• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi distribusi suhu dan kelembapan udara untuk pengembangan desain rumah tanaman di daerah tropika basah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Simulasi distribusi suhu dan kelembapan udara untuk pengembangan desain rumah tanaman di daerah tropika basah"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN UDARA

UNTUK PENGEMBANGAN DESAIN RUMAH TANAMAN DI

DAERAH TROPIKA BASAH

YAYU ROMDHONAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk Pengembangan Desain Rumah Tanaman di Daerah Tropika Basah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Yayu Romdhonah

(3)

iii

YAYU ROMDHONAH. Simulation of Temperature and Humidity Distribution for Development of Greenhouse Design in the Humid Tropics. Supervised by HERRY SUHARDIYANTO, ERIZAL and SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Greenhouse design for the humid tropical regions is still a challenge. Microclimate analysis of a standard peak type greenhouse has been conducted using Computational Fluid Dynamics (CFD). The objectives of this research were to simulate temperature, humidity, and airflow distribution by using CFD, and to investigate the greenhouse natural ventilation performance on zero and low windspeed conditions. Climate data and greenhouse characteristics were used as inputs for the simulation. The CFD model predicted temperature, relative humidity, and airflow distributions inside the greenhouse. Visual representations of the three parameters distributions in the greenhouse were created by isothermal line. The simulation produced realistic approximations of the dynamic behavior of greenhouse environments. Results of this study showed the importance of roof vents and sidewalls openings for efficient thermally driven ventilation.

(4)

iv

RINGKASAN

YAYU ROMDHONAH. Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk Pengembangan Desain Rumah Tanaman di Daerah Tropika Basah. Dibimbing oleh HERRY SUHARDIYANTO, ERIZAL dan SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika diantaranya adalah standard peak. Analisis dengan Computational Fluid Dynamics (CFD) mampu memodelkan distribusi suhu udara dan pola pergerakan udara di dalam rumah tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan simulasi distribusi suhu udara, kelembapan udara (RH), dan aliran udara di dalam rumah tanaman tipe standard peak menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) serta mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi.

Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang diteliti memiliki ventilasi berupa bukaan pada dinding dan atap yang ditutup kassa dengan porositas 0.64. Pengukuran data cuaca dan iklim mikro dilakukan pada bulan Pebruari 2010. Simulasi CFD dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Januari 2011 menggunakan software Solidworks® Office Premium 2010. Data radiasi matahari, kecepatan angin (WS) 0 m/dt, 0.4 m/dt, dan 1.8 m/dt, suhu udara lingkungan, suhu lantai dan suhu atap digunakan sebagai data masukan. Keluaran dari simulasi berupa potongan kontur suhu dan RH serta vektor aliran udara.

Suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari permukaan lantai berkisar antara 24.6-32.2 ⁰C pada selang suhu udara lingkungan 23.0

-32.2 ⁰C. Perbedaan suhu udara lingkungan dan di dalam rumah tanaman tidak lebih dari 5 ⁰C. Suhu udara pada ketinggian 5 m dari permukaan lantai atau berada di dekat ventilasi atap hampir setiap saat lebih rendah dari pada suhu udara pada ketinggian 1 m dari lantai. Rata-rata suhu udara pada ketinggian 5 m dari lantai adalah 26.36 ⁰C, sedangkan pada ketinggian 1 m mencapai 27.45 ⁰C. Rata-rata RH di dalam rumah tanaman adalah 87.79% dengan nilai terendah 64.85% dan maksimum 95.42%. Hasil simulasi menunjukkan terjadinya gradien suhu dan RH, namun tidak terlalu signifikan. Validasi terhadap nilai suhu udara dan RH hasil simulasi menghasilkan error masing-masing mencapai 12.81% dan 19.56%.

Hasil simulasi menunjukkan bukaan di dinding berfungsi sebagai inlet dan bukaan di atap berfungsi sebagai outlet saat angin tidak bertiup maupun saat kecepatan angin rendah dan tidak ada tabrakan aliran udara. Saat angin tidak bertiup maupun saat kecepatan angin rendah pertukaran udara tetap terjadi karena adanya chimney effect. Udara panas keluar melalui bukaan dinding dan atap. Dengan demikian, bukaan ventilasi di dinding dan di atap rumah tanaman sangat berperan dalam menciptakan iklim mikro yang optimal bagi tanaman tanpa harus menambah biaya operasional.

(5)

v

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

vi

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN UDARA

UNTUK PENGEMBANGAN DESAIN RUMAH TANAMAN DI

DAERAH TROPIKA BASAH

YAYU ROMDHONAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

vii

(8)

viii

Judul Tesis : Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk Pengembangan Desain Rumah Tanaman di Daerah Tropika Basah

Nama : Yayu Romdhonah NIM : F152080051

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Erizal, M.Agr Anggota

Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi

Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah

(9)

ix

Alhamdulillah, puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas limpahan karunia, taufik dan hidayah Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul

”Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk Pengembangan Desain Rumah Tanaman di Daerah Tropika Basah” dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada kedua orang tua, mertua, suami, kakak-kakak dan adik yang selalu memberikan do’a, semangat dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam juga disampaikan kepada Prof. Dr. Herry Suhardiyanto, Dr. Erizal, dan Dr. Satyanto K. Saptomo selaku komisi pembimbing; kepada Dr. Nora H. Pandjaitan selaku Ketua Program Studi SIL; serta kepada Dr. Yuli Suharnoto selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Hiroshige Nishina, Dr. Kotaro Takayama, Ueka Yuko, PhD, dan Dr. Zaenal Abidin atas bimbingannya selama penulis belajar di Ehime University, Jepang.

Penulis berterima kasih kepada Dr. Ahmad Indra Siswantara, Drs. Subagyo dan satuan keamanan IPB, Bapak Ahmad dan Mas Firman, rekan-rekan SIL 2008, dan Kru Cyber Merpati yang telah membantu selama penelitian berlangsung. Kepada para sahabat yang mencerahkan dan kepada Ir. Rudi Basarah, MM, diucapkan terima kasih tak terhingga.

Disadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik untuk perbaikan hasil penelitian di kemudian hari. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2011

Penulis

(10)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilegon, Banten pada tanggal 24 Juli 1979. Penulis adalah anak ketiga dari Bapak H. E.M. Romli dan Ibu Hj. Eha Chaerayati.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 2 Cilegon pada tahun 1991, dan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Cilegon pada tahun 1994. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMUN 8 Bandung pada tahun 1997. Penulis diterima di Program Studi Teknik Pertanian IPB pada tahun 1997 melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada tahun 2002. Setelah lulus S1, penulis aktif menulis makalah tentang rumah tanaman dan tiga diantaranya telah dipublikasikan.

