• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dipaparkan latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang

Gejala kenakalan remaja (juvenile delinquency) terutama dikota-kota besar di Indonesia semakin menjadi masalah yang diresahkan oleh masyarakat. Berbagai seminar, simposium, diskusi, dan lain-lain pembicaraan telah diadakan berkali-kali oleh berbagai pihak seperti para pendidik, badan-badan sosial, polisi, perguruan tinggi, para anggota Parlemen, Dewan Pertimbangan Agung dan lain sebagainya untuk menentukan cara-cara menanggulangi masalah kenakalan remaja. berbagai kesimpulan, diagnose dan terapi telah diajukan, namun kekhawatiran masyarakat tidak berkurang (Soekanto, 1991).

Masalah kenakalan remaja semakin rumit dengan masuknya unsur-unsur kebudayaan yang negatif dari negara-negara lain sebagai akibat dari komunikasi yang mengalami kemajuan yang pesat sebagai hasil perkembangan teknologi. Melalui jalan tersebut terjadilah pertemuan dari berbagai unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan asli, sehingga khususnya para remaja mengenal tata cara hidup masyarakat lain dari luar Indonesia, dan mulailah mereka menirunya. Sayang sekali kebanyakan tata cara kehidupan yang ditiru itu adalah tata cara kehidupan yang mengakibatkan pengaruh yang negatif pada remaja (Soekanto, 1991).

Sebenarnya ciri-ciri khas remaja itu mudah dipengaruhi, baik ke arah yang konstruktif maupun yang destruktif. Konstruktif, bila para pendidik mau memberikan perhatian, bimbingan dan pengarahan yang tepat. Destruktif, kalau remaja dilepas bebas tanpa pengendalian dan pengawasan. Dengan akibat terjadinya kenakalan remaja, baik yang dilakukan sendiri maupun berkelompok (Pohan, 1986).

Menurut Pohan (1986), Kenakalan-kenakalan remaja sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat dan diancam pidana. Seprti bolos sekolah, lari dari rumah, sering berkelahi, membuat keributan, kebut-kebutan, melihat gambar dan film porno, ketempat pelacuran, mencuri, menodong, merampok, memperkosa dan membunuh.

Masgudin (2004) menyatakan bahwa dari 1.110 remaja di Jawa Barat (Bandung dan Cianjur) remaja yang pernah mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi sebanyak 33%, pengalaman membolos sebanyak 85,6% , menyontek 80%, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua sebanyak 96,7%, corat-coret dinding 49,9%, pemerasan dan pencurian 7,2% dan perusakan gudang 5,7%.

Disamping itu, hampir setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan di media massa, dimana sering terjadi di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995

terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Adjie, 2010).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Polres Jakarta selatan bahwa tahun lalu jumlah kenakalan remaja ini mencapai 23 kasus. Tawuran terakhir terjadi pada akhir pada bulan februari tahun 2011 antara siswa SMA Triguna dan SMA 74 Ciputat di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Media Indonesia, 04 april 2011).

Selain beberapa data jumlah kasus perkelahian pelajar terdapat juga hasil penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di Palu, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen (Sugiarto, 2010). Selain bentuk-bentuk kenakalan remaja di atas, Pohan (1986) menyatakan bahwa kenakalan remaja cenderung semakin mengkhawatirkan. Sebab dilakukan pula dengan mengunakan senjata tajam dan senjata api, memakai kendaraan bermotor, serta terlibat dalam minuman keras, narkotika dan obat berbahaya lainnya. Bahkan, saat ini kenakalan remaja dengan menggunakan narkotika sudah menjadi masalah nasional, membahayakan bangsa dan negara.

Berdasarkan data dari United Nation on Drugs and Crime (UNODC) pada periode 2005/2006 sekitar 5% penduduk dunia (200 juta orang) yang berusia

15-64 tahun menggunakan obat terlarang setiap tahunnya (Budianti, 2008).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BBN) dan Universitas Indonesia (UI) tahun 2007, menunjukkan ada 10 kota yang presentase penyalahgunaan narkoba menempati rangking tertinggi: Palu (8,4%), Medan (6,4%), Surabaya (6,3%), Maluku Utara (5,9%), Padang (5,5%), Bandung (5,1%), Kendari (5%), Banjarmasin (4,3%), Yogyakarta (4,1%) dan Pontianak (4,3%), belum lagi Jakarta yang tidak dimasukkan dalam Survey ini (Al-Mighwar, 2006).

Berdasarkan survei penyalahgunaan Napza yang telah dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional, dilaporkan jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia pada tahap coba pakai diperkirakan 807 ribu-938 ribu orang yang sebagian besar adalah laki-laki (85%). Kebanyakan berasal dari kelompok pelajar (90%), terutama laki-laki. Provinsi yang memiliki kasus terbesar berada di Jawa Timur (15%), Jawa Tengah (15%), Jawa Barat (14%), dan Jakarta (10%). Sedangkan jumlah penyalahgunaan dalam tahap teratur pakai sekitar 829 ribu – 959 ribu orang yang sebagian besar didominasi oleh laki-laki (89%). Penyalahguna teratur pakai kebanyakan berada pada kelompok bukan pelajar (60%). Penyalahguna teratur pakai paling banyak berada di Jawa Barat (23%), Jawa Timur (18%), dan Jawa Tengah (14%). Di Sulawesi Selatan, jumlah penyalahguna Napza kategori coba pakai diperkirakan meningkat sebesar 7,8% dari 38.267 orang pada tahun 2010 menjadi 41.259 orang pada tahun 2011. Sedangkan pada kategori teratur pakai diperkirakan meningkat sebesar 6,3% dari 23.444 orang di tahun 2010 menjadi 24.935 orang di tahun 2011 ini (Sudarianto, 2011).

Kenakalan yang dilakukan oleh remaja di atas merupakan refleksi dari adanya ketidakseimbangan yang terdapat dalam diri seseorang dalam keluarga serta dalam masyarakat. Umumnya bersumber dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup dan kehidupan seseorang di dalam keluarganya (Pohan, 1896). Menurut Zakiah Daradjat (2005), masa remaja merupakan masa yang pergejolakannya bermacam-macam perasaan, dan terkadang satu sama lain bertentangan, sehingga remaja menjadi sulit menghadapi gejolak emosi yang saling bertentangan dan ketidakserasian yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

Santrock (2003), mengatakan faktor keluarga sangat menentukan munculnya kenakalan remaja. Pemicu kenakalan remaja seringkali berasal dari keluarga, seperti orang tua. Orang tua jarang mengawasi anak-anak remajanya, memberikan sedikit dukungan di setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan remaja dan penerapan pola disiplin secara tidak efektif. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi Yunita Dewi (2009), menyatakan bahwa ada hubungan antara kelekatan dengan orang tua dan identitas diri dengan kenakalan remaja. Berdasarkan penelitian di atas bahwa orang tua berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Oleh karena itu, orang tua perlu memberikan dukungan terhadap remaja agar terhindar dari kenakalan remaja. Dukungan orang tua tersebut meliputi dukungan emosional yaitu berupa empati, perhatian, kasih sayang dan kepedulian. Dukungan emosional ini sangat diperlukan oleh siapapun termasuk remaja karena pada masa labil remaja membutuhkan kasih sayang, empati, perhatian, dan kepedulian dari keluarganya terutama kedua orang tua.

Kedua, yaitu Dukungan penghargaan yaitu berupa penghargaan positif terhadap individu serta dukungan atau persetujuan tentang ide-ide atau perasaan dari individu tersebut dan perbandingan positif dari individu dengan orang lain yang keadaannya lebih baik atau lebih buruk. Ketiga, Dukungan instrumental yaitu berupa bantuan material atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis. Keempat, dukungan informasi yaitu berupa pemberian nasehat/saran, penghargaan, bimbingan/pemberian umpan balik, mengenai apa yang dilakukan individu, guna untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Kelima, dukungan jaringan sosial yaitu berupa rasa kebersamaan dalam kelompok serta berbagi dalam hal minat dan aktivitas sosial.

Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja adalah pengendalian diri (self-control). Remaja yang memiliki pengendalian diri (self-control) yang rendah akan mudah memicu kenakalan remaja. Pengendalian diri (Self-control) merupakan kemampuan mengendalikan tingkah laku, perasaan, emosi, keputusan, dan tindakan yang muncul karena adanya kemauan sehingga dapat membawa ke arah yang positif (Santrock, 2003).

Pada sebuah penelitian yang dilakukan Feldman & Weinberger (1994), pengendalian diri (self-control) memainkan peran penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orang tua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak, dan tidak asertif) berhubungan dengan dicapainya keterampilan pengaturan diri pada anak. Selanjutnya, dengan memiliki keterampilan ini sebagai atribut internal akan berhubungan dengan menurunnya tingkat kenakalan di masa remaja (Santrock, 2003).

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan dalam mengembangkan pengendalian diri (self-control) yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal mengembangkan pengendalian diri (self-control) yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Remaja akan melakukan tindakan antisosial memerlukan pemikiran kritis terhadap dirinya sendiri agar bisa menghambat kecenderungan dalam melanggar hukum. Oleh sebab itu, remaja yang memiliki orang tua, guru, dan teman sebaya yang memiliki standar kritis terhadap diri sendiri biasanya mengembangkan pengendalian diri (self-control) yang diperlukan untuk menahan diri dari tindakan melanggar hukum dan anti sosial (Santrock, 2003).

Pengendalian diri (self-control) sangat penting bagi setiap individu terutama bagi remaja karena remaja masih memiliki emosi yang labil. Maka dengan adanya self-control, remaja mampu mengendalikan tingkah lakunya, kognitifnya serta dalam mengambil keputusan terutama terhadap hal-hal yang berhubungan dengan tindakan melanggar hukum dan anti sosial.

Penelitian Nurmi, et al (1992) (dalam Melly Latifah, 1997), menyimpulkan bahwa keyakinan akan kemampuan diri untuk melakukan kontrol ternyata memegang peranan penting dalam mengarahkan perkembangan seseorang dalam sepanjang rentang kehidupannya. Oleh karena itu, keyakinan dan kemampuan seorang remaja dalam mengendalikan dirinya akan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain dalam sepanjang hidupnya.

Penelitian Haditono (dalam Monks, 2002), menyatakan bahwa motif dalam melakukan kenakalan adalah emosi yang tidak terkontrol, dan mencari pelarian

karena keadaan rumah yang tidak menyenangkan dan kurang kasih sayang.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada guru SMK Bina Potensi di dapat hasil bahwa kasus siswa membolos 6-10 orang dalam seminggu, perkelahian 2-3 kasus dalam seminggu. Kemudian hasil wawancara pada seorang siswa SMK Bina Potensi berinisial A menyatakan bahwa pernah membolos 3 kali dalam seminggu, meminum minuman keras di lingkungan sekolah 1-3 kali dalam sebulan dan menggunakan obat terlarang dilingkungan sekolah 2-3 kali dalam sebulan. Hal ini dia lakukan karena A kurang mampu mengendalikan dirinya (self-control) dari rasa kecewa terhadap ayahnya dan kurangnya dukungan yang dia dapatkan dari kedua orang tuanya. A merasa kecewa karena ayahnya meninggalkan ibunya sejak A lahir. Ibunya kurang mampu memberikan dukungan kepada A karena ibunya memiliki kekurangan fisik (cacat) dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Hal ini sejalan dengan pendapat Graham (dalam Hadimuhain, 2011) menyatakan bahwa faktor penyebab kenakalan remaja salah satunya adalah faktor lingkungan berupa orang tua yang bercerai, orang tua yang cacat dan kesulitan keuangan.

