• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prediction of Nutrient Composition of Fishmeal by Artificial Neural Network based on Near Infrared Absorbance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prediction of Nutrient Composition of Fishmeal by Artificial Neural Network based on Near Infrared Absorbance"

Copied!
264
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN KOMPOSISI NUTRIEN TEPUNG IKAN

DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERDASARKAN

ABSORBSI

NEAR INFRARED

ADRIZAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pendugaan Komposisi Nutrien Tepung Ikan dengan Jaringan Syaraf Tiruan berdasarkan Absorbsi Near Infrared adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftra Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juni 2007

Adrizal

(3)

ABSTRAK

ADRIZAL. Pendugaan Komposisi Nutrien Tepung Ikan dengan Jaringan Syaraf Tiruan berdasarkan Absorbsi Near Infrared. Dibimbing oleh HADI KARYA PURWADARIA, SUROSO, I WAYAN BUDIASTRA dan WIRANDA GENTINI PILIANG.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari penerapan model jaringan syaraf tiruan (JST) untuk menduga kandungan nutrien tepung ikan berdasarkan kemampuannya mengabsorbsi near infrared. Input JST adalah absorbance pada panjang gelombang tertentu dan komponen utama spektrum near infrared. Kalibrasi dilakukan melalui pelatihan model JST dengan berbagai jumlah simpul pada lapisan tersembunyi dan jumlah iterasi. Kandungan nutrien yang dipelajari adalah air, protein, lemak, lisin dan metionin. Kalibrasi kandungan air, protein dan lemak menggunakan 35 sampel, sedangkan untuk lisin dan metionin berturut-turut menggunakan 33 dan 30 sampel. Validasi dilakukan masing-masing terhadap 10 sampel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel terbaik untuk penduga kandungan air, lemak, lisin dan metionin didasarkan atas hasil stepwise multiple linear regression, sedangkan untuk protein didasarkan atas hasil principal components analysis. Kandungan air diduga dengan absorbsi near infrared pada panjang gelombang 1915 nm, 1215 nm dan 1285 nm, sedangkan kandungan lemak pada 915 nm, 1470 nm dan 1735 nm. Pendugaan kandungan lisin dan metionin dilakukan dengan menggunakan turunan ke tiga absorbsi near infrared. Untuk pendugaan lisin digunakan panjang gelombang 1020 nm, 1325 nm, 1745 nm, 1025 nm, 1100 nm dan 1650 nm, sedangkan untuk metionin digunakan 1415 nm, 1325 nm, 1920 nm, 1645 nm dan 1405 nm. Pendugaan kandungan protein menggunakan input 8 komponen utama hasil principal components analysis. Model JST terbaik untuk menduga kandungan air, lemak dan protein adalah yang mempunyai 7 simpul pada lapisan tersembunyi, sedangkan untuk lisin dan metionin masing-masing mempunyai 3 dan 5 simpul. Pelatihan JST yang optimal untuk kalibrasi kandungan air, lemak, protein, lisin dan metionin membutuhkan iterasi berturut-turut 55 000, 16 000, 25 000, 11 000 dan 15 000 kali. Hasil terbaik memberikan standard error of prediction, coeficient of variation dan rasio antara standard deviation dan standard error of prediction

berturut-turut sebesar 0.62 %, 4.92% dan 6.73 untuk pendugaan air; 0.81%, 15.21% dan 2.90 untuk pendugaan lemak; 2.12 %, 4.56% dan 4.72 untuk pendugaan protein; 0.14%, 11.42% dan 3.01 untuk pendugaan lisin; serta 0.07%, 10.05% dan 2.25 untuk pendugaan metionin. Hasil tersebut lebih baik dibandingkan dengan yang diperoleh dengan metode multiple linear regression

dengan masukan data yang sama.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa JST dapat memperbaiki akurasi pendugaan kandungan nutrien tepung ikan berdasarkan absorbsi near infrared. Sebelum diaplikasikan untuk pengendalian kualitas pada industri tepung ikan dan pertimbangan penerimaan bahan baku, serta formulasi ransum untuk industri pakan, disarankan untuk mengkalibrasi dengan menggunakan unit sampel yang lebih banyak, sehingga akurasi dapat ditingkatkan.

(4)

ABSTRACT

ADRIZAL. Prediction of Nutrient Composition of Fishmeal by Artificial Neural Network based on Near Infrared Absorbance. Under the supervisions of HADI KARYA PURWADARIA, SUROSO, I WAYAN BUDIASTRA, AND WIRANDA GENTINI PILIANG.

The objective of this study was to apply artificial neural network (ANN) models to enable an accurate and fast prediction of nutrient composition in fishmeal using near infrared absorbance. Stepwise multiple linear regression (SMLR) and principal components analysis (PCA) were applied to the near infrared absorbance data prior to inputting them into the models. The ANN with three, five, seven and nine nodes at hidden layer was trained to determine the moisture, fat, protein, lysine and methionine contents. The training was carried out using 35 samples (for moisture, fat and protein content), 33 samples (for lysine content) and 30 samples (for methionine content). Validation was conducted using 10 independent samples.

The results indicated that the best prediction on moisture was obtained by the ANN with seven nodes at hidden layer that was trained with 55 000 iterations with the near infrared wavelength of 1915 nm, 1215 nm and 1285 nm. The fat contents could be predicted with the smallest error by the ANN with seven nodes, trained with 16 000 iterations using 915 nm, 1470 nm and 1735 nm wavelengths. Consecutively, the model best prediction was found for protein by performing 25 000 iterations with 8 principal components, for lysine by applying 11 000 iterations with 1020 nm, 1325 nm, 1745 nm, 1025 nm, 1100 nm and 1650 nm wavelengths, for methionine by applying 15 000 iterations with 1415 nm, 1325 nm, 1920 nm, 1645 nm and 1405 nm wavelengths. The standard error of prediction, the coefficient of variation and the ratio of standard deviation over the standard error of prediction were respectively 0.62 %, 4.92% and 6.73 for moisture content; 0.81%, 15.21% and 2.90 for fat content; 2.12 %, 4.56% and 4.72 for protein content; 0.14%, 11.42% and 3.01 for lysine content; and 0.07%, 10.05% and 2.25 for methionine content.

In conclusion, the ANN could be applied to predict the nutrient composition of fishmeal based on near infrared absorbance. It is suggested to increase the number of samples for training and validation to improve the accuracy of the model before its application in quality control for fishmeal and feed industries.

(5)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi

(6)

PENDUGAAN KOMPOSISI NUTRIEN TEPUNG IKAN

DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERDASARKAN

ABSORBSI

NEAR INFRARED

ADRIZAL

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Disertasi : Pendugaan Komposisi Nutrien Tepung Ikan dengan Jaringan Syaraf Tiruan berdasarkan Absorbsi

Near Infrared

Nama : Adrizal

NRP : F161020021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Suroso, M.Agr Anggota

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Anggota

Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

Dr. Ir. Nahrowi Ramli, M.Sc

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muarobodi, Sumatera Barat pada tanggal 23 Desember 1962 sebagai anak ke empat dari pasangan Abdul Muis Pandito Kayo dan Yabani. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Andalas, lulus pada tahun 1987. Pada tahun 1992, penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2002. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari program BPPS Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai dosen di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang sejak tahun 1990. Mata Kuliah yang diasuh adalah Industri Makanan Ternak, Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, serta Penerapan Komputer dalam Ilmu Makanan Ternak.

Artikel ilmiah penulis berjudul “Aplikasi Fuzzy Linear Programming

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah penerapan jaringan syaraf tiruan, dengan judul Pendugaan Komposisi Nutrien Tepung Ikan dengan Jaringan Syaraf Tiruan berdasarkan Absorbsi Near Infrared.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr, Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr dan Ibu Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan, petunjuk dan saran mulai dari perencanaan dan pelaksanaan penelitian sampai penulisan disertasi ini. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Nahrowi Ramli, M.Sc yang banyak memberi masukan demi kesempurnaan karya ilmiah ini pada ujian tertutup, serta kepada Bapak Dr. Drh Desianto Budi Utomo, DVM (Vice President Feed Technology PT Charoen Pokphand Indonesia) dan Bapak Dr. Ir. Pius P. Ketaren, M.AgrSc (Peneliti pada Balai Penelitian Ternak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian) yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian terbuka. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada industri-industri tepung ikan di Muncar Banyuwangi dan Jembrana Bali serta industri-industri makanan ternak di Serang Banten yang telah bersedia berdiskusi dan memberikan sampel tepung ikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Istiadi, Spt (Quality Control Manager pada PT Charoen Pokphand Indonesia di Balaraja) dan Bapak Drh. Syukron (Kepala Seksi Pelayanan Teknis, Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak, Departemen Pertanian di Bekasi) yang telah mendampingi penulis pada saat studi banding tentang penerapan near infrared untuk pengujian mutu pakan di kedua lembaga tersebut. Selanjutnya terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sulyaden, teknisi laboratorium TPPHP, Departemen Keteknikan Pertanian IPB yang telah membantu dalam pelaksanaan pengambilan data serta rekan-rekan mahasiswa yang telah bersedia menyumbangkan pikiran dalam penyelesaian tugas ini. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Universitas Andalas, Institut Pertanian Bogor dan BPPS yang telah memfasilitasi penulis dalam menempuh pendidikan S3 di IPB ini, serta DP3M Dikti yang membiayai penelitian melalui proyek Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Akhirnya ungkapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada ayah, ibu, istri dan anak-anak serta seluruh keluarga atas dukungan moral, material dan doa serta kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya bagi upaya pengembangan sistem evaluasi mutu pakan.

