• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 Perumusan Masalah ... 3 Hipotesis ... 4 Kerangka Pemikiran ... 4 TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Gajah Sumatera ... 6 Morfologi dan Anatomi Gajah Sumatera ... 6 Penyebaran dan Ukuran Populasi Gajah Sumatera ... 7 Habitat Gajah Sumatera ... 8 Daya Dukung Habitat ... 9 Prilaku Gajah Sumatera ... 10

Perilaku makan dan minum ... 10 Istirahat dan pemeliharaan tubuh ... 11 Perilaku kawin... 12 Pakan Gajah ... 12 Tumbuhan pakan gajah ... 13 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Kawasan ... 15 Kondisi Fisik Kawasan ... 16 Letak dan luas Kawasan... 16 Geologi dan Jenis Tanah... 16 Iklim... 16 Topografi... 17 Hidrologi... 17 Aksesibilitas... 17 Kondisi Biotik Kawasan... 18 METODE PENELITIAN

ii

Metode Analisis Data ... 24 Analisis Vegetasi dan potensi Hijauan Pakan... 24 Analisis produktifitas hijauan pakan yang di makan... 25 Jenis-jenis dan bagian tumbuhan yang di makan... 25 Preferensi terhadap jenis-jenis tumbuhan dan perilaku makan ... 26 HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Sumber pakan... 29 Komposisi Flora... 29 Kerapatan... 29 Dominasi Jenis Vegetasi ... 30 Produktifitas dan daya dukung... 36 Jenis-jenis Tanaman Pakan dan Bagian Tumbuhan yang Di makan... 38 Pakan Alami Gajah... 38 Bagian Tumbuhan yang dimakan... 45 Analisis Preferensi Jenis Pakan dan Perilaku Makan... 47 Analisis Preferensi Jenis Pakan... 47 Perilaku Makan... 53 Aktifitas lain ... 55 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 57 Saran... 57 DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN ... 63

iii

1. Nama, jenis kelamin, umur, berat, tanggal penangkapan dan keahlian gajah yang digunakan dalam penelitian ...

20 2. Kriteria yang diukur dalam menentukan Indeks Neu... 27 3. Sepuluh jenis vegetasi tumbuhan pohon, tiang, pancang, dan

tumbuhan bawah dengan nilai INP tertinggi di lokasi penelitian...

31 4. Produktivitas hijauan pakan gajah tumbuhan tingkat pancang dan

liana dan tiang di PLG Sebelat ...

36 5. Produktivitas hijauan pakan gajah tumbuhan tingkat bawah di PLG

Sebelat Bengkulu ...

37 6. Indeks Kesamaan spesies tumbuhan yang dimakan oleh gajah di

PLG Sebelat ...

48 7. Jenis-jenis tumbuhan pakan alami gajah yang disukai di PLG

Sebelat...

iv

1. Kerangka Penelitian ... 5 2. Peta Lokasi Penelitian gajah sumatera ... 19 3. Bentuk dan ukuran petak pengamatan inventarisasi vegetasi dengan

metode garis berpetak ... 21 4. Jumlah spesies/famili pada tingkat pohon, tiang, pancang dan

tumbuhan bawah yang ditemukan di PLG Sebelat ... 29 5. Kerapatan pohon per hektar pada masing-masing tingkat pertumbuhan

vegetasi di PLG Sebelat... 30 6. Diagram jumlah spesies tumbuhan potensial pakan gajah pada

masing-masing tingkat pertumbuhan di PLG Sebelat ... 34 7. Diagram 10 famili tumbuhan yang memiliki spesies paling banyak

dimakan gajah di kawasan PLG Sebelat ... 44 8. Diagram persentase penyebaran jenis berdasarkan bagian tumbuhan

yang dimakan oleh gajah di PLG Sebelat... 46 9. Jumlah jenis tumbuhan pakan alami yang dimakan oleh gajah selama

pengamatan di PLG Sebelat ... 47 10. Frekuensi makan harian masing-masing gajah selama pengamatan di

