• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti tahu, tempe, susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan (Damardjati,et al, 2005).

Proyeksi konsumsi kedelai menunjukkan bahwa total kebutuhan terus mengalami peningkatan yaitu 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025. Jika sasaran produktivitas rata-rata nasional 1,5 t/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal tanam diperkirakan sebesar 1,81 juta ha pada tahun 2015 dan 2,24 juta ha pada tahun 2025 (Simatupang,et al, 2005). Tantangannyaadalah bagaimana mencapai areal tanam tersebut sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija lainnya yang lebih kompetitif (Atman, 2009).

Permasalahan yang dihadapi yaitu permintaan pasar dalam negeri untuk komoditas kedelai yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi atau bahan baku industri sampai saat ini belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Usaha pemenuhan kedelai ini menghadapi kendala berupa semakin sempitnya lahan subur yang terdapat di Pulau Jawa akibat penggunaan lahan tersebut menjadi lahan non-pertanian.

Pengembangan kedelai di dalam negeri diarahkan melalui strategi peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Peningkatan produktivitas

dicapai dengan penerapan teknologi yang sesuai (spesifik) bagi agroekologi/wilayah setempat (Simatupang,et al, 2005).

Di sisi lain masih banyak tanah di Indonesia belum dimanfaatkan akibat keterbatasan teknik budidaya. Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan secara luas untukkegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efek toksik danpeningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman (Slinger dan Tenison, 2005).

Ada beberapa usaha untuk melakukan budidaya di lahan salin antara lain dengan menanam varietas kedelai yang toleran terhadap salinitas. Upaya penggunaan kultivar toleran salin hingga saat ini masih terkendala oleh terbatasnya ketersediaan kultivar kedelai unggul berdaya hasil tinggi dan toleran salin. Sumbangan inovasi teknologi hasil penelitian berupa varietas unggul baru spesifik lokasi merupakan andalan untuk meningkatkan produksi baik melalui program peningkatan produktivitas maupun perluasan areal. Fokus penelitian melestarikan dan mendayagunakan plasma nutfah tanaman kedelai guna menopang kegiatan pemuliaan berkelanjutan dan produktif menghasilkan varietas unggul baru (Simatupang ,et al, 2005).

Berdasarkan data dari BPS (2015), pada tahun 2011 sampai 2015 terdapat fluktuatif pada produksi kedelai di Indonesia, pada tahun 2011 produksi kedelai mencapai angka 851.286 ribu ton dan menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 779.992 ribu ton dan meningkat pada akhir 2015 menjadi 963,10 ribu ton. Keadaan yang fluktuatif tersebut disebabkan karena lahan yang ada belum optimal di pergunakan sebagai lahan budidaya kedelai, lahan tersebut seperti lahan salin.

Hasil penelitian Silvia (2011) menyatakan bahwa diperoleh 5 varietas yang mampu beradaptasi yaitu Grobongan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray, dan Detam 2 namun produksinya sangat rendah. Diantara 5 varietas tersebut 3 varietas yaitu Grobongan, Cikurai, dan Detam 2 dapat menghasilkan polong berbiji, varietas Anjasmoro dan Bromo hanya menghasilkan polong. Untuk memperbaiki potensi produksi secara genetis dilakukan melalui seleksi adaptasi bertahap. Pada penelitian sebelumnya (tetua) diperoleh bahwa varietas Grobongan dapat tumbuh dan berproduksi lebih baik pada kondisi tanah salin dibandingkan Varietas Detam 2 dengan produksi biji per tanaman lebih besar dari pada varietas Detam 2 (0.92 g). Dan bobot dari 100 biji varietas Grobongan (17.48 g) lebih tinggi dari varietas Detam 2 (9.09 g).

Hasil penelitian Siahaan (2011) menyatakan seleksi pada generasi F1 di tanah salin diperoleh bahwa jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 1500 tanaman. Tanaman yang mampu hidup sebanyak 14 tanaman. Dengan produksi biji per tanaman (0.60 g). Pada penelitian Narwiyan (2016) generasi F2 di tanah salin diperoleh bahwa jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 500. Tanaman yang mampu hidup sebanyak 159 tanaman. Dengan produksi biji pertanaman (1,32 g).

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melanjutkan penelitiandengan menyeleksi kedelai generasi F3 di Tanah Salin melalui metode pedigree untuk mendapatkan kedelai berproduksi tinggi dilahan salin, dan sifat-sifat unggul lainnya.

Tujuan Penelitian

pada tanah salin pada generasi F3. Hipotesis Penelitian

- Ada nomor tanaman yang dapat tumbuh dan berproduksi untuk ditanam lanjut pada generasi F4.

- Terjadi peningkatan produksi pada generasi F3 dibanding dengan produksi generasi F2.

- Ada komponen produksi yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap hasil produksi pada seleksi varietas kedelai pada generasi F3.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

i

ABSTRACT

BILLY CHRISTIAN : Selection of Soybean’s(Glycine max (L.) Merill )line F3 Generation on the Saline land by Pedigree Methode, Supervised by REVANDY I.M DAMANIK and ROSMAYATI.

The research aimed to choose Soybean (Glycine max (L.) Merill ) that can be grown and produced well on the Saline land at F3 generation . The research has done at the experiment land of Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara , Medan on ±25 Meters altitude above sea level, which done in August 2015 till January 2016.By using path analysis of soybean Anjasmoro variety. The parameters which observed were number of productive branches, day to flowering, day to harvest, number of pods, number of empty pods, Seeds production per plant, weight of seed per plant.

The result of research shown that plant had highest production was P1(61) 7,2 g, the lowest was P3(84) 0,1 g and had gotten limit selection was 2,6-7,2 g.

Component that had give highest direct effect to seeds production per plant was number of seeds per plant that was 0,96. And component that had give highest indirect impact was mumber of pods that was 0,84.

ABSTRAK

BILLY CHRISTIAN : Seleksi Galur Kedelai (Glycine max (L.) Merill ) Generasi F3 Pada Tanah Salin Dengan Metode Pedigree, dibimbing oleh REVANDY I.M DAMANIK dan ROSMAYATI.

Penelitian ini bertujuan untuk memilih tanaman kedelai ( Glycine max (L.) Merill ) yang dapat tumbuh dan berproduksi secara baik pada generasi F3 di tanah salin. Penelitian dilakukan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 hingga Januari 2016. Menggunakan analisis sidik lintas pada kedelai varietas Anjasmoro. Parameter yang diamati adalah jumlah Cabang produktif, umur berbunga, umur panen, jumlah polong, jumlah polong hampa, produksi biji per tanaman, dan berat biji pertanaman .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki produksi tertinggi yaitu pada nomor tanaman P1(61)7,2 g, yang terendah pada nomor tanaman P3(84) 0,1 g dan diperoleh batas seleksi 2,6-7,2 g .

Komponen yang memberikan pengaruh langsung tertinggi terhadap produksi biji per tanaman adalah adalah jumlah biji pertanaman yaitu sebesar 0,96 dan komponen yang memberikan pengaruh tidak langsung yang terbesar adalah langsung jumlah polong sebesar 0,84.

1

SELEKSI GALUR KEDELAI (Glycine max(L.) Merill ) GENERASI F3

Dokumen terkait