• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang

Indonesia telah memasuki Era Otonomi Daerah dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 menjelaskan bahwa otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah telah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dan keuangan antara pusat dan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati yaitu tentang pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Seperti diketahui, anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintahan daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun).

Setiap kebijakan publik akan mudah dikomunikasikan dan interaksi antar tingkatan pemerintahan dan antara pemerintah dengan masyarakat akan sangat mudah dilakukan. Perkembangan ICT (Information and Communication Technology) terjadi begitu pesatnya sehingga proses penyampaian data dan

2 informasi keseluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia dapat dilakukan dengan cepat. Selain itu, era globalisasi yang terus bergulir saat ini menuntut pemerintah untuk dapat meningkatkan kemampuan dibidang teknologi informasi dan komunikasi sehingga mampu bersaing dengan negara lain. Respon terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini harus segera diberikan mengingat kualitas kehidupan manusia yang semakin meningkat.

Untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia sebagai sumber daya dalam menyelenggarakan suatu peningkatan di daerah perlu didukung dengan sistem pengelolaan keuangan yang cepat, tepat, dan akurat. Pembaharuan peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan ditindaklanjuti dengan adanya petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dengan disahkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan pada akhir tahun 2007 juga telah mengeluarkan Peraturan pada Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Sistem ini berbasis pada jaringan komputer, yang mampu

3 menghubungkan dan mampu menangani konsolidasi data antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), sehingga data di Pemerintah Daerah dapat terintegrasi dengan baik. Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi sehingga memudahkan pelaporan dan pengendalian, serta mempermudah mendapatkan informasi.

Salah satu prasyarat untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat.

Menurut radar Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI) News bahwa Provinsi Banten merupakan daerah otonom yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Sebelum menjadi provinsi, Banten juga merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat.

Pada tanggal 18 Juli 1999 diadakan deklarasi rakyat Banten dialun-alun Serang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Provinsi Banten menyusun pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi dan Komite Pembentukan Provinsi Banten, Jumlah penduduk provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 1.1

4 Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Banten

Kabupaten atau Kota 2010 2011 2012 2013

Kabupaten Pandeglang 1.149.610 1.172.179 1.181.430 1.183.006 Kanupaten Lebak 1.204.095 1.228.884 1.239.660 1.247.906 Kabupaten Tangerang 2.834.376 2.960.474 3.050.929 3.157.780 Kabupaten Serang 1.402.818 1.434.137 1.448.964 1.450.894 Kota Tangerang 1.798.601 1.869.791 1.918.556 1.952.396 Kota Cilegon 374.559 385.720 392.341 398.304 Kota Serang 557.785 598.407 611.897 618.802 Kota Tangerang Selatan 1.290.322 1.355.926 1.405.170 1.443.403 Banten 10.632.166 11.005.518 11.248.947 11.452.491 Sumber: BPS Banten 2013

Fenomena isu yang akan diteliti yaitu kabupaten dan kota di Provinsi Banten yaitu mengenai opini laporan keuangan di 4 pemda yang memiliki opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada Tahun 2012 dan 2013.

Berdasarkan data yang diperoleh Teguh Mahardika pada Senin, 27 Mei 2013 − 17:22 WIB melalui Sindonews.com menyatakan bahwa di Provinsi Banten 4 Daerah yang belum mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pengelolaan keuangan di empat kabupaten/kota, yang ada di Provinsi Banten, Kabupaten Lebak, Pendeglang, Serang, Kota Tangerang, Cilegon, dan Serang masih menunjukan kelemahan. Dari Laporan hasil pemeriksaan keuangan pada tahun 2012 lalu, hanya dua daerah yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kepala BPK Perwakilan Provinsi Banten I Nyoman Wara mengatakan, untuk yang mendapatkan opini WTP yaitu Kota Tangerang sedangkan untuk Kabupaten Serang mendapatkan WTP dengan paragraf penjelas.

5 “Kabupaten Lebak, Pendeglang, Kota Cilegon dan Kota Serang, memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP),” terang I Nyoman Wara, usai menyerahkan LHP BPK kepada enam kabupaten/kota, di Kantor BPK Perwakilan Banten, Senin (27/5/2013).