PLG Sebelat ... 49 11. Preferensi gajah terhadap jumlah spesies yang dimakan di PLG

Sebelat ... 50 12. Persentase jumlah spesies tumbuhan yang disukai oleh gajah di PLG

Sebelat ... 53 13. Persentase penyebaran spesies tumbuhan pakan gajah berdasarkan

v

1. Peta pengamatan tumbuhan pakan gajah di kawasan HPKh PLG

Sebelat Bengkulu Utara ... 63 2. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat pohon di HPKh PLG

Sebelat Bengkulu Utara... 64 3. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat tiang di HPKh PLG

Sebelat Bengkulu Utara... 67 4. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat pancang di HPKh PLG

Sebelat Bengkulu Utara... 69 5. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat semai di HPKh PLG

Sebelat Bengkulu Utara... 72 6. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat bawah di HPKh PLG

Sebelat Bengkulu Utara... 74 7. Jenis-jenis tumbuhan yang dimakan gajah di PLG Sebelat Bengkulu

Utara ... 76 8. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Nelson di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 85 9. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Cokro di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 87 10. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Robi di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 89 11. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Sari di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 91 12. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Desi di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 93 13. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Eva di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 95 14. Penyebaran jenis berdasarkan bagian tumbuhan yang dimakan ... 97 15. Jenis-jenis tumbuhan pakan gajah dibeberapa kawasan menurut

Latar Belakang

Kawasan Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu Utara adalah kawasan hutan yang tersisa sebagai habitat satwa liar yang terisolasi. HPKh PLG Sebelat dikelilingi kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis yang sudah dikonversi menjadi lahan perkebunan perusahaan sawit, lahan garapan transmigrasi dan lahan budidaya. Dibukanya areal hutan HPT Lebong Kandis oleh Eks HPH PT Maju Jaya Raya Timber, dan sekarang oleh HPH PT. Ananta serta perkebunan kelapa sawit PT. Alno Agro Utama menyebabkan populasi gajah terpecah menjadi dua kelompok, yaitu populasi gajah yang berada di Air Sebelat-Air Rami (PLG Sebelat) kini terperangkap secara insitu (Rizwar et al. 2001) dan populasi gajah Air Sebelat hulu dan Air Rami hulu. Selajutnya Rizwar et al. 2001 mengatakan bahwa populasi gajah di dalam kelompok Air Sebelat dan Air Rami berjumlah 50 ekor.

Hutan PLG Sebelat merupakan habitat gajah yang tersisa dan terisolasi dari kawasan hutan alam disekitarnya. Untuk menuju Taman Nasional Kerinci Sebelat hutan PLG Sebelat dihubungkan oleh Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis. Hutan alam ini adalah salah satu hutan yang tersisa akibat konversi untuk perkebunan kelapa sawit. Kawasan ini memiliki lebar lebih kurang 1,5 km, tetapi kawasan ini tidak dapat berfungsi sebagai jalur lalu lintas gajah dari PLG Sebelat menuju TNKS ataupun sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pembukaan hutan oleh masyarakat untuk perkebunan, lahan garapan transmigrasi, dan lahan budidaya secara illegal.

Habitat gajah sumatera yang dahulu berupa satu kesatuan ekosistem luas, telah terfragmentasi menjadi habitat-habitat kecil dan sempit (Santiapillai & Jackson 1990). Satu sama lain tidak berhubungan, daerah jelajah (home range) gajah menjadi sempit, akhirnya kecendrungan gajah keluar dari habitat alaminya (Sinaga 2000). Konflik dengan pengguna lahan lain tidak terelakkan, persaingan yang tinggi di antara anggota kelompok gajah dalam penggunaan ruang dan sumber makanan, mempercepat penurunan populasi gajah. Menurut laporan Balai

Konservasi Sumberdaya Alam Bengkulu selama tahun 2006 ada delapan kali gangguan gajah di sekitar kawasan PLG Sebelat.

