• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang

Saat ini proses pembelajaran yang masih sering digunakan oleh guru adalah pembelajaran dengan metode ceramah, namun hal ini sudah tidak efektif lagi digunakan oleh guru karena dalam proses pembelajaran dengan metode ceramah siswa cenderung pasif hanya duduk diam tanpa banyak terlibat dalam proses pembelajaran.

Dengan menggunakan metode ceramah memang waktunya akan lebih efisien dan hemat biaya, namun ‘...seringkali metode ceramah itu mendapat kritik dengan alasan-alasan: metode ini hanya melibatkan para pesertanya secara minimal sekali, metode ini membosankan para peserta...’ (Pasaribu dan Simandjutak, 1983:19). Selain itu jika digunakan terus menerus akan membuat anak didik tidak semangat dalam mendengarkan penjelasan dari guru. Dengan kondisi siswa yang bosan dan tidak semangat seperti itu tentu akan mempengaruhi kinerja otak dalam menerima materi yang diajarkan oleh guru sehingga hasil belajar yang ingin dicapai menjadi tidak maksimal.

Dalam penggunaan metode ceramah, materi pelajaran dijejalkan kepada siswa dengan kurang memperhatikan kondisi siswa dan guru dianggap sebagai center akibatnya siswa menggantungkan seluruh materi pelajaran kepada guru dan interaksi hanya terjadi antara guru dengan siswa. Hal ini tentu kuranglah maksimal mengingat dalam kegiatan

pembelajaran menuntut interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi guru dengan siswa, dan interaksi antara siswa dengan sumber belajar.

Penggunaan metode ceramah menyebabkan kurangnya keterampilan untuk bekerjasama sehingga siswa kurang cakap dalam menjalin kerjasama dengan teman, kurang bisa menghormati perbedaan individu, kurang bisa mengatur dan mengorganisir, padahal keterampilan ini sangat dibutuhkan siswa mengingat tujuan pembelajaran bukan hanya dari segi kognitif dan psikomotorik namun juga dari segi afektif. Keterampilan tersebut juga sangat penting dimiliki oleh siswa untuk terjun langsung ke dalam masyarakat, banyak pekerjaan yang dilakukan dalam bentuk tim atau organisasi yang saling bergantung antara satu sama lain. Apalagi dalam belajar Akuntansi, belajar siswa tidak bisa belajar dengan baik jika hanya mendengarkan informasi dari guru dan hanya menghafal saja, tetapi dalam belajar Akuntansi membutuhkan pemahaman-pemahaman dan keterampilan dari siswa itu sendiri.

Sebenarnya belajar ilmu Akuntansi merupakan sesuatu yang menarik dan menyenangkan, namun bagi sebagian siswa, pelajaran ini menjadi pelajaran yang sulit, pelajaran yang mungkin kurang menarik dan membosankan. Mereka merasa kesulitan dalam memahami dan mengerti Akuntansi. Hal tersebut terlihat dari sedikitnya siswa yang mampu mencapai skor kriteria ketuntasan minimal. Proses pembelajaran yang kurang memadai tentu akan menghambat pemahaman anak didik. Oleh karena itu guru harus pintar menyusun dan melaksanakan proses

pembelajaran yang bisa membuat anak didik tertarik dan menguasai materi yang dipelajari.

Untuk mengatasi kondisi kelas yang kurang memberikan keterampilan sosial dan kurang maksimalnya pencapaian hasil belajar maka guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam pengajarannya. Model pembelajaran ini dipilih oleh peneliti karena pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa, dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain.

diakses pada tanggal 9 September 2011). Selain itu, menurut Slavin dalam Rusman, (2011: 213) model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknik dan banyak subjek lainnya dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya mempelajari materi pelajaran tetapi mereka juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan sosial guna memperlancar hubungan kerja dan tugas. Hubungan kerja dapat dibangun dengan jalan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok, sedang tugas dilakukan dengan jalan membaginya tugas kepada setiap anggota kelompok. Model pembelajaran

kooperatif ini dikembangkan untuk mencapai sekurang-kurangnya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7).