Bogor, Juni 2007

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak ... 5

Komposisi Nutrien Bahan Pakan dan Metode Analisisnya ... 6

Near Infrared untuk analisis Komposisi Nutrien Bahan Pakan ... 11

Jaringan Syaraf Tiruan untuk Kalibrasi Near Infrared ... 14

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan ... 25

Variasi Kandungan Nutrian Sampel Tepung Ikan ... 26

Korelasi Absorbsi Near Infrared dengan Komposisi Nutrien Tepung Ikan 29 Hasil Principal Components Analysis ... 33

Hasil Pendugaan Kandungan Air Menggunakan JST ... 34

Hasil Pendugaan Kandungan Lemak Menggunakan JST... 42

Hasil Pendugaan Kandungan Protein Menggunakan JST ... 49

Hasil Pendugaan Kandungan Lisin Menggunakan JST ... 57

Hasil Pendugaan Kandungan Metionin Menggunakan JST ... 66

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 74

Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil kalibrasi dan validasi near infrared pada tepung ikan (Fontaine et al, 2001) ... ... 13 2 Perbandingan kemampuan JST, PCR dan PLS untuk memprediksi

kerusakan susu oleh mikroba P. fragi dan P.flourescene (Horimoto et

al, 1997) ... 17 3 Statistik kandungan nutrien sampel tepung ikan ... 28 4 Korelasi kandungan air dengan absorbsi near infrared pada tepung

ikan hasil analisis SMLR ... 30 5 Korelasi kandungan lemak dengan absorbsi near infrared pada

tepung ikan hasil analisis SMLR ... 30 6 Korelasi kandungan protein dengan absorbsi near infrared pada

tepung ikan hasil analisis SMLR ... 31 7 Korelasi kandungan lisin dengan absorbsi near infrared pada tepung

ikan hasil analisis SMLR ... 32 8 Korelasi kandungan metionin dengan absorbsi near infrared pada

tepung ikan hasil analisis SMLR ... 33 9 Variasi komponen utama nilai absorbsi near infrared ... 34 10 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada

lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi air ... 35 11 Pengaruh jumlah PC, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan

tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi air ... 39 12 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada

lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi lemak ... 43 13 Pengaruh jumlah PC, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan

tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi lemak ... 46 14 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada

lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi protein ... 50 15 Pengaruh jumlah PC, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan

tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi protein ... 54 16 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada

lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi lisin ... 58 17 Pengaruh jumlah PC, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan

tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi lisin ... 64 18 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada

lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi metionin ... 67 19 Pengaruh jumlah PC, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur umum molekul asam amino ... 7

2 Struktur umum molekul protein ... 7

3 Struktur umum asam lemak ... 8

4 Struktur kimia lisin ... 10

5 Struktur kimia metionin ... 11

6 Arsitektur JST (Patterson, 1996)... 15

7 Skema peralatan sistem NIR (Budiastra et al., 1998) ... 19

8 Bagan kerangka penelitian ... 20

9 Struktur JST untuk pendugaan kandungan nutrien tepung ikan... 23

10 Grafik absorbsi near infrared tepung ikan pada panjang gelombang 900 nm sampai 2000 nm ... 25

11 Grafik absorbsi near infrared tepung ikan pada panjang gelombang 915 nm sampai 1990 nm setelah pre-treatment data... 26

12 Pengeringan ikan secara tradisional ... 27

13 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP dengan berbagai jumlah input pada validasi kandungan air ... 36

14 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan air dengan JST yang mempunyai 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 3 variabel... 37

15 Hubungan kandungan air aktual dengan hasil pendugaan menggunakan JST yang mempunyai 7 simpul lapisan tersembunyi, input 3 variabel dan iterasi 55 000 ... 38

16 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP dengan berbagai jumlah PC pada validasi kandungan air... 40

17 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan air menggunakan JST dengan 3 simpul pada lapisan tersembunyi dan input 4 PC... 41

18 Hubungan kandungan air aktual dengan hasil pendugaan menggunakan JST yang mempunyai 3 simpul lapisan tersembunyi, input 4 PC dan iterasi 30 000... 42

19 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP dengan berbagai jumlah variabel input untuk pendugaan lemak 44 20 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan lemak menggunakan JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 3 variabel ... 44

21 Hubungan kandungan lemak aktual dengan hasil pendugaan dengan JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi, input 3 variabel dan iterasi 16 000... 45

22 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP pendugaan kandungan lemak dengan input berbagai jumlah PC ... 47

23 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan lemak menggunakan JST dengan 9 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 10 PC... 47

(14)

pendugaan protein dengan berbagai variabel input ... 52 26 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan protein

menggunakan JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi dan

input hasil SMLR pada step ke 7... 52 27 Hubungan kandungan protein aktual dan hasil pendugaan

menggunakan JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi, input step ke 7 dan iterasi 35 000... 53 28 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP

pendugaan protein pada berbagai jumlah PC sebagai input... 55 29 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan protein

menggunakan JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan

input 8 PC ... 56 30 Hubungan kandungan protein aktual dan hasil pendugaan

menggunakan JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi, input 8 PC dan iterasi 25 000... 57 31 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP

pendugaan lisin dengan berbagai variabel input... 61 32 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan lisin menggunakan

JST dengan 3 simpul pada lapisan tersembunyi dan input hasil SMLR

step ke 10... 61 33 Hubungan kandungan lisin aktual dan hasil pendugaan menggunakan

JST dengan 3 simpul pada lapisan tersembunyi, input hasil SMLR

step ke 10 dan iterasi 11 000... 62 34 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP

pendugaan lisin dengan berbagai PC ... 65 35 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan lisin menggunakan

JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi dan input 2 PC... 65 36 Hubungan kandungan lisin aktual dan hasil pendugaan menggunakan

JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi, input 2 PC dan iterasi 7 000... 66 37 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP

pendugaan metionin dengan berbagai jumlah input... 68 38 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan metionin

menggunakan JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi dan

input hasil SMLR step ke 4 ... 69 39 Hubungan kandungan metionin aktual dan hasil pendugaan

menggunakan JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi, input

hasil SMLR step ke 4 dan iterasi 15 000... 70 40 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP

pendugaan metionin dengan berbagai jumlah PC... 72 41 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan metionin

menggunakan JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi dan

input 4 PC... 72 42 Hubungan kandungan metionin aktual dan hasil pendugaan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Data masukan, nilai pembobot dan hasil pelatihan model JST

dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input absorbsi

near infrared pada panjang gelombang 1915 nm, 1215 nm dan

1285 nm untuk kalibrasi kandungan air... 80 2 Hasil pendugaan kandungan air menggunakan JST dengan 7 simpul

lapisan tersembunyi, input 3 variabel dan iterasi 55 000 ... 83 3 Data masukan, nilai pembobot dan hasil pelatihan model JST

dengan 3 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 4 PC ... 84 4 Hasil pendugaan kandungan air menggunakan JST dengan 3 simpul

pada lapisan tersembunyi, input 4 PC dan iterasi 30 000 ... 87 5 Data masukan, nilai pembobot dan hasil pelatihan JST dengan 7

simpul pada lapisan tersembunyi dan input absorbsi near infrared pada panjang gelombang 915 nm, 1470 nm dan 1735 nm untuk

kalibrasi lemak ... 88 6 Hasil pendugaan lemak menggunakan JST dengan 7 simpul pada

lapisan tersembunyi, input 3 variabel dan iterasi 16 000 ... 91 7 Data masukan, nilai pembobot dan hasil pelatihan JST yang

mempunyai 9 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 10 PC

dengan berbagai jumlah iterasi untuk kalibrasi lemak ... 92 8 Hasil pendugaan lemak menggunakan JST dengan 9 simpul pada

lapisan tersembunyi, input 10 PC dan iterasi 8 000... 97 9 Data masukan, nilai pembobot dan hasil pelatihan JST dengan 5

simpul pada lapisan tersembunyi dengan input absorbsi near infrared pada panjang gelombang 1725 nm, 1785 nm, 1915 nm, 1530 nm dan 1495 nm dengan berbagai jumlah iterasi untuk kalibrasi protein ... 98 10 Hasil pendugaan protein menggunakan JST dengan 5 simpul pada

lapisan tersembunyi, input hasil SMLR step ke 7 dan iterasi 35 000 101 11 Data masukan, nilai pembobot dan kandungan protein hasil

pelatihan JST yang mempunyai 7 Simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 8 PC dengan berbagai jumlah iterasi untuk kalibrasi

protein ... 102 12 Hasil pendugaan protein menggunakan JST dengan 7 simpul pada

lapisan tersembunyi, input 8 PC dan iterasi 25 000 ... 106 13 Data masukan, nilai pembobot dan kandungan lisin hasil pelatihan

JST yang mempunyai 3 simpul pada lapisan tersembunyi dengan

input turunan ke 3 absorbsi near infrared pada panjang gelombang 1020 nm, 1325 nm, 1745 nm, 1025 nm, 1100 nm dan 1650 nm dengan berbagai jumlah iterasi untuk kalibrasi lisin ...