Konflik antara gajah dan manusia, isolasi habitat dan populasi gajah yang tidak dapat berhubungan dengan kelompok lain, menyebabkan terjadi perkawinan diantara sesama kelompok mereka dan dikhawatirkan terjadi mutasi gen dan tidak mempunyai variasi genetik, sehingga keturunannya akan lemah dan cacat.

Permasalahan di dalam upaya pelestarian gajah salah satunya adalah menurunnya kualitas habitat dan berkurangnya luas habitat (Alikodra 1979). Untuk menjaga kelestarian populasi gajah di PLG Sebelat, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan kualitas habitat dengan cara meningkatkan produktifitas pakan alami. Hal ini lebih memungkinkan karena perluasan hutan dan pembuatan koridor gajah yang menghubungkan PLG Sebelat dan TNKS sulit dilakukan karena berhadapan dengan berbagai kepentingan masyarakat yang berada disekitarnya.

Karena kondisi hutan yang sudah terisolasi dan koridor yang menghubungkan dengan hutan lainnya tidak berfungsi, maka untuk mempertahankan populasi gajah maka perlu dilakukan pengayaan dan perbaikan habitat. Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan guna untuk mengetahui jenis-jenis pakan alami gajah, potensi habitat dan produktifitas pakan gajah di kawasan PLG Sebelat.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui potensi tumbuhan pakan alami gajah.

2. Mengetahui produktifitas jenis tumbuhan pakan yang dimakan. 3. Mengetahui jenis-jenis dan bagian tumbuhan yang dimakan.

4. Mengetahui Preferensi gajah terhadap beberapa jenis pakan dan perilaku makannya.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai dasar bagi pengambilan kebijakan dalam mengelola pakan gajah sumatera di PLG Sebelat.

2. Sebagai sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pengelolaan populasi gajah.

3. Sebagai sumber informasi dalam pengembangan pengelolaan dan perbaikan habitat gajah

Perumusan Masalah

Kawasan HPKh Pusat Latihan Gajah Sebelat Bengkulu Utara didirikan pada tahun 1992, dengan tujuan untuk mengatasi tingginya tingkat gangguan gajah di Bengkulu Utara. Pada tanggal 8 Desember 1995 dengan SK Menhut No. 658/Kpts-II/1995 kawasan ini ditunjuk menjadi Pusat Latihan Gajah (PLG) dengan luas 6.865 Ha (BKSDA Bengkulu 2002). Tetapi sampai saat ini konflik antara manusia dan gajah di dalam penggunaan ruang dan sumber pakan masih terus berlangsung dan telah banyak menimbulkan kerugian materil bagi masyarakat.

Kondisi kawasan PLG Sebelat yang sudah terfragmentasi dan pembukaan lahan transmigrasi di koridor penghubung dengan kawasan hutan lainnya merupakan permasalahan tersendiri bagi BKSDA Bengkulu di dalam pengelolaan HPKh PLG Sebelat.

Pendekatan pengelolaan selama ini masih terbatas pada pengamanan dan perlindungan kawasan dan pengusiran terhadap kelompok gajah yang menyerang lahan perkebunan masyarakat. Tetapi upaya ini belum dapat mengatasi masalah konflik kepentingan penggunaan ruang dan pakan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh BKSDA Bengkulu sebagai institusi pengelola PLG Sebelat adalah dengan melakukan pengelolaan sumber-sumber pakan alami. Tetapi untuk tujuan pengelolaan tersebut keterbatasan informasi dan data tentang sumber pakan alami gajah menjadi kendala bagi BKSDA Bengkulu. Untuk itu dalam penelitian ini permasalahan yang ingin di jawab adalah :

1. Bagaimana potensi tumbuhan pakan alami?

2. Bagaimana produktifitas tumbuhan pakan yang di makan?

4. Bagaimana preferensi gajah terhadap beberapa jenis pakan dan perilaku makannya ?

Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Tidak semua jenis tanaman disukai oleh gajah.