Pada tahun 2008 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada Mayor Teknik Sipil dan Lingkungan (SIL). Selama menjadi mahasiswa pascasarjana penulis aktif dalam berbagai kegiatan, diantaranya sebagai peserta The Indonesian-Netherlands Open Science Meeting: Science, innovation and volarisation bridging the gap between science, market and society di Belanda pada November 2009 dengan travel grant dari Departemen Pendidikan Pemerintah Belanda (KNAW); menjadi peserta Exchange Program East Asian Young Researcher (EPEAYR) 2009 dengan judul penelitian “Design of Sustainable

(11)

xi

Halaman

DAFTAR TABEL………...………..….xii

DAFTAR GAMBAR ……….…………..xiii

DAFTAR LAMPIRAN………..xv PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Iklim Mikro Rumah Tanaman ... 5

Computational Fluid Dynamics (CFD) ... 6

Ventilasi Alamiah ... 10

Kriteria Rumah Tanaman untuk Tropika Basah ... 11

METODOLOGI PENELITIAN ... 13

Tempat dan Waktu ... 13

Metode ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam ... 25

Distribusi Suhu Udara dan RH ... 29

Pola Aliran Udara dan Ventilasi Alamiah ... 38

SIMPULAN DAN SARAN ... 43

Simpulan ... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Input kondisi awal dan kondisi batas ... 17

2. Daerah perhitungandalam simulasi ... 22

3. Sifat bahan yang dimasukkan ke dalam data teknik Solidworks® ... 22

4. Perbedaan suhu udara antara hasil pengukuran dan simulasi ... 36

(13)

xiii

Halaman

1. Beberapa tipe rumah tanaman di daerah tropika basah: sere atau adapted

sawtooth (a), adapted tunnel (b), dan standard peak (c). ... 2

2. Proses perpindahan panas pada empat subsistem rumah tanaman (Suhardiyanto et al., 2007). ... 6

3. Diagram alir simulasi CFD. ... 7

4. Rumah tanaman tipe standard peak yang digunakan dalam penelitian. ... 13

5. Weather station merk Davis tipe 6163 dan Wireless Vantage Pro2 beserta komputer yang digunakan. ... 14

6. Pengukuran suhu permukaan tanah dengan termokopel. ... 15

7. Letak titik pengukuran cuaca dan iklim mikro. ... 16

8. Portable paperless recorder untuk menampilkan suhu yang terukur oleh termokopel. ... 16

9. Geometri rumah tanaman dan daerah perhitungan model simulasi. ... 18

10. Tipe analisis dan input nilai radiasi matahari untuk Kasus 1. ... 19

11. Pengaturan fluida yang dianalisis dan tipe aliran pada Kasus 1. ... 19

12. Pengaturan material padat pada Kasus 1. ... 20

13. Kondisi batas pada Kasus 1... 20

14. Kondisi awal pada Kasus 1. ... 21

15. Kondisi suhu udara di luar rumah tanaman (Tout) di University Farm dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. ... 25

16. Kondisi RH di luar rumah tanaman (RHout) di University Farm dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. ... 26

17. Kecepatan angin (WS) yang terukur pada ketinggian 5 m di University Farm dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. ... 26

18. Radiasi matahari (R) yang terukur di University Farm dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. ... 27

(14)

xiv

dari lantai (Tair 5 m back), suhu permukaan lantai (Tf back), dan RH pada ketinggian 1 m dari lantai (RHin 1 m) rumah tanaman tipe standard peak

yang diteliti pada tanggal 11 Pebruari 2010. ... 28

20. Distribusi suhu udara saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ... 30

21. Distribusi RH saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ... 31

22. Distribusi suhu udara saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ... 32

23. Distribusi RH saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ... 33

24. Distribusi suhu udara saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ... 34

25. Distribusi RH saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ... 35

26. Perbandingan suhu udara hasil simulasi dengan pengukuran. ... 37

27. Pola aliran udara pada WS=0 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ... 39

28. Pola aliran udara pada WS=0.4 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ... 41

(15)

xv

Halaman

1. Diagram alir proses perhitungan dalam CFD untuk mendapatkan solusi

(Patankar, 1980; Versteeg dan Malalasekera, 1995)... 50

2. Gambar teknik rumah tanaman... 51

3. Dimensi dan luas bukaan ventilasi pada rumah tanaman yang diteliti……. 52

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Greenhouse atau rumah tanaman saat ini telah menjadi kebutuhan di Indonesia seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi hidroponik dalam budidaya tanaman bernilai ekonomis tinggi. Letak rumah tanaman tersebut tersebar di beberapa area dataran tinggi Indonesia dan mengalami permasalahan yang hampir sama, yaitu tingginya kelembapan udara dan populasi hama yang mengganggu produktivitas tanaman (Richardson, 2007). Suhu udara yang tinggi yang menyebabkan tanaman stress di dalam rumah tanaman juga merupakan permasalahan yang umum dijumpai di Indonesia (Harmanto et al., 2007).

Hasil survei yang dilakukan Balai Penelitian Sayuran Departemen Pertanian (sekarang BBPP Lembang) di daerah sentra produksi paprika Lembang, Bandung, menyatakan bahwa kualitas konstruksi rumah tanaman menempati peringkat kepentingan nomor dua setelah hama penyakit dari sepuluh faktor kendala utama sistem produksi sayuran di rumah tanaman (Adiyoga et al., 2007). Oleh karena itu, desain struktur rumah tanaman untuk daerah tropika basah perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang panas dan lembap.

Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika (Gambar 1). Menurut Richardson (2007) tipe rumah tanaman yang terbaik untuk daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi biaya pembangunannya mahal. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006) mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi silindris atau quonset. Sementara itu, Suhardiyanto (2002) mengembangkan tipe

standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable) untuk kondisi iklim Indonesia.

(18)

Gambar 1. Beberapa tipe rumah tanaman di daerah tropika basah: sere atau

adapted sawtooth (a), adapted tunnel (b), dan standard peak (c). Dalam prakteknya, bukaan ventilasi tersebut ditutup dengan kassa (screen) untuk menghindari masuknya serangga ke dalam rumah tanaman. Sebagai konsekuensi, pertukaran udara menjadi berkurang dan berpengaruh terhadap iklim mikro di dalam rumah tanaman, terutama pada suhu udara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pemeriksaan iklim mikro perlu dilakukan terhadap existing rumah tanaman di Indonesia pada tipe standard peak

yang telah diusulkan. a

b

(19)

Penelitian mengenai sebaran suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak telah dilakukan oleh Maksum (2009). Dengan software Computational Fluid Dynamics (CFD) sebaran suhu dan aliran udara dapat dilihat secara visual berupa potongan kontur dan vektor. Metode CFD ini juga digunakan untuk simulasi iklim mikro dalam rangka pengembangan desain rumah tanaman yang mengoptimalkan ventilasi alamiah (Mistriotis et al., 1997a, Mistriotis et al., 1997b, Kacira et al., 1998; Lee and Short, 2000; Lee et al., 2000; Barzanas et al., 2001; Pontikakos et al., 2006).

Sebelumnya, Suhardiyanto et al., (2007) mengembangkan model matematika pindah panas yang cukup berhasil memprediksi suhu udara di dalam rumah tanaman. Namun demikian, prediksi suhu udara saja tidak cukup mewakili kondisi iklim mikro rumah tanaman, diperlukan pengembangan model yang dapat memprediksi kelembapan udara di dalam rumah tanaman. Diharapkan, kondisi iklim mikro rumah tanaman berupa sebaran suhu dan kelembapan udara dapat diprediksi sebelum rumah tanaman tersebut dibangun di suatu lokasi. Penelitian ini berupaya menjawab tantangan tersebut dengan memberikan pemahaman yang mendalam mengenai hubungan antara struktur rumah tanaman dengan kondisi cuaca di sekitarnya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. melakukan simulasi distribusi suhu, aliran, dan kelembapan udara (RH) di dalam rumah tanaman tipe standard peak dengan menggunakan

Computational Fluid Dynamics (CFD)

2. mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe standard peak dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Hipotesis

Simulasi terhadap sistem rumah tanaman dapat dilakukan menggunakan software CFD dan memberikan output berupa prediksi kelembapan udara, distribusi suhu dan vektor aliran udara pada waktu yang diinginkan. Selain itu, fenomena ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe standard peak

(20)
(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Iklim Mikro Rumah Tanaman

Sejumlah faktor lingkungan pada suatu waktu di dalam rumah tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman disebut

greenhouse climate (Bot, 1993) atau greenhouse microclimate (Day dan Bailey, 1999). Dalam Bahasa Indonesia, istilah greenhouse climate diterjemahkan menjadi iklim mikro rumah tanaman. Iklim mikro berbeda dengan kondisi cuaca di luar rumah tanaman. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya struktur yang menyelimuti udara dan terjadinya proses radiasi (Bot, 1993).

