• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia (Aceh Coffee Forum). Faktor ini yang menjadi salah satu alasan pentingnya menjaga keberlangsungan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah berada dalam posisi kritis karena terjadi ketidakseimbangan antara distribusi profit dan risiko yang ditanggung oleh setiap pelaku rantai pasok (balancing risk). Akibatnya produktifitas dan kinerja petani sebagai pemasok utama produk menurun secara drastis. Penurunan produktifitas berimplikasi nyata terhadap kekuatan pemasok dalam menjaga stabilitas dan kualitas pasokan. Peningkatan produktifitas dan kinerja pemasok menjadi sangat sulit dilakukan karena pendistribusian profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional budidaya kopi organik. Nilai harga jual produk tidak sebanding dengan besarnya risiko yang harus ditanggung pelaku rantai pasok bagian hulu terutama sekali petani. Produktifitas lahan yang sudah berada pada taraf kritis mengakibatkan usaha budidaya kopi organik tidak lagi layak secara ekonomi. Keberlanjutan rantai pasok kopi organik semakin terancam ketika fungsionalitas produk kopi organik Gayo tidak dapat tergantikan oleh produk kopi Arabika sejenis.

Proses penyeimbangan risiko untuk setiap pelaku yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok dapat dilakukan dengan melalui mekanisme pendistribusian profit secara proporsional dan berimbang. Mekanisme penyeimbangan risiko dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan dari keselurahan pelaku yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok (Moses dan Seshadri 2000). Suharjito (2011) melakukan proses distribusi risiko (Risk Sharing) melalui proses negosiasi harga antara petani dengan pelaku lainnya di dalam rantai pasok melalui model Stakeholder Dialog. Chen dan Seshadri (2001) melakukan penyeimbangan risiko di dalam industi manufaktur dengan menciptakan pelaku yang berperan sebagai penyeimbang (intermediasi) antara pemasok dan pengecer. Pada kondisi ideal seharusnya semakin besar risiko yang diambil petani dalam mengusahakan

budidaya pertaniannya, maka semakin besar profit yang bisa didapatkannya (Harrington dan Niehauss 1999). Risiko kekurangan pasokan di level koperasi di Aceh Tengah diakibatkan oleh upaya dari petani untuk memperkecil risiko budidaya melalui perpindahan dari budidaya organik ke budidaya konvensional. Menurut Meuwissen et al. (2001) petani biasanya melakukan proses pengendalian risiko melalui tiga cara yaitu : diversifikasi tanaman, perubahan metoda budidaya pertanian dan berbagi risiko dengan pelaku lain didalam jaringan rantai pasok.

Ketidakseimbangan antara distribusi profit yang diterima pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah dengan risiko yang harus ditanggung dalam melaksanakan kegiatan usahanya berakibat terhadap keberlanjutan produk kopi organik. Menurut Li et al. (2005) pada beberapa kasus tertentu penggelembumbungan risiko dapat terjadi dari bagian Upstream jaringan rantai pasok ke bagian downstream. Faktor ketidakseimbangan risiko (Balancing risk) memicu terjadinya risiko pada standar mutu dan kualitas, kuantitas pasokan serta harga. Faktor penggelembungan risiko dari bagian upstream ke bagian downstream rantai pasok merupakan salah satu indikator yang signifikan dalam mempengaruhi timbulnya risiko dalam sebuah jaringan rantai pasok (Hui min et al, 2009). Kompleksitas permasalahan Pengembangan kopi organik di Aceh Tengah dapat dilihat diantaranya : 1) Penumpukan risiko di salah satu sphere jaringan rantai pasok, 2) Kekurangan kuantitas pasokan bahan baku dari bagian hulu (Upstream) jaringan rantai pasok, 3) Keuntungan menumpuk di pelaku bagian hilir (Downstream) jaringan rantai pasok, 4) Kualitas bahan baku rendah karena belum sesuai standar budidaya organik, 5) Belum terciptanya koordinasi yang baik pada setiap pelaku rantai pasok untuk mengatasi permasalahan (risiko) yang terjadi di sepanjang jalur pasokan, dan 6) Belum adanya rancangan rantai pasok yang baik untuk komoditi kopi organik di Aceh Tengah.

