• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Maluku Tenggara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan (± 87%) dan memiliki 123 pulau, mempunyai potensi sumberdaya laut dan keanaekaragaman hayati yang cukup tinggi. Berdasarkan Data Statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara (2004) jumlah produksi perikanan pada tahun 2003 sebesar 94.599,3 ton, terdiri dari komoditas perikanan tuna, pelagis besar, pelagis kecil, demersal dan komoditas perikanan lainnya. Hasil analisis potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Maluku Tenggara pada wilayah pengelolaan 4 mil laut adalah sebesar 13.379,7 ton dengan nilai maximum sustainable yield (MSY) sebesar 6.689,8 ton dan total allowable catch (TAC) sebesar 5.351,9 ton. Dengan demikian, ikan yang masih dapat dieksploitasi lagi sebesar 781,6–2.265,6 ton per tahun. Keanekaragaman hayati perairan pesisir pada tingkat spesies terdiri atas filum moluska : 160 spesies (kelas gastropoda), kelas bivalvia (41 spesies), kelas holothuridae (8 spesies), kelas ekinoidea (3 spesies), 9 spesies ekinodermata, 14 spesies alga, 256 spesies ikan karang, 69 spesies terumbu karang.

Organisme hidup tidak terkecuali biota laut menghasilkan berbagai produk alami yang terdiri atas metabolit primer dan sekunder. Senyawa ini dihasilkan oleh organisme berupa metabolit primer yaitu yang dihasilkan bersamaan dengan tumbuhnya organisme dan metabolit sekunder yang dihasilkan ketika organisme sudah memasuki fase stasioner (non-growth associated product). Pemanfaatan metabolit sekunder dari laut sebagai zat aktif dalam obat belum banyak diteliti khususnya di Indonesia. Banyak zat-zat berdaya obat dari beberapa organisme laut telah diketahui ratusan tahun, tetapi eksplorasi sumberdaya hayati laut sebagai sumber obat-obatan hampir tidak pernah berlanjut. Untuk mengekstraksi komponen bioaktif dari sumberdaya hayati laut, diperlukan berbagai cara yang tepat, agar dapat dihasilkan produk secara efisien dan berdaya guna. Aplikasi bioteknologi dalam pengembangan sumberdaya pesisir dan lautan akan memungkinkan untuk memproduksi bahan aktif.

Menurut Darusman et al. (1995) umumnya obat yang berasal dari produk alam hasil laut merupakan metabolit sekunder dari berbagai kelompok alkaloid, terpenoid, flavonoid dan juga berasal dari senyawa pembangun metabolit primer seperti dipeptida. Faulkner (2000) menjelaskan bahwa senyawa hasil laut tersebut dapat larut dalam pelarut organik (organic soluble) atau pelarut air (water soluble). Banyak upaya pencarian obat baru yang ditujukan khusus untuk kanker baik dari sumberdaya laut maupun darat. Aneka sumberdaya laut yang menjadi obyek riset di negara-negara maju berupa invertebrata laut seperti spons, tunicate, dan moluska menempati urutan pertama dengan target utama sebagai antikanker (Russel 2003 diacu dalam Purwaningsih 2007). Prospek penemuan obat dan produk farmasi dari biota laut diperkirakan 300 sampai dengan 400 kali lebih besar dibanding dengan isolasi dari eksosistem darat (Bruckner 2002 diacu dalam Purwaningsih 2007).

Salah satu moluska laut yang dimanfaatkan sebagai obat adalah siput laut

Nerita albicilla (Kablang). Secara tradisional masyarakat Desa Sather di Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara, memanfaatkan Kablang sebagai bahan pangan lauk (pengganti ikan pada musim paceklik) dan untuk mengobati penyakit hati dengan cara dimakan dagingnya dan air rebusannya diminum. Hasil penelitian Martin et al. (1986) menyatakan bahwa Nerita albicilla mengandung oksiindol alkaloid yang dikenal sebagai isopteropodin. Selanjutnya Lee et al. (1999) melaporkan bahwa isopteropodin dari tanaman Uncaria tamentosa dapat menghambat topoisomerase I.