107

14 Hasil pendugaan lisin menggunakan JST dengan 3 simpul pada lapisan tersembunyi, input hasil SMLR step ke 10 dan iterasi 11 000 kali ... 110 15 Data masukan, nilai pembobot dan kandungan lisin hasil pelatihan

JST yang mempunyai 3 Simpul pada lapisan tersembunyi dengan

(16)

16 Hasil pendugaan lisin menggunakan model JST dengan 7 simpul

pada lapisan tersembunyi, input 2 PC dan iterasi 7 000 . ... 114 17 Data masukan, nilai pembobot dan kandungan metionin hasil

pelatihan JST yang mempunyai 5 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input turunan ke 3 absorbsi near infrared pada panjang gelombang 1415 nm, 1325 nm, 1920 nm, dan 1645 nm dengan

berbagai jumlah iterasi untuk kalibrasi metionin ... 115 18 Hasil pendugaan metionin dengan input 4 variabel menggunakan

JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi dan iterasi 15 000 .... 118 19 Data masukan, nilai pembobot dan kandungan metionin hasil

pelatihan JST yang mempunyai 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 4 PC dengan berbagai jumlah iterasi untuk kalibrasi

metionin ... 119 20 Hasil pendugaan metionin dengan input 4 PC menggunakan model

JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi dan iterasi 15 000.... 122 21 Kinerja hasil pendugaan kandungan nutrien tepung ikan dengan

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketepatan dan konsistensi komposisi nutrien di dalam ransum komplit merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan di dalam industri makanan ternak. Penyimpangan antara komposisi nutrien ransum dengan kebutuhan ternak dapat merugikan. Bila suatu nutrien tidak tersedia secara memadai, maka pertumbuhan atau produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sebaliknya jika nutrien tertentu melebihi kebutuhan, di samping tidak ekonomis juga menurunkan performa ternak. Berdasarkan hal tersebut industri makanan ternak selalu berupaya mengoptimalkan formula ransum, sehingga kebutuhan nutrien ternak terpenuhi.

Dalam optimasi formula ransum menggunakan linear programming (LP) ditentukan proporsi masing-masing bahan pakan yang akan digunakan dalam campuran ransum dengan biaya minimum. Data yang diperlukan untuk memformulasikan ransum tersebut adalah komposisi nutrien bahan pakan yang akan digunakan, di samping harga bahan-bahan pakan tersebut serta kebutuhan nutrien ternak. Pada kenyataannya akan sulit memperoleh data komposisi nutrien yang tepat karena jenis bahan yang sama dapat berubah kualitasnya. Perubahan ini dapat disebabkan perbedaan bahan baku, teknologi proses, lama penyimpanan dan sebagainya, sehingga komposisi nutrien bahan pakan dapat bervariasi dari batch

ke batch dan dari waktu ke waktu (Berger, 1995; Torres-Rojo, 2000).

(18)

kandungan nutrien tersebut maka diperlukan metode penentuan nutrien yang cepat, murah dan akurat.

Perumusan Masalah

Metode konvensional untuk menentukan kandungan nutrien bahan pakan membutuhkan bahan kimia dan peralatan yang beragam, waktu yang lama dan prosedur yang rumit serta biaya yang mahal. Penentuan kadar air membutuhkan pengeringan dalam oven pada suhu 950 C - 1000 C selama 5 jam. Penentuan kadar protein yang dilakukan dengan metode Kjeldhal membutuhkan pelarut K2SO4 , HgO dan H2SO, serta proses pendidihan selama 1-1.5 jam. Kemudian didestilasi, dan hasil destilasi ditampung dengan larutan H2BO3 dan indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol) di bawah kondensor. Hasil distilasi tersebut dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penentuan lemak kasar dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet membutuhkan pelarut dietil eter atau petroleum eter. Proses refluks membutuhkan waktu minimum 5 jam, setelah itu harus didestilasi untuk memisahkan pelarut dan lemaknya. Selanjutnya labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0 C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, barulah labu beserta lemaknya ditimbang. Penentuan kandungan asam amino membutuhkan bahan kimia dan prosedur yang kompleks, sebelum diinjeksikan ke kolom

chromatography yakni proses oksidasi dan hidrolisis. Sebelum dihidrolisis terlebih dahulu dioksidasi dengan asam performat. Ada dua macam hidrolisis yang harus dilakukan yakni hidrolisis asam (untuk analisis asam amino selain dari triptopan ) dan hidrolisis basa (untuk analisis triptopan). Berdasarkan prosedur dan bahan kimia yang dibutuhkan terlihat bahwa analisis kimia untuk menentukan kandungan nutrien bahan tersebut membutuhkan biaya yang relatif mahal, waktu dan tenaga kerja yang intensif, serta perhatian khusus terhadap penanganan limbah kimia.

(19)

didasarkan atas adanya vibrasi molekul yang berkorespondensi dengan panjang gelombang yang termasuk dalam wilayah near infrared pada spectrum elektromagnetik. Vibrasi tersebut dimanfaatkan dan diterjemahkan untuk mengetahui karakteristik kandungan kimia dari bahan. Keuntungan metode ini adalah dalam pengukuran spektra near infrared dapat dilakukan tanpa persiapan sampel yang rumit karena dapat dilakukan langsung pada material yang utuh (non-destructive) atau bisa juga pada sampel dalam bentuk tepung. Berdasarkan hal tersebut pengukuran dapat dilakukan dengan cepat, murah dan tanpa bahan kimia.

Data spektra near infrared belum dapat dimanfaatkan tanpa mempelajari hubungannya dengan sifat kimia bahan yang diukur. Kegiatan mempelajari hubungan tersebut diistilahkan dengan proses kalibrasi. Metode kalibrasi yang sering digunakan adalah dengan regresi linier. Kelemahan metode tersebut adalah mengasumsikan hubungan antara spektra dan nilai kandungan nutrien bahan bersifat linier, pada hal asumsi tersebut belum tentu berlaku untuk semua bahan. Berdasarkan hal tersebut penggunaan asumsi tersebut berpotensi menyebabkan tingginya penyimpangan antara kandungan nutrien yang sebenarnya dengan hasil prediksi.

(20)

sejauh ini belum diperoleh informasi mengenai penerapan JST untuk memprediksi kandungan nutrien tepung ikan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan cara evaluasi kandungan nutrien pada tepung ikan dengan jaringan syaraf tiruan (JST) menggunakan data absorbsi near infrared. Tujuan yang lebih spesifik adalah 1) pengujian hubungan antara absorbsi near infrared dengan kandungan nutrien tepung ikan melalui panjang gelombang yang dipilih menggunakan analisis stepwise multiple linear regression (SMLR) dan principal components analysis (PCA), 2) kalibrasi hubungan panjang gelombang terpilih dengan kandungan nutrien melalui pelatihan JST, 3) pendugaan kandungan nutrien dengan penerapan JST dan 4) penentuan ketelitian model JST dalam menentukan kandungan nutrien tepung ikan.

Manfaat Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak

Ransum merupakan campuran berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien ternak. Penggunaan masing-masing bahan tergantung kepada komposisi nutrien dan harga bahan tersebut serta kebutuhan nutrien ternak yang mengkonsumsinya. Proses optimasi penggunaan berbagai bahan tersebut dikenal dengan istilah formulasi ransum. Metode formulasi ransum yang selama ini diterapkan adalah linier programming (Scott et al., 1982; Leeson and Summers, 2001). Pada saat ini telah dikembangkan metode formulasi ransum yang lebih fleksibel yakni fuzzy linier programming (Adrizal dan Marimin, 2004; Cadenas et al., 2004). Dalam rangka menjamin konsistensi kandungan nutrien ransum, maka pada saat memformulasikan ransum perlu diperhatikan akurasi data komposisi nutrien bahan pakan. Data komposisi nutrien yang diperhatikan untuk memformulasikan ransum ternak unggas adalah protein, lemak, serat kasar, kalsium, phospor, asam-asam amino esensial dan energi metabolisme (Scott et al., 1982; Leeson dan Summers, 2001).

