• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketepatan dan konsistensi komposisi nutrien di dalam ransum komplit merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan di dalam industri makanan ternak. Penyimpangan antara komposisi nutrien ransum dengan kebutuhan ternak dapat merugikan. Bila suatu nutrien tidak tersedia secara memadai, maka pertumbuhan atau produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sebaliknya jika nutrien tertentu melebihi kebutuhan, di samping tidak ekonomis juga menurunkan performa ternak. Berdasarkan hal tersebut industri makanan ternak selalu berupaya mengoptimalkan formula ransum, sehingga kebutuhan nutrien ternak terpenuhi.

Dalam optimasi formula ransum menggunakan linear programming (LP) ditentukan proporsi masing-masing bahan pakan yang akan digunakan dalam campuran ransum dengan biaya minimum. Data yang diperlukan untuk memformulasikan ransum tersebut adalah komposisi nutrien bahan pakan yang akan digunakan, di samping harga bahan-bahan pakan tersebut serta kebutuhan nutrien ternak. Pada kenyataannya akan sulit memperoleh data komposisi nutrien yang tepat karena jenis bahan yang sama dapat berubah kualitasnya. Perubahan ini dapat disebabkan perbedaan bahan baku, teknologi proses, lama penyimpanan dan sebagainya, sehingga komposisi nutrien bahan pakan dapat bervariasi dari batch

ke batch dan dari waktu ke waktu (Berger, 1995; Torres-Rojo, 2000).

Berdasarkan kenyataan di atas salah satu upaya untuk mengurangi variasi komposisi nutrien ransum adalah dengan memonitor bahan pakan secara terus menerus. Idealnya setiap bahan pakan, dievaluasi pada setiap batch, namun karena mempertimbangkan waktu dan biaya dengan menggunakan metode evaluasi yang ada, evaluasi dilakukan dengan frekuensi terbatas. Frekuensi evaluasi tergantung kepada jenis bahan, track record hasil analisis bahan yang sama dari pemasok yang sama dan variabilitas bahan baku yang digunakan. Menurut Leeson dan Summers (1997) kandungan air, protein kasar dan lemak tepung ikan harus dievaluasi pada setiap kedatangan bahan, sedangkan kandungan asam aminonya dievaluasi setiap bulan. Dengan tingginya frekuensi evaluasi

kandungan nutrien tersebut maka diperlukan metode penentuan nutrien yang cepat, murah dan akurat.

Perumusan Masalah

Metode konvensional untuk menentukan kandungan nutrien bahan pakan membutuhkan bahan kimia dan peralatan yang beragam, waktu yang lama dan prosedur yang rumit serta biaya yang mahal. Penentuan kadar air membutuhkan pengeringan dalam oven pada suhu 950 C - 1000 C selama 5 jam. Penentuan kadar protein yang dilakukan dengan metode Kjeldhal membutuhkan pelarut K2SO4 , HgO dan H2SO, serta proses pendidihan selama 1-1.5 jam. Kemudian didestilasi, dan hasil destilasi ditampung dengan larutan H2BO3 dan indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol) di bawah kondensor. Hasil distilasi tersebut dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penentuan lemak kasar dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet membutuhkan pelarut dietil eter atau petroleum eter. Proses refluks membutuhkan waktu minimum 5 jam, setelah itu harus didestilasi untuk memisahkan pelarut dan lemaknya. Selanjutnya labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0 C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, barulah labu beserta lemaknya ditimbang. Penentuan kandungan asam amino membutuhkan bahan kimia dan prosedur yang kompleks, sebelum diinjeksikan ke kolom

chromatography yakni proses oksidasi dan hidrolisis. Sebelum dihidrolisis terlebih dahulu dioksidasi dengan asam performat. Ada dua macam hidrolisis yang harus dilakukan yakni hidrolisis asam (untuk analisis asam amino selain dari triptopan ) dan hidrolisis basa (untuk analisis triptopan). Berdasarkan prosedur dan bahan kimia yang dibutuhkan terlihat bahwa analisis kimia untuk menentukan kandungan nutrien bahan tersebut membutuhkan biaya yang relatif mahal, waktu dan tenaga kerja yang intensif, serta perhatian khusus terhadap penanganan limbah kimia.