Struktur rumah tanaman diibaratkan envelope atau selubung yang menyebabkan udara di dalamnya stagnan. Pertukaran udara menjadi berkurang dibandingkan apabila tanpa envelope. Hal ini berpengaruh langsung terhadap kesetimbangan energi dan massa udara di dalam rumah tanaman. Kecepatan udara di dalam juga kecil dibandingkan di luar dan berpengaruh terhadap pertukaran energi, uap air dan CO2 antara udara dalam dan setiap elemen rumah tanaman

(tanaman, permukaan tanah, dan peralatan di dalamnya).

Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan pengurangan radiasi gelombang pendek yang masuk. Berbagai material dalam rumah tanaman dengan sifat radiatifnya kemudian merubah radiasi gelombang pendek tersebut menjadi gelombang panjang yang berpengaruh terhadap kesetimbangan energi di dalam rumah tanaman sehingga menaikkan suhu udara.

Proses fisika yang menghasilkan iklim mikro rumah tanaman sangat rumit (Bot, 1983). Namun, proses tersebut dapat dijelaskan dengan model matematika berdasarkan hukum kesetimbangan panas dan kesetimbangan massa yang terjadi pada sistem rumah tanaman (Fitz-Rodriguez et al., 2010). Suhardiyanto et al. (2007) menganalisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam sistem pindah panas untuk rumah tanaman dengan persamaan kesetimbangan panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2).

(22)

langsung terhadap proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pengambilan ion, transpirasi, pembentukan pigmen, reproduksi, dan masih banyak lagi (Hanan et al., 1978). Sementara itu, RH secara langsung mempengaruhi hubungan tanaman dengan air dan secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan daun, fotosintesis, penyerbukan, dan terjadinya penyakit. RH yang tinggi mengurangi evapotranspirasi, meningkatkan beban panas tanaman, menyebabkan penutupan stomata, mengurangi penyerapan CO2, mengurangi

transpirasi, dan mempengaruhi translokasi bahan makanan dan nutrisi.

Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dan kondisi cuaca di luar rumah tanaman akan membuka jalan untuk melakukan kontrol terhadap parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Selanjutnya, informasi ini dapat digunakan untuk menghitung biaya produksi terutama dalam perhitungan konsumsi energi rumah tanaman (Bot, 1993).

Gambar 2. Proses perpindahan panas pada empat subsistem rumah tanaman (Suhardiyanto et al., 2007).

Computational Fluid Dynamics (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, pindah panas dan massa, serta fenomena lain seperti reaksi kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Analisis menggunakan CFD dapat diterapkan di berbagai bidang seperti aerodinamika suatu pesawat, perancangan mobil, rekayasa proses kimia, dan pemodelan aliran darah dari jantung di kedokteran. Di bidang pertanian, CFD telah banyak digunakan, misalnya untuk simulasi distribusi suhu

(23)

dan kelembapan udara rumah tanaman (Mistriotis et al., 1997b, Kacira et al.,

1998; Lee and Short, 2000; Lee et al., 2000; Barzanas et al., 2001; Pontikakos et al., 2006).

Paket CFD telah banyak beredar baik yang komersial maupun open source. Beberapa paket komersial CFD adalah PHOENICS, Fluent, FLOW3D, CFD 2000, dan Solidworks®. Kode program CFD yang rumit tidak lagi menjadi masalah karena pengguna tinggal menggunakan interface untuk memasukkan parameter dan untuk memeriksa hasil simulasi. Semua paket program CFD memiliki tiga tahap proses utama, yaitu pre-processor, solver dan post-processor

(Versteeg dan Malalasekera, 1995). Gambar 3 memperlihatkan diagram alir proses simulasi CFD.

(24)

Pre-processor

Pre-processor merupakan bagian input dari permasalahan aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan operator (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Hal-hal yang dilakukan dalam tahap pre-processor adalah:

a. Mendefinisikan geometri dari domain yang akan dianalisis b. Pembentukan grid (meshing) pada setiap domain

c. Pemilihan fenomena kimia-fisika yang diinginkan

d. Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas jenis, dan sebagainya)

e. Menentukan kondisi batas (boundary condition)

Solver

CFD merupakan pendekatan dari persamaan matematis yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak hingga) menjadi model diskrit (jumlah sel hingga) (Patankar, 1980). Proses solver merupakan tahapan pemecahan masalah secara matematik dalam CFD. Pada proses solver, terdapat 3 persamaan aliran fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika (Versteeg dan Malalasekera, 1995), yaitu:

1. Massa fluida kekal (kekekalan massa fluida)

2. Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton)

3. Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika)

Kekekalan Massa 3 Dimensi

(25)

0

Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Strokes dalam bentuk sesuai dengan metode finite volume (Versteeg dan Malalasekera, 1995).

Momentum x:

momentum yang berasal dari body per unit volume per unit waktu, masing-masing untuk koordinat x, y, dan z.

Persamaan Energi 3 Dimensi

Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang menyatakan bahwa : Laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambah dengan laju kerja yang diberikan pada

(26)

dimana p adalah tekanan fluida (Pa), k adalah konduktivitas termal fluida

(W/m⁰C), T adalah suhu fluida (⁰C), dan Si adalah energi yang ditambahkan per

unit volume per unit waktu.

Persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan metode iterasi (Patankar, 1980; Versteeg dan Malalasekera, 1995). Nilai solusi awal, umumnya merupakan nilai dugaan (a guessed solution), dibutuhkan di awal proses perhitungan. Persamaan numerik digunakan untuk menghasilkan nilai pendekatan yang lebih akurat dimana semua variabel telah memenuhi ketiga persamaan aliran fluida. Nilai baru yang diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai nilai awal dalam perhitungan selanjutnya. Proses ini terus berulang sampai nilai error, atau disebut juga residual variation, cukup kecil atau konvergen. Setiap pengulangan dalam proses mendapatkan solusi ini disebut iterasi. Untuk analisis pada kondisi tunak (steady state), proses perhitungan akan berulang sampai dengan konvergen, sedangkan pada kondisi tidak tunak (unsteady state) proses berlanjut ke time step

berikutnya (Patankar, 1980). Diagram alir pada Lampiran 1 memperlihatkan proses solver atau perhitungan dalam CFD untuk mendapatkan solusi.

Post-processor

Post-processor merupakan hasil akhir dari dua tahap sebelumnya. Hasil yang disajikan dapat berupa tampilan geometri domain dan mesh, plot vektor, plot permukaan 2 dimensi dan 3 dimensi, serta pergerakan partikel (Versteeg dan Malalasekera, 1995).

Ventilasi Alamiah

(27)

ke luar melalui lubang yang terletak di atas (Soegijanto, 1999). Pergerakan udara bisa disebabkan oleh masing-masing gaya yang bekerja sendiri atau kombinasi dari keduanya, tergantung pada kondisi atmosfer, rancangan bangunan, dan lokasi (Hellickson & Walker, 1983).

Pertukaran udara dipengaruhi oleh total bukaan ventilasi, ventilasi bagian mana yang dibuka, kecepatan angin dan perbedaan antara suhu di dalam dengan di luar rumah tanaman. Kecepatan dan arah angin menentukan banyaknya ventilasi yang akan dibuka. Semakin baik pertukaran udara di dalam ruangan terjadi, maka semakin baik penurunan suhu ruangan yang terjadi. Pertukaran udara disebut sempurna apabila seluruh udara yang berada dalam suatu ruangan dapat digantikan dengan yang baru. Menurut Brockett dan Albright (1987), laju ventilasi alamiah karena faktor angin ditentukan oleh kecepatan angin, arah angin, luas bukaan ventilasi dan penghalang di sekitar rumah tanaman.

Kriteria Rumah Tanaman untuk Tropika Basah

Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988) untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto, 2009).

Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan kemungkinan perluasan area rumah tanaman.