Pada tanggal 27 Mei 2013 I Nyoman mengatakan, walaupun belum ada kenaikan opini bagi yang mendapatkan Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Namun secara umum sudah banyak peningkatan atas kualitas laporan keuangan. Hal ini terlihat dari berkurangnya permasalahan–permasalahan yang menjadi pengecualian dan sisanya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan paragraf penjelas. Dalam rinciannya dapat dilihat pada tabel 1.2

Tabel 2.1

Hasil Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Provinsi Banten Tahun 2012

No Nama Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Hasil Opini Badan Pemeriksaan Keuangan Tahun 2012

1 Kabupaten Serang WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dengan paragraf penjelas.

2 Kabupaten Tangerang WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) 3 Kabupaten Pandeglang WDP (Wajar dengan Pengecualian) 4 Kabupaten Lebak WDP (Wajar dengan Pengecualian) 5 Kota Serang WDP (Wajar dengan Pengecualian) 6 Kota Cilegon WDP (Wajar dengan Pengecualian) 7 Kota Tangrang WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) 8 Kota Tangrang Selatan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) Sumber: BPK RI 2013

Pada tanggal 01/06/2014 – 15:04 di Serang bertempat di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Kepala Perwakilan Provinsi Banten, Efdinal, S.E., M.M., yang didampingi oleh Kepala Sub Auditorat, Faisal Hendra, S.E., M.M., Ak., Kepala Sekretariat Perwakilan, Drs. Suwito, M.M., beserta Ketua Tim Senior Pemeriksa, Priyono, S.E., Ak., Puspitaningtyas, S.E., MSE.,

6 M.Ec., Ak., dan Sutrisno, S.H., menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan enam entitas pemeriksaan, yaitu Pemerintah Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan untuk Tahun Anggaran 2013. Adapun hasil dari pemeriksaan BPK RI dapat dilihat pada tabel 1.3

Tabel 2.2

Hasil Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Provinsi Banten Tahun 2013

No Nama Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Hasil Opini Badan Pemeriksaan Keuangan Tahun 2013

1 Kabupaten Serang WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dengan paragraf penjelas.

2 Kabupaten Tangerang WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) 3 Kabupaten Pandeglang WDP (Wajar dengan Pengecualian) 4 Kabupaten Lebak WDP (Wajar dengan Pengecualian) 5 Kota Serang WDP (Wajar dengan Pengecualian) 6 Kota Cilegon WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) 7 Kota Tangrang WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) 8 Kota Tangrang Selatan WDP (Wajardengan Pengecualian) Sumber: BPK RI 2014

Masyarakat selaku stakeholder dari pemerintah daerah memiliki hak untuk mengetahui penganggaran daerah, bagaimana suatu anggaran direncanakan dan bagaimana suatu anggaran dilaksanakan. Dengan cara ini, publik akan mampu mengukur kinerja dari anggaran daerah. Untuk tetap dapat menjaga tujuan ini, pelaporan anggaran seharusnya dipublikasikan, dengan didasarkan pada prinsip objektivitas, konsisitensi, materialitas, serta pengungkapan (Ramba, 2008)

Sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

7 Pusat dan Pemerintah Daerah berdampak pada terjadinya pelimpahan kewenangan yang semakin luas dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah serta memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.

Kemudian dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah akan timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan susbistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

Tuntutan transparansi dalam sistem Pengelolaan Keuangan Daerah menuntut pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan kinerja dalam pengelolaan keuangan daerah. Transparansi dapat diartikan memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang – undangan (SAP,2005).

8 Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang- undangan (SAP 2005) dari semua pengertian diatas dapat simpulkan agar pengelolaan keuangan daerah efketif, efisien, transparan dan akuntabel maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas arah dan tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang diprogramkan yang sesuai dengan peraturan perudang-undangan.

Gagasan perlunya standar akuntansi pemerintahan sebenarnya sudah lama ada, namun baru pada sebatas wacana. Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sektor komersil yang dipelopori dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh IAI (1994), kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi.

Bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satunya adalah PP 105/2000 yang secara eksplisit menyebutkan perlunya standar akuntansi pemerintahan dalam pertanggungjawaban keuangan daerah. Tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep standar akuntansi

9 pemerintah pusat dan daerah yang tertuang dalam KMK 308/KMK.012/2002.

UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD harus disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi Pemerintahan, dan standar tersebut disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, bahkan mengamanatkan pembentukan komite yang bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan dengan keputusan presiden. Dalam penyusunan standar harus melalui langkah-langkah tertentu termasuk dengar pendapat (hearing), dan meminta pertimbangan mengenai substansi kepada BPK sebelum ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

Dalam rangka peningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah dan untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta memfasilitasi manajemen keuangan/aset yang lebih transparan dan akuntabel, maka perlu penerapan akuntansi berbasis akrual yang merupakan best practicedi dunia internasional.

