Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. Akibat serangan OPT, diperkirakan terjadi kehilangan produksi sekitar 30% - 40%. Untuk menghindarkan kerugian akibat serangan OPT, sampai saat ini masih banyak petani dan masyarakat yang mengartikan pengendalian OPT sama dengan penggunaan pestisida kimia sintetis. Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi, resurjensi hama dan ledakan hama sekunder, pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pada Pasal 20 mengamanatkan bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu dan Pelaksanaannya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Penerapan pengendalian hama terpadu ditekankan pada penggunaan bahan pengendali yang ramah lingkungan. Pestisida digunakan secara bijaksana apabila perlakuan lain dinilai tidak mampu mengendalikan OPT yang ada.
2 Agar petani pekebun mengetahui, mau dan mampu menerapkan PHT di kebunnya secara mandiri, maka perlu peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani tentang empat prinsip PHT yaitu 1). Budidaya Tanaman Sehat, 2). Pelestarian dan Pemanfaatan Musuh Alami, 3). Pengamatan Rutin dan 4). Petani sebagai Ahli PHT/petani menjadi manajer di kebun sendiri. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT).
SL-PHT yang sudah dilaksanakan selama lima belas tahun dan sudah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Hasil penelitian dampak SL-PHT oleh beberapa mahasiswa S2 pada petani alumni SL-PHT komoditi perkebunan (kopi, kakao, teh dan lada) telah terjadi perubahan positif terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap petani serta peningkatan produktivitas hasil tanaman mencapai 25-27%.
Petani yang sudah mengikuti SL-PHