• Tidak ada hasil yang ditemukan

Greenhouse atau rumah tanaman saat ini telah menjadi kebutuhan di Indonesia seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi hidroponik dalam budidaya tanaman bernilai ekonomis tinggi. Letak rumah tanaman tersebut tersebar di beberapa area dataran tinggi Indonesia dan mengalami permasalahan yang hampir sama, yaitu tingginya kelembapan udara dan populasi hama yang mengganggu produktivitas tanaman (Richardson, 2007). Suhu udara yang tinggi yang menyebabkan tanaman stress di dalam rumah tanaman juga merupakan permasalahan yang umum dijumpai di Indonesia (Harmanto et al., 2007).

Hasil survei yang dilakukan Balai Penelitian Sayuran Departemen Pertanian (sekarang BBPP Lembang) di daerah sentra produksi paprika Lembang, Bandung, menyatakan bahwa kualitas konstruksi rumah tanaman menempati peringkat kepentingan nomor dua setelah hama penyakit dari sepuluh faktor kendala utama sistem produksi sayuran di rumah tanaman (Adiyoga et al., 2007). Oleh karena itu, desain struktur rumah tanaman untuk daerah tropika basah perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang panas dan lembap.

Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika (Gambar 1). Menurut Richardson (2007) tipe rumah tanaman yang terbaik untuk daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi biaya pembangunannya mahal. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006) mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi silindris atau quonset. Sementara itu, Suhardiyanto (2002) mengembangkan tipe

standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable) untuk kondisi iklim Indonesia.

Desain standard peak dikembangkan berdasarkan pada teori ventilasi alamiah. Saat angin bertiup pertukaran udara akan terjadi dan membawa udara panas keluar rumah tanaman melalui bukaan di dinding dan di atap. Ketika angin bertiup sangat rendah, pertukaran udara pun dapat terjadi karena adanya kombinasi efek angin dan termal. Bahkan ketika angin tidak bertiup, dengan bukaan ventilasi pada bagian atap (bubungan), pertukaran udara tetap terjadi akibat adanya efek termal.

Gambar 1. Beberapa tipe rumah tanaman di daerah tropika basah: sere atau

adapted sawtooth (a), adapted tunnel (b), dan standard peak (c). Dalam prakteknya, bukaan ventilasi tersebut ditutup dengan kassa (screen) untuk menghindari masuknya serangga ke dalam rumah tanaman. Sebagai konsekuensi, pertukaran udara menjadi berkurang dan berpengaruh terhadap iklim mikro di dalam rumah tanaman, terutama pada suhu udara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pemeriksaan iklim mikro perlu dilakukan terhadap existing rumah tanaman di Indonesia pada tipe standard peak

yang telah diusulkan. a

b

Penelitian mengenai sebaran suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak telah dilakukan oleh Maksum (2009). Dengan software Computational Fluid Dynamics (CFD) sebaran suhu dan aliran udara dapat dilihat secara visual berupa potongan kontur dan vektor. Metode CFD ini juga digunakan untuk simulasi iklim mikro dalam rangka pengembangan desain rumah tanaman yang mengoptimalkan ventilasi alamiah (Mistriotis et al., 1997a, Mistriotis et al., 1997b, Kacira et al., 1998; Lee and Short, 2000; Lee et al., 2000; Barzanas et al., 2001; Pontikakos et al., 2006).

Sebelumnya, Suhardiyanto et al., (2007) mengembangkan model matematika pindah panas yang cukup berhasil memprediksi suhu udara di dalam rumah tanaman. Namun demikian, prediksi suhu udara saja tidak cukup mewakili kondisi iklim mikro rumah tanaman, diperlukan pengembangan model yang dapat memprediksi kelembapan udara di dalam rumah tanaman. Diharapkan, kondisi iklim mikro rumah tanaman berupa sebaran suhu dan kelembapan udara dapat diprediksi sebelum rumah tanaman tersebut dibangun di suatu lokasi. Penelitian ini berupaya menjawab tantangan tersebut dengan memberikan pemahaman yang mendalam mengenai hubungan antara struktur rumah tanaman dengan kondisi cuaca di sekitarnya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. melakukan simulasi distribusi suhu, aliran, dan kelembapan udara (RH) di dalam rumah tanaman tipe standard peak dengan menggunakan

Computational Fluid Dynamics (CFD)

2. mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe standard peak dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Hipotesis

Simulasi terhadap sistem rumah tanaman dapat dilakukan menggunakan software CFD dan memberikan output berupa prediksi kelembapan udara, distribusi suhu dan vektor aliran udara pada waktu yang diinginkan. Selain itu, fenomena ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe standard peak

TINJAUAN PUSTAKA

Iklim Mikro Rumah Tanaman

Sejumlah faktor lingkungan pada suatu waktu di dalam rumah tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman disebut

greenhouse climate (Bot, 1993) atau greenhouse microclimate (Day dan Bailey, 1999). Dalam Bahasa Indonesia, istilah greenhouse climate diterjemahkan menjadi iklim mikro rumah tanaman. Iklim mikro berbeda dengan kondisi cuaca di luar rumah tanaman. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya struktur yang menyelimuti udara dan terjadinya proses radiasi (Bot, 1993).

Struktur rumah tanaman diibaratkan envelope atau selubung yang menyebabkan udara di dalamnya stagnan. Pertukaran udara menjadi berkurang dibandingkan apabila tanpa envelope. Hal ini berpengaruh langsung terhadap kesetimbangan energi dan massa udara di dalam rumah tanaman. Kecepatan udara di dalam juga kecil dibandingkan di luar dan berpengaruh terhadap pertukaran energi, uap air dan CO2 antara udara dalam dan setiap elemen rumah tanaman

(tanaman, permukaan tanah, dan peralatan di dalamnya).

Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan pengurangan radiasi gelombang pendek yang masuk. Berbagai material dalam rumah tanaman dengan sifat radiatifnya kemudian merubah radiasi gelombang pendek tersebut menjadi gelombang panjang yang berpengaruh terhadap kesetimbangan energi di dalam rumah tanaman sehingga menaikkan suhu udara.

Proses fisika yang menghasilkan iklim mikro rumah tanaman sangat rumit (Bot, 1983). Namun, proses tersebut dapat dijelaskan dengan model matematika berdasarkan hukum kesetimbangan panas dan kesetimbangan massa yang terjadi pada sistem rumah tanaman (Fitz-Rodriguez et al., 2010). Suhardiyanto et al. (2007) menganalisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam sistem pindah panas untuk rumah tanaman dengan persamaan kesetimbangan panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2).

Suhu udara dan kelembapan relatif (RH) adalah dua parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Hanan et al., 1978). Dua paramater ini dapat mewakili kondisi iklim mikro rumah tanaman karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan tanaman. Suhu udara berpengaruh

langsung terhadap proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pengambilan ion, transpirasi, pembentukan pigmen, reproduksi, dan masih banyak lagi (Hanan et al., 1978). Sementara itu, RH secara langsung mempengaruhi hubungan tanaman dengan air dan secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan daun, fotosintesis, penyerbukan, dan terjadinya penyakit. RH yang tinggi mengurangi evapotranspirasi, meningkatkan beban panas tanaman, menyebabkan penutupan stomata, mengurangi penyerapan CO2, mengurangi

transpirasi, dan mempengaruhi translokasi bahan makanan dan nutrisi.

Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dan kondisi cuaca di luar rumah tanaman akan membuka jalan untuk melakukan kontrol terhadap parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Selanjutnya, informasi ini dapat digunakan untuk menghitung biaya produksi terutama dalam perhitungan konsumsi energi rumah tanaman (Bot, 1993).

Gambar 2. Proses perpindahan panas pada empat subsistem rumah tanaman (Suhardiyanto et al., 2007).

Computational Fluid Dynamics (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, pindah panas dan massa, serta fenomena lain seperti reaksi kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Analisis menggunakan CFD dapat diterapkan di berbagai bidang seperti aerodinamika suatu pesawat, perancangan mobil, rekayasa proses kimia, dan pemodelan aliran darah dari jantung di kedokteran. Di bidang pertanian, CFD telah banyak digunakan, misalnya untuk simulasi distribusi suhu

Konduksi Radiasi gelombang panjang

Radiasi matahari gelombang pendek Ventilasi alamiah Konveksi Konveksi Ventilasi alamiah Radiasi termal gelombang panjang ke angkasa

dan kelembapan udara rumah tanaman (Mistriotis et al., 1997b, Kacira et al.,

1998; Lee and Short, 2000; Lee et al., 2000; Barzanas et al., 2001; Pontikakos et al., 2006).

Paket CFD telah banyak beredar baik yang komersial maupun open source. Beberapa paket komersial CFD adalah PHOENICS, Fluent, FLOW3D, CFD 2000, dan Solidworks®. Kode program CFD yang rumit tidak lagi menjadi masalah karena pengguna tinggal menggunakan interface untuk memasukkan parameter dan untuk memeriksa hasil simulasi. Semua paket program CFD memiliki tiga tahap proses utama, yaitu pre-processor, solver dan post-processor

(Versteeg dan Malalasekera, 1995). Gambar 3 memperlihatkan diagram alir proses simulasi CFD.

Pre-processor

Pre-processor merupakan bagian input dari permasalahan aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan operator (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Hal-hal yang dilakukan dalam tahap pre- processor adalah:

a. Mendefinisikan geometri dari domain yang akan dianalisis b. Pembentukan grid (meshing) pada setiap domain

c. Pemilihan fenomena kimia-fisika yang diinginkan

d. Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas jenis, dan sebagainya)

e. Menentukan kondisi batas (boundary condition)

Solver

CFD merupakan pendekatan dari persamaan matematis yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak hingga) menjadi model diskrit (jumlah sel hingga) (Patankar, 1980). Proses solver merupakan tahapan pemecahan masalah secara matematik dalam CFD. Pada proses solver, terdapat 3 persamaan aliran fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika (Versteeg dan Malalasekera, 1995), yaitu:

1. Massa fluida kekal (kekekalan massa fluida)

2. Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton)

3. Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika)

Kekekalan Massa 3 Dimensi

Keseimbangan massa fluida menyatakan laju kenaikan (pertambahan) massa elemen fluida sama dengan laju net aliran massa ke dalam elemen fluida. Karena semua elemen fluida merupakan fungsi dari ruang dan waktu, maka massa jenis fluida ρ ditulis dalam bentuk ρ (x, y, z, t) dan komponen kecepatan fluida ditulis sebagai dx/dt=u, dy/dt=v, dan dz/dt=w. Dalam bentuk persamaan matematika untuk fluida yang tidak terkompresi dinyatakan sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995):

0 ) ( ) ( ) ( z w y v x u (1)

dimana ρ adalah massa jenis fluida (kg/m3) dan x, y, z adalah arah koordinat kartesian.

Persamaan Momentum 3 Dimensi

Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Strokes dalam bentuk sesuai dengan metode finite volume (Versteeg dan Malalasekera, 1995).

Momentum x: MX S z u y u x u x p z u w y u v x u u 2 2 2 2 2 2 (2) Momentum y: MY S z v y v x v y p z v w y v v x v u 2 2 2 2 2 2 (3) Momentum z: MZ S z w y w x w z p z w w y w v x w u 2 2 2 2 2 2 (4)

dimana µ adalah viskositas dinamik fluida (kg/m.s) dan SMX, SMY, SMZ adalah

momentum yang berasal dari body per unit volume per unit waktu, masing-masing untuk koordinat x, y, dan z.

Persamaan Energi 3 Dimensi

Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang menyatakan bahwa : Laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambah dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Secara matematik dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995): i S z T y T x T k z w y v x u p z T w y T v x T u 2 2 2 2 2 2 (5) dimana : SMX z u y u x u x p z u w y u v x u u 2 2 2 2 2 2

dimana p adalah tekanan fluida (Pa), k adalah konduktivitas termal fluida (W/m⁰C), T adalah suhu fluida (⁰C), dan Si adalah energi yang ditambahkan per

unit volume per unit waktu.

Persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan metode iterasi (Patankar, 1980; Versteeg dan Malalasekera, 1995). Nilai solusi awal, umumnya merupakan nilai dugaan (a guessed solution), dibutuhkan di awal proses perhitungan. Persamaan numerik digunakan untuk menghasilkan nilai pendekatan yang lebih akurat dimana semua variabel telah memenuhi ketiga persamaan aliran fluida. Nilai baru yang diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai nilai awal dalam perhitungan selanjutnya. Proses ini terus berulang sampai nilai error, atau disebut juga residual variation, cukup kecil atau konvergen. Setiap pengulangan dalam proses mendapatkan solusi ini disebut iterasi. Untuk analisis pada kondisi tunak (steady state), proses perhitungan akan berulang sampai dengan konvergen, sedangkan pada kondisi tidak tunak (unsteady state) proses berlanjut ke time step

berikutnya (Patankar, 1980). Diagram alir pada Lampiran 1 memperlihatkan proses solver atau perhitungan dalam CFD untuk mendapatkan solusi.

Post-processor

Post-processor merupakan hasil akhir dari dua tahap sebelumnya. Hasil yang disajikan dapat berupa tampilan geometri domain dan mesh, plot vektor, plot permukaan 2 dimensi dan 3 dimensi, serta pergerakan partikel (Versteeg dan Malalasekera, 1995).

Ventilasi Alamiah

Ventilasi alamiah merupakan pertukaran udara yang berlangsung antara dalam dan luar rumah tanaman melalui bukaan tanpa bantuan peralatan mekanis. Terjadinya aliran udara disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara dua tempat pada rumah tanaman tersebut. Perbedaan tekanan ini dapat ditimbulkan oleh gaya angin dan gaya termal (Soegijanto, 1999). Gaya termal disebabkan adanya perbedaan suhu di dalam dan di luar ruangan (Hellickson & Walker, 1983). Ventilasi yang disebabkan oleh gaya termal disebut ventilasi termal dan yang disebabkan oleh gaya angin disebut ventilasi angin. Dengan adanya dua lubang dengan ketinggian yang berbeda maka akan terjadi aliran udara dari dalam

ke luar melalui lubang yang terletak di atas (Soegijanto, 1999). Pergerakan udara bisa disebabkan oleh masing-masing gaya yang bekerja sendiri atau kombinasi dari keduanya, tergantung pada kondisi atmosfer, rancangan bangunan, dan lokasi (Hellickson & Walker, 1983).

Pertukaran udara dipengaruhi oleh total bukaan ventilasi, ventilasi bagian mana yang dibuka, kecepatan angin dan perbedaan antara suhu di dalam dengan di luar rumah tanaman. Kecepatan dan arah angin menentukan banyaknya ventilasi yang akan dibuka. Semakin baik pertukaran udara di dalam ruangan terjadi, maka semakin baik penurunan suhu ruangan yang terjadi. Pertukaran udara disebut sempurna apabila seluruh udara yang berada dalam suatu ruangan dapat digantikan dengan yang baru. Menurut Brockett dan Albright (1987), laju ventilasi alamiah karena faktor angin ditentukan oleh kecepatan angin, arah angin, luas bukaan ventilasi dan penghalang di sekitar rumah tanaman.

Kriteria Rumah Tanaman untuk Tropika Basah

Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988) untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto, 2009).

Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan kemungkinan perluasan area rumah tanaman.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan rumah tanaman adalah kemiringan atap (Suhardiyanto, 2009) dan tinggi dinding (Bot, 1983). Hal ini merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam rumah tanaman.

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang digunakan adalah rumah tanaman satu bentang dengan tipe standard peak (Gambar 4). Rumah tanaman terletak di University Farm, Kampus IPB, Cikabayan, Bogor pada 6°18'00" LS dan 106°24'00" BT serta ketinggian 230 m dpl.

Rumah tanaman dibangun dengan orientasi Timur-Barat. Gambar tekniknya dapat dilihat pada Lampiran 2. Konstruksi rumah tanaman menggunakan rangka baja ringan. Lantai rumah tanaman diplester sebagian. Atap rumah tanaman memiliki kemiringan 30⁰dan ditutup mengunakan polycarbonate merk Solar Tuff setebal 0.8 mm (transmisivitas 0.9). Rumah tanaman memiliki bukaan ventilasi pada atap dan dinding yang ditutup kawat ram (porositas 0.64). Dimensi bukaan pada dinding dan pada atap diberikan pada Lampiran 3.

Pengukuran data cuaca dan iklim mikro rumah tanaman untuk simulasi dan validasi model dilakukan pada bulan Pebruari 2010. Sementara itu, simulasi CFD dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Januari 2011.

Metode

Pengukuran Data Cuaca dan Iklim Mikro Rumah Tanaman

Data kondisi cuaca di sekitar rumah tanaman dan iklim mikro dibutuhkan untuk simulasi. Untuk kondisi cuaca di sekitar rumah tanaman, parameter yang diukur adalah kecepatan dan arah angin, suhu udara, kelembapan udara, tekanan udara, curah hujan dan radiasi sinar matahari.

Pengukuran dilakukan menggunakan weather station (Davis tipe 6163) yang merekam data cuaca secara otomatis setiap 30 menit selama 15 hari untuk kondisi cuaca berawan, berangin, cerah dan hujan. Data yang digunakan untuk simulasi adalah data cuaca pada saat tidak ada angin dan kecepatan angin rendah.

Weather station terdiri dari sensor kecepatan dan arah angin (anemometer), sensor suhu dan kelembapan (pshychrometer), sensor radiasi matahari (pyranometer), dan sensor curah hujan (typing bucket precip gauge). Satuan unit masing-masing parameter adalah suhu dalam satuan ˚C, RH dalam persen, kecepatan angin dalam m/dt, arah angin dalam derajat, radiasi matahari dalam W/m2 dan curah hujan dalam mm/hari.

Weather station di pasang di luar rumah tanaman sedangkan Wireless Vantage Pro2 untuk menyimpan data cuaca diletakkan di basecamp. Komputer kemudian mengunduh data tersebut dengan software Weatherlink. Gambar 5 memperlihatkan weather station dan data logger yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 5. Weather station merk Davis tipe 6163 dan Wireless Vantage Pro2 beserta komputer yang digunakan.

Iklim mikro yang diukur adalah suhu permukaan atas atap rumah tanaman, suhu udara di dalam rumah tanaman dekat lubang ventilasi, suhu udara di dalam rumah tanaman setinggi tanaman, suhu permukaan lantai, suhu dinding rumah tanaman sebelah inlet dan outlet. Pengukuran dilakukan menggunakan termokopel dan hybrid recorder.

Termokopel (tipe T) digunakan untuk mengukur suhu atap rumah tanaman di bagian luar, suhu udara bola basah dan bola kering di dalam rumah tanaman, suhu permukaan lantai, suhu pada batas lantai dengan permukaan tanah, suhu tanah pada kedalaman 0.01 m dan 0.02 m dari permukaan lantai. Selama pengukuran sensor termokopel dilindungi dari radiasi matahari langsung untuk menghasilkan data suhu yang akurat. Gambar 6 memperlihatkan pengukuran suhu permukaan tanah dengan termokopel. Skema titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6. Pengukuran suhu permukaan tanah dengan termokopel.

Termokopel dihubungkan dengan portable paperless recorder merk Yokogawa tipe MV Advance 1000 untuk menampilkan suhu yang terukur oleh termokopel (Gambar 8). Data suhu ini tersimpan dalam usb pada hybrid yang kemudian dipindahkan ke komputer menggunakan usb flash. Pengambilan data iklim mikro dilakukan dengan selang waktu 1 jam selama 15 hari.

Gambar 7. Letak titik pengukuran cuaca dan iklim mikro.

Gambar 8. Portable paperless recorder untuk menampilkan suhu yang terukur oleh termokopel.

Simulasi CFD

Simulasi CFD dilakukan menggunakan Software Solidworks® Office Premium 2010. Model simulasi yang dilakukan sangat bergantung pada memori dan kecepatan processor komputer yang digunakan. Pada penelitian ini komputer yang digunakan adalah komputer desktop dengan spesifikasi CPU Intel® Core™ i7; 8GB RAM; dan 64-bit Operating system.

