai Sv

4.4.2 Pendugaan Kawanan Ikan dengan Analisis Statistika

Hasil pendugaan kawanan ikan pada Tabel 4.4 selanjutnya divalidasi secara statistika berdasarkan 3 tahap analisis yaitu:

1 Analisis Faktor

Matriks korelasi pada Tabel 4.5 menghasilkan korelasi nyata seluruh variabel pada masing-masing deskriptor akustik morfometrik, energetik dan batimetrik. Hal ini menunjukkan adanya keeratan hubungan antar variabel pada masing-masing deskriptor akustik tersebut. Selain itu, terdapat korelasi yang sangat nyata antara deskriptor batimetrik dengan energetik yaitu, berkorelasinya rata-rata kedalaman kawanan dengan energi. Relative altitude berkorelasi dengan energi, standar deviasi dan skewness.

Korelasi yang nyata juga terjadi pada deskriptor batimetrik dengan morfometrik yaitu, berkorelasinya rata-rata kedalaman kawanan dengan tinggi dan perimeter. Relative altitude berkorelasi nyata dengan seluruh variabel pada deskriptor morfometrik. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk dan ukuran kawanan ikan tergantung pada posisinya di kolom perairan, begitu pun sebaliknya.

Korelasi antara deskriptor energetik dengan morfometrik terjadi pada variabel standar deviasi dan skewness dengan variabel panjang, area dan perimeter. Hal ini menandakan bahwa bentuk dan ukuran kawanan dapat memperkirakan energi hambur balik volumenya.

Tabel 4.4 Data hasil perhitungan deskriptor akustik di Perairan Selat Bali Tahun 1998-2000 menggunakan program ADA-2004

Variabel Akustik Peralihan I Musim Timur Peralihan II Gabungan

Rataan CV Rataan CV Rataan CV Rataan CV

Morfometrik Panjang (m) 412.3 0.51 258.5 1.69 1813.0 0.09 772.8 1.48 Tinggi (m) 14.2 0.56 13.4 0.68 12.0 0.50 13.1 0.59 Area (m2) 1136.0 1.21 2260.2 2.23 10779.6 0.15 4671.6 2.16 Perimeter 319.1 0.78 422.6 1.82 1195.5 0.04 641.0 1.46 Energetik Energi (dB) -61.4 0.06 -54.7 0.17 -58.1 1.13 -57.1 0.13 Skewness -0.96 0.24 -0.96 0.47 -0.5 2.70 -0.8 0.55 Batimetrik Meandepth (m) 81.4 0.27 50.6 0.69 82.1 0.35 66.8 0.55 Relative Altitude (%) 17.2 0.50 32.13 0.57 35.5 0.24 30.1 0.61 Jumlah Kawanan (n) 12 28 18 58

Tabel 4.5 Matriks korelasi untuk menyeleksi variabel deskriptor akustik

Metode Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk mendistribusikan pembobotan pada komponen utama. Pembobotan tersebut menunjukkan korelasi antar komponen. Untuk mengetahui banyaknya komponen utama digunakan Grafik Screeplot (Gambar 4.7). Pada grafik tersebut, terdapat 3 komponen yang nilai eigenvalue-nya diatas 1 sehingga ketiga komponen tersebut dapat menjelaskan deskriptor akustik.

Terdapat 3 (tiga) komponen utama untuk meringkas ke sepuluh variabel dari deskriptor akustik (Tabel 4.6). Komponen pertama, variabel panjang, tinggi, area dan perimeter benar-benar menggambarkan bentuk dan ukuran (morfometrik) kawanan ikan. Komponen kedua, variabel mean depth dan relative altitude merefleksikan variabel yang berhubungan dengan posisi kawanan ikan dalam kolom perairan (batimetrik) dan variabel energi akustik merefleksikan suatu kelompok singletarget. Komponen ketiga, variabel standar deviasi, skewness dan

kurtosis menggambarkan simpangan, distribusi dari rata-rata energi akustik ekor dan puncak suatu sebaran data.