Pendistribusian profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional pelaku bagian hulu rantai pasok menjadi faktor penyebab utama yang memicu timbulnya penggelembungan risiko terhadap pelaku bagian hilir jalur rantai pasok yaitu koperasi. Penggelembungan risiko terhadap pelaku bagian hilir rantai pasok kopi organik yang paling memberikan dampak nyata adalah kuantitas pasokan yang tidak mencukupi permintaan konsumen (importir), penurunan standar kualitas

organik produk serta jumlah komunitas petani kopi organik yang semakin menurun. Risiko ini berdampak terhadap kesinambungan pasokan kopi organik. Tingkat dampak dari risiko bukan saja mengganggu keberlanjutan rantai pasok kopi organik tetapi juga mengancam kelangsungan keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Oleh karena itu diperlukan rancangan rantai pasok yang dapat mengkoordinasikan risiko-risiko rantai pasok untuk dapat menciptakan keseimbangan risiko. Koordinasi yang selama ini sudah berjalan hanya antara koperasi selaku eksportir dengan importir dalam bentuk kontrak. Ketika dikaji lebih dalam, kontrak kerjasama antara koperasi dengan importir masih banyak kelemahan. Kelemahan tersebut terutama sekali terdapat pada penelti kontrak yang masih bersifat satu arah. Konsekuensi kontrak hanya berlaku bagi koperasi.

Penanganan produk akhir yang buruk sebagai akibat belum adanya model rantai pasok yang baik mengakibatkan tingkat keuntungan petani relatif rendah. Pada saat ini ada sekitar 15 eksportir yang aktif terlibat dalam perdagangan kopi organik diantaranya CV. Ujang Jaya, Koperasi KBQ Baburrayan, CV. Sari Makmur, CV. Sam Karya, CV. Arvis dan beberapa perusahaan PMA seperti CV. Gajah Mountain dan CV. Indo Cafco. Lima diantaranya termasuk kedalam pengusaha lokal dan hanya satu eksportir yang mempunyai manajemen serta strukturisasi rantai pasok kopi organik cukup baik. Permasalahan periode masa panen yang tidak merata antara satu wilayah dengan wilayah lainnya di Aceh Tengah memberikan keuntungan sekaligus risiko terhadap rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Keuntungannya terdapat pada ketersediaan pasokan kopi organik di Kabupaten Aceh Tengah selalu tetap terjaga karena periode masa panen yang tidak sama. Sebaliknya perbedaan periode masa panen membuka celah kepada eksportir yang berasal dari luar daerah untuk merusak mekanisme harga kopi organik di sepanjang jalur distribusi rantai pasok.

Faktor budidaya yang tidak memenuhi standar organik di tingkat pelaku petani ikut memperburuk kualitas produk kopi sehingga tidak sesuai dengan standar kualitas organik yang telah ditetapkan. Distribusi total profit yang berada di tingkat pelaku hilir atau koperasi yang tidak berpihak kepada petani menjadi kendala utama dalam peningkatan standarisasi budidaya organik sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Untuk dapat membuat mekanisme

penyeimbangan risiko rantai pasok, diperlukan penelitian tentang manajemen risiko rantai pasok dan disribusi kopi organik di Aceh Tengah dengan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan dalam bisnis tersebut. Model mitigasi risiko melalui pendekatan Risk Sharing (RS) merupakan metode yang sangat tepat untuk kondisi rantai pasok kopi organik khususnya serta konsep rantai pasok komoditi pertanian lain pada umumnya. Model RS yang dapat mengkoordinasikan permasalahan atau risiko pada setiap pelaku rantai pasok juga sangat dibutuhkan dalam meminimalisir penggelembungan risiko terhadap pelaku upstream rantai pasok. Menurut Cachon (2003) koordinasi pelaku rantai pasok dapat dilakukan melalui mekanisme kontrak. Menurut Chen dan Seshadri (2000) penyeimbangan risiko yang adil untuk setiap pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah ditetapkan melalui mekanisme penentuan harga jual optimal. Studi terakhir berkaitan dengan perancangan model RS yang dilakukan oleh Wu dan Blackhurst (2009) merupakan penyempurnaan model dari mekanisme distribusi risiko melalui penetapan harga jual optimal yang dipadukan dengan koordinasi kontrak.