(28)
(29)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang digunakan adalah rumah tanaman satu bentang dengan tipe standard peak (Gambar 4). Rumah tanaman terletak di University Farm, Kampus IPB, Cikabayan, Bogor pada 6°18'00" LS dan 106°24'00" BT serta ketinggian 230 m dpl.

Rumah tanaman dibangun dengan orientasi Timur-Barat. Gambar tekniknya dapat dilihat pada Lampiran 2. Konstruksi rumah tanaman menggunakan rangka baja ringan. Lantai rumah tanaman diplester sebagian. Atap rumah tanaman memiliki kemiringan 30⁰dan ditutup mengunakan polycarbonate merk Solar Tuff setebal 0.8 mm (transmisivitas 0.9). Rumah tanaman memiliki bukaan ventilasi pada atap dan dinding yang ditutup kawat ram (porositas 0.64). Dimensi bukaan pada dinding dan pada atap diberikan pada Lampiran 3.

Pengukuran data cuaca dan iklim mikro rumah tanaman untuk simulasi dan validasi model dilakukan pada bulan Pebruari 2010. Sementara itu, simulasi CFD dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Januari 2011.

(30)

Metode

Pengukuran Data Cuaca dan Iklim Mikro Rumah Tanaman

Data kondisi cuaca di sekitar rumah tanaman dan iklim mikro dibutuhkan untuk simulasi. Untuk kondisi cuaca di sekitar rumah tanaman, parameter yang diukur adalah kecepatan dan arah angin, suhu udara, kelembapan udara, tekanan udara, curah hujan dan radiasi sinar matahari.

Pengukuran dilakukan menggunakan weather station (Davis tipe 6163) yang merekam data cuaca secara otomatis setiap 30 menit selama 15 hari untuk kondisi cuaca berawan, berangin, cerah dan hujan. Data yang digunakan untuk simulasi adalah data cuaca pada saat tidak ada angin dan kecepatan angin rendah.

Weather station terdiri dari sensor kecepatan dan arah angin (anemometer), sensor suhu dan kelembapan (pshychrometer), sensor radiasi matahari (pyranometer), dan sensor curah hujan (typing bucket precip gauge). Satuan unit masing-masing parameter adalah suhu dalam satuan ˚C, RH dalam persen, kecepatan angin dalam m/dt, arah angin dalam derajat, radiasi matahari dalam W/m2 dan curah hujan dalam mm/hari.

Weather station di pasang di luar rumah tanaman sedangkan Wireless Vantage Pro2 untuk menyimpan data cuaca diletakkan di basecamp. Komputer kemudian mengunduh data tersebut dengan software Weatherlink. Gambar 5 memperlihatkan weather station dan data logger yang digunakan dalam penelitian ini.

(31)

Iklim mikro yang diukur adalah suhu permukaan atas atap rumah tanaman, suhu udara di dalam rumah tanaman dekat lubang ventilasi, suhu udara di dalam rumah tanaman setinggi tanaman, suhu permukaan lantai, suhu dinding rumah tanaman sebelah inlet dan outlet. Pengukuran dilakukan menggunakan termokopel dan hybrid recorder.

Termokopel (tipe T) digunakan untuk mengukur suhu atap rumah tanaman di bagian luar, suhu udara bola basah dan bola kering di dalam rumah tanaman, suhu permukaan lantai, suhu pada batas lantai dengan permukaan tanah, suhu tanah pada kedalaman 0.01 m dan 0.02 m dari permukaan lantai. Selama pengukuran sensor termokopel dilindungi dari radiasi matahari langsung untuk menghasilkan data suhu yang akurat. Gambar 6 memperlihatkan pengukuran suhu permukaan tanah dengan termokopel. Skema titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6. Pengukuran suhu permukaan tanah dengan termokopel.

Termokopel dihubungkan dengan portable paperless recorder merk Yokogawa tipe MV Advance 1000 untuk menampilkan suhu yang terukur oleh termokopel (Gambar 8). Data suhu ini tersimpan dalam usb pada hybrid yang kemudian dipindahkan ke komputer menggunakan usb flash. Pengambilan data iklim mikro dilakukan dengan selang waktu 1 jam selama 15 hari.

(32)

Gambar 7. Letak titik pengukuran cuaca dan iklim mikro.

Gambar 8. Portable paperless recorder untuk menampilkan suhu yang terukur oleh termokopel.

Simulasi CFD

Simulasi CFD dilakukan menggunakan Software Solidworks® Office Premium 2010. Model simulasi yang dilakukan sangat bergantung pada memori dan kecepatan processor komputer yang digunakan. Pada penelitian ini komputer yang digunakan adalah komputer desktop dengan spesifikasi CPU Intel® Core™ i7; 8GB RAM; dan 64-bit Operating system.

Analisis yang dilakukan adalah analisis 3 dimensi terhadap aliran fluida dan termal yang mencakup perpindahan panas konveksi, konduksi, dan radiasi pada kondisi tunak (3-dimensional steady state analysis). Asumsi yang digunakan dalam simulasi adalah:

(33)

ii. udara tidak terkompresi (incompressible)

iii. panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan iv. udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi

v. distribusi suhu udara pada tiap atap dan lantai rumah tanaman seragam

Simulasi dilakukan untuk mengetahui performa rumah tanaman tipe

standard peak pada saat angin tidak bertiup dan saat kecepatan angin di luar rumah tanaman (WS) rendah. Menurut Sase et al. (1984) dan Mistriotis et al. (1997a), analisis kinerja ventilasi alamiah rumah tanaman dilakukan pada kecepatan angin kurang dari 2 m/dt. Dalam penelitian ini, simulasi dilakukan terhadap 3 kasus, yaitu saat angin tidak bertiup (WS=0 m/dt) untuk Kasus 1, saat WS=0.4 m/dt untuk Kasus 2, dan WS=1.8 m/dt untuk Kasus 3. Data input kondisi awal dan kondisi batas simulasi disajikan pada Tabel 1. Data tersebut merupakan hasil pengukuran pada tanggal 11 Pebruari 2010 pada jam-jam dimana kecepatan angin di luar rumah tanaman sesuai dengan kriteria dari Sase et al. (1984), Suhardiyanto (2009) dan Mistriotis et al. (1997a).

Tabel 1. Input kondisi awal dan kondisi batas

Input Kasus

Resistance calculation formula (k) Dependency on reference pore size (D)

Panjang 0.254 m

Luas 0.000025 m2

(34)

Langkah-langkah proses simulasi menggunakan software Solidworks® Office Premium 2010 adalah sebagai berikut.

1. Pembuatan geometri rumah tanaman.

Dimensi rumah tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang sebenarnya. Kondisi rumah tanaman diusahakan menyerupai kenyataaan di lapang. Selanjutnya, membuat kotak dengan ukuran panjang 5L, lebar 5L, dan tinggi 5L (Richards & Hoxey, 1992), dimana L adalah lebar rumah tanaman, sehingga rumah tanaman berada di dalam kotak (Gambar 9). Kotak tersebut nantinya akan menjadi daerah perhitungan.

Gambar 9. Geometri rumah tanaman dan daerah perhitungan model simulasi.

2. Lakukan general setting.

Pada bagian ini diatur tipe analisis, fluida, material padat, kondisi batas, dan kondisi awal simulasi secara umum. Gambar 10 sampai dengan Gambar 14 adalah tampilan interface general setting untuk Kasus 1.

Analisis aliran dipilih tipe aliran internal dengan memasukkan cavities, dalam hal ini rumah tanaman, karena bagian yang dianalisis adalah bagian yang berada di dalam geometri rumah tanaman. Berdasarkan proses pindah panas yang terjadi di dalam rumah tanaman (Gambar 2), maka proses konduksi yang terjadi pada material padat diperhitungkan. Pada interface ini nilai radiasi matahari dan

(35)

kelembapan udara (Gambar 11). Default material padat (solid) dalam simulasi ini adalah brick (Gambar 12).