Analisis yang dilakukan adalah analisis 3 dimensi terhadap aliran fluida dan termal yang mencakup perpindahan panas konveksi, konduksi, dan radiasi pada kondisi tunak (3-dimensional steady state analysis). Asumsi yang digunakan dalam simulasi adalah:

ii. udara tidak terkompresi (incompressible)

iii. panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan iv. udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi

v. distribusi suhu udara pada tiap atap dan lantai rumah tanaman seragam Simulasi dilakukan untuk mengetahui performa rumah tanaman tipe

standard peak pada saat angin tidak bertiup dan saat kecepatan angin di luar rumah tanaman (WS) rendah. Menurut Sase et al. (1984) dan Mistriotis et al. (1997a), analisis kinerja ventilasi alamiah rumah tanaman dilakukan pada kecepatan angin kurang dari 2 m/dt. Dalam penelitian ini, simulasi dilakukan terhadap 3 kasus, yaitu saat angin tidak bertiup (WS=0 m/dt) untuk Kasus 1, saat WS=0.4 m/dt untuk Kasus 2, dan WS=1.8 m/dt untuk Kasus 3. Data input kondisi awal dan kondisi batas simulasi disajikan pada Tabel 1. Data tersebut merupakan hasil pengukuran pada tanggal 11 Pebruari 2010 pada jam-jam dimana kecepatan angin di luar rumah tanaman sesuai dengan kriteria dari Sase et al. (1984), Suhardiyanto (2009) dan Mistriotis et al. (1997a).

Tabel 1. Input kondisi awal dan kondisi batas

Input Kasus

1 2 3

Kondisi Awal

Suhu lingkungan (oC) 23.00 32.20 31.30 Suhu material padat (oC) 28.08 37.05 36.50 RH lingkungan (%) 97 71 73 Kecepatan angin (m/dt) 0 0.4 1.8 Radiasi Matahari (W/m2) 0 904 663 Letak geografis 6° 18' 00" LS; 106° 24' 00" BT 6° 18' 00" LS; 106° 24' 00" BT 6° 18' 00" LS; 106° 24' 00" BT Waktu (WIB) 06:00 13:30 14:00 Kondisi Batas

Suhu atap menghadap Utara (oC) 22.48 42.00 35.33 Suhu atap menghadap Selatan (oC) 22.43 45.76 38.81 Suhu lantai (oC) 28.08 37.05 36.50 Media berpori

Jenis Kawat kassa

Porositas kassa 0.64 Tipe permeabilitas isotropik

Resistance calculation formula (k) Dependency on reference pore size (D)

Panjang 0.254 m

Luas 0.000025 m2

Langkah-langkah proses simulasi menggunakan software Solidworks® Office Premium 2010 adalah sebagai berikut.

1. Pembuatan geometri rumah tanaman.

Dimensi rumah tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang sebenarnya. Kondisi rumah tanaman diusahakan menyerupai kenyataaan di lapang. Selanjutnya, membuat kotak dengan ukuran panjang 5L, lebar 5L, dan tinggi 5L (Richards & Hoxey, 1992), dimana L adalah lebar rumah tanaman, sehingga rumah tanaman berada di dalam kotak (Gambar 9). Kotak tersebut nantinya akan menjadi daerah perhitungan.

Gambar 9. Geometri rumah tanaman dan daerah perhitungan model simulasi. 2. Lakukan general setting.

Pada bagian ini diatur tipe analisis, fluida, material padat, kondisi batas, dan kondisi awal simulasi secara umum. Gambar 10 sampai dengan Gambar 14 adalah tampilan interface general setting untuk Kasus 1.

Analisis aliran dipilih tipe aliran internal dengan memasukkan cavities, dalam hal ini rumah tanaman, karena bagian yang dianalisis adalah bagian yang berada di dalam geometri rumah tanaman. Berdasarkan proses pindah panas yang terjadi di dalam rumah tanaman (Gambar 2), maka proses konduksi yang terjadi pada material padat diperhitungkan. Pada interface ini nilai radiasi matahari dan

environtment temperature dimasukkan (Gambar 10). Fluida yang dianalisis adalah udara (air) dengan tipe aliran laminar dan turbulen serta memperhitungkan

kelembapan udara (Gambar 11). Default material padat (solid) dalam simulasi ini adalah brick (Gambar 12).

Gambar 10. Tipe analisis dan input nilai radiasi matahari untuk Kasus 1.

Gambar 12. Pengaturan material padat pada Kasus 1.

Gambar 14. Kondisi awal pada Kasus 1.

Sebagai kondisi batas, permukaan dinding terluar (default outer wall radiation surface) merupakan non-radiation surface dimana radiasi tidak berpengaruh pada permukaan padat. Kekasaran (roughness) diset sebesar 0 µm

Dokumen terkait