Kendala yang dihadapi model RS yang telah ada selama ini adalah pada posisi tawar (Bargaining Position) model yang lemah terhadap pelaku yang akan menerima beban risiko atau berbagi profit ketika model diterapkan. Sementara, tidak semua perusahaan yang menjadi stakeholder atau pelaku rantai pasok yang akan berbagi profit bisa menerima konsep model yang ditawarkan. Model disribusi risiko selama ini terkendala oleh proses penerapan model ketika diselaraskan dengan kontradiksi antara tujuan distributor dan pemasok dalam hal ini petani. Kelemahan model sebelumnya terlihat dari perspektif risiko pada era sekarang yang menyatakan bahwa risiko dianggap sebagai peluang dalam meningkatkan nilai profit dan kompetitif perusahaan di masa depan (Luhman, 1996). Kelemahan dari model yang di buat Wu dan Blackhurst (2009) adalah model masih beorientasi kepada keberlangsungan rantai pasok walaupun telah disempurnakan dengan proses minimalisir risiko loss profit dalam penetapan harga jual di tingkat pelaku rantai pasok. Oleh karena itu penelitian ini akan bertujuan merancang model rantai pasok yang berorientasi kepada keberlanjutan rantai pasok sekaligus peningkatan profit pelaku hilir (koperasi) pada saat yang

bersamaan sehingga model lebih mudah diaplikasi dan diterima oleh semua pelaku rantai pasok.

Kerangka manajemen risiko rantai pasok dimulai dari pemahaman Chopra (2007) mengenai dualisme strategi penetapan keputusan rantai pasok yaitu keputusan rantai pasok dengan titik berat kepada efisiensi dan responsif. Untuk mensinergikan dengan kompleksitas masalah pada rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah, diperlukan acuan kerangka penetapan keputusan rantai pasok yang terfokus kepada efisiensi rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah (Gambar 1).

Strategi Kompetitif

Strategi rantai pasok

Fasilitas Inventori Transportasi

Informasi Sumber Daya Harga

Responsif Efisiensi Struktur Rantai Pasok

Driver Logistik

Driver lintas fungsional

Gambar 1 Kerangka kerja pembuatan keputusan rantai pasok (Chopra, 2007) Penelitian yang sudah pernah dilakukan berkaitan dengan manjemen risiko rantai pasok adalah Halikas et al. (2002), Jutner et al. (2003), Harland et al. (2003), Li et al. (2007) tetapi belum terfokus kepada mitigasi risiko melalui mekanisme distribusi risiko (Risk Sharing) serta objek studi yang bukan komoditi pertanian. Suharjito (2011) telah melakukan studi penyeimbangan risiko pada rantai pasok komoditi pertanian dengan model mekanisme penetapan harga jual yang masih bersifat umum. Chen dan Seshadri (2000), Tsay (2001), serta Cachon (2003) telah mulai membuat model RS melalui penetapan harga dengan mengkombinasikan pemberian insentif berdasarkan parameter acuan jumlah pasokan. Wu dan Blackhurst (2009) menyadari kelemahan model sebelumnya yaitu dalam hal penetapan insentif belum spesifik terhadap risiko pelanggan sehingga kemungkinan terjadinya loss profit pada pemberian insentif yang tidak

tepat bisa terjadi. Dari semua model distibusi risiko yang diusulkan pada penelitian terdahulu, tujuan yang dihasilkan hanya bertumpu pada keberlangsungan rantai pasok sebagai kekuatan model melalui modifikasi mekanisme penetapan insentif pada harga jual. Perubahan dilakukan oleh Wu dan Blackhurst (2009) dengan merujuk pada penelitian Chen dan Seshadri (2000) dengan usulan penentuan spesifik risiko pelaku untuk meminimalisir loss profit.

Studi ini bertujuan memberikan perspektif yang berbeda dari model RS yang sebelumnya hanya terfokus kepada keberlanjutan rantai pasok. Pendekatan yang berbeda pada studi ini memberikan output yang tidak saja berorientasi kepada keberlanjutan rantai pasok tetapi sekaligus meningkatkan total profit pelaku yang menerima beban risiko akibat penerapan model. Pemahaman yang mendalam terhadap berbagai tingkat kesulitan pada proses aplikasi model RS yang telah ada memberikan kejelasan pada studi ini dalam memahami konsep distribusi risiko secara menyeluruh.

1.2. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan merancang rantai pasok yang berorientasi kepada peningkatan profit dan kesinambungan pasokan melalui mekanisme mitigasi risiko dengan pendekatan model RS bagi setiap pelaku komoditi dan produk kopi organik Gayo, Aceh. Adapun secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Melakukan identifikasi dan evaluasi faktor risiko terhadap model rantai pasok kopi organik yang sudah ada di Aceh Tengah.

b. Memformulasikan bentuk mitigasi risiko rantai pasok kopi organik melalui pendekatan model RS dengan orientasi output keberlanjutan dan peningkatan profit rantai pasok secara simultan dan bersamaan.

c. Merancang rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah yang berkelanjutan dengan mengutamakan peningkatan profit pada semua anggota rantai pasok.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dengan rancangan rantai pasok melalui pendekatan model RS kopi organik di Aceh Tengah yang dihasilkan dari penelitian ini adalah :

a. Model dapat digunakan untuk mengkoordinasikan seluruh pelaku rantai pasok sehingga efek penggelembungan risiko (Bullwhip Effect) dari pelaku hulu rantai pasok (Upstream) terhadap pelaku bagian hilir jalur pasokan (Downstream).

b. Model distribusi dirancang dengan tujuan lebih memudahkan stakeholder rantai pasok ketika akan diaplikasikan melalui perubahan terhadap mekanisme pendistribusian risiko dan profit antar pelaku.

c. Dapat membantu pemangku kepentingan dalam mmbuat perencanaan manajemen risiko rantai pasok sehingga setiap perubahan skenario risiko disepanjang jalur pasokan dapat diamati, diukur, dikoordinasikan serta diminimalisir.

1.4. Perumusan Masalah Penelitian

Perancangan model penilaian risiko jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah membutuhkan analisis yang komprehenif dan sistematis melalui pengelompokan setiap pelaku rantai pasok, rumusan masalah risiko yang diselaraskan dengan tujuan formulasi model RS sehingga dihasilkan model yang dapat mengakomodir kompleksitas permasalahan palaku rantai pasok secara menyeluruh. Kerangka pemikiran ini akan menjawab beberapa pertanyaan penelitian ini :

a. Bagaimana bentuk model RS yang mudah diterima dan digunakan oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok dengan meminimalisir perbedaan pandangan antar pelaku rantai pasok terhadap mekanisme distribusi risiko yang telah ada ?

b. Bagaimana memformulasikan bentuk model yang bisa menjaga kesinambungan pasokan sekaligus meningkatkan profit pelaku rantai pasok pada saat yang bersamaan ?

c. Bentuk parameter seperti apa yang perlu didefinisikan kedalam formulasi model sehingga dapat mengakomodir tujuan model RS yang telah ditetapkan sebelumnya.

d. Bagaimana pemilihan parameter yang dapat bekerja secara simultan dan tanpa batas dalam meningkatkan profit pelaku rantai pasok terutama pelaku yang akan menerima beban risiko ?

e. Mekanisme kontrak seperti apa yang akan dipilih untuk mengkoordinasikan formulasi model kepada pelaku sehingga tercipta desain rantai pasok yang diinginkan.

1.5. Ruang Lingkup

Untuk memfokuskan penelitian dengan berbagai keterbatasan dan kendalanya, maka studi desain rantai pasok agroindustri kopi organik di Aceh Tengah untuk optimalisasi balancing risk akan dibatasi kondisi sebagai berikut

a. Penelitian akan dibatasi terhadap pelaku rantai pasok yang berlokasi di wilayah dengan kuantitas pasokan cukup besar.

b. Identifikasi risiko akan difokuskan terhadap variabel-variabel risiko yang berhubungan dengan standarisasi kualitas organik sehingga tujuan meningkatkan kualitas produk sebagai salah satu permasalahan utama rantai pasok dapat dicapai.

c. Sampel pelaku hilir rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah selaku eksportir akan dibatasi pada pelaku yang mempunyai strukturisasi dan traceability yang baik terhadap semua pelaku rantai pasok kopi organik sehingga sistematika permasalahan bisa diurai dengan baik.

d. Eksportir sebagai pelaku bagian hilir rantai pasok ditetapkan pada satu pelaku dengan pertimbangan agar model RS bisa diformulasikan dengan baik.

II. TINJAUAN PUSTAKA