Gambar 10. Tipe analisis dan input nilai radiasi matahari untuk Kasus 1.

(36)

Gambar 12. Pengaturan material padat pada Kasus 1.

(37)

Gambar 14. Kondisi awal pada Kasus 1.

Sebagai kondisi batas, permukaan dinding terluar (default outer wall radiation surface) merupakan non-radiation surface dimana radiasi tidak berpengaruh pada permukaan padat. Kekasaran (roughness) diset sebesar 0 µm (Gambar 13). Nilai suhu udara pada initial and ambient condition dan tekanan sebesar 101.325 kPa dimasukkan pada interface selanjutnya dalam general setting

(Gambar 14).

Pada bagian input kondisi termal dinding terluar (Gambar 13), nilai koefisien pindah panas dimasukkan berupa konstanta. Persamaan 6, 7, dan 8 digunakan untuk menghitung koefisien tersebut:

a. ho, koefisien pindah panas konveksi di bagian luar atap rumah tanaman (Suhardiyanto dan Romdhonah, 2008).

33 . 0 84 . 1 78 .

1 u

ho (6)

dimana u adalah kecepatan angin (m/dt) pada ketinggian 5 m.

b. hi, koefisien pindah panas konveksi di bagian dalam atap rumah tanaman (Suhardiyanto dan Romdhonah, 2008).

(38)

dimana Ac adalah luas permukaan atap rumah tanaman (m2), dan As

adalah luas permukaan lantai rumah tanaman (m2).

c. hf, koefisien pindah panas konveksi di permukaan lantai (Suhardiyanto dan Romdhonah, 2008).

(8)

dimana Tin adalah suhu udara di dalam rumah tanaman (˚C), Tf adalah

suhu permukaan lantai rumah tanaman (˚C), dan l adalah panjang karakteristik rumah tanaman dalam hal ini lebar rumah tanaman (8 m). 3. Mesh pada awal perhitungan diatur pada level 3.

4. Daerah perhitungan dibuat untuk daerah di luar dan di dalam greenhouse

(Tabel 2).

Tabel 2. Daerah perhitungandalam simulasi

Koordinat Jarak (m)

5. Pendefinisian material rumah tanaman

Atap rumah tanaman didefinisikan sebagai PC (Polycarbonate), dinding merupakan media berpori (poros media), dan lantai rumah tanaman didefinisikan sebagai gravel. Karena material tersebut tidak ada di dalam data teknik (engineering database) Solidworks®, maka data-data sifat bahan perlu dimasukkan. Sifat bahan rumah tanaman tersebut diberikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat bahan yang dimasukkan ke dalam data teknik Solidworks®

Sifat bahan Satuan Polycarbonate+ Brick* Gravel*

Kerapatan (ρ) kg/m3 1200 2100 1522 Panas jenis (Cp) J/kg oC 1300 900 840 Konduktivitas panas (k) W/m oC 0.20899 1.4 2 Tipe konduktivitas - isotropik isotropik isotropik

Melting temperature (⁰C) 630 1648.85 1026.85

(39)

6. Set kondisi batas.

Komponen rumah tanaman yang merupakan sumber panas terbesar adalah lantai dan atap. Kondisi batasdalam analisis distribusi suhu dan pola aliran udara ini adalah lantai dan atap. Permukaan lantai dan atap yang menjadi kondisi batas adalah yang berhubungan langsung dengan udara di dalam rumah tanaman. 7. Set tujuan (goal) dari analisis

Goal dalam simulasi ini adalah global goal temperature dari fluid

(maximum, minimum, dan average), global goal velocity (maximum, minimum, dan average), dan global goal temperature pada solid (average).

8. Lakukan proses running atau perhitungan.

Persamaan-persamaan konservasi diselesaikan dengan metode iterasi SIMPLER (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equations Revised). Proses perhitungan dimulai dengan memecahkan variabel kecepatan fluida dan tekanan (Lampiran 1). Proses perhitungan ini diperlihatkan kepada user berupa grafik yang menunjukkan konvergenitas residual variation. Jika proses perhitungan menghasilkan residual yang menurun dari satu iterasi ke iterasi berikutnya, maka dikatakan bahwa tebakan nilai terhadap variabel-variabel cukup baik dan solusi akan diperoleh. Proses iterasi akan berhenti saat kondisi konvergen tercapai.

Untuk analisis termal kondisi tunak, Solidworks® secara otomatis mengatur

time step sama dengan 1. Karena simulasi dilakukan pada steady flow dimana udara tidak terkompresi, maka nilai massa jenis konstan selama iterasi.

9. Pada tahap post-processor ditentukan tampilan yang akan disajikan oleh CFD, misal dalam bentuk kontur suhu, vektor kecepatan udara, mesh yang dihasilkan, dan animasi tampillan tersebut.

Validasi Model

Validasi program dilakukan dengan membandingkan suhu udara hasil simulasi dengan hasil pengukuran di lapangan. Pengujian keabsahan dilakukan dengan menggunakan garis regresi yang terbentuk pada hubungan linear antara suhu hasil simulasi (Y) dan hasil pengukuran (X). Dimana a menyatakan intersep atau perpotongan garis regresi dengan sumbu tegak dan b menyatakan kemiringan atau gradien garis regresi.

(40)
(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam

Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas. Kondisi iklim makro di University Farm, Cikabayan dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010 ditampilkan pada Gambar 15 sampai dengan Gambar 18. Suhu udara terendah adalah 22.2 ⁰C dan tertinggi adalah 35.7 ⁰C dengan RH terendah sebesar 54% dan tertinggi sebesar 90.18%. Selama 15 hari pengukuran, kecepatan angin tertinggi dan radiasi matahari masing-masing adalah 3.1 m/dt dan 1034 W/m2.

Gambar 15. Kondisi suhu udara di luar rumah tanaman (Tout) di University Farm dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.

Garis putus pada grafik suhu udara, RH, dan radiasi matahari yang terukur selama penelitian disebabkan data logger wireless Vantage Pro2 mati, yaitu pada tanggal 7 Pebruari, 9 Pebruari, 14 Pebruari, dan 19 Pebruari 2010. Pukul 18.00 WIB pada tanggal tersebut terjadi hujan badai dan listrik padam sampai dengan tanggal 8 Pebruari 2010 pukul 05.00 WIB sehingga data logger mati dan tidak dapat merekam kondisi cuaca. Hal yang sama terjadi pada tanggal 14 dan 19 Pebruari 2010, sedangkan pada tanggal 9 Pebruari terjadi error pada data logger

akibat setting yang salah saat pemindahan lokasi Wireless Vantage Pro2.

(42)

Gambar 16. Kondisi RH di luar rumah tanaman (RHout) di University Farm dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.

(43)

Gambar 18. Radiasi matahari (R) yang terukur di University Farm dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.

Pengukuran iklim mikro dilakukan pada saat rumah tanaman dalam keadaan kosong tanpa tanaman. Pada Gambar 19 ditampilkan profil suhu udara di dalam rumah tanaman selama 24 jam pada tanggal 11 Pebruari 2010. Suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari permukaan lantai berkisar antara 24.6-32.2 ⁰C pada selang suhu udara lingkungan 23.0-32.2 ⁰C. Perbedaan suhu udara lingkungan dan di dalam rumah tanaman tidak lebih dari 5 ⁰C. Ventilasi rumah tanaman yang terdiri dari bukaan di dinding dan di atap ini dapat dikategorikan efektif karena dapat mempertahankan kenaikan suhu udara di bawah 6 ⁰C (Suhardiyanto, 2009).