Pada saat ini sejumlah teknik instrumentasi yang didasarkan pada sifat fisik bahan telah dikembangkan. Salah satu teknik tersebut adalah pengukuran spektra near infrared yang dipancarkan ke bahan. Prinsip kerja metode ini

didasarkan atas adanya vibrasi molekul yang berkorespondensi dengan panjang gelombang yang termasuk dalam wilayah near infrared pada spectrum elektromagnetik. Vibrasi tersebut dimanfaatkan dan diterjemahkan untuk mengetahui karakteristik kandungan kimia dari bahan. Keuntungan metode ini adalah dalam pengukuran spektra near infrared dapat dilakukan tanpa persiapan sampel yang rumit karena dapat dilakukan langsung pada material yang utuh (non-destructive) atau bisa juga pada sampel dalam bentuk tepung. Berdasarkan hal tersebut pengukuran dapat dilakukan dengan cepat, murah dan tanpa bahan kimia.

Data spektra near infrared belum dapat dimanfaatkan tanpa mempelajari hubungannya dengan sifat kimia bahan yang diukur. Kegiatan mempelajari hubungan tersebut diistilahkan dengan proses kalibrasi. Metode kalibrasi yang sering digunakan adalah dengan regresi linier. Kelemahan metode tersebut adalah mengasumsikan hubungan antara spektra dan nilai kandungan nutrien bahan bersifat linier, pada hal asumsi tersebut belum tentu berlaku untuk semua bahan. Berdasarkan hal tersebut penggunaan asumsi tersebut berpotensi menyebabkan tingginya penyimpangan antara kandungan nutrien yang sebenarnya dengan hasil prediksi.

Salah satu metode kalibrasi yang potensial untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah jaringan syaraf tiruan (JST). JST merupakan metode analisis yang mencontoh kemampuan otak mengolah sinyal yang disampaikan oleh syaraf- syaraf pada indra manusia. JST terdiri dari simpul-simpul yang tersusun pada lapisan input, lapisan tersembunyi dan lapisan output. Lapisan input berfungsi sebagai penerima masukan, sedangkan lapisan output berfungsi sebagai penampung keluaran dari sistem. Simpul-simpul pada lapisan tersembunyi dapat memfasilitasi hubungan antara input dan output yang tidak linier, sehingga metode ini mampu memprediksi dengan lebih fleksibel (Patterson, 1996; Horimoto et al, 1997). Berdasarkan hal yang demikian diperkirakan JST dapat memprediksi dengan lebih akurat dibandingkan dengan regresi linier. Efektifitas aplikasi JST ini telah diteliti oleh Horimoto et al. (1997) untuk mengklasifikasikan kerusakan susu yang disebabkan oleh mikroba. Pada penelitian tersebut terbukti bahwa JST dapat memprediksi lebih akurat dibandingkan regresi linier, namun

sejauh ini belum diperoleh informasi mengenai penerapan JST untuk memprediksi kandungan nutrien tepung ikan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan cara evaluasi kandungan nutrien pada tepung ikan dengan jaringan syaraf tiruan (JST) menggunakan data absorbsi near infrared. Tujuan yang lebih spesifik adalah 1) pengujian hubungan antara absorbsi near infrared dengan kandungan nutrien tepung ikan melalui panjang gelombang yang dipilih menggunakan analisis stepwise multiple linear regression (SMLR) dan principal components analysis (PCA), 2) kalibrasi hubungan panjang gelombang terpilih dengan kandungan nutrien melalui pelatihan JST, 3) pendugaan kandungan nutrien dengan penerapan JST dan 4) penentuan ketelitian model JST dalam menentukan kandungan nutrien tepung ikan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu industri tepung ikan, industri pakan dan peternak dalam mengevaluasi tepung ikan dengan cepat, murah, mudah dan tidak membutuhkan bahan kimia. Hasil evaluasi tersebut dapat digunakan untuk pengendalian kualitas produk bagi industri tepung ikan dan pertimbangan penerimaan bahan baku bagi industri pakan. Di samping itu, hasil prediksi kandungan nutrien dapat digunakan sebagai input data dalam formulasi ransum ternak. Dalam jangka panjang, hasil evaluasi dari JST diharapkan dapat menjadi landasan untuk penentuan kandungan nutrien secara on-line baik pada pabrik tepung ikan, maupun pada pabrik pakan.