2. Produktifitas jenis-jenis tanaman pakan gajah tidak sama.

Batasan pengertian : yang dimaksud dengan dimakan adalah makanan yang direnggut, dicabut, dipatahkan dan dirobohkan oleh gajah dimasukan kedalam mulut lalu ditelan.

Kerangka Pemikiran

Menurunnya kualitas habitat dan berkurangnya luas habitat gajah akibat konversi lahan untuk perkebunan, pemukiman dan budi daya menyebabkan kelompok gajah keluar dari habitat alaminya untuk memenuhi kebutuhan pakannya. Konflik dengan pengguna lahan lain tidak terelakkan, sehingga terjadi persaingan antara gajah dengan pengguna lahan lain di dalam perebutan pakan. Hal ini akan mempercepat penurunan populasi gajah di alam.

Alternatif pemecahan masalah adalah dengan meningkatkan kualitas habitat, karena untuk penambahan luas kawasan hutan dan pembuatan koridor penghubung dengan kawasan hutan lainnya akan berbenturan dengan berbagai kepentingan masyarakat sekitar kawasan.

Upaya peningkatan kualitas habitat dapat dilakukan dengan pengelolaan pakan alami gajah di dalam kawasan PLG Sebelat. Untuk itu perlu diketahui jenis-jenis pakan alami dan bagian-bagian yang dimakan, sehingga dapat direkomendasikan jenis-jenis pakan yang perlu dikelola.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Pemindahan gajah

Konflik gajah dan manusia

¾ Identifikasi jenis dan potensi pakan ¾ Bagian tumbuhan yang dimakan ¾ Produktifitas tumbuhan pakan ¾ Preferensi dan perilaku makan

Perluasan Habitat Alternatif pemecahan Masalah

Preferensi dan perilaku makan Populasi Gajah Menurun

Perbaikan habitat Pembuatan koridor

Jenis-jenis yang disukai

¾ Kualitas habitat menurun ¾ Luas Habitat berkurang

Klasifikasi Gajah Sumatera

Gajah yang ada di dunia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu gajah Afrika (Loxodanta africana) dan gajah Asia (Elephas maximus). Sementara gajah sumatera dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847 adalah adalah sub species dari gajah Asia (Altevorg & Kurt 1975, Lekagul & McNeely 1977) dengan klasifikasi gajah sumatera adalah :

kingdom : Animalia

phylum : Chordata

sub phylum : Vertebrata

classis : Mamalia

ordo : Proboscidae

familia : Elephantidae

genus : Elephas

species : Elephas maximus

sub species : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847

Morfologi dan Anatomi Gajah Sumatera

Gajah sumatera memiliki tubuh yang gemuk dan besar tetapi ukuran tubuh lebih kecil bila dibandingkan dengan gajah Afrika. Berat gajah asia dapat mencapai 5.000 kg (Lekagul & McNeely 1977, Medway 1978), sementara menurut Nowak 1999 dalam Arief et al. 2003 bobot gajah betina rata-rata 2.720 Kg dan gajah jantan dewasa dapat mencapai 5.400 Kg.