Hasil pengukuran juga menunjukkan terjadi gradien suhu di dalam rumah tanaman, tetapi tidak terlalu besar. Suhu udara pada ketinggian 5 m dari permukaan lantai atau berada di dekat ventilasi atap hampir setiap saat lebih rendah dari pada suhu udara pada ketinggian 1 m dari lantai (Gambar 19). Rata-rata suhu udara pada ketinggian 5 m dari lantai adalah 26.36⁰C, sedangkan pada ketinggian 1 m memiliki rata-rata 27.45⁰C. Kenaikan suhu udara di dekat permukaan lantai disebabkan oleh adanya pindah panas radiasi dari permukaan lantai yang sebagian diplester ke udara dalam.

(44)

Gambar 19. Profil suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari lantai (Tair I m back), suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 5 m dari lantai (Tair 5 m back), suhu permukaan lantai (Tf back), dan RH pada ketinggian 1 m dari lantai (RHin 1 m) rumah tanaman tipe standard peak yang diteliti pada tanggal 11 Pebruari 2010.

Saat radiasi mencapai maksimum di siang hari, suhu udara di dalam rumah tanaman tercatat melebihi 30 ⁰C. Padahal, tingkat suhu udara untuk produksi tanaman di dalam rumah tanaman relatif sama, sekitar 10-30 oC untuk hampir semua spesies dengan beberapa pengecualian pada aplikasi tertentu (Hanan, 1998).

(45)

bola kering. Rata-rata RH di dalam rumah tanaman adalah 87.79% dengan nilai terendah 64.85% dan maksimum 95.42%. Perbedaan antara RH lingkungan dan RH di dalam rumah tanaman disajikan pada Gambar 19. Perbedaan RH tertinggi (18.15%) terjadi saat tidak ada angin bertiup dan radiasi matahari mencapai 872 W/m2 pada pukul 11.00.

Distribusi Suhu Udara dan RH

Simulasi CFD dilakukan untuk mengetahui distribusi suhu udara dan RH di dalam rumah tanaman. Simulasi dilakukan pada 3 kondisi kecepatan angin (WS) yaitu saat tidak ada angin (WS=0 m/dt) untuk Kasus 1, WS=0.4 m/dt untuk Kasus 2, dan saat WS=1.8 m/dt untuk Kasus 3. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kinerja ventilasi alamiah rumah tanaman. Distribusi suhu udara dan RH ditampilkan berupa potongan kontur tampak depan (X=9.375 m), tampak samping (Z=4 m), dan tampak atas (Y=1 m).

Saat tidak ada angin suhu udara di dalam rumah tanaman yang terletak dekat bukaan hampir sama dengan dengan suhu lingkungan (Gambar 20). Gradien suhu baik secara horizontal, yaitu suhu udara di tengah-tengah (X=6-12 m), maupun secara vertikal tidak terlalu besar. Nilai RH di dalam rumah tanaman lebih rendah dari pada RH lingkungan. Tetapi, secara umum pola distribusi RH tidak jauh berbeda dengan suhu udara seperti terlihat pada Gambar 21.

(46)

Gambar 20. Distribusi suhu udara saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).

a

(47)

Gambar 21. Distribusi RH saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). c

(48)

Gambar 22. Distribusi suhu udara saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y=1 m di atas lantai (c).

c b

(49)

Gambar 23. Distribusi RH saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2

tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y=1 m di atas lantai (c).

c a

(50)

Gambar 24. Distribusi suhu udara saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).

c a

(51)

Gambar 25. Distribusi RH saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).

Untuk mengetahui keakuratan model CFD yang dibuat maka dilakukan validasi terhadap nilai suhu udara dan RH hasil simulasi. Tabel 4 menampilkan perbedaan antara suhu udara hasil simulasi dan hasil pengukuran. Error yang terjadi untuk suhu udara mencapai 12.81%. Terdapat 6 titik dimana hasil prediksi memiliki error lebih dari 10%. Hal ini disebabkan pendefinisian material yang

(52)

kurang detail pada bagian lantai rumah tanaman. Sebagian permukaan lantai diplester semen dan sebagian berupa tanah yang ditutup batu kerikil, tetapi dalam simulasi lantai didefinisikan sebagai solid kerikil. Hal ini dapat berpengaruh terhadap hasil prediksi suhu dan menyebabkan error yang cukup besar. Sementara untuk RH, pada Kasus 1, 2, dan 3 masing-masing terjadi error sebesar 12.37%, 19.56%, dan 19.11% (Tabel 5).

Tabel 4. Perbedaan suhu udara antara hasil pengukuran dan simulasi

(53)

Tabel 5. Perbedaan RH antara hasil pengukuran dan simulasi

Error yang terjadi pada prediksi suhu maupun RH kemungkinan disebabkan oleh pendefinisian sistem pada pemodelan yang masih kurang mendekati kenyataan di lapang. Dalam pembuatan geometri, struktur rumah tanaman tidak dibuat secara detail. Rangka besi dan meja tanaman yang terdapat di dalam rumah tanaman tidak dimasukkan sehingga diperkirakan menjadi penyebab perbedaan yang cukup besar. Untuk mendapatkan hasil prediksi yang lebih baik seharusnya kedua elemen tersebut dimasukkan ke dalam geometri dan didefinisikan sebagai

heat source atau sumber panas.

Gambar 26. Perbandingan suhu udara hasil simulasi dengan pengukuran.

(54)

Pengujian keabsahan juga dilakukan dengan menggunakan garis regresi yang terbentuk pada hubungan linear antara suhu hasil simulasi (Y) dan hasil pengukuran (X). Persamaan regresi yang terbentuk untuk simulasi suhu udara dapat dilihat pada Gambar 26. Koefisien intersep -2.295 dan gradiennya 1.130. Model simulasi dinyatakan cukup baik memprediksi suhu udara. Untuk RH, pengujian menggunakan garis regresi tidak dapat dilakukan. Hanya ada 3 titik dari 30 titik validasi akibat dari data pengukuran yang tidak valid (Lampiran 4).

Pola Aliran Udara dan Ventilasi Alamiah

Suhu udara di dalam rumah tanaman cenderung lebih tinggi dari pada di luar akibat greenhouse effect. Karena kondisi lantai yang sebagian diplester maka suhu udara di dekat lantai lebih panas dari pada di bagian atasnya (Gambar 19). Simulasi dengan CFD mampu memberikan visualisasi vektor aliran udara yang terjadi di dalam rumah tanaman seperti terlihat pada Gambar 27, Gambar 28, dan Gambar 29.

Saat WS=0 m/dt, terjadi pergerakan udara dari bagian bawah rumah tanaman menuju ke atas (Gambar 27). Karena terdapat bukaan ventilasi di dinding, sebagian udara panas tersebut keluar melalui dinding dan sebagian lagi bergerak menuju bukaan ventilasi di atap dan kemudian keluar rumah tanaman. Vektor aliran udara menunjukkan aliran udara masuk melalui ventilasi dinding menggantikan udara yang keluar.

Apabila dilihat dari atas (Y=1 m), terlihat bahwa udara masuk ke dalam rumah tanaman melalui keempat bukaan dinding. Udara menuju bagian tengah rumah tanaman dan menyerap panas dari lantai. Suhu udara meningkat dan menjadi lebih ringan sehingga bergerak ke atas. Pergerakan udara ini berlangsung terus tanpa bantuan alat-alat mekanis seperti kipas angin ataupun exhaust fan. Pola aliran udara tersebut disebut ventilasi alamiah karena thermal effect yang dikenal sebagai "efek cerobong asap" atau chimney effect.

(55)

Pada Gambar 27 juga terlihat sebagian udara yang keluar melalui ventilasi atap masuk kembali ke dalam rumah tanaman melalui bukaan di dinding. Hal ini disebabkan adanya vacuum effect di dalam rumah tanaman, yang menarik udara masuk ke dalam melalui bukaan yang lebih rendah. Hal ini dapat diantisipasi dengan menutup bukaan sebagian yaitu yang berada tepat di bawah atap.