(22)

Komposisi Nutrien Bahan Pakan dan Metode Analisisnya

Kandungan Air

Kandungan air bahan pakan berhubungan erat dengan stabilitas pada saat penyimpanan. Jika bahan pakan yang diterima di pabrik mengandung air yang tinggi, maka pabrik pakan akan mengalami kerugian akibat penyusutan. Lagi pula kandungan air yang tinggi menyebabkan tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat menurunkan kualitas ransum dan membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Hal tersebut berakibat menurunkan reputasi pabrik pakan ternak yang memproduksinya (Bates, 1993). Menurut Dewan Standisasi Nasional (DSN, 1996) kandungan air tepung ikan untuk standar mutu I maksimal 10%, sedangkan untuk mutu II dan III maksimal 12%.

Metode untuk penentuan kadar air menurut Association of Official Analytical Chemists (AOAC, 1999) dilakukan dengan mengeringkan sampel. Pengeringan menggunakan oven pada suhu 950 C - 1000 C selama 5 jam. Kandungan air (basis basah) dihitung dengan rumus :

% 100

1 2 1 x

W W W

KA= − ...1

dimana KA adalah kadar air (%), W1 dan W2 berat sampel sebelum dan sesudah dikeringkan.

Kandungan Protein

Protein merupakan komponen utama pembentuk jaringan hewan, dengan demikian kandungan protein ransum akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ternak. Tepung ikan merupakan bahan pakan sumber protein di dalam formula ransum unggas, oleh sebab itu kandungan proteinnya merupakan kriteria utama dalam menentukan kualitas (Perry et al, 2003; Cheeke, 1999). Menurut DSN (1996) persyaratan kandungan protein minimal untuk tepung ikan dengan standar mutu I, II dan III berturut-turut 65%, 55% dan 45%..

(23)

kombinasi asam amino yang terdiri dari 25 atau lebih asam amino. Struktur dasar molekul asam amino diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur umum molekul asam amino

R adalah rantai karbon C-H2 yang bervariasi panjang dan strukturnya, tergantung kepada jenis asam aminonya. Molekul asam amino selalu mempunyai satu atau dua gugus karboksil (COOH) dan biasanya membawa satu atau dua gugus amino (NH2). Rantai karboksil dari satu asam amino akan berikatan dengan gugus amino dari asam amino lainnya dengan ikatan peptida. Ikatan-ikatan peptida ini dengan berbagai jumlah asam amino menghasilkan formasi protein seperti pada Gambar 2 (Perry et al., 2003).

Gambar 2 Struktur umum molekul protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldhal

(AOAC,1999). Sampel sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 30 ml. Tambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2 SO4 dan masukkan beberapa butir batu didih. Didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih, kemudian dinginkan. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi, kemudian bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air (air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi). Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol dan satu bagian metil biru 0.2% dalam alkohol) di bawah kondensor. Ujung

C

H R

COOH

NH C

NH2 O H

R C

H R

COOH

(24)

tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H2 BO3. Tambahkan 8-10 ml larutan NaOH dan Na2S2O3, kemudian lakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondensor dengan air, tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml, kemudian titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Lakukan juga penetapan blanko. Persentase N dihitung dengan rumus :

sampel mg

100% x 14.007 x normalitas x

blanko) ml

-HCl (ml (%)=

N ... 2

Berdasarkan persentase N dapat ditentukan kandungan protein dengan Persamaan 3 berikut

Protein (%) = % N x 6.25 ... 3

Kandungan Lemak

Lemak termasuk kelompok senyawa yang tidak larut di dalam air, tetapi larut di dalam eter, aseton, benzen dan chloroform. Kelompok senyawa ini relatif beragam yang meliputi mulai dari produk-produk asam lemak yang berantai pendek sampai molekul yang sangat panjang dan kompleks. Namun demikian, secara kimia lemak merupakan ester dari asam lemak-asam lemak.

Sebagian besar lemak terdiri dari asam lemak. Umumnya asam lemak merupakan rantai lurus asam monokarboksilat yang panjang rantainya bervariasi mulai dari dua karbon (asetic) sampai 24 karbon (lignoceric). Struktur umum dari asam lemak dipresentasikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur umum asam lemak H

H

(25)

Faktor kritis yang perlu diperhatikan mengenai lemak yang terkandung di dalam pakan adalah potensi terjadinya oksidasi selama penyimpanan. Hal ini disebabkan rasio antara hidrogen dan oksigen pada lemak sangat besar, sehingga potensi terjadinya pengikatan oksigen menjadi besar. Pengikatan oksigen di titik dimana adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh menyebabkan terbentuknya aldehid dan keton. Aldehid dan keton ini menyebabkan bau tengik pada bahan pakan (Perry et al., 2003).

Ikan laut banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, sehingga bila proses pengepresan pada saat produksi tepung ikan tidak sempurna, maka lemak masih banyak tersisa pada produk. Hal ini merupakan potensi turunnya kualitas tepung ikan selama penyimpanan, dengan demikian kandungan lemak tepung ikan merupakan kriteria penting yang harus diperhatikan di dalam penerimaan bahan baku. Menurut DSN (1996) kandungan lemak maksimal untuk tepung ikan dengan standar mutu I, II dan III berturut-turut 8%, 10% dan 12%.

Menurut prosedur AOAC 954.02 (AOAC,1999), penentuan lemak kasar dilakukan dengan ekstraksi menggunakan soxhlet. Sampel sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dalam kertas saring dan diletakkan di dalam soxhlet. Alat kondenser dipasang di atasnya dan labu lemak di bawah (berat labu lemak sudah diketahui sebelumnya). Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Lakukan refluks selama minimum 5 jam, sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0 C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, timbang labu beserta lemaknya. Persentase lemak dihitung dengan rumus :

% 100 ) (

) (

(%) x

gram l beratsampe

gram beratlemak

Lemak = ... 4

Kandungan Asam Amino Lisin dan Metionin

(26)

amino di dalamnya. Berdasarkan perlu tidaknya disediakan di dalam ransum ternak, asam amino dikategorikan menjadi asam amino non-esensial dan asam amino esensial. Asam amino non esensial dapat disintesis di dalam tubuh hewan, sedangkan asam amino esensial tidak dapat disintesis sehingga harus disediakan di dalam ransum (Cheeke, 1999; Perry et al, 2003).

Ada 10 asam amino esensial untuk unggas yakni arginin, lisin, histidin, leusin, isoleusin, valin, metionin, treonin, triptopan dan penil alanin (Leeson dan Summers, 2001). Ketersediaan dan keseimbangan asam-asam amino tersebut akan mempengaruhi nilai nutrien ransum. Protein yang berasal dari biji-bijian tidak mampu memenuhi semua kebutuhan asam amino tersebut, karena keterbatasan jumlah lisin dan metionin (Miles dan Jakob, 2003). Sebahagian besar bahan penyusun ransum unggas berasal dari biji-bijian, sehingga kritis terhadap kedua macam asam amino tersebut. Berdasarkan hal itu, untuk menutupi kekurangan diperlukan bahan pakan lain. Salah satu bahan pakan sebagai sumber asam amino yang sudah umum digunakan adalah tepung ikan (Onwudike, 1981).

Asam amino mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Asam amino lisin mempunyai dua gugus amino (Gambar 4). Asam amino metionin merupakan asam amino yang mengandung unsur sulfur di dalam strukturnya (Gambar 5).

Gambar 4 Struktur kimia lisin COO

-C N

H

H H

CH2

CH2

CH2 N

H H

(27)

Gambar 5 Struktur kimia metionin

Penentuan asam amino menurut methode AOAC 994.12 (AOAC, 1999) dilakukan dengan hidrolisis asam. Sebelum dihidrolisis, terlebih dahulu sampel dioksidasi dengan asam performat. Sodium metasulfid ditambahkan untuk mendekomposisi asam performat. Asam-asam amino dibebaskan dari protein dengan menghidrolisisnya menggunkan 6 N HCl. Sampel yang telah dihidrolisis dilarutkan dengan buffer sodium sitrat atau dinetralkan, pH diatur mencapai 2.2, dan komponen-komponen asam amino secara individual dipisahkan dengan ion-exchange chromatograph.