Menyadari kekurangan-kekurangan tersebut, peneliti mencoba melakukan upaya perbaikan pembelajaran melalui penelitian dengan topik “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) GUNA

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI”

B. Rumusan Masalah

Didasarkan pada uraian di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada peningkatan keterampilan sosial siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

2. Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

C. Batasan Masalah

Dengan adanya keterbatasan peneliti seperti biaya, waktu, tenaga dan kemampuan dalam mengungkapkan suatu permasalahan maka peneliti membatasi penelitian pada pembelajaran Akuntansi dengan pokok bahasan jurnal penyesuaian perusahaan jasa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang dikemukan di atas maka dapat dirumuskan tujuan penelitian yang akan dicapai sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan keterampilan sosial siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya, ataupun mungkin bisa digunakan sebagai gambaran bagi pihak-pihak yang terkait dan bekerjasama dengan universitas untuk mengadakan pelatihan penelitian tindakan kelas dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia.

2. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mempunyai kesempatan untuk berlatih menganalisis suatu masalah yang terjadi dalam suatu kelas dan menerapkan model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar siswa.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memacu kreativitas peneliti lain untuk mengembangkan penelitian tindakan kelas dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam peningkatan keterampilan sosial dan hasil belajar.

4. Bagi Guru

Dengan adanya penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk para guru agar kreatif dalam menerapkan model-model pembelajaran di kelas sehingga diharapkan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas tidak monoton dan tidak menimbulkan kebosanan.

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Tindakan Kelas

1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar sekelompok peserta didik.

Suharsimi, dkk (2008:2-3) menjelaskan PTK dengan memisahkan kata-kata yang tergabung di dalamnya, yakni : penelitian, tindakan, kelas, dengan paparan sebagai berikut :

a. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

b. Tindakan adalah sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.

c. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama pula. Sedangkan menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama (2009:9):

PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan berpartisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

2. Prinsip Dasar PTK

PTK mempunyai beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru di sekolah. Prinsip tersebut di antaranya (Wijaya Kusumah, 2009:17):

a. Tidak mengganggu pekerjaan utama guru yaitu mengajar.

b. Metode pengumpulan data tidak menuntut metode yang berlebihan sehingga mengganggu proses pembelajaran.

c. Metodologi yang digunakan harus cukup reliable sehingga hipotesis yang dirumuskan ikut meyakinkan.

d. Masalah yang diteliti adalah masalah pembelajaran di kelas yang cukup merisaukan guru dan guru memiliki komitmen untuk mencari solusinya.

e. Guru harus konsisten terhadap etika pekerjaannya dan mengindahkan tata krama organisasi. Masalah yang diteliti sebaiknya diketahui oleh pimpinan sekolah dan guru sejawat sehingga hasilnya cepat tersosialisasi.

f. Masalah tidak hanya berfokus pada konteks kelas, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan (perlu kerja sama antara guru dan dosen).

3. Tahapan Pelaksanaan PTK

Dalam praktiknya, PTK adalah tindakan yang bermakna melalui prosedur penelitian yang mencakup empat tahapan yaitu (Wijaya Kusumah, 2009:25):

a. Perencanaan ( Planning)

Perencanaan yang matang perlu dilakukan setelah kita mengetahui masalah dalam pembelajaran kita. Kegiatan perencanaan mencakup: identifikasi masalah, analisis penyebab adanya masalah, dan pengembangan untuk tindakan atau aksi sebagai pemecahan masalah.

b. Tindakan (Acting)

Perencanaan harus diwujudkan dengan adanya tindakan atau acting dari guru berupa solusi tindakan sebelumnya.

c. Pengamatan (Observing)

Selanjutnya diadakan pengamatan atau observing yang diteliti terhadap proses pelaksanaannya.

d. Refleksi (Reflecting)

Setelah diamati, barulah guru dapat melakukan refleksi atau reflecting dan dapat menyimpulkan apa yang telah terjadi dalam kelasnya.