Penggunaan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten ini diharapkan dapat menjadi alat bantu untuk mengatur keuangan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya untuk menganalisa strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten dan Kota

10 serta menunjukkan keuangan daerah yang efisien dan efektif dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab sehingga akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang kondusif di Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten.

Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, merupakan subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk diberi informasi, didengar aspirasinya dan diberi penjelasan. Pemerintah Kabupaten Pandeglang merupakan institusi pemerintahan yang menggunakan dana yang berasal dari APBN maupun APBD. Oleh karena itu, sangat rentan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut.

Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) diharapkan akan mampu menciptakan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten dan Kota terutama di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang, baik dari segi partisipasi, peraturan, transparansi, ketangggapan, adanya keputusan bersama, keadilan, efektif dan efisiensi. Dalam hal ini Kabupaten Pandeglang dalam rangka mewujudkan peningkatan kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah, menerbitkan Peraturan Bupati Pandeglang Nomor : 7 Tahun 2011 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Pandeglang, yang di dalamnya menyatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Penyelenggaraan

11 pengelolaan keuangan pemerintah daerah kabupaten pandeglang diwujudkan dalam suatu Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah guna menjawab kebutuhan informasi keuangan bagi stakeholder, pihak-pihak yang terkait pengelolaan keuangan daerah maupun masyarakat.

Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah dikembangkan dengan basis teknologi informasi, didesain sedemikian rupa agar bisa menjadi sarana untuk pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan referensi, dalam proses komunikasi informasi keuangan daerah. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah kabupaten Pandeglang menyajikan informasi keuangan daerah. Data keuangan yang utama terdiri dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Data Penatausahaan Keuangan Daerah (DPKD), Pengakuntansian Keuangan Daerah serta Data Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Dengan diterapkannya Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah diharapkan dapat memberikan informasi Pengelolaan Keuangan Daerah yang efektif, efisien, transparan serta acuntable.

Menurut Qizink Pemerintahan Kabupaten Serang salah satu dari Kabupaten Provinsi Banten menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2012 pada rapat paripurna di gedung DPRD Kabupaten Serang, Senin (17/6) siang. Wakil Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa salah satu kewajiban pemerintah daerah adalah menyampaikan raperda berupa laporan keuangan pemerintah daerah paling lambat enam bulan setelah tahun

12 anggaran berakhir (Laporan ini disampaikan setelah sebelumnya diaudit oleh BPK RI).

Menurut Tatu, pada 27 Mei 2013 lalu sudah disampaikan hasil audit BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Serang tahun 2012. Hasilnya mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). "Ini merupakan penghargaan apalagi kita bisa memperoleh dua kali berturut-turut. Saya apresiasi kepada semua yang ikut membantu mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Di Indonesia, permasalahan akuntabilitas publik menjadi sangat penting sejak dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu sejak Januari 2001. Salah satu tujuan utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tersebut adalah untuk menciptakan good governance, yaitu kepemerintahan yang baik yang ditandai dengan adanya transparansi, akuntabilitas publik, partisipasi, efisiensi dan efektivitas, serta penegakan hukum.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Misi utama dari kedua undang - undang ini adalah desentralisasi fiskal yaitu pemberian wewenang penuh kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber-sumber daya yang ada di daerah masing-masing, dan pemberian wewenang ini harus diikuti dengan balance of power (kekuatan penyeimbang) dari anggota legislatif sebagai social control dalam melakukan pengawasan terhadap

13 pelaksanaan anggaran, yang diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil- hasil pembangunan di seluruh daerah dan memperbaiki alokasi sumber daya produktif.

Besarnya kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. World Bank (Bank Dunia) mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan tatanan hukum dan politik yang jelas bagi tumbuhnya aktivitas usaha dalam Renyowijoyo (2010).

Berdasarkan definisi tersebut United Nations Development Programe (UNDP) yang dipercaya suatu badan bentukan perserikatan bangsa-bangsa untuk pengembangan jaringan global atau eksekutif papan majlis umum PBB mengemukakan bahwa karakteristik prinsip-prinsip good governance yang saling terkait yaitu: partisipasi, taat hukum, transparansi, responsive, berorintasi pada kesepakatan, kesetaraan, efektif dan efisien, akuntabilitas, dan visi stratejik (Adisasmita, 2011).

14 Sukhemi (2010) mengatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan negara tidak lepas dari masalah transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Badjuri, dkk. (2009), mengatakan bahwa tujuan diberlakukannya PP No.24 tahun 2005 adalah agar laporan keuangan lebih accountable dan berkualitas. Sedangkan, Aliyah, dkk. (2012) menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Informasi akuntansi yang terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah daerah harus bermanfaat dalam pengertian dapat mendukung pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh para pemakai (Huang dkk., 1999 dalam Xu dkk., 2003).