Near Infrared untuk Analisis Komposisi Nutrien Bahan Pakan

Bila suatu radiasi berinteraksi dengan sampel, ia akan diabsorbsi, diteruskan atau dipantulkan. Hukum konservasi energi memungkinkan kejadian tersebut dapat diperhitungkan. Total energi radiasi pada sampel sama dengan jumlah energi yang diabsorbsi, diteruskan dan dipantulkan (Williams dan Norris, 1990; Osborne et al., 1993), dengan demikian bila energi yang dipantulkan dapat diukur dan energi yang diteruskan diatur supaya mempunyai nilai nol maka energi yang diabsorbsi dapat dihitung.

Suatu molekul mempunyai energi dalam berbagai bentuk misalnya energi vibrasi yang disebabkan perubahan periodik pada atomnya dari posisi kesetimbangannya. Di samping itu molekul juga mempunyai energi rotasi berdasarkan atas perputaran terhadap pusat gravitasinya. Besarnya perbedaan energi vibrasi dan rotasi pada molekul yang diradiasi akan mempengaruhi absorbsi near infrared.

COO

-C N H

H H

CH2

CH2

(28)

Data absorbsi near infrared sangat potensial digunakan untuk analisis bahan pakan. Keuntungan penggunaan near infrared adalah cepat, murah, persiapan sampel sederhana, tanpa penggunaan bahan kimia (Leeson dan Summers, 1997, 2001; Fontaine et al., 2001; Farrel, 1999; Wrigley,1999). Prediksi dengan metode ini hanya membutuhkan beberapa gram sampel dalam bentuk tepung, kemudian disinari menggunakan near infrared. Data reflektan dari penyinaran tersebut dikonversi menjadi nilai absorbsi, kemudian digunakan untuk memprediksi komposisi nutrien. Hal yang paling penting dalam analisis ini adalah kalibrasi hubungan antara data absorbsi dengan masing-masing kandungan nutrien. Proses kalibrasi membutuhkan sampel yang banyak dan algoritma yang sesuai, tetapi bila proses kalibrasi telah selesai maka proses analisis untuk setiap sampel membutuhkan waktu beberapa menit saja (Williams dan Norris, 1990; Osborne, et al., 1993).

Basis near infrared spectroscopy adalah chemometric yang mengaplikasikan matematika ke analisis kimia. Teknik ini merupakan integrasi spectroscopy, statistik dan ilmu komputer. Model matematik dibangun atas dasar hubungan antara komposisi kimia dengan absorbsi radiasi near infrared pada panjang gelombang antara 900 sampai 2500 nm. Pada spektrum tersebut kita mengukur terutama vibrasi hidrogen pada ikatan kimia dimana hidrogen terikat dengan atom lain seperti nitrogen, oksigen dan karbon. Pada umumnya bahan pakan tidak tembus cahaya, oleh sebab itu analisis near infrared cenderung menggunakan reflektan dari pada transmitan. Cahaya yang dipantulkan oleh sampel digunakan secara tidak langsung untuk mengukur jumlah energi yang diabsorbsi oleh sampel. Analisis near infrared mengukur absorbsi radiasi oleh komponen-komponen di dalam sampel misalnya ikatan peptida pada panjang gelombang tertentu. Komponen lain juga mengabsorbsi energi, namun bersifat mengganggu . Untuk mengurangi efek tersebut dilakukan perlakuan matematik dan regresi linier atau prosedur statistik lainnya pada data tersebut (Williams dan Norris,1990; Osborne et al., 1993).

Penelitian menggunakan near infrared untuk mengevaluasi kualitas pakan sudah banyak dilakukan. Fontaine et al. (2001) telah menggunakan near infrared

(29)

kedelai, rapeseed meal, tepung biji bunga matahari, kacang polong, tepung ikan, tepung daging dan tepung produk samping pemotongan ayam (poultry meal). Kalibrasi dilakukan dengan modified partial least-squares regression (MPLS). Hasil kalibrasi dan validasi untuk tepung ikan disajikan pada Tabel 1. Pada tabel terlihat hasil kalibrasi dan validasi protein menunjukkan SEC sebesar 1.55% dan 1.99% dari rata-rata kandungan protein sampel sebesar 64.30%. SEC dan SEP metionin berturut-turut 0.07 % dan 0.08% dari rata-rata 1.73%, sedangkan lisin 0.16% dan 0.20% dari rata-rata 4.67%.

Tabel 1 Hasil kalibrasi dan validasi near infrared (%) pada tepung ikan (Fontaine et al, 2001)

Kandungan Performa near infrared

Variabel rata-rata standar min mak Kalibrasi Validasi

deviasi SEC SEP

Bhn kering 92.20 1.97 87.70 97.00 0.56 0.63 Protein 64.30 5.68 45.50 78.00 1.55 1.99

Metionin 1.73 0.26 1.08 2.25 0.07 0.08

Sistin 0.58 0.08 0.33 0.81 0.05 0.05

Met+Sis 2.32 0.32 1.46 3.06 0.08 0.09

Lisin 4.67 0.76 2.71 6.17 0.16 0.20

Threonin 2.58 0.36 1.54 3.35 0.09 0.10

Triptophan 0.70 0.13 0.44 0.97 0.03 0.03

Arginin 3.66 0.48 2.31 4.81 0.13 0.15

Isoleusin 2.59 0.37 1.65 3.47 0.08 0.10

Leucin 4.52 0.61 2.81 5.89 0.14 0.17

Valin 3.09 0.39 2.04 3.98 0.11 0.13

Prediksi energi metabolis ransum unggas menggunakan near infrared

telah dilakukan oleh Valdes dan Leesons (1992) yang menunjukkan bahwa metode kalibrasi dengan MLR lebih baik dibandingkan dengan principal components regression (PCR). Spektra near infrared yang digunakan adalah pada panjang gelombang 1500 nm, 1720 nm, 2216 nm dan 2192nm. Prediksi tersebut menghasilkan SEP 58 kcal/kg ransum dari sampel yang mempunyai kandungan energi metabolis rata-rata 2996 kcal/kg dan standar deviasi (SD) sebesar 211 kcal/kg. Cozzolino dan Morron (2004) telah memprediksi kandungan

(30)

SD/SEP berkisar antara 1.61 sampai 3.70. Prediksi komposisi nutrien ransum kelinci telah dilakukan oleh Xiccato et al.(1999). Pada penelitian tersebut didapatkan SEC dan SEP protein sebesar 0.75 % dan 0.77 %.

Jaringan Syaraf Tiruan untuk Kalibrasi Near Infrared

Patterson (1996) menyatakan bahwa JST merupakan simplikasi struktur dan operasi syaraf biologik. JST untuk memproses informasi sangat berbeda dengan perhitungan konvensional atau sistem statistik. Struktur masalah hampir sama dengan analisis regresi yakni input dan output diketahui. Namun demikian proses manipulasi data jauh berbeda. JST tersusun dari banyak satuan proses yang dihubungkan secara interkoneksi (Gambar 6). Syaraf-syaraf tersebut biasanya diorganisasi ke dalam kelompok yang disebut dengan layer (lapisan) . Lapisan input dihubungkan dengan lapisan output melalui hidden layer (lapisan tersembunyi). Keluaran dari lapisan input merupakan masukan untuk lapisan tersembunyi yang didapat dengan Persamaan 5 berikut :

) ( i ji

j I V

H =

× ... 5 dimana Hj adalah nilai simpul ke j pada lapisan tersembunyi dan Vji adalah

pembobot antara simpul ke i pada lapisan input dengan simpul ke j pada lapisan tersembunyi. Keluaran dari lapisan tersembunyi merupakan masukan dari lapisan

output yang dihitung dengan Persamaan 6 berikut:

) ( j kj

k H W

O =

× ... 6 dimana Okadalah nilai output ke k dan Wkjadalah pembobot antara simpul ke j

pada lapisan tersembunyi dengan simpul ke k pada lapisan output. Nilai output tersebut selanjutnya diaktivasi dengan fungsi sigmoid pada persamaan 7 berikut :

k

O k

k

e O

f

Y β

+ = =

1 1 )

( ... 7

(31)

Gambar 6 Arsitektur JST (Patterson, 1996).

JST mempelajari hubungan input dan output melalui proses modifikasi pembobot melalui pelatihan. Salah satu metode pelatihan yang umum dipakai adalah back propagation. Algoritma backpropagation menggunakan error dari

output untuk mengubah nilai pembobot dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju simpul-simpul harus diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi (Patterson, 1996 dan Kusumadewi, 2004). Algoritma pelatihan menggunakan back propagation

menurut Patterson (1996) adalah sebagai berikut :

1. Tentukan semua pembobot awal V dan W dengan menggunakan bilangan

random.