Dari hasil penelitian penelitian dan fenomena yang disebutkan di atas bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi kenakalan remaja serta kota Palu juga memiliki jumlah kenakalan remaja yang tinggi. Maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh dukungan orang tua dan self-control

terhadap kecenderungan kenakalan remaja SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah”.

1.2. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1.2.1.

Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya dan lebih terarahnya penelitian mengenai hubungan Dukungan Orang Tua dan Self-control dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja, perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun variabel-variabel yang berkaitan dengan judul penelitian ini diberi batasan sebagai berikut :

a. Dukungan orang tua merupakan pemberian perhatian, dorongan, kasih sayang, barang, informasi dan jasa dari orang tua sehingga penerima dukungan merasa disayangi dan dihargai. Dukungan orang tua tersebut meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informasi (Sarafino, 1994).

b. Self-control adalah kemampuan mengendalikan tingkah laku, perasaan, emosi, keputusan, dan tindakan yang muncul karena adanya kemauan sehingga dapat membawa ke arah yang positif. Self-control tersebut meliputi kemampuan mengontrol tingkah laku, kemampuan mengontrol kognisi dan kemampuan mengontrol keputusan (Averill, 1973).

c. Kecenderungan Kenakalan Remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan baik hukum maupun nilai-nilai norma yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 18 tahun. Kecenderungan kenakalan remaja tersebut meliputi kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, kenakalan yang meninbulkan

korban materi, kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain dan kenakalan yang melawan status (Jensen dalam Sarwono, 2002). d. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK Bina Potensi Palu

Sulawesi Tengah.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan orang tua dan self-control terhadap kecenderungan kenakalan remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan emosional terhadap kecenderungan kenakalan remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan penghargaan terhadap kecenderungan kenakalan remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan instrumental terhadap kecenderungan kenakalan remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara dukungan informasi terhadap kecenderungan kenakalan remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah?

terhadap kecenderungan kenakalan remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan kemampuan mengontrol kognisi terhadap kecenderungan kenakalan remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan kemampuan mengontrol keputusan terhadap kecenderungan kenakalan remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah?

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dukungan orang tua dan self-control dengan kecenderungan kenakalan remaja. Dan ingin mengetahui pengaruh dari aspek-aspek dukungan orang tua (aspek dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informasi) dan self-control (aspek kemampuan mengontrol tingkah laku, aspek kemampuan mengontrol kognisi dan aspek kemampuan mengontrol keputusan) terhadap kecenderungan kenakalan remaja.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1.3.2.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan teori-teori Psikologi baik pendidikan, perkembangan maupun sosial terutama yang berkaitan dengan pengaruh dukungan orang tua dan

self-control terhadap kecenderungan kenakalan remaja.

1.3.2.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para orang tua, guru dan remaja itu sendiri untuk lebih memperhatikan pentingnya dukungan orang tua dan self-control dalam kaitannya dengan kecenderungan kenakalan remaja.

1.4. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, akan digunakan kaidah APA style, yaitu kaidah penelitian berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh APA (American Psychological Association). Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini terdiri dari lima bab, meliputi

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Perumusan masalah dan pembatasan masalah, serta sistematika penulisan.

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Berisi Landasan teori tentang kecenderungan kenakalan remaja, dukungan orang tua, self-control, remaja, kerangka berpikir dan hipotesis.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Berisi tentang metodelogi penelitian yang meliputi Metode penelitian, metode pengumpulan data, karakteristik subjek penelitian, prosedur penelitian, populasi dan sample, metode pengolahan dan analisis data.

BAB 4 : PRESENTASI DAN ANALISA DATA

Berisi tentanang analisis data yang meliputi gambaran umum responden berdasarkan penelitian pada remaja di SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah yang merupakan keseluruhan responden berdasarkan masing-masing anak.

BAB 5 : PENUTUP

Dokumen terkait