Variabel DA Mean Rel.alt Energi SD Skew Kur Panjang Tinggi Area depth Mean depth 1 Rel.alt -0,496 1 Energi -0,770 0,485 1 SD -0,142 -0,314 0,240 1 Skewness 0,209 0,361 -0,249 -0,853 1 Kurtosis -0,134 -0,187 -0,090 0,260 -0,495 1 Panjang 0,174 0,425 -0,108 -0,451 0,501 -0,128 1 Tinggi 0,227 0,217 -0,176 -0,163 0,196 -0,058 0,187 1 Area 0,082 0,406 -0,107 -0,409 0,453 -0,018 0,914 0,299 1 Perimeter 0,240 0,258 -0,130 -0,473 0,491 -0,126 0,750 0,474 0,758

Cetak tebal menandakan korelasi nyata pada P < 0.05

Cetak tebal & garis bawah menandakan korelasi nyata P < 0.05 pada masing-masing deskriptor akustik S c r e e P lo t C o m p o n e n t N u m b e r 1 0 9 8 7 6 5 4 3 2 1 E ig e n v a lu e 5 4 3 2 1 0

2 Analisis Gerombol

Analisis Gerombol (Cluster Analysis) berhirarki dengan penggabungan menggunakan metode ward’s. Nilai ukuran ketakmiripan yang digunakan adalah jarak mahalanobis. Jarak ini digunakan karena nilai deskriptor akustik saling berkorelasi. Analisis gerombol berhierarki ini hasilnya disajikan dalam bentuk dendogram dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Berdasarkan kemiripannya jika dendogram tersebut dipotong pada jarak terpanjang maka terdapat 2 gerombol kelompok kawanan ikan yaitu, kawanan lemuru dan bukan kawanan lemuru. Sebanyak 8 (13.8%) kawanan ikan dikategorikan bukan kawanan lemuru dan 50 (86.2%) kawanan ikan dikategorikan sebagai kawanan lemuru.

3 Analisis Diskriminan

Langkah selanjutnya adalah menganalisis deskriptor akustik yang berpengaruh terhadap pemisahan 2 kelompok kawanan ikan tersebut. Hasilnya dapat dilihat pada uji kesetaraan pada Tabel 4.7.

Hasil uji kesetaraan kelompok menunjukkan bahwa deskriptor akustik dengan nilai p < 0.05 adalah relative altitude, SD, Skewnees, panjang, tinggi, area dan perimeter. Hal ini menunjukkan bahwa deskriptor akustik tersebut merupakan deskriptor yang berpengaruh terhadap pemisahan kelompok kawanan ikan.

Analisis diskriminan ini menghasilkan koefisien untuk menentukan suatu kawanan ikan pelagis baru. Model koefisien untuk kawanan ikan lemuru dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.6. Matriks komponen utama dengan varimax rotation Komponen 1 2 3 Mean Depth ,163 -,899 ,138 Rel. Altitude ,400 ,736 ,308 Energi -,160 ,901 -,088 SD -,400 ,077 -,743 Skewness ,393 -,084 ,862 Kurtosis ,128 -,052 -,787 Panjang ,874 ,055 ,229 Tinggi ,513 -,152 ,007 Area ,925 ,079 ,115 Perimeter ,865 -,078 ,204

Tabel 4.7 Tes kesetaraan kelompok 4 .8 168997 .98 112665 .32 56332 .66 0 .00

D

is

ta

n

c

e

Deskriptor Akustik Wilks’

Lambda F df1 df2 Sig.

Mean Depth 0,947 3,118 1 56 0,083

Rel. Altitude 0,921 4,823 1 56 0,032

Energi 0,983 0,949 1 56 0,334

Tabel 4.8 Model standar diskriminan untuk kawanan ikan lemuru

Fungsi Variabel Deskriptor Akustik

1 Perimeter 0.917 Area (m2) 0.803 Panjang (m) 0.720 Skewness 0.308 SD -0.259 Tinggi (m) 0.233 Relativealtitude (%) 0.192 Kurtosis -0.047 Energi (dB) -0.046 Mean depth (m) 0.021

Tingkat keakuratan data awal (58 data echogram) yang dijadikan sebagai variabel diskriminan analisis ini dapat dilihat pada Tabel 4.9 tentang Hasil identifikasi kawanan ikan pelagis berikut ini:

Tabel 4.9. Hasil identifikasi kawanan ikan pelagis

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian identifikasi kawanan ikan lemuru sebesar 98% dan kawanan ikan bukan lemuru sebesar 87.5%. Artinya dari 50 kawanan ikan lemuru, 1 kawanan ikan lemuru salah identifikasi ke dalam kawanan ikan bukan lemuru. Begitu juga dengan salah identifikasi pada

Dokumen terkait