2. Secara acak pilih pasangan sampel pelatihan (Ip, Tp) dimana Ip adalah nilai

input sampel ke p dan Tp adalah nilai target sampel ke p, selanjutnya hitung nilai output setiap unit j pada setiap lapisan ke q, jadi

(

q

)

ji i

q i q

j f O w

O =

−1 ... 8 input-input pada lapisan pertama diindeks dengan superskrip 0, maka

j

j I

O0 = ... 9

W1m W13 W12 W11 V3n V1n vmn Vm3 V13 Vm2 V32 V22 V12 Vm1 V31 V21 V11 H1 H2 H3 . . . Hm I1 I2 I3 In O1

Lapisan input Lapisan tersembunyi Lapisan output

(32)

3. Gunakan nilai OQj hasil perhitungan pada lapisan terakhir dan nilai target Tp

pada sampel tersebut untuk menghitung delta pada semua unit j sebagai berikut

(

) ( )

Q

j p j Q j Q

j O T f H

'

− =

δ ... 10

dimana i

i ij Q

j v I

H =

4. Hitung delta untuk masing-lapisan lapisan sebelumnya (backpropagation)

( )

q

ji i q i q j q

j f H

w

= δ

δ 1 1

... 11

untuk semua j pada lapisan q = Q, Q-1, ..., 2.

5. Perbaharui semua nilai pembobot wji menggunakan persamaan

q ji old ji new

ji w w

w = +Δ ... 12 pada masing-masing lapisan q dimana

1 − = Δ q j q i q ji O

w ηδ ...13

dimana ηadalah konstanta learning rate.

6. Kembali ke langkah 2 dan ulangi untuk setiap sampel sampai jumlah iterasi yang diinginkan terpenuhi.

JST telah banyak diimplementasikan dalam berbagai bidang diantaranya dalam bidang pakan ternak. Suroso et al. (1999) telah menggunakan JST untuk mengoptimisasikan pemberian pakan sapi berdasarkan data spektra near infrared

(33)

mengembangkan JST untuk menentukan level deoxynivalenol (toksin hasil metabolik sekunder dari jamur Fusarium) pada barley. Pada penelitian tersebut digunakan spektra near infrared sebagai input dan level deoxynivalenol sebagai

output. Hasil penelitian menunjukan r2 sebesar 0.93.

Aplikasi JST sebagai metode kalibrasi terbukti mempunyai akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan PLS dan PCR. Wang et al. (2002) telah membuktikan bahwa kalibrasi menggunakan JST menghasilkan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan PLS pada klasifikasi kerusakan biji kacang kedelai menggunakan spektra near infrared. Rata-rata klasifikasi yang benar 94.00 % pada saat kalibrasi dan 89.80 % saat validasi, sedangkan dengan PLS rata-rata klasifikasi yang benar hanya 70.33 % pada saat kalibrasi, dan 71.00 % saat validasi. Horimoto et al. (1997) juga telah membuktikan bahwa JST memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan PLS dan PCR. Tabel 2 memperlihatkan perbandingan kemampuan JST, PLS dan PCR dalam memprediksi kerusakan susu oleh mikroba P fragi dan P. flourescene

menggunakan dynamic headspace gas chromatograph. Pada tabel terlihat bahwa rata-rata SEP lebih rendah pada JST (21.7 %) dibandingkan PLS (29.5 %) dan PCR (33.3 %). JST mencapai r2 yang tertinggi yakni 0.80, dibandingkan dengan PLS (0.69) dan PCR (0.59).

Tabel 2 Perbandingan kemampuan JST, PCR dan PLS untuk memprediksi kerusakan susu oleh mikroba P. fragi dan P. flourescene (Horimoto et al.,1997)

trial SEP (%) r2

JST PLS PCR JST PLS PCR

1 21.2 20.3 26.0 0.75 0.78 0.70

2 8.5 28.9 35.7 0.96 0.89 0.81

3 23.1 43.7 45.3 0.93 0.61 0.52

4 9.0 20.2 21.8 0.95 0.85 0.79

5 36.8 13.5 37.5 0.41 0.30 0.13

(34)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan adalah sampel tepung ikan yang diperoleh dari produsen tepung ikan, pedagang (poultry shop) dan pabrik pakan ternak. Pengambilan sampel pada produsen tepung ikan meliputi pengolah tradisional dan modern di Tuban, Muncar Banyuwangi dan Jembaran Bali. Sampel juga diperoleh dari pedagang makanan ternak di Bogor. Pengambilan sampel pada pabrik pakan ternak dilakukan di Serang Banten. Jumlah sampel yang dikumpulkan sebanyak 50 macam tepung ikan, namun yang dapat digunakan dalam pengolahan data hanya 45 sampel yang dipakai untuk kalibrasi sebanyak 35 sampel dan validasi sebanyak 10 sampel.

Peralatan yang digunakan untuk mengukur radiasi near infrared reflectance (NIR) terdiri dari dua unit utama yakni unit optik dan unit elektronik (Budiastra et al., 1998) seperti yang disajikan pada Gambar 7. Unit optik terdiri dari lampu halogen 150 watt (AT-100HG), chopper (AT-100CH), dua macam

interference filter yakni untuk panjang gelombang 900 - 1400 nm dan 1400 – 2000 nm, monochromator (SPG-100IR), integrating sphere berdiameter 60 mm (ISR-260) dan PbS sensor. Unit elektronik terdiri dari lock in-amplifier, 12 bit

A/D converter, D/O board, pulse motor controller dan komputer. Komputer dijalankan dengan perangkat lunak bahasa C yang terdiri dari tiga program yaitu untuk mengontrol kecepatan dan revolusi stepping motor yang tertempel pada monochromator, mengkonversi data analog ke data digital dan menampilkan data hasil pengukuran dalam bentuk angka dan grafik.

Metode Penelitian

Penelitian meliputi kegiatan kalibrasi dan validasi (Gambar 8). Kalibrasi mempelajari hubungan antara absorbsi near infrared dengan kandungan nutrien tepung ikan. Kegiatan kalibrasi meliputi scanning NIR, pre-treatment data,

(35)
[image:35.612.138.492.143.365.2]

Keluaran dari pelatihan JST adalah nilai pembobot yang digunakan sebagai masukan untuk melakukan pendugaan kandungan nutrien pada saat validasi.

Gambar 7 Skema peralatan sistem NIR (Budiastra et al., 1998)

Validasi berguna untuk menguji kemampuan JST dalam memprediksi kandungan nutrien tepung ikan. Sampel yang digunakan untuk validasi juga melalui proses scanning, pre-treatment dan treatment data. Keluaran SMLR atau PCA bersama dengan nilai pembobot digunakan untuk pendugaan kandungan nutrien tepung ikan. Hasil prediksi dibandingkan dengan hasil analisis kimia untuk mendapatkan standard error of prediction (SEP).

Scanning NIR

(36)
[image:36.612.117.521.77.425.2]

Gambar 8. Bagan kerangka penelitian.

Analisis kimia sampel sebagai nilai acuan

Sebagai nilai acuan dalam pelatihan dan validasi JST, kandungan nutrien tepung ikan ditentukan dengan metode analisis kimia standar menurut AOAC (1999). Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan oven menurut prosedur AOAC 934.01. Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode

Kjeldhal menurut prosedur AOAC 954.01. Penentuan lemak kasar dilakukan dengan ekstraksi menggunakan soxhlet menurut prosedur AOAC 954.02. Asam amino lisin dan methionin dilakukan dengan hidrolisis asam menurut prosedur AOAC 994.12.

Model Jaringan Syaraf Tiruan

Pre-treatment Data. Keluaran dari NIR spectroscopy adalah nilai reflektan (R). Nilai tersebut dikonversi menjadi nilai absorbsi dengan log (1/R). Adanya noise

Treatment data

KALIBRASI VALIDASI

Sampel Kalibrasi Sampel Validasi

Analisis kimia

Scanning NIR Scanning NIR Analisis Kimia

pre-treatment data pre-treatment data

Stepwise multiple linear regression (SMLR)

Principal components analysis (PCA)

Pelatihan JST

Nilai pembobot

Pendugaan kandungan

nutrien

Standard error of prediction (SEP)

Kandungan nutrien

(37)

menyebabkan kurva absorbsi memerlukan pemulusan yang dilakukan dengan metode running mean (Williams dan Norris, 1990) dengan lima titik yang dirata-ratakan. Data yang terlalu ekstrim yakni diluar kisaran antara tiga kali standar deviasi (SD) di bawah dan di atas rata-rata dieliminasi. Pada penentuan lisin dan metionin data yang digunakan adalah turunan ke tiga dari absorbsi near infrared. Turunan tersebut ditentukan dengan rumus berikut :

3 1 1

3 3 + 3 − −

+ − + −

= n n n n

n S xS xS S

S&&& ... 14

dimana S&n&& adalah nilai turunan ke tiga pada titik n.