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak

Ransum merupakan campuran berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien ternak. Penggunaan masing-masing bahan tergantung kepada komposisi nutrien dan harga bahan tersebut serta kebutuhan nutrien ternak yang mengkonsumsinya. Proses optimasi penggunaan berbagai bahan tersebut dikenal dengan istilah formulasi ransum. Metode formulasi ransum yang selama ini diterapkan adalah linier programming (Scott et al., 1982; Leeson and Summers, 2001). Pada saat ini telah dikembangkan metode formulasi ransum yang lebih fleksibel yakni fuzzy linier programming (Adrizal dan Marimin, 2004; Cadenas et al., 2004). Dalam rangka menjamin konsistensi kandungan nutrien ransum, maka pada saat memformulasikan ransum perlu diperhatikan akurasi data komposisi nutrien bahan pakan. Data komposisi nutrien yang diperhatikan untuk memformulasikan ransum ternak unggas adalah protein, lemak, serat kasar, kalsium, phospor, asam-asam amino esensial dan energi metabolisme (Scott et al., 1982; Leeson dan Summers, 2001).

Tepung ikan adalah salah satu sumber protein hewani yang kaya dengan asam-asam amino. Komposisi nutrien tepung ikan tersebut bervariasi sesuai dengan jenis ikan, sumber pengadaannya dan teknik pengolahannya (Ravindran dan Blair, 1993; Bragadottir et al, 2004). Berdasarkan hal itu, bila menggunakan tepung ikan di dalam ransum unggas, kandungan nutriennya harus dievaluasi dalam interval waktu tertentu. Frekuensi evaluasi nutrien tepung ikan tergantung kepada track record hasil analisis dan variabilitas bahan baku sesuai dengan pergantian musim dalam setahun. Kandungan nutrien tepung ikan harusnya lebih sering dievaluasi dibandingkan dengan bahan pakan lainnya, karena variabilitasnya yang tinggi. Kandungan air, protein kasar, lemak, kalsium dan phosphor tepung ikan harus dievaluasi pada setiap kedatangan bahan. Kandungan asam aminonya dievaluasi setiap bulan, dengan demikian pengembangan metode evaluasi yang cepat, murah dan akurat akan sangat membantu dalam pengendalian kualitas pada industri pakan ternak.

Komposisi Nutrien Bahan Pakan dan Metode Analisisnya

Kandungan Air

Kandungan air bahan pakan berhubungan erat dengan stabilitas pada saat penyimpanan. Jika bahan pakan yang diterima di pabrik mengandung air yang tinggi, maka pabrik pakan akan mengalami kerugian akibat penyusutan. Lagi pula kandungan air yang tinggi menyebabkan tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat menurunkan kualitas ransum dan membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Hal tersebut berakibat menurunkan reputasi pabrik pakan ternak yang memproduksinya (Bates, 1993). Menurut Dewan Standisasi Nasional (DSN, 1996) kandungan air tepung ikan untuk standar mutu I maksimal 10%, sedangkan untuk mutu II dan III maksimal 12%.

Metode untuk penentuan kadar air menurut Association of Official Analytical Chemists (AOAC, 1999) dilakukan dengan mengeringkan sampel. Pengeringan menggunakan oven pada suhu 950 C - 1000 C selama 5 jam. Kandungan air (basis basah) dihitung dengan rumus :

% 100 1 2 1 x W W W KA= − ...1

dimana KA adalah kadar air (%), W1 dan W2 berat sampel sebelum dan sesudah dikeringkan.

Kandungan Protein

Protein merupakan komponen utama pembentuk jaringan hewan, dengan demikian kandungan protein ransum akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ternak. Tepung ikan merupakan bahan pakan sumber protein di dalam formula ransum unggas, oleh sebab itu kandungan proteinnya merupakan kriteria utama dalam menentukan kualitas (Perry et al, 2003; Cheeke, 1999). Menurut DSN (1996) persyaratan kandungan protein minimal untuk tepung ikan dengan standar mutu I, II dan III berturut-turut 65%, 55% dan 45%..