Topoisomerase adalah enzim yang terdapat dalam inti sel yang berperan dalam replikasi DNA. Enzim ini ditemukan dalam jumlah yang berlebihan pada sel kanker dibandingkan sel sehat/normal. Oleh karena itu inhibitor topoisomerase menjadi salah satu target penemuan antikanker baru oleh berbagai industri obat dunia (Yanagihara et al. 2005). Enzim DNA Topoisomerase digunakan sebagai molekul target untuk pencarian dan penemuan obat antikanker yang rasional dan lebih selektif. Cara ini sangat baik untuk mengevaluasi senyawa bioaktif antikanker yang positif dan pada pengujian in-vivo menunjukkan aktivitas antikanker (Pommier 1993).

3

Penyakit kanker masih menjadi salah satu penyakit yang paling ditakuti masyarakat dan merupakan salah satu penyakit mematikan. Di Indonesia, penyakit ini telah menduduki peringkat kelima penyebab kematian. Padahal dekade sebelumnya hanya di peringkat sembilan. Bahkan di negara-negara maju, kanker menjadi penyebab kematian nomor dua. Di dunia, setiap tahun ada penambahan 6 - 10 juta orang yang menderita kanker, sedangkan di Indonesia jumlah penderita kanker mencapai 6% dari populasi. Lima besar penyakit kanker yang sering terjadi di Indonesia adalah kanker leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, nasofaring, dan kulit (Supari 2007).

Menurut Siswandono dan Soekardjo (1995) sampai saat ini masih sedikit sekali obat antikanker yang bekerja secara selektif untuk pengobatan jenis kanker tertentu. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit kanker seperti pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi. Namun hingga kini masih belum ditemukan cara yang dapat mengatasi penyakit tersebut secara memuaskan. Cara lain yang dipilih sebagian penderita penyakit ini adalah dengan memanfaatkan bahan alam yaitu dengan menggunakan tanaman obat dan hewan. Hal ini disebabkan adanya keinginan masyarakat sendiri untuk kembali menggunakan bahan dari alam (back to nature).

Penelitian ini difokuskan pada aktivitas ekstrak yang dapat menghambat kerja dari enzim topoisomerase I serta karakteristik dari senyawa aktif inhibitor topoisomerase yang dihasilkan oleh ekstrak Kablang. Pengetahuan akan kandungan nutrisi dan senyawa bioaktif dari Kablang adalah penting karena berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatannya di bidang pangan dan farmasi. Road map penelitian Kablang (Nerita albicilla) dapat dilihat pada Lampiran 1.

1.2 Perumusan Masalah

Di Indonesia berbagai hasil laut berupa alga laut, vertebrata maupun invertebrata laut telah berabad-abad digunakan sebagai obat untuk meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan kesehatan (rehabilitatif), pencegahan penyakit (preventif) dan penyembuhan (kuratif). Namun eksistensinya belum dapat disetarakan dengan pelayanan pengobatan modern dengan menggunakan obat

kimia, karena memang belum teruji keamanan dan manfaatnya. Selama ini kebanyakan manfaat dan pengembangannya hanya dari data empiris dan dari pengalaman yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam usaha mengembangkan obat tradisional, salah satu biota laut yang menarik perhatian dan diduga mempunyai aktivitas antikanker adalah Kablang (Nerita albicilla) yang berasal dari Kepulauan Kei Provinsi Maluku. Penelitian antikanker dari Kablang belum dilakukan secara ilmiah. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas enzim topoisomerase I terhadap ekstrak Kablang (Nerita albicilla).

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan adalah untuk:`

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bidang perikanan khususnya pengembangan produk alam dari laut yang berkhasiat obat.

1.4 Hipotesis Penelitian

Ekstrak dari Kablang (Nerita albicilla) mengandung senyawa inhibitor topoisomerase I.

(1) Mengetahui komposisi kimiawi termasuk asam amino dari Kablang. (2) Mendapatkan ekstrak yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor

topoisomerase I.

(3) Mengetahui golongan senyawa ekstrak aktif inhibitor topoisomerase I. (4) Mendapatkan isolat golongan senyawa inhibitor topoisomerase I.

Dokumen terkait