Treatment Data. Treatment data bertujuan untuk menyiapkan data, sehingga dapat diproses oleh model JST. Treatment data ini meliputi pengurangan variabel data masukan dan normalisasi data. Pengurangan jumlah variabel bertujuan untuk menghindari overfitting dan normalisasi bertujuan menyelaraskan masukan dan keluaran data sesuai dengan kisaran data yang ada.

Keluaran spectroscopy berjumlah 220 titik nilai untuk setiap sampel, dengan demikian untuk menghindari terjadinya overfitting pada saat kalibrasi maka dilakukan reduksi data. Ada dua metode reduksi data yang diuji pada penelitian ini yakni stepwise multiple linear regression (SMLR) dan principal components analysis (PCA).

Analisis SMLR dilakukan dengan menyeleksi panjang gelombang near infrared yang berkorelasi dengan kandungan nutrien yang dievaluasi. Prosedur analisis tersebut adalah menambahkan variabel independent ke dalam persamaan regresi untuk setiap langkah selama memenuhi kriteria F yang ditetapkan yakni F

enter dan F remove. F dihitung dengan Formula :

) 1 /( ) 1 ( / 2 2 − − − = k n r k r

F ... 15

dimana r2 adalah koefisien determinasi, k adalah jumlah variabel yang digunakan pada langkah tersebut dan n adalah jumlah sampel. Pada penelitian ini digunakan perangkat lunak SPSS 11.0 for windows. Kriteria F yang digunakan sesuai dengan

default program SPSS 11.0 for windows yakni F enter sebesar 3.84 dan F remove

(38)

variabel dependent. Keluaran adalah persamaan regresi dari kombinasi panjang gelombang yang berkorelasi dengan kandungan nutrien bahan yang akan dievaluasi.

PCA dilakukan dengan mengekstraksi variasi suatu set data multivariate

menjadi sebuah set data baru tanpa menghilangkan informasi (Everitt dan Dunn, 1991). Set data baru tersebut dikenal dengan principal components (PC) atau komponen utama. Proses transformasi dari set data menjadi komponen utama dilakukan melalui maksimisasi variance melalui diagonalisasi matrik kovarian dari data masukan. Data masukan dari vektor yang mempunyai dimensi n dijadikan dimensi m (dimana m < n) dengan variasi data sebesar mungkin. Pada penelitian ini PCA dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS 11 for windows. Masukan data adalah absorbsi near infrared, sedangkan keluarannya adalah komponen-komponen utama. Matrik keluaran PCA selanjutnya dikalikan dengan data absorbsi near infrared menggunakan perangkat lunak Microsoft Excell. Hasil perkalian matrik inilah yang digunakan sebagai masukan dalam kalibrasi dan validasi menggunakan JST.

Setiap data sebelum diproses di dalam model JST terlebih dahulu dinormalisasi. Model yang digunakan untuk normalisasi tersebut adalah sebagai berikut:

min max

min

x x

x x

xb i

i

= ... 16

dimana xbi adalah nilai input yang baru, xi adalah nilai input awal, xmin adalah nilai input minimum dan xmax adalah nilai inputmaksimum.

Pelatihan JST. JST terdiri dari tiga lapisan yakni lapisan input, lapisan output

dan lapisan tersembunyi (Gambar 9). Lapisan input berguna untuk menerima masukan yang berupa data absorbsi near infrared yang terpilih menggunakan SMLRatau nilai komponen utama yang diperoleh dari hasil PCA. Lapisan output

(39)

Gambar 9. Struktur JST untuk pendugaan kandungan nutrien tepung ikan.

Pada setiap JST dilakukan pelatihan dengan algoritma backpropagation. Algoritma dimulai dengan menentukan pembobot awal dengan cara membangkitkan bilangan random untuk setiap hubungan antar simpul baik antara simpul yang ada pada lapisan input dan lapisan tersembunyi, maupun antara lapisan tersembunyi dan lapisan output. Data masukan yang telah dinormalisasi dikalikan dengan pembobot awal pada setiap simpul pada lapisan tersembunyi. Hasil perkalian tersebut dijumlahkan dan hasil penjumlahan tersebut diaktivasi dengan fungsi sigmoid pada setiap simpul. Nilai hasil aktivasi tersebut menjadi masukan pada lapisan selanjutnya dan dikalikan dengan nilai pembobot awal pada lapisan tersebut. Hasil perkalian tersebut juga diaktivasi sehingga diperoleh nilai

output. Nilai output hasil perhitungan tersebut selanjutnya dibandingkan dengan kandungan nutrien aktual. Perbedaan nilai output hasil perhitungan dengan nilai aktual tersebut digunakan sebagai dasar untuk memperbarui nilai pembobot pada perambatan balik. Kegiatan ini diulang terus menerus sampai tercapai jumlah iterasi yang telah ditentukan. Pada penelitian ini dipelajari berbagai jumlah iterasi untuk memperoleh nilai pembobot yang optimal, sehingga dapat menduga kandungan nutrien dengan error yang paling rendah.

Kinerja hasil kalibrasi diukur dengan standard error of calibration (SEC). SEC dihitung dengan formula berikut (Osborne et al, 1993) :

W1m W13 W12 W11 V3n V1n vmn Vm3 V13 Vm2 V32 V22 V12 Vm1 V31 V21 V11 H1 H2 H3 . . . Hm

kand. nutrien : air/lemak/ protein/lisin/ metionin

Lapisan input Lapisan tersembunyi Lapisan output

pembobot

(40)

1 ) ˆ

( 2

− −

=

k

n y y

SEC ... 17

dimana y adalah kandungan nutrien aktual, yˆ kandungan nutrien hasil

perhitungan dan nk jumlah sampel yang digunakan untuk kalibrasi.

Validasi. Validasi dilakukan dengan pendugaan menggunakan pembobot yang diperoleh pada saat pelatihan JST terhadap 10 sampel baru yang tidak digunakan pada saat pelatihan. Validasi bertujuan untuk menguji kemampuan JST untuk memprediksi kandungan nutrien berdasarkan absorbsi near infrared yang dipilih melalui analisis SMLR atau ekstraksi melalui PCA. Parameter keberhasilan dilihat dari standard error of prediction (SEP), coefficient of variation (CV) dan rasio antara standar deviasi (SD) dan SEP. SEP dihitung dengan formula (Osborne et al, 1993) berikut:

1 ) ˆ

( 2

− −

=

v i i

n y y

SEP ... 18

dimana y nilai acuan, ŷ adalah nilai prediksi dan nv adalah jumlah sampel yang

digunakan untuk validasi. CV dihitung dengan formula (Chan et al, 2002; Xiccato et al , 1999) berikut :

% 100 × =

y SEP

CV ... 19

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan [image:41.612.172.469.437.668.2]

Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik (Gambar 10) menunjukkan kurva absorbsi kurang mulus yang mengindikasikan tingginya noise, serta terlihat adanya beberapa pencilan data, dengan demikian sebelum diolah lebih lanjut memerlukan pre-treatment data. Pre-treatment data yang dilakukan adalah pemulusan dan eliminasi pencilan data. Perlakuan pemulusan menggunakan metode running mean setiap lima titik data, sehingga menyebabkan panjang gelombang yang dapat digunakan adalah 915 sampai 1990 nm. Eliminasi dilakukan terhadap data yang berada diluar kisaran tiga kali standar deviasi (SD) di bawah dan di atas rata-rata. Setelah proses eliminasi tersebut ternyata hanya 45 sampel yang dapat digunakan untuk kalibrasi dan validasi kandungan air, lemak dan protein, sedangkan untuk lisin dan metionin hanya 43 dan 40 sampel. Nilai absorbsi dari 45 sampel setelah pre-treatment

data memperlihatkan kurva yang lebih mulus (Gambar 11).