Selanjutnya Lekagul dan McNeely (1977) mengatakan bahwa gajah sumatera memiliki panjang kepala dan badan adalah 150 – 550 cm. Memiliki bentuk tapak kaki depan berbentuk bulat dengan lima kuku dan telapak kaki belakang berbentuk bulat telur dengan empa kuku (Eltringham 1982). Gajah dewasa memiliki ukuran jejak kaki berkisar antara 35 – 44 cm, sedangkan jejak kaki gajah muda berkisar antara 18 sampai 22 cm (Poniran 1974). Sementara

menurut Santiapillai dan Suprahman (1986) keliling jejak kaki depan untuk gajah bayi (Calf) 0 – 50 cm, gajah anak-anak (juvenile) 50 – 75 cm, gajah remaja (sub-adult) 75 – 100 cm, dan gajah dewasa ((sub-adult) diatas 100 cm. Pada saat lahir gajah memiliki tinggi kira-kira 90 – 95 cm, setelah berusia dua tahun meningkat mejadi 130 cm. Pada usia tiga tahun dapat mencapai 150 – 160 cm, pada umur empat tahun 175 – 190 cm, dan pada umur enam tahun tinggi badan bervariasi antara 180 – 200 cm.

Gajah betina mengalami kematangan seksual pada umur 8 – 12 tahun, masa hamil berkisar antara 19 – 22 bulan dan induk akan menyusui anak selama kurang lebih dua tahun (Medway 1978). Pada gajah jantan memiliki gading yang merupakan perkembangan dari gigi seri, sementara gajah betina hanya memperlihatkan tonjolan gigi seri (Eltringham 1982). Menurut Harthoorn dalam

Murray (1976) gajah memiliki belalai yang berfungsi sebagai tangan, alat penciuman, bernafas dan sangat elastis. Telinga berfungsi sebagai alat komunikasi dan pengatur suhu tubuh. Gajah memiliki kulit berwarna coklat gelap sampai abu-abu hitam dan sangat sensitive dengan tebal 2 – 4 cm. Gajah tidak memiliki kelenjar keringat dan hanya memiliki kelenjar susu dan dua buah kelenjar temporal pada setiap bagian samping kepala (Eltringham 1982).

Penyebaran dan Ukuran Populasi Gajah Sumatera

Pada tahun 1970-an populasi gajah sumatera lebih besar dari pada kondisi sekarang, hal ini disebabkan karena daya dukung (carrying capacity) lingkungan sebagai habitat alami gajah lebih baik dari kondisi saat ini. Banyaknya terjadi konflik antara manusia dan gajah menunjukan bahwa habitat gajah sudah terganggu dan sudah tidak mampu lagi menampung gajah-gajah di dalamnya. Gangguan tersebut berupa explorasi hutan baik untuk HPH maupun perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan.

Dari hasil penelitian Haryanto dan Blouch (1984) diketahui bahwa di Sumatera terdapat 44 kelompok populasi gajah dengan total individu di duga sebanyak 2.800 – 4.800 ekor. Kelompok tersebut tersebar di seluruh Sumatera, yaitu 13 kelompok di Lampung, 8 kelompok di Sumatera Selatan, 5 kelompok di

Jambi, 4 kelompok di Aceh, 2 kelompok di Bengkulu, 1 kelompok di Sumatera Barat.

Menurut Rizwar et al. (2002) bahwa gajah di Bengkulu Utara terbagi menjadi empat kelompok habitat dengan perkiraan populasi 198 ekor. Pengelompokan habitat tersebut dikarenakan habitat aslinya sudah terfragmentasi dan beralih fungsi menjadi perkebunan dan pemukiman.

Habitat Gajah Sumatera

Gajah Sumatera dapat ditemukan di berbagai tipe ekosistem mulai dari pantai sampai ketinggian diatas 1.750 meter seperti di Gunung Kerinci. Habitat gajah terdiri dari beberapa tipe hutan, yaitu : hutan rawa (swamp forest), hutan gambut (peat swamp forest), hutan hujan dataran rendah (lowland forest) dan hutan hujan pegunungan rendah (lower mountain forest) (Haryanto 1984; WWF 2005), sementara menurut Altevorg dan Kurt (1975), gajah-gajah asia menempati habitat yang bervariasi, yaitu hutan hujan tropika, padang rumput, hutan kering

(Dry forest) dan ditemukan pula di zona salju pegunungan Himalaya. Gajah asia mendiami hutan sekunder, semak dan savana lebih intensif dari hutan primer atau tipe klimaks (Oliver 1978). Satwa gajah menyukai daerah ekoton, yaitu daerah peralihan antara bukit dan hutan dataran rendah, juga antara hutan sekunder dengan daerah terbuka (Eseinberg 1981).