4. Tujuan PTK

Tujuan PTK menurut Mulyasa dalam buku praktik penelitian tindakan kelas (2009:89), adalah sebagai berikut:

a. Memperbaiki dan meningkatkan kondisi-kondisi belajar serta kualitas pembelajaran.

b. Meningkatkan layananan profesional dalam konteks pembelajaran, khususnya layanan kepada peserta didik sehingga tercipta layanan prima.

c. Memberikan kesempatan kepada guru berimprovisasi dalam melakukan tindakan pembelajaran yang direncanakan secara tepat waktu dan sasarannya.

d. Memberikan kesempatan kepada guru mengadakan pengkajian secara bertahap terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukannya sehingga tercipta perbaikan yang berkesinambungan.

e. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka, dan jujur dalam pembelajaran.

5. Manfaat PTK

Manfaat PTK (Mulyasa, 2009:90) sebagai berikut :

a. Mengembangkan dan melakukan inovasi pembelajaran sehingga pembelajaran yang dilakukan senantiasa tampak baru di kalangan peserta didik.

b. Merupakan upaya pengembangan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan karakteristik pembelajaran, serta situasi dan kondisi kelas.

c. Meningkatkan profesionalisme guru melalui upaya penelitian yang dilakukannya, sehingga pemahaman guru senantiasa meningkat, baik berkaitan dengan metode maupun isi pembelajaran.

B. Pengertian Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau anggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Hilgar dalam Pasaribu dan Simandjutak, (1983:59) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan obat-obatan”.

Anthony Robbins dalam Trianto, (2009: 15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.

Slavin dalam Trianto, (2009:16) mengemukakan : Learning is usually defined as a change in an individual caused by experience. Changes caused by development (such as growing taller) are not instances of learning. Neither are characteristics of individual that are present at birth (such as reflexes and respons to hunger or pain). However, humans do so much learning from the day of their birth (and some say earlier) that learning and development are inseparably linked.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang bersifat positif dan relatif menetap dalam diri seseorang, hal tersebut diperoleh dari proses latihan atau pengalaman orang tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, misalnya bertambahnya pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan perubahan sikap.

C. Model Pembelajaran Kooperatif

Ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi, (Slavin dalam Trianto, (2009: 57).

Menurut Johnson & Johnson dan Sutton dalam Trianto, (2009: 60), terdapat unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu :

1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa 2. Interaksi siswa yang semakin meningkat

3. Tanggung jawab individual

4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil 5. Proses kelompok.

Selain mengandung lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin dalam Trianto, (2009: 61), adalah sebagai berikut :

mencapai kriteria yang ditentukan

2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok

3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri.

Menurut Arends dalam Trianto, (2009: 65), pelajaran yang menggunakan pembelajaraan kooperatif memiliki ciri sebagai berikut :

1. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah

3. Bila memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut meliputi (Ibrahim, dkk. dalam Trianto, (2009: 66)) :

Tabel 2.1

Langkah-langkah Model pembelajaran Kooperatif Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Terdapat beberapa variasi dari model pembelajaran Kooperatif, setidaknya terdapat enam pendekatan yang merupakan bagian strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif, yaitu : STAD, JIGSAW, Invetigasi kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), dan pendekatan stuktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).

Berikut tabel yang mengikhtisarkan dan membandingkan empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif (Ibrahim, dkk. dalam Trianto (2009: 67)) :

Tabel 2.2

Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif Keterangan STAD Jigsaw Investigasi

kelompok Pendekatan Struktural Tujuan Kogitif Informasi akademik sederhana Informasi akademik sederhana Informasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri Informasi akademik sederhana Tujuan Sosial Kerja kelompok dan kerjasama Kerja kelompok dan kerjasama Kerjasama dalam kelompok kompleks Keterampilan kelompok dan keterampilan sosial Struktur Tim Kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang anggota Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 anggota menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli Kelompok bealajar heterogen dengan 5-6 anggota homogeny Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang anggota Pemilihan Topik Biasanya Guru

Biasaya Guru Biasanya Siswa Biasanya Guru Tugas Utama Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya Siswa mempelajari materi dalam kelompok ahli kemudian membantu anggota kelompok asal mempelajari materi itu Siswa meyelesaikan inkuiri kompleks Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif

Penilaian Tes mingguan Bervariasi

dapat berupa tes mingguan Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat Bervariasi

mengunakan tes esai Pengakuan Lembar pengetahuan dan publikasi lain

Publikasi lain Lembar

pengakuan dan publikasi lain

Bervariasi

D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaraan kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan anggota kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok (Trianto, 2009 : 68).