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

90595510051055110511551205125513051355140514551505155516051655170517551805185519051955

Panjang Gelombang (nm)

A

b

s

or

b

anc

e

sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5 sampel 6 sampel 7 sampel 8 sampel 9 sampel 10 sampel 11 sampel 12 sampel 13 sampel 14 sampel 15 sampel 16 sampel 17 sampel 18 sampel 19 sampel 20 sampel 21 sampel 22 sampel 23 sampel 24 sampel 25 sampel 26 sampel 27 sampel 28 sampel 29 sampel 30 sampel 31 sampel 32 sampel 33 sampel 34 sampel 35 sampel 36 sampel 37 sampel 38 sampel 39 sampel 40 sampel 41 sampel 42 sampel 43 sampel 44 sampel 45 sampel 46 sampel 47 sampel 48 sampel 49 sampel 50

(42)

Pada Gambar 11 terlihat bahwa puncak-puncak penyerapan near infrared

terjadi pada panjang gelombang 915 nm, 1215 nm, 1465 nm – 1535 nm, 1725 nm-1735 nm dan 1965 nm-1980nm. Osborne et al (1993) menyatakan bahwa absorbsi pada panjang gelombang 913 nm berkorelasi dengan CH2; 1195 nm dan 1215 nm berkorelasi dengan CH3 dan CH2; 1510 nm dan 1530 nm dengan protein dan RNH2 ; 1725nm dengan CH2 ; 1980 nm dengan protein. Secara umum terlihat bahwa penyerapan tersebut menunjukkan banyaknya ikatan kimia yang melibatkan kerangka karbon dan gugus nitrogen yang merupakan komponen utama penyusun protein. Namun secara spesifik, puncak-puncak penyerapan tersebut belum dapat menjelaskan kandungan kimia secara langsung.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

915 96510151065111511651215126513151365141514651515156516151665171517651815186519151965

Panjang Gelombang (nm)

A

bs

or

b

anc

e

sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5 sampel 6 sampel 7 sampel 8 sampel 9 sampel 10 sampel 11 sampel 12 sampel 13 sampel 14 sampel 15 sampel 16 sampel 17 sampel 18 sampel 19 sampel 20 sampel 21 sampel 22 sampel 23 sampel 24 sampel 25 sampel 26 sampel 27 sampel 28 sampel 29 sampel 30 sampel 31 sampel 32 sampel 33 sampel 34 sampel 35 sampel 36 sampel 37 sampel 38 sampel 39 sampel 40 sampel 41 sampel 42 sampel 43 sampel 44 sampel 45

915 nm

1215 nm

1465 nm -1535 nm 1725 nm-1735 nm

[image:42.612.142.490.296.579.2]

1965 nm-1980nm

Gambar 11 Grafik absorbsi near infrared oleh tepung ikan pada panjang gelombang 915 sampai 1990 nm setelah pre-treatment data.

Variasi Kandungan Nutrien Sampel Tepung Ikan

(43)

namun ada beberapa pabrik yang menggunakan limbah pengalengan ikan berupa kepala, sirip dan isi perut ikan sebagai bahan bakunya. Sukirno dan Srihati (2003) menyatakan bahwa untuk menurunkan biaya produksi sebagian pengusaha tepung ikan di Muncar mencampurkan sisik ikan sekitar 10% ke dalam bahan bakunya. Tepung ikan yang diolah secara tradisional di Tuban dan Muncar umumnya menggunakan ikan-ikan kecil seperti selar, tembang, petek dan kuniran, walaupun kadang-kadang juga menggunakan ikan lemuru. Tepung ikan yang diperoleh dari beberapa pedagang makanan ternak di Parung Bogor dan di Padang berasal dari produsen yang mengolah secara tradisional dimana sumber bahan bakunya berasal dari ikan kering afkiran yang dagingnya sudah mulai rusak sehingga tulang dan sisik merupakan komponen yang dominan di dalamnya.

[image:43.612.143.472.450.679.2]

Teknologi pengolahan tepung ikan juga bervariasi mulai dari yang tradisional sampai yang lebih maju. Pengolahan tepung ikan secara tradisional umumnya terbatas pada proses perebusan, pengeringan dan penggilingan. Pengeringan dilakuan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari (Gambar 12). Pengolahan tepung ikan dengan cara yang lebih maju melakukan pengempaan (pressing) setelah proses perebusan, setelah itu baru dilakukan pengeringan dengan dryer menggunakan energi listrik.

(44)
[image:44.612.144.496.177.385.2]

Beragamnya bahan baku dan pengolahan pada pabrik tepung ikan menyebabkan kandungan nutriennya bervariasi cukup lebar. Statistik komposisi nutrien sampel tepung ikan tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Statistik komposisi nutrien sampel tepung ikan

Jenis Tahap Jumlah Kandungan nutrien (%)

Nutrien penelitian sampel rata-rata SD minimum maksimum Air kalibrasi 35 12.38 3.89 7.25 21.56 validasi 10 12.61 4.18 7.99 20.88

total 45 12.43 3.91 7.25 21.56 Lemak kalibrasi 35 4.92 2.83 1.81 11.68 validasi 10 5.33 2.35 2.05 8.36

total 45 5.01 2.71 1.81 11.68 Protein kalibrasi 35 47.31 10.36 20.99 61.68 validasi 10 46.56 10.00 24.34 59.31

total 45 47.14 10.18 20.99 61.68 Lisin kalibrasi 33 1.09 0.44 0.51 2.18 validasi 10 1.22 0.40 0.60 2.00

total 43 1.12 0.43 0.51 2.18 Metionin kalibrasi 30 0.68 0.20 0.39 1.03

validasi 10 0.70 0.16 0.45 0.95

total 40 0.68 0.19 0.39 1.03

Pada Tabel 3 terlihat bahwa kandungan air berkisar antara 7.25 %-21.56% dengan standar deviasi (SD) 3.91%. Rata-rata kandungan air (12.43%) lebih tinggi dibandingkan dengan persyaratan DSN (1996) dimana kandungan air maksimal 10% untuk mutu I dan 12% untuk mutu II dan III. Kandungan air yang tinggi umumnya terdapat pada tepung ikan yang diproduksi secara tradisional dimana setelah perebusan tidak dilakukan pengempaan dan pengeringannya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari. Sebaliknya kandungan air yang rendah terdapat pada tepung ikan yang mengalami proses pengempaan dan pengeringan dengan dryer menggunakan energi listrik.

(45)

Kandungan protein sampel tepung ikan juga mempunyai variasi yang sangat lebar yakni berkisar antara 20.99% sampai 61.68%, dengan rata-rata 47.14% dan standar deviasi 10.18%. Rata-rata sampel tepung ikan berdasarkan kandungan proteinnya tergolong kepada mutu III dimana menurut DSN (1999) standar mutu I, II dan III mengandung protein minimal berturut-turut 65%, 55% dan 45 %. Kandungan lisin berkisar antara 0.51% sampai 2.18% dengan standar deviasi 0.43%. Rata-rata kandungan metionin adalah 0.68 % dengan standar deviasi 0.19% yang berkisar antara 0.39 % sampai 1.03 %. Variasi kandungan protein, lisin dan metionin terutama dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Bahan baku dari limbah pengalengan ikan dan ikan kering afkir mengandung proporsi daging yang sedikit dan proporsi tulang dan sisik meningkat sehingga kandungan protein dan asam aminonya rendah.

Melihat besarnya variasi kandungan nutrien tepung ikan dengan beragamnya bahan baku dan proses produksi maka penentuan kandungan nutriennya sebelum digunakan sebagai salah satu bahan pakan perlu dilakukan. Penentuan kandungan nutrien tersebut sebaiknya dilakukan sesering mungkin, karena kemungkinan variasi setiap lot sangat besar. Berdasarkan kondisi tersebut perlu dikembangkan metode analisis yang cepat, murah dan akurat.

Korelasi Absorbsi Near Infrared dengan Komposisi Nutrien Tepung Ikan

Penggunaan semua nilai absorbsi near infrared untuk pendugaan kandungan nutrien dapat menyebabkan overfitting pada saat kalibrasi, dengan demikian sebelumnya perlu dilakukan pengurangan jumlah variabel input. Salah satu metode pengurangan variabel adalah dengan menseleksi panjang gelombang yang berkorelasi dengan kandungan nutrien yang sedang dievaluasi. Model yang digunakan untuk pemilihan tersebut adalah analisis stepwise multiple linear regression (SMLR). Panjang gelombang yang memenuhi krite

Gambar

Gambar 7  Skema peralatan sistem NIR (Budiastra et al., 1998)
Gambar 8.  Bagan kerangka penelitian.
Gambar 10  Grafik absorbsi near infrared oleh tepung ikan pada panjang
Gambar 11  Grafik absorbsi near infrared                            gelombang 915 sampai 1990 nm setelah  oleh tepung ikan pada panjang pre-treatment data
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik sq4r dalam kelompok kecil sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa smp (studi eksperimen

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung ganyong sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik kimia (kadar air, abu, protein,

d) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan

Upaya penindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian adalah dengan melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap korban kejahatan penipuan dengan modus undian berhadiah,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian filtrat rimpang jahe merah berpengaruh terhadap tingkat mortalitas dan penghambatan aktivitas makan larva Plutella

53 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pembelian Responden Pelanggan Makro Cash and Carry Wholesale Semarang Berdasarkan Status Marital ……… 55 Tabel 4.3 Distribusi

Namun perhitungan tersebut nantinya akan berbeda dikarenakan dalam perhitungan pajak yang digunakan adalah perhitungan laba berdasarkan Undang-undang Perpajakan (UU PPh),