• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran cukup luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2004). Sehingga, secara kuantitas Ultisol sangat berpotensi untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia, salah satunya adalah untuk budidaya tanaman kedelai yang merupakan sumber lemak dan protein nabati yang digunakan sebagai bahan makanan manusia, ternak, dan juga bahan baku industri.

Walaupun potensi luasnya cukup besar, Ultisol masih memiliki banyak permasalahan. Permasalahan yang penting antara lain adalah kejenuhan Al yang tinggi , kandungan hara yang rendah seperti P, Ca, Mg, Na, dan K, kapasitas tukar

kation rendah, pH rendah dan peka terhadap erosi

(Adiningsih dan Mulyadi 1993).

Salah satu karakteristik tanah Ultisol yang bermasalah untuk budidaya tanaman kedelai adalah nilai kejenuhan Aluminiumnya yang tinggi. Kandungan Al yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan kedelai dan merusak perakaran tanaman sehingga mengakibatkan tidak efisiennya akar menyerap unsur hara dan air. Toleransi tanaman kedelai terhadap kejenuhan Aluminiumnya adalah < 20% (Sujadi, 1984).

Kemasaman tanah dan kejenuhan Al yang tinggi di tanah Ultisol umumnya dinetralisir dengan pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah serta menurunkan kadar Al. Namun, selain menekan kejenuhan Al, pengapuran juga meningkatkan ketersediaan Ca di dalam tanah.

Meda et al. (2002) melaporkan bahwa pemberian kapur meningkatkan pH, Ca-dd terutama pada tanah di lapisan 0-10 cm.Taufik dkk (2010) juga melaporkan bahwa semakin tinggi takaran kapur mulai dari 0, ¼, ½, ¾ (x Al-dd) yang diberikan pada tanah Ultisol, kandungan Ca-dd nya semakin tinggi dan mencapai peningkatan hingga 300%.

Pemberian kapur yang meningkatkan kadar Ca tanah ternyata mempengaruhi kadar K tanah, dan serapan K tanaman. Choudry (1984) melaporkan bahwa aplikasi kapur pada budidaya tanaman tebu tidak hanya meningkatkan Ca tukar tetapi juga menurunkan tingkatan K tukar, Mn tukar, dan Al tukar tukar jika dibandingkan sebelum pengaplikasian. Aplikasi kapur juga meningkatkan pengambilan N, P, dan Ca namun membatasi pengambilan K pada semua umur tanaman. Tanaka et al. (1991) juga melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi kalsium di tanah dapat menurunkan kandungan K pada daun tomat.

Selain itu, Ultisol yang didominasi oleh mineral liat tipe 1:1 kaolinit memiliki kadar K yang tergolong rendah, sehingga diperlukan pemupukan K untuk meningkatkan hasil tanaman pada tanah ini. Nuryamsi (2006) melaporkan bahwa Pemupukan K nyata meningkatkan hasil biji kering kedelai pada tanah Ultisol di lokasi Tanjung Gusti dimana hasil tanaman meningkat dari 0.81 t/ha menjadi 1.99 t/ha akibat pemberian 80 kg K/ha atau terjadi peningkatan sekitar 146%

Pemberian kapur tentunya memerlukan pertimbangan yang seksama dalam menetapkan kebutuhan kapur mengingat peningkatan Ca dari bahan kapur mengganggu keseimbangan unsur hara yang lain, termasuk unsur K. Sehingga perlu diteliti besar dosis kapur CaCO3 dan pupuk KCl yang dapat mencapai

kecukupan Ca dan K yang seimbang untuk tanaman kedelai sehingga meningkatkan pertumbuhannya.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah mengkaji pengaruh pemberian kapur CaCO3

Hipotesis Penelitian

dan pupuk KCl terhadap pertumbuhan, serapan K dan Ca tanaman kedelai di tanah Ultisol.