Semua protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan kadang-kadang mengandung ferum, pospor dan sulfur. Protein pakan rata-rata mengandung 16% nitrogen. Protein-protein tersebut dibentuk oleh berbagai

kombinasi asam amino yang terdiri dari 25 atau lebih asam amino. Struktur dasar molekul asam amino diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur umum molekul asam amino

R adalah rantai karbon C-H2 yang bervariasi panjang dan strukturnya, tergantung kepada jenis asam aminonya. Molekul asam amino selalu mempunyai satu atau dua gugus karboksil (COOH) dan biasanya membawa satu atau dua gugus amino (NH2). Rantai karboksil dari satu asam amino akan berikatan dengan gugus amino dari asam amino lainnya dengan ikatan peptida. Ikatan- ikatan peptida ini dengan berbagai jumlah asam amino menghasilkan formasi protein seperti pada Gambar 2 (Perry et al., 2003).

Gambar 2 Struktur umum molekul protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldhal

(AOAC,1999). Sampel sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 30 ml. Tambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2 SO4 dan masukkan beberapa butir batu didih. Didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih, kemudian dinginkan. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi, kemudian bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air (air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi). Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol dan satu bagian metil biru 0.2% dalam alkohol) di bawah kondensor. Ujung

C H R COOH NH C NH2 O H R C H R COOH NH2

tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H2 BO3. Tambahkan 8-10 ml larutan NaOH dan Na2S2O3, kemudian lakukan destilasi sampai tertampung kira- kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondensor dengan air, tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml, kemudian titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Lakukan juga penetapan blanko. Persentase N dihitung dengan rumus :

sampel mg 100% x 14.007 x normalitas x blanko) ml - HCl (ml (%)= N ... 2

Berdasarkan persentase N dapat ditentukan kandungan protein dengan Persamaan 3 berikut

Protein (%) = % N x 6.25 ... 3

Kandungan Lemak

Lemak termasuk kelompok senyawa yang tidak larut di dalam air, tetapi larut di dalam eter, aseton, benzen dan chloroform. Kelompok senyawa ini relatif beragam yang meliputi mulai dari produk-produk asam lemak yang berantai pendek sampai molekul yang sangat panjang dan kompleks. Namun demikian, secara kimia lemak merupakan ester dari asam lemak-asam lemak.

Sebagian besar lemak terdiri dari asam lemak. Umumnya asam lemak merupakan rantai lurus asam monokarboksilat yang panjang rantainya bervariasi mulai dari dua karbon (asetic) sampai 24 karbon (lignoceric). Struktur umum dari asam lemak dipresentasikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur umum asam lemak H

H

R – C – C – OH O

Faktor kritis yang perlu diperhatikan mengenai lemak yang terkandung di dalam pakan adalah potensi terjadinya oksidasi selama penyimpanan. Hal ini disebabkan rasio antara hidrogen dan oksigen pada lemak sangat besar, sehingga potensi terjadinya pengikatan oksigen menjadi besar. Pengikatan oksigen di titik dimana adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh menyebabkan terbentuknya aldehid dan keton. Aldehid dan keton ini menyebabkan bau tengik pada bahan pakan (Perry et al., 2003).

Ikan laut banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, sehingga bila proses pengepresan pada saat produksi tepung ikan tidak sempurna, maka lemak masih banyak tersisa pada produk. Hal ini merupakan potensi turunnya kualitas tepung ikan selama penyimpanan, dengan demikian kandungan lemak tepung ikan merupakan kriteria penting yang harus diperhatikan di dalam penerimaan bahan baku. Menurut DSN (1996) kandungan lemak maksimal untuk tepung ikan dengan standar mutu I, II dan III berturut-turut 8%, 10% dan 12%.

Menurut prosedur AOAC 954.02 (AOAC,1999), penentuan lemak kasar dilakukan dengan ekstraksi menggunakan soxhlet. Sampel sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dalam kertas saring dan diletakkan di dalam soxhlet. Alat kondenser dipasang di atasnya dan labu lemak di bawah (berat labu lemak sudah diketahui sebelumnya). Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Lakukan refluks selama minimum 5 jam, sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0 C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, timbang labu beserta lemaknya. Persentase lemak dihitung dengan rumus :

% 100 ) ( ) ( (%) x gram l beratsampe gram beratlemak Lemak = ... 4

Kandungan Asam Amino Lisin dan Metionin

Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein. Kualitas protein sangat ditentukan oleh ketersediaan dan keseimbangan berbagai asam

amino di dalamnya. Berdasarkan perlu tidaknya disediakan di dalam ransum ternak, asam amino dikategorikan menjadi asam amino non-esensial dan asam amino esensial. Asam amino non esensial dapat disintesis di dalam tubuh hewan, sedangkan asam amino esensial tidak dapat disintesis sehingga harus disediakan di dalam ransum (Cheeke, 1999; Perry et al, 2003).