Slavin dalam Trianto, (2009: 68) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka. Setiap anggota tim harus memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.

Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan tersebut antara lain (Trianto, 2009 : 69) :

1. Perangkat Pembelajaran

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu diperhatikan perangkat pembelajarannya yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya.

2. Membentuk Kelompok Kooperatif

Dalam menentukan anggota kelompok diusahakan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok yang lain relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu :

a. Siswa dalam kelas terlebih dahulu diranking sesuai kepandaian dalam mata pelajaran. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemamapuan sains fisikanya dan digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok

b. Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas, kelompok menengah, dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas, dan kelompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu terdiri

atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah.

3. Menentukan Skor Awal

Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya.

4. Pengaturan Tempat Duduk

Tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.

5. Kerja Kelompok

Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu dilakukan latihan kerja sama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri enam langkah atau fase. Fase-fase pembelajaran ini disajikan dalam tabel berikut (Ibrahim, dkk. dalam Trianto, (2009: 71)):

Tabel 2.3

Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan

Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada

dan memotivasi siswa pelajaran tersebut dan memotivasi siswa. Fase 2 Menyajikan dan menyampaikan informasi

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5 Evaluasi

Mengevalusi hasi belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6 Memberikan penghargaan

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut (Trianto, 2009: 71) : a. Menghitung skor indvidu

b. Menghitung skor kelompok

c. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok

Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan predikatnya.

E. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial yang dimaksudkan di sini adalah keterampilan-keterampilan khusus yang disebut dengan keterampilan-keterampilan kooperatif.

Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja, dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan jalan membagi tugas kepada setiap anggota kelompok selama kegiatan. (Rusman, 2011: 210)

Ada tiga bentuk keterampilan kooperatif sebagaimana diungkapkan oleh Lungdgren dalam Rusman, (2011: 210), yaitu :

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal : 1) Menggunakan kesepakatan 2) Menghargai kontribusi

3) Mengambil giliran dan berbagai tugas 4) Berada dalam kelompok

5) Berada dalam tugas 6) Mendorong partisipasi

7) Mengundang orang lain untuk berbicara 8) Menyelesaikan tugas pada waktunya 9) Menghormati perbedaan individu

b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi : 1) Menunjukkan penghargaan dan simpati

2) Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima

3) Mendengarkan dengan aktif 4) Bertanya

5) Membuat ringkasan 6) Menafsirkan

7) Mengatur dan mengorganisir 8) Menerima tanggung jawab 9) Mengurangi ketegangan

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir : 1) Mengelaborasi

2) Memeriksa dengan cermat 3) Menanyakan kebenaran 4) Menetapkan tujuan 5) Berkompromi

F. Hasil Belajar

Menurut Betha Nurina (2004), hasil prestasi belajar merupakan gambaran dari penguasaan kemampuan peserta didik sebagaimana ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu. Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru (sebagai pengajar) maupun peserta didik atau siswa (sebagai pelajar) bertujuan untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya.

Hasil belajar harus meliputi tiga bidang yaitu bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), serta bidang psikomotorik (kemampuan keterampilan bertindak/ berperilaku). Ketiganya tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu

kesatuan yang tak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hierarki. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil siswa di sekolah. Oleh karena itu, ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai hasil belajar siswa dari proses pengajaran (Nana Sudjana, 1989 :49).

Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya yakni suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Hasil belajar digunakan

Dokumen terkait