Kepadatan (density) gajah di logged over forest diperkirakan dua kali lipat dari hutan primer (Oliver 1978). Konversi hutan untuk keperluan perkebunan, pemukiman, pertanian dan pertambangan menyebabkan hutan terfragmentasi sehingga gajah tidak dapat bergerak dari satu wilayah hutan ke wilayah hutan lainnya. Hal ini menyebabkan fragmentasi habitat gajah, dari populasi yang besar menjadi kelompok-kelompok kecil (Santiapillai & Jackson 1990).

Pemerintah Indonesia telah menetapkan gajah sebagai salah satu satwa yang dilindungi dengan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Nomor 134 dan 226/1931 ; SK Menteri Pertanian Republik Indonsia Nomor 234/kpts/Um/1972 dan PP RI No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, dan melindungi habitat gajah dengan menjadikanya kawasan hutan, namun demikian tidak menjamin akan kelestarian gajah tersebut. Berkurangnya luas habitat dan

menurunya kualitas daya dukung dan terpecahnya populasi gajah menyebabkan populasi minimum gajah tidak dapat terpenuhi sehingga kelestarian gajah di masa yang akan datang akan terancam punah.

Sebelum ada gangguan terhadap habitat gajah sumatera, gajah memiliki ekosistem yang luas. Tetapi saat ini habitat gajah telah terfragmentasi menjadi habitat-habitat kecil dan sempit, antara satu habitat dengan yang lainnya tidak berhubungan, menyebabkan daerah home range semakin sempit. Hal ini membuat kecenderungan gajah akan keluar dari habitat alaminya untuk mencari pakan. Persaingan antara manusia dan gajah di dalam memanfaatkan ruang dan makanan tidak terelakan, ini akan mempercepat proses penurunan populasi gajah.

Daya Dukung Habitat

Konsep daya dukung adalah banyaknya satwa yang dapat ditampung di suatu areal pada situasi dan kondisi tertentu (Wiersum 1973). Dasman (1981) mendifinisikan daya dukung adalah habitat hanya dapat menampung jumlah satwa pada suatu batas tertentu, sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan mahluk hidup lain.

Menurut Soemarwoto (1997) konsep daya dukung adalah besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan, hewan, yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan luas lahan.

Dasman et al. (1977), mengelompokkan daya dukung berdasarkan ukuran jumlah individu dari suatu species yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu sebagai berikut :

1. Daya dukung absolut atau maksimum, yaitu jumlah maksimum individu yang dapat didukung oleh sumber daya pada tingkat sekedar hidup (kepadatan sub sistem).

2. Daya dukung pada saat individu berada dalam keadaan kepadatan keamanan atau ambang keamanan. Kepadatan keamanan lebih rendah dari pada kepadatan subsistem.

3. Daya dukung optimum, yaitu daya dukung yang menunjukkan bahwa jumlah individu berada dalam keadaan kepadatan optimum. Pada kepadatan ini, individu dalam populasi mendapatkan semua keperluan hidupnya dan menunjukkan perkembangan yang baik.

Menurut Susetyo (1980) bahwa pendugaan daya dukung suatu habitat dapat dilakukan dengan mengukur jumlah hijauan per hektar yang tersedia bagi satwa yang memerlukan. Sementara menurut Mcllroy (1964), menghitung produktivitas hijauan pada padang rumput dapat dilakukan dengan memotong hijauan dari suatu luasan rumput sebagai sampel, kemudian di timbang dan dihitung produksi per luas per unit waktu.