Ada 10 asam amino esensial untuk unggas yakni arginin, lisin, histidin, leusin, isoleusin, valin, metionin, treonin, triptopan dan penil alanin (Leeson dan Summers, 2001). Ketersediaan dan keseimbangan asam-asam amino tersebut akan mempengaruhi nilai nutrien ransum. Protein yang berasal dari biji-bijian tidak mampu memenuhi semua kebutuhan asam amino tersebut, karena keterbatasan jumlah lisin dan metionin (Miles dan Jakob, 2003). Sebahagian besar bahan penyusun ransum unggas berasal dari biji-bijian, sehingga kritis terhadap kedua macam asam amino tersebut. Berdasarkan hal itu, untuk menutupi kekurangan diperlukan bahan pakan lain. Salah satu bahan pakan sebagai sumber asam amino yang sudah umum digunakan adalah tepung ikan (Onwudike, 1981).

Asam amino mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Asam amino lisin mempunyai dua gugus amino (Gambar 4). Asam amino metionin merupakan asam amino yang mengandung unsur sulfur di dalam strukturnya (Gambar 5).

Gambar 4 Struktur kimia lisin COO- C N H H H CH2 CH2 CH2 N H H H

Gambar 5 Struktur kimia metionin

Penentuan asam amino menurut methode AOAC 994.12 (AOAC, 1999) dilakukan dengan hidrolisis asam. Sebelum dihidrolisis, terlebih dahulu sampel dioksidasi dengan asam performat. Sodium metasulfid ditambahkan untuk mendekomposisi asam performat. Asam-asam amino dibebaskan dari protein dengan menghidrolisisnya menggunkan 6 N HCl. Sampel yang telah dihidrolisis dilarutkan dengan buffer sodium sitrat atau dinetralkan, pH diatur mencapai 2.2, dan komponen-komponen asam amino secara individual dipisahkan dengan ion- exchange chromatograph.

Near Infrared untuk Analisis Komposisi Nutrien Bahan Pakan

Bila suatu radiasi berinteraksi dengan sampel, ia akan diabsorbsi, diteruskan atau dipantulkan. Hukum konservasi energi memungkinkan kejadian tersebut dapat diperhitungkan. Total energi radiasi pada sampel sama dengan jumlah energi yang diabsorbsi, diteruskan dan dipantulkan (Williams dan Norris, 1990; Osborne et al., 1993), dengan demikian bila energi yang dipantulkan dapat diukur dan energi yang diteruskan diatur supaya mempunyai nilai nol maka energi yang diabsorbsi dapat dihitung.

Suatu molekul mempunyai energi dalam berbagai bentuk misalnya energi vibrasi yang disebabkan perubahan periodik pada atomnya dari posisi kesetimbangannya. Di samping itu molekul juga mempunyai energi rotasi berdasarkan atas perputaran terhadap pusat gravitasinya. Besarnya perbedaan energi vibrasi dan rotasi pada molekul yang diradiasi akan mempengaruhi absorbsi near infrared.

COO- C N H H H CH2 CH2 S CH2

Data absorbsi near infrared sangat potensial digunakan untuk analisis bahan pakan. Keuntungan penggunaan near infrared adalah cepat, murah, persiapan sampel sederhana, tanpa penggunaan bahan kimia (Leeson dan Summers, 1997, 2001; Fontaine et al., 2001; Farrel, 1999; Wrigley,1999). Prediksi dengan metode ini hanya membutuhkan beberapa gram sampel dalam bentuk tepung, kemudian disinari menggunakan near infrared. Data reflektan dari penyinaran tersebut dikonversi menjadi nilai absorbsi, kemudian digunakan untuk memprediksi komposisi nutrien. Hal yang paling penting dalam analisis ini adalah kalibrasi hubungan antara data absorbsi dengan masing-masing kandungan nutrien. Proses kalibrasi membutuhkan sampel yang banyak dan algoritma yang sesuai, tetapi bila proses kalibrasi telah selesai maka proses analisis untuk setiap sampel membutuhkan waktu beberapa menit saja (Williams dan Norris, 1990; Osborne, et al., 1993).