Apabila informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah daerah memenuhi kriteria karakteristik laporan keuangan pemerintah seperti yang disyaratkan dalam PP No. 24 tahun 2005, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah (Galuh, 2010).

Penyusunan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (openness) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami (Mardiasmo 2006 dalam Indah Windrastuti, Rahardjo Adisasmita, R.A. Damayanti 2013) .

15 Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah, meningkatkan nilai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan (Sedarmayanti, 2007).

Konsep transparansi adalah setiap program dan kegiatan pemerintah terbuka untuk umum dan secara mudah dapat di akses oleh berbagai unsur yang memiliki perhatian, sehingga meningkatkan partisipasi mereka untuk ikut mengontrol (check and balance) dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Bahrullah Akbar, 2013).

Otonomi daerah tersebut berdampak pada berbagai aspek, baik aspek politik, hukum, dan sosial, maupun aspek akuntansi dan manajemen keuangan daerah. Reformasi akuntansi keuangan daerah dan manajemen keuangan daerah kemudian banyak dilakukan dalam rangka memenuhi tuntutan transparansi dan akuntabilitas publik pemerintah daerah atas pengelolaan keuangan publik (Sukhemi, 2010).

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 04 tentang Catatan Atas Laporan Keuangan menyebutkan bahwa Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu, Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman di antara

16 pembacanya. Untuk menghindari kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.

Sumarlin (2004) dalam Sukhemi (2010) mengatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggara negara tak lepas dari masalah akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan Keuangan Negara, karena aspek keuangan negara menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan bangsa, baik dari segi sifat, jumlah maupun pengaruhnya terhadap kemajuan, ketahanan, dan kestabilan perekonomian bangsa. Hal inilah juga yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Laporan keuangan dimaksud dapat meningkat kredibilitasnya dan pada gilirannya akan dapat mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintahan daerah. Pemenuhan tujuan dan laporan keuangan akan bermanfaat dan dapat memenuhi tujuannya jika memenuhi empat karakteristik kualitatif laporan keuangan yaitu : dapat dipahami (understandability), relevan (relevance), andal (reliability), dan dapat dibandingkan (comparability). Informasi dapat dipahami bilamana pengguna dapat memahami laporan keuangan yang disajikan (Nazier, 2006).

Menurut Indah Windrastuti (2013) bahwa Karekteristik laporan keuangan berpengaruh positif terhadap transparansi dan akutabilitas. Transparansi memunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas laporan keuangan, berarti transparansi mendukung akuntabilitas

17 laporan keuangan dan menurut Lince Bulutoding (2011) menyatakan Pengendalian Anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap good governance.

Ada beberapa variabel yang berbeda seperti Sukhaemi menggunakan variabel Tingkat Pengungkapan dan Kualitas kerja terhadap transparansi keuangan daerah sedangkan untuk populasi ia menggunakan stakeholder laporan keuangan pemerintah antara lain anggota DPRD, guru/dosen, pembayar pajak/masyarakat umum dan LSM di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sedangkan peniliti ini menggunakan Variabel Pengendalian Anggaran seperti Lince Bulutoding dan Karakteristik Laporan Keuangan Daerah seperti Indah Windrastuti terhadap Transparansi Laporan Keuangan Pemerintah seperti Sukhaemi, Lince Bulutoding dan Indah Windrastuti sedangkan populasinya di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Banten yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan.

Berdasarkan latar belakang diatas, begitu penting transparansi laporan keuangan terhadap kebutuhan dan sebagai informasi. Dalam sebuah laporan keuangan harus mampu memenuhi karekteristik laporan keuangan sesuai dengna standar yang ditentukan yang di dukung oleh pengendalian anggaran sehingga pemerintahan kabupaten dan kota mampu menyajikan sebuah laporan keuangan yang baik yang mampu ditransparansikan kepada masyarakat umum atau sebuah transparansi ini tidak membutuhkan adanya laporan keuangan yang memenuhi karakteristik serta pengendaian anggaran

18 sebagai alat bantu untuk menyelasikan sebuah laporan keuangan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh pengendalian anggaran dan karakteristik laporan keuangan daerah terhadap transparansi laporan keuangan daerah. Berdasarkan uraian dari latar belakang maka penulis mencoba meneliti dengan judul ”Pengaruh Pengendalian

Dokumen terkait