Hijauan yang ada di lapangan tidak seluruhnya tersedia bagi satwa, tetapi ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan selanjutnya dan pemeliharaan tempat tumbuh (Susetyo 1980). Bagian makanan yang dimakan oleh satwa tersebut disebut proper use, faktor yang mempengaruhi proper use adalah topografi yang dapat membatasi pergerakan satwa. Nilai proper use 60 – 70 % memiliki topografi 0 – 5 o adalah untuk lapangan datar dan bergelombang, lapangan bergelombang dan berbukit (5 – 23o) adalah 40 – 45 %, dan pada lapangan berbukit sampai curam (kemiringan lebih dari 23o) nilai proper use

adalah 25 – 30 %.

Perilaku

Perilaku Makan dan Minum

Gajah adalah termasuk satwa pemakan rumput (grazer), semak (browser), daun (folifor) dan pemakan buah (frugifor). Gajah mengambil makanan dengan cara direnggut, dipatahkan dan dirobohkan, dengan menggunakan belalainya yang merupakan alat utama untuk mengambil pakan. Disamping belalai biasanya juga dibantu oleh gading, dahi, kaki depan dan mulut (Widowati 1985).

Selajutnya Widowati (1985), mengatakan bahwa dalam merenggut makanan, tidak semua hasil renggutan dimasukan kemulut tetapi hanya ditebarkan ditempat lain atau ditaburkan kepunggunya sendiri. Kadang gajah untuk mendapatkan makan dengan cara merobohkan pohon dan hanya mengambil pucuk daunnya saja, sehingga daerah tempat makan gajah cenderung rusak.

Adapun jenis makanan yang sering dimakan adalah jenis rerumputan, daun-daunan, ranting dan kulit batang, batang pisang serta tanaman budidaya.

Aktifitas makan dilakukan dengan bergerak dari suatu tempat ketempat lainnya dengan cepat. Biasanya rombongan gajah yang sudah tiba dilokasi makan segera menyebar dengan jarak antara 5 – 500 meter, namun tetap saling kontak dengan menggunakan suara (Widowati 1985).

Gajah pada saat makan biasanya berdiri, selain makan, gajah juga melakukan aktifitas lain seperti : tidur, berkubang, mandi air, mandi tanah, mencari garam mineral (salt licks), membuang kotoran, mengasah gading, menggosokkan badan, serta berperilaku sosial (Widowati 1985).

Untuk melakukan aktifitas minum dilakukan pada malam dan siang hari ketika gajah menjumpai sumber mata air ketika dalam perjalanan mencari makan. Untuk minum gajah menggunakan belalai, dengan cara menghisap/menyedot air lalu menuangkan kedalam mulutnya, tetapi apabila berendam di air, maka gajah akan menggunakan mulutnya untuk minum.

Gajah membutuhkan air dalam jumlah yang banyak (water dependent species). Gajah Tahiland membutuhkan air ± 200 liter per hari (Lekagul & McNeely 1975; Eltringham 1982). Sementara itu Poniran (1974) menaksir bahwa gajah sumatera membutuhkan air sebanyak 20 – 50 liter air per hari. Selain untuk minum gajah juga membutuhkan air untuk mandi, berlumpur dan berkubang.

Istirahat dan Pemeliharaan Tubuh

Gajah adalah salah satu satwa yang tidak tahan panas terik matahari, pada waktu siang hari pada umumnya gajah dijumpai di tempat yang teduh (Lekagul & McNelly 1977).

Pada waktu tidur, gajah dapat tidur sambil berdiri dan berbaring. Menurut Lekagul & McNelly (1977), gajah tidur sambil berdiri dengan telinga dikibas-kibaskan, badan bergoyang pelan-pelan dan kepala mengangguk-angguk. Hal tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga berat badan tidak menumpu pada satu kaki pada saat yang sama. Sementara menurut Altevogt dan Kurt (1975)

Dokumen terkait