Basis near infrared spectroscopy adalah chemometric yang mengaplikasikan matematika ke analisis kimia. Teknik ini merupakan integrasi spectroscopy, statistik dan ilmu komputer. Model matematik dibangun atas dasar hubungan antara komposisi kimia dengan absorbsi radiasi near infrared pada panjang gelombang antara 900 sampai 2500 nm. Pada spektrum tersebut kita mengukur terutama vibrasi hidrogen pada ikatan kimia dimana hidrogen terikat dengan atom lain seperti nitrogen, oksigen dan karbon. Pada umumnya bahan pakan tidak tembus cahaya, oleh sebab itu analisis near infrared cenderung menggunakan reflektan dari pada transmitan. Cahaya yang dipantulkan oleh sampel digunakan secara tidak langsung untuk mengukur jumlah energi yang diabsorbsi oleh sampel. Analisis near infrared mengukur absorbsi radiasi oleh komponen-komponen di dalam sampel misalnya ikatan peptida pada panjang gelombang tertentu. Komponen lain juga mengabsorbsi energi, namun bersifat mengganggu . Untuk mengurangi efek tersebut dilakukan perlakuan matematik dan regresi linier atau prosedur statistik lainnya pada data tersebut (Williams dan Norris,1990; Osborne et al., 1993).

Penelitian menggunakan near infrared untuk mengevaluasi kualitas pakan sudah banyak dilakukan. Fontaine et al. (2001) telah menggunakan near infrared

kedelai, rapeseed meal, tepung biji bunga matahari, kacang polong, tepung ikan, tepung daging dan tepung produk samping pemotongan ayam (poultry meal). Kalibrasi dilakukan dengan modified partial least-squares regression (MPLS). Hasil kalibrasi dan validasi untuk tepung ikan disajikan pada Tabel 1. Pada tabel terlihat hasil kalibrasi dan validasi protein menunjukkan SEC sebesar 1.55% dan 1.99% dari rata-rata kandungan protein sampel sebesar 64.30%. SEC dan SEP metionin berturut-turut 0.07 % dan 0.08% dari rata-rata 1.73%, sedangkan lisin 0.16% dan 0.20% dari rata-rata 4.67%.

Tabel 1 Hasil kalibrasi dan validasi near infrared (%) pada tepung ikan (Fontaine et al, 2001)

Kandungan Performa near infrared

Variabel rata-rata standar min mak Kalibrasi Validasi

deviasi SEC SEP

Bhn kering 92.20 1.97 87.70 97.00 0.56 0.63 Protein 64.30 5.68 45.50 78.00 1.55 1.99 Metionin 1.73 0.26 1.08 2.25 0.07 0.08 Sistin 0.58 0.08 0.33 0.81 0.05 0.05 Met+Sis 2.32 0.32 1.46 3.06 0.08 0.09 Lisin 4.67 0.76 2.71 6.17 0.16 0.20 Threonin 2.58 0.36 1.54 3.35 0.09 0.10 Triptophan 0.70 0.13 0.44 0.97 0.03 0.03 Arginin 3.66 0.48 2.31 4.81 0.13 0.15 Isoleusin 2.59 0.37 1.65 3.47 0.08 0.10 Leucin 4.52 0.61 2.81 5.89 0.14 0.17 Valin 3.09 0.39 2.04 3.98 0.11 0.13

Prediksi energi metabolis ransum unggas menggunakan near infrared

telah dilakukan oleh Valdes dan Leesons (1992) yang menunjukkan bahwa metode kalibrasi dengan MLR lebih baik dibandingkan dengan principal components regression (PCR). Spektra near infrared yang digunakan adalah pada panjang gelombang 1500 nm, 1720 nm, 2216 nm dan 2192nm. Prediksi tersebut menghasilkan SEP 58 kcal/kg ransum dari sampel yang mempunyai kandungan energi metabolis rata-rata 2996 kcal/kg dan standar deviasi (SD) sebesar 211 kcal/kg. Cozzolino dan Morron (2004) telah memprediksi kandungan

trace mineral dari berbagai macam bahan pakan leguminosa menggunakan near

Dokumen terkait