Gambar 27. Pola aliran udara pada WS=0 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).

a

b

(56)

Pada saat WS=0.4 m/dt, udara di dalam rumah tanaman bergerak dengan kecepatan hingga 0.2 m/dt. Kecepatan udara di dalam rumah tanaman menurun karena melewati bukaan dinding yang ditutup kassa. Pola aliran udara dapat dilihat pada Gambar 28. Di bagian belakang rumah tanaman (X=15 m), terjadi putaran udara akibat pertemuan udara yang dibawa angin dari arah Utara (dinding kiri) dan udara yang masuk karena perbedaan suhu melalui dinding kanan.

Demikian pula untuk WS=1.8 m/dt, kecepatan udara di dalam rumah tanaman menurun yaitu hanya sebesar 0.075 m/dt pada posisi X= 9.375 m. Tetapi, kondisi di dalam rumah tanaman lebih baik dimana suhu udara seragam pada ketinggian 1 m dari lantai.

(57)

Gambar 28. Pola aliran udara pada WS=0.4 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).

a

(58)

Gambar 29. Pola aliran udara pada WS=1.8 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).

a

b

(59)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Distribusi suhu, pola aliran udara, dan RH di dalam rumah tanaman tipe

standard peak dapat disimulasikan menggunakan CFD. Suhu udara terdistribusi pada kisaran 22.44 oC hingga 34.24 oC, dan RH pada kisaran 62.85% hingga 97.78%. Kontur suhu dan RH menunjukkan adanya gradien suhu dan RH secara vertikal dan horizontal, tetapi besarnya tidak signifikan. Vektor aliran udara hasil simulasi menunjukkan bukaan di dinding berfungsi sebagai inlet dan bukaan di atap berfungsi sebagai outlet saat angin tidak bertiup maupun saat kecepatan angin rendah. Error yang terjadi untuk prekdiksi suhu udara mencapai 12.81%. Sementara untuk RH, pada Kasus 1, 2, dan 3 masing-masing terjadi error sebesar 12.37%, 19.56%, dan 19.11%. Hasil validasi menunjukkan simulasi CFD dapat memprediksi suhu, pola aliran udara dan RH dengan cukup baik.

2. Ventilasi alamiah berlangsung secara efektif pada rumah tanaman tipe

standard peak pada kecepatan angin kurang dari 2 m/dt. Saat angin tidak bertiup maupun saat kecepatan angin rendah pertukaran udara tetap terjadi karena adanya chimney effect. Aliran udara masuk melalui bukaan di dinding dan keluar melalui ventilasi atap sehingga tidak ada tabrakan aliran udara. Dengan demikian, bukaan ventilasi di dinding dan di atap rumah tanaman sangat berperan dalam menciptakan iklim mikro yang optimal bagi tanaman tanpa harus menambah biaya operasional.

Saran

1. Perlu pendefinisian sistem yang lebih baik agar error lebih kecil, diantaranya dengan cara pembuatan geometri yang detail mendekati kenyataan di lapang dan penggunaan persamaan daripada memasukkan konstanta untuk koefisien pindah panas yang diminta pada general setting.

2. Simulasi CFD perlu dilakukan pada saat kecepatan angin tinggi untuk mengetahui bagian ventilasi yang berperan sebagai inlet dan outlet.

(60)
(61)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W., N. Gunadi, T.K. Moekasan, Subhan. 2007. Identifikasi potensi dan kendala produksi paprika di rumah plastik. Jurnal Hortikultura 17: 88-100. Avissar, R., M. Ytshaq. 1982. Verification study of numerical greenhouse

microclimate model. Trans. ASAE: 1711- 1720.

Barzanas T., T. Boulard, C. Kittas. 2001. Numerical simulation of the airflow and temperature distribution in a tunnel greenhouse equipped with insect-proof screen in the openings. Computers and Electronics in Agriculture. Special Issue on Applications of CFD in the Agri-food Industry 34: 207-221.

Bot, G.P.A. 1983. Greenhouse Climate: from Physical Processes to a Dynamic Model [PhD Thesis]. Wageningen: Agricultural University of Wageningen. 240p.

Bot, G.P.A. 1993. Physical modelling of greenhouse climate. Di dalam: Hashimoto,Y., W. Day, H.-J Tantau, G.P.A. Bot. The computerized greenhouse: Automatic Control Application in Plant Production. Tokyo: Academic Press Inc. hlm 51-73.

Brockett, B.L., L.D. Albright. 1987. Natural ventilation in single airspan building.

Journal of Agricultural Engineering Research 37: 141-154.

Campen, J.B. 2005. Greenhouse design applying CFD for Indonesian conditions.

Acta Horticulturae 691: 419–424.

Cengel, Y.A. 2003. Heat Transfer. New York: McGraw-Hill.

Day, W., B.J. Bailey, 1999. Physical Principles of Microclimate Modification. Di dalam: G. Stanhill and H. ZviEnoch, Editors, Ecosystem of the World Vol. 20, Greenhouse Ecosystems. Amsterdam: Elsevier. hlm 71-99.

Fitz-Rodriguez, E., C. Kubota, G.A.Giacomelli, M.E.Tignor, S.B.Wilson, M.McMahon. 2010. Dynamic modeling and simulation of greenhouse environments under several scenarios: a web-based application. Computers and Electronics in Agriculture 70: 105-116.

Hanan J.J., W.D. Holley, K.L. Goldsberry. 1978. Greenhouse Management. New York: Springer-Verlag.

Harmanto, A. Prabowo, A. Nurhasanah. 2007. Prospek pengembangan low-cost adapted screenhouse untuk budidaya hortikultura di daerah tropis. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong.

Harmanto. 2006. Evaluation of Net Greenhouse for Tomato Production in the Tropics [Ph.D Thesis]. Hannover: Institute for Horticultural and Agricultural Engineering, University of Hannover. 146p.

(62)

Impron, I., S. Hemming, G.P.A. Bot. 2007. Simple greenhouse climate model as a design tool for greenhouses in tropical lowland. Biosytem Engineering 98: 79-89.

Kacira M., T.H. Short, R.R. Stowel. 1998. A CFD evaluation of naturally ventilated, multi-span, sawtooth greenhouses. Trans. ASAE 41: 833-836. Kamaruddin, R. 1999. A Naturally Ventilated Crop Protection Structure for

Tropical Conditions [Ph.D Thesis]. Cranfield: SAFE, Cranfield University. Katalog Solar Tuff. http://www.palram.com/htmls/product.aspx?c0=12684&bsp=13801

Lee, I., L. Okushima, A. Ikegushi, S. Sase, T.H. Short. 2000. Prediction of natural ventilation of multi-span greenhouses using CFD techniques and its verification with wind tunnel test, presented at the 93rd Annu. Int. Meeting of ASAE, Paper No. 005003, Milwaukee, Winsconsin. July 9-12, 2000. Lee, I., T.H. Short. 2000. Two-dimensional numerical simulation of natural

ventilation in a multi-span greenhouse. Trans. ASAE 43(3): 745-753.

Maksum, M. A. A. 2009. Prediksi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam

Greenhouse Tipe Standard Peak Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mistriotis, A., C. Arcidiacono , P. Picuno , G.P.A. Bot, G. Scarascia-.Mugnozza. 1997a. Computational analysis of ventilation in greenhouses at zero- and low-wind-speeds. Agricultural and Forest Meteorology 88: 121-135.

Mistriotis, A., P. Picuno, G.P.A. Bot, Scarascia-Mugnozza G. 1997b. Computational study of the natural ventilation driven by buoyancy forces. Proceedings of the 3rd international workshop on mathematical and control applications in agriculture and horticulture. Oxford: Pergamon Press. hlm 67-72.