− Semakin tinggi dosis pemberian kapur CaCO3

− Semakin tinggi dosis pemberian pupuk KCl maka semakin meningkatkan pertumbuhan dan serapan K tanaman kedelai di tanah Ultisol

maka semakin meningkatkan pertumbuhan dan serapan Ca, namun semakin menurunkan serapan K tanaman kedelai di tanah Ultisol

− Terdapat kombinasi (perbandingan) kapur CaCO3

Kegunaan Penelitian

dan pupuk KCl yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan, serta serapan K dan Ca tanaman kedelai di tanah Ultisol.

− Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan.

− Sebagai salah satu syarat untuk dapat membuat skripsi di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTRAK

Ultisol sangat berpotensi dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia dengan luasan mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Karakteristik Ultisol yang bermasalah untuk budidaya tanaman kedelai adalah kemasaman dan nilai kejenuhan Al yang tinggi yang umumnya dinetralisir dengan pengapuran. Selain menurunkan kemasaman dan menekan kejenuhan Al, pengapuran juga meningkatkan kadar Ca tanah. Peningkatan kadar Ca tanah pada taraf tertentu diduga mempengaruhi kadar K tanah serta serapan K tanaman. Sehingga perlu diketahui dosis kapur CaCO3 dan

pupuk KCl yang dapat mencapai kecukupan serapan Ca dan K yang seimbang untuk tanaman kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari bulan Juli sampai September 2014, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari dua faktor yaitu kapur CaCO3 (0xAl-dd, 1xAl-dd, 2xAl-dd, dan 3xAl-dd), dan pupuk

KCl (0 kg/ha, 100 kg/ha, 200 kg/ha, dan 300 kg/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kapur CaCO3 berpengaruh nyata dalam

meningkatkan pH, Ca-dd, bobot kering tajuk, bobot kering akar, serta serapan Ca tanaman, dan menurunkan Al-dd serta serapan K tanaman kedelai. Dosis kapur CaCO3 untuk meningkatkan serapan Ca, serapan K, serta berat kering tajuk

maksimal tanaman kedelai di tanah Ultisol adalah 1.73 – 1.87 (x Al-dd). Pemberian pupuk KCl berpengaruh nyata dalam meningkatkan K-dd dan bobot kering tajuk serta menurunkan serapan Ca tanaman kedelai. Dosis pupuk KCl untuk meningkatkan serapan Ca maksimal tanaman kedelai di tanah Ultisol adalah 165 kg/ha. Sedangkan Interaksi kapur CaCO3 dan pupuk KCl tidak berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan serta serapan K dan Ca tanaman kedelai di tanah Ultisol.

ABSTRACT

Ultisols potentially for the development of dryland agriculture in Indonesia with an area reached 45.794.000 hectares, or about 25% of the total land area of Indonesia. Characteristics of Ultisols problematic for soybean cultivation are acidity and high Al saturation that generally neutralized by liming. Beside reducing the acidity and pressing Al saturation, liming also increased the Ca content of the soil. Increased levels of soil Ca to some extent have influenced to the levels of soil K and plant K uptake. So, the doses of CaCO3 and KCl that can achieve sufficient plant uptake of Ca and K of soybean need to know. This research was conducted at screen house of the Agricultural Faculty University of North Sumatra, Medan from July to September 2014,by using a Randomized Block Design consisting of two factors, CaCO3 (0xAl-dd, 1xAl-dd, 2xAl-dd, and 3xAl-dd), and KCl (0 kg/ha, 100 kg/ha, 200 kg/ha, and 300 kg/ha). The results showed that CaCO3 application has the significant effect in increasing pH, Ca- dd, shoot dry weight, root dry weight, and plant Ca uptake, and in decreasing Al- dd and Plant K uptake of soybean. The dose of CaCO3 to increase the maximum uptake of Ca, K, and shoot dry weight of soybean plants is 1.73 to 1.87 (x Al-dd). KCl application has significant effect in increasing K-dd, shoot dry weight, and decreasing plant Ca uptake of soybean. The dose of KCl to increase the maximum plant Ca uptake of soybean is 165 kg/ha. While the interaction of CaCO3 and KCl had no significant effect on Growth.

PEMBERIAN KAPUR CaCO3

Dokumen terkait