• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Sharma (1993) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio : Spematophyta, Subdivisio : Angiospermae, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Polypetales, Family : Leguminosea, Genus : Glycine Species : Glycine max (L.) Merill.

Sistem perakaran kedelai adalah akar tunggang yang terdiri dari akar utama dan akar cabang. Selain sebagai penyerap unsur hara dan penyangga tanaman, pada perakaran kedelai ini adalah merupakan tempat terbentuknya bintil/nodul akar sebagai tempat bakteri Rhizobium (Rahman dan Tambas, 1986). Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi kecambah dan saat kepeing biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua. Bagian batang di bawah kepeing biji yang belum lepas disebut hypokotil, sedangkan bagian diatas keping biji disebut epycotil. Batang kedelai tersebut berwarna ungu atau hijau ( Andrianto dan Indarto, 2004).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak bersebrangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya daun bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima (Hidayat, 1985).

Kultivar kedelai memiliki bunga bergrombol terdiri dari 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Papilionaceae lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah

pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman dan Sleper, 1995).

Banyaknya polong tergantung pada jenisnya. Ada jenis kedelai yang menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun berbeda-beda, ada yang mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain itu warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).

Semua varietas kedelai mempunyai bulu pada batang, cabang, daun dan polong-polongnya. Lebat atau tidaknya bulu serta kasar atau halusnya bulutergantung dari varietas masing-masing. Begitu pula warna bulu berbeda- beda, ada yang berwarna coklat dan ada pula yang putih kehijauan (Andrianto dan Indarto, 2004).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan (Sugeno, 2008).

Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20–25ºC. Suhu 12–20ºC adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat

menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis. Pada periode kering tanaman sering mendapatkan cekaman kekeringan, karena kurang suplai air di daerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbsi air oleh tanaman. Apabila cekaman kekeringan berkepanjangan maka tanaman akan mati. Cekaman kekeringan mempengaruhi pembukaan stomata, makin tinggi tegangan air akan mengurangi pembukaan stomata. Cekaman kekeringan yang terjadi pada saat pertumbuhan generatif, misalnya saat pengisian polong, akan menurunkan produksi. Kekeringan dapat juga menurunkan bobot biji, sebab bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan dalam musim tanam. Balittan Malang (1990) melaporkan bahwa pemberian air yang intensif akan berpengaruh terhadap hasil biji kedelai. Pemberian air setiap 10 hari selama musim tanam dapat meningkatkan hasil menjadi 2 ton/ha diban dibandingkan pemberian 3 kali selama musim tanam (1.71 ton/ha) dan tanpa irigasi teratur hanya 1.47 ton/ha (Agung dan Rahayu, 2004).

Umumnya laju fotosintesis pada radiasi matahari maksimum pukul 12.00-13.00 tidak meningkat karena adanya defisit tegangan potensial air dalam sel daun akibat evapotranspirasi yang besar. Angin itu merupakan gerakan atau perpindahan dari suatu massa udara dari satu tempat ke tempat lain secara horisontal.Gerakan dari angin biasanya berasal dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Kadang – kadang angin ini pada tanaman akan mengakibatkan layu, karena tanaman ini tidak dapat

mengimbangijumlah air yang hilang dengan pengambilan air dari dalam tanah (Kartasapoetra, 1988).

Tanah

Kedelai umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik, akan tetapi peka terhadap salinitas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7. Namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Humus dan atau zat – zat makanan lainnya yang terdapat pada tanah didaerah dengan curah hujan tinggi, dapat mengakibatkan mudah mengalami penghanyutan atau pun tercuci ke lapisan bawah sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Kartasapoetra, 1988).

Pada tanah dengan kandungan nitrogen yang tinggi, maka pertumbuhan tanaman lebih mengarah kepada laju pertumbuhan vegetatif, yang terlihat dari permukaan daun menjadi lebih lebar, laju fotosintesis lebih tinggi, indeks luas daun semakin tinggi dan LAN yang semakin besar (Arinong et al, 2005).

Salinitas

Salinitas, proses ini terjadi di daerah kering dan panas merupakan gerakan garam dari profil tanah bawah (sub soil) ke bagian atas (top soil). Pada bagian atas terjadi penguapan yang intensif (suasana panas dan kering), sehingga

menyebabkan larutan garam bergerak secara kapilaritas ke atas, menguap, dan meninggalkan endapan garam dipermukaan tanah. Apabila proses ini berlangsung terus menerus sepanjang tahun, maka terbentuk tanah garam (saline soil). Di Indonesia proses ini tidak berlangsung sepanjang tahun, hanya terdapat di daerah panas dan kering. Pada musim kemarau terjadi salinisasi, sebaliknya pada musim hujan terjadi desilinisasi. Pengurangan kadar garam dipermukaan tanah terjadi karena curah hujan yang turun kemudian melindi ke bawah. Proses salinisasi

hanya terjadi pada tanah yang mempunyai tekstur halus sampai sangat halus ( Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran . Lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman,mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi.

Tabel 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman Tingkat

Salinitas

Konduktivitas (mmhos)

Pengaruh Terhadap Tanaman

Non Salin 0 – 2 Dapat diabaikan

Rendah 2 – 4 Tanaman Peka terganggu

Sedang 4 – 8 Kebanyakan Tanaman Terganggu

Tinggi 8 – 16 Tanaman yang toleran belum terganggu Sangat Tinggi >16 Hanya beberapa jenis tanaman toleran yang

Follet et al (1981) mengklasifikasikan tanah menurut salinitas atas tigakelompok berdasarkan hasil pengukuran daya hantar listrik sebagai berikut :

1. Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na-dd< 15% dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam tanah dapat menghambat perkecambahan, penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman.

2. Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan Nadd> 15% dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam tanah relatip rendah, dan keadaan tanah cenderung terdispersi dan tidak permeable terhadap air hujan dan air irigasi.

3. Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 danNa-dd > 15% dengan kondisi fisik normal. Keadaan tanah umumnyaterdispersi dengan permeabilitas rendah dan sering tergenang jika diairi.

Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika kapasitas tukar kation (KTK) atau muatan negative koloid-koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl) (Hanafiah, 2005).

Tanah-tanah salin dan sodik, yang kini disebut Aridisol, adalah tanah-tanah daerah iklim kering dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm (20 in.) per tahun.Jumlah H2O yang berasal dari presipitasi tidak cukup untuk menetralkan jumlah H2O yang hilang oleh evaporasi dan evapotranspirasi.Sewaktu air luapan ke atmosfer, garam-garam tertinggal dalam

tanah. Proses penimbunan garam mudah larut dalam tanah ini disebut salinisasi. Garam-garam tersebut terutama adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3, dan/atau MgCO3.Dulu tanah-tanah yang terbentuk disebut tanah salin, tanah alkali putih, atau solonchak.Mereka termasuk tipe tanah zonal.Salinisasi dapat juga terjadi secara setempat dan membentuk tanah salin tipe intrazonal, seperti misalnya tanah-tanah yang direklamasi dari dasar laut dan tanah-tanah didaerah pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut (Tan, 2004).

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein dan penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stress garam umumnya tidakmenunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering dibagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air (Sipayung, 2003).

Pengendapan garam yang sudah larut dalam tanah secara parah menghambat pertumbuhan tanaman. Pengendapan garam tersebut akan mengimbas plamolisis, yaitu suatu proses bergerak keluarnya air dari tanaman ke larutan tanah.Kehadiran ion Na+ dalam jumlah tinggi dapat mempertahankan partikel-partikel tanah tetap tersuspensi.Dengan pengeringan, tanah membentuk lempeng-lempeng keras, dan terjadi pembentukan kerak dipermukaan.Yang disebut terakhir ini menurunkan porositas tanah dan aerase terhambat secara

parah.Nilai pH yang tinggi pada banyak diantara tanah-tanah tersebut juga menurunkan ketersedian sejumlah hara mikro.Jenis tanah ini sering kahat dalam Fe, Cu, Zn, dan/atau Mn (Tan, 2004).

Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (up take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik. Secara khusus, kadargaram yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman, terutama olehion Na+ dan Cl-. Beberapa tanaman peka terhadap kegaraman (<4 dS.m-1)seperti apel, jeruk, dan kacang-kacangan, tanaman lain nisbi tahan kegaraman (4-10 dS.m-1) seperti padi, kentang, mentimun, sorgum dan jagungdan tanaman yang lainnya lebih tahan kegaraman (>10 dS.m-1) seperti kapas,bayam, dan kurma (Noor,2004).

Dalam penelitian Manurung (2001) mengenai pengaruh NaCl dan KCl terhadap pertumbuhan dan pruduksi serta serapan hara pada tanaman kedelai menyatakan bahwa pengaruh NaCl terhadap berat 100 biji mempunyai hubungan linier yang negatif dimana penambahan NaCl menurunkan berat rata-rata 100 biji,lebih dipengaruhi faktor genetis bahwa suatu biji tidak terpengaruh oleh meningkatnya dosis NaCl, tetapi antar varietas menunjukkan perbedaan signifikan. Karakter biji lebih ditentukan oleh genetik tanaman itu, kecuali dalam dosis letal. Rendahnya jumlah polong akibat pemberian 313,92 mg/pot NaCL menunjukan bahwa dosis 100% NaCl telah menghambat proses fotosintesis dan translokasi sehingga hasil asimilasi akan semangkin berkurang,Akibat lain adalah terganggunya translokasi dari tempat pembuatan (source) ke tempat pemanfaatan atau sink, penghambatan ini respon tanaman dengan menurunkan laju fotosintesis sehingga mengganggu transport asimilat dalam floem. Berat kering akar pada

pemberian NaCl di atas 78,48 mg/pot menurun dikarenakan semangkin meningkatnya ion Na di dalam tanah sehingga perkembangan akar akan menjadi tertekan akibat akumulasi ion Na di sekitar komplek jerapan.

Tingginya konsentrasi garam menyebabkan gangguan pada seluruh siklus hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada berbagai varietas kedelai bervariasi menurut tingkat pertumbuhan. Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada konsentrasi garam rendah. Konsentrasi garam yang lebih tinggi secara nyata akan menurunkan persentase perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan penurunan persentase perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitif dibandingkan varietas toleran. Sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi oleh salinitas yang tinggi, diantaranya :

1. Pengurangan tinggi tanaman, ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah cabang, jumlah polong, bobot tanaman dan bobot 100 biji .

2. Penurunan kualitas biji.

3. Penurunan kandungan protein biji .

4. Menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai . 5. Nodulasi kedelai .

6. Mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen . 7. Menurunkan jumlah dan bobot bintil akar

(Phang, et al, 2008) .

Varietas Kedelai Toleran Cekaman Salinitas

Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting yang membatasi produksi kedelai di seluruh dunia.Reklamasi tanah bukanlah pilihan ekonomis untuk meningkatkan produksi kedelai yang mengalami cekaman salinitas, oleh karena

itu, perbaikan genetik untuk toleransi garam merupakan pilihan yang lebih hemat biaya.Pemuliaan konvensional telah memberikan kontribusi signifikan terhadappeningkatan kedelai dalam 50 tahun terakhir.Melalui pemuliaan konvensional, mudah untuk memanipulasi pewarisan sifat-sifat kualitatif yang kurang peka terhadap perubahan lingkungan, tetapi sifat kuantitatif seperti hasil atau toleransi terhadap stres abiotik secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan (Pathan, et.al, 2007).

Beberapa tanaman mengembangkan mekanismenya sendiri untuk mengatasi cekaman tersebut di samping itu ada pula yang menjadi teradaptasi.Mayoritas tanaman budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi, atau sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang.Studi mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknik penapisan tanaman yang efektif.Varietas kedelai menunjukkan spektrum luas dalam kemampuannya mentoleransi garam.Penapisan genotipe kedelai telah dilakukan untuk mengidentifikasi sifat genetik yang menunjukkan toleransi tinggi terhadap cekaman garam.Saat ini, pemuliaan merupakan strategi utama untuk meningkatkan toleransi garam pada kedelai (Phang, et.al, 2009).

Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman yang agak toleran salinitas tergantung dari perbedaan varietas (Katerji, et.al, 2000). Penelitian Rahmawati dan Rosmayati (2010) menunjukkan bahwa dari 20 varietas yang ditanam pada tanah salin, hanya 5 varietas yang mampu menyelesaikan siklus hidupnya sampai fase generatip menghasilkan biji, sedangkan 15 varietas lainnya hanya mampu sampai pada fase vegetatif saja. Kelima varietas tersebut adalah Grobogan,

Anjasmoro,Bromo, Cikuray dan Detam 2. Mekanisme toleransi garam pada kedelai dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori utama, yaitu :

1. Pemeliharaan ion homeostatis .

2. Penyesuaian sebagai respon terhadap stress osmotik. 3. Pemulihan keseimbangan oksidatif .

4. Adaptasi struktural dan metabolik lain (Phang, et.al, 2008).

Seleksi Adaptasi

Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan pada halofita (tanaman yang toleran garam) yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa asin. Salinitasmenyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor danseluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan

lilin pada permukaan daun, serta lignifikansi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988).

Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor. Sedangkan lignifikasi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas normal. Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman dan tipe salinitas.Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak spesies tanaman.Sukulensi terjadi dengan meningkatnya

konsentrasi SO4. Dengan adaptasi struktural ini konduksi air akan berkurang dan

mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi. (Mengel dan Kirkby, 1987).

Pada tanaman kedelai metode seleksi Bulk dan pedigree sering digunakan di dalam seleksi untuk mendapatkan galur yang diinginkan. Seleksi pedigree memiliki keuntungan antara lain : a. seleksi lebih efektif karena sejak awal genotip yang diinginkan sudah dibuang, b. pengamatan karakter genetik setiap galur dapat dilakukan semenjak awal seleksi, perlu ketelitian dalam pencatatan karena jumlahnya yang banyak, c. dapat menseleksi sifat – sifat yang diinginkan(Ferh, 1987).

Heritabilitas

Kemajuan dalam proses seleksi yang tergantung pada evaluasi visual pada fenotipe dapat menyebabkan kesalahan yang lebih besar, khususnya jika heritabilitas rendah. Variasi genotipe suatu karakter sukar diperkirakan secaravisual, misalnya untuk jumlah daun, kekuatan tanaman dan komponen panen. Pada karakter yang heritabilitasnya rendah, pertumbuhan gen berlangsung lambat kalaupun penggabungan gen-gen tersebut dapat dicapai. Seleksi akan sangat efektif pada tanaman yang heritabilitas tinggi. Tanaman yang heritabilitas tinggiakan mudah terlihat dalam populasi (Welsh, 1991).

Heritabilitas adalah ragam proporsi dari variasi fenotipe total yang disebabkan oleh efek gen. Heritabilitas untuk sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1. Merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas tinggi > 0,5; heritabilitas sedang 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah < 0,2. Jika heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam

hubungannya dengan nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka nilai tengah keturunan beregresi 50% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya, jika heritabilitas itu adalah 0,25 maka nilai tengah keturunan beregresi 75% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100%, maka sama dengan persentase regresi (Stansfield, 1991).

Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya.Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan,heritabilitas makin kecil. Dalam hal panjang tongkol, nilai heritabilitas 45% relatif tinggi dan menunjukkan bahwa seorang pemulia tanaman dapat memperoleh kemajuan dalam mencari tongkol jagung yang lebih panjang. Dalam kebanyakan program pemuliaan tanaman, tujuan dari pemuliaan tanaman meliputi lebih darisatu sifat. Sebagai tambahan terhadap panjang tongkol, pemulia tanaman mungkin juga tertarik pada ukuran biji, rasa manis dari biji, ketebalan perikarp, panjang kelobot dan sejumlah sifat-sifat lain (Crowder, 1997).

Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap varian total (varian fenotip) yang biasanya dinyatakan dengan (%). Heritabilitas dituliskan dengan huruf H atau h2 sehingga :

H atau h2 = ��2� ��2=

��2� ��2+�2� (Mangoendidjojo, 2003).

1

PENDAHULUAN

Dokumen terkait