Patankar, S. V. 1980. Numerical Heat Transfer and Fluid Flow. Hemishpere Publishing Corporation. New York: Mc-Graw Hill.

Pontikakos, C., K.P. Ferentinos, T . Tsiligiridis, A.B. Sideridis. 2006. Natural ventilation efficiency in a twin-span greenhouse using 3D computational fluid dynamics. Proceeding of the 3rd International Conference on Information and Communication Technologies in Agriculture (HAICTA), September 20-23, Volos, Greece.

Rault, P.A., 1988. Protected crops in humid tropical regions. How we avoid or reduce excessive temperatures? How could we select the cladding materials and the greenhouse design? International Symposium on High Technology in Protected Cultivation; Hamamatsu, Japan, 12-15 May 1988. Acta Horticulture 230: 565-572.

(63)

Richardson, R. 2007. AMARTA Assessment Greenhouse. Horticulture Prospect for Selected Greenhouse Production Areas in Indonesia. Trip Report May 15 – June 2, 2007 for the U.S. Agency for International Development (USAID). Development Alternatives, Inc.

http://www.amarta.net/amarta/EN/consultancy-reports.aspx?mn=G2&lang=EN [30 Desember 2009]

Sase, S., T. Takakura, M. Nara, 1984. Wind-tunnel testing on airllow and temperature distribution of a naturally ventilated greenhouse. Acta Hort. 148: 329-336.

Soegijanto. 1999. Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek Fisika Bangunan. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi Depdikbud. Suhardiyanto, H. 2002. Penerapan Teknologi Pengendalian Lingkungan dalam

Sistem hidroponik untuk Menunjang Peningkatan Ekspor Paprika. Laporan akhir Program Penerapan Iptek untuk Pengembangan UKM dalam Memacu Ekspor Nasional Non Migas. Bogor: LPM IPB.

Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah: Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. Bogor: IPB Press.

Suhardiyanto, H., Y. Chadirin, T. Nuryawati, Y. Romdhonah. 2007. Analisis sudut datang radiasi matahari untuk pengembangan model pindah panas pada rumah kaca di daerah tropika. Jurnal Teknik Pertanian 21(1): 57 – 66. Suhardiyanto, H., Y. Romdhonah. 2008. Determination of convective coefficient

at the outside cover of a monitor greenhouse in indonesia. Journal of applied sciences in environmental sanitation 3 (1): 37-46.

Takakura, T. 1989. Climate under Cover: Digital Dynamic Simulation in Biological and Agricultural Sciences. Tokyo: Lab. of Environ. Eng., Dept. of Agric. Eng, University of Tokyo.

Takakura, T., K.A. Jordan, L.L. Boyd. 1971. Dynamic simulation of plant growth and environment in the greenhouse. Trans. ASAE: 964 - 971.

Versteeg, H.K., W. Malalasekera. 1995. An Introduction to Computational Fluid Dynamics: The Finite Volume Method. New York: Longman Scientific and Technical.

(64)
(65)
(66)

Lampiran 1. Diagram alir proses perhitungan dalam CFD untuk mendapatkan solusi (Patankar, 1980; Versteeg dan Malalasekera, 1995)

(67)
(68)

Lampiran 3. Dimensi dan luas bukaan ventilasi pada rumah tanaman yang diteliti

Ventilasi

Dimensi

Luas (m2) Panjang

(m)

Lebar (m)

(69)

Lampiran 4. Data validasi RH hasil simulasi dan pengukuran

(70)

iii

YAYU ROMDHONAH. Simulation of Temperature and Humidity Distribution for Development of Greenhouse Design in the Humid Tropics. Supervised by HERRY SUHARDIYANTO, ERIZAL and SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Greenhouse design for the humid tropical regions is still a challenge. Microclimate analysis of a standard peak type greenhouse has been conducted using Computational Fluid Dynamics (CFD). The objectives of this research were to simulate temperature, humidity, and airflow distribution by using CFD, and to investigate the greenhouse natural ventilation performance on zero and low windspeed conditions. Climate data and greenhouse characteristics were used as inputs for the simulation. The CFD model predicted temperature, relative humidity, and airflow distributions inside the greenhouse. Visual representations of the three parameters distributions in the greenhouse were created by isothermal line. The simulation produced realistic approximations of the dynamic behavior of greenhouse environments. Results of this study showed the importance of roof vents and sidewalls openings for efficient thermally driven ventilation.

(71)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Greenhouse atau rumah tanaman saat ini telah menjadi kebutuhan di Indonesia seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi hidroponik dalam budidaya tanaman bernilai ekonomis tinggi. Letak rumah tanaman tersebut tersebar di beberapa area dataran tinggi Indonesia dan mengalami permasalahan yang hampir sama, yaitu tingginya kelembapan udara dan populasi hama yang mengganggu produktivitas tanaman (Richardson, 2007). Suhu udara yang tinggi yang menyebabkan tanaman stress di dalam rumah tanaman juga merupakan permasalahan yang umum dijumpai di Indonesia (Harmanto et al., 2007).

Hasil survei yang dilakukan Balai Penelitian Sayuran Departemen Pertanian (sekarang BBPP Lembang) di daerah sentra produksi paprika Lembang, Bandung, menyatakan bahwa kualitas konstruksi rumah tanaman menempati peringkat kepentingan nomor dua setelah hama penyakit dari sepuluh faktor kendala utama sistem produksi sayuran di rumah tanaman (Adiyoga et al., 2007). Oleh karena itu, desain struktur rumah tanaman untuk daerah tropika basah perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang panas dan lembap.

Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika (Gambar 1). Menurut Richardson (2007) tipe rumah tanaman yang terbaik untuk daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi biaya pembangunannya mahal. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006) mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi silindris atau quonset. Sementara itu, Suhardiyanto (2002) mengembangkan tipe

standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable) untuk kondisi iklim Indonesia.

(72)

Gambar 1. Beberapa tipe rumah tanaman di daerah tropika basah: sere atau

adapted sawtooth (a), adapted tunnel (b), dan standard peak (c). Dalam prakteknya, bukaan ventilasi tersebut ditutup dengan kassa (screen) untuk menghindari masuknya serangga ke dalam rumah tanaman. Sebagai konsekuensi, pertukaran udara menjadi berkurang dan berpengaruh terhadap iklim mikro di dalam rumah tanaman, terutama pada suhu udara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pemeriksaan iklim mikro perlu dilakukan terhadap existing rumah tanaman di Indonesia pada tipe standard peak

yang telah diusulkan. a

b

Gambar

Gambar 8. Portable paperless recorder untuk menampilkan suhu yang terukur  oleh termokopel
Tabel 1. Input kondisi awal dan kondisi batas
Gambar 9. Geometri rumah tanaman dan daerah perhitungan model simulasi.
Gambar 11.  Pengaturan fluida yang dianalisis dan tipe aliran pada Kasus 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien, gejala klinis, hasil pemeriksaaan sputum BTA, gambaran foto thoraks, dan hasil laboratorium pasien

Hasil pengamatan sampel sebelum penelitian menunjukkan bahwa bibit medang yang digunakan telah terinfeksi mikoriza sebesar 23.33% begitu juga dengan cemara gunung telah

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya pemecahan masalah anemia melalui intervensi diklat gizi yang dibangun dalam suatu model diklat gizi berbasis masyarakat

Tingginya aktivitas antioksidan ekstrak tersebut disebabkan oleh kandungan metabolit sekunder utama yang terdapat pada beras merah yaitu proantosianidin yang

3. Melakukan komunikasi tentang kehadiran siswa. Memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan materi ajar yang akan dipelajari. Guru

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa (1) arus kas bebas dan pertumbuhan perusahaan secara bersama- sama

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya Tugas Akhir dengan judul ” Rekayasa Pembelajaran Pembentukan DNA

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peratuan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 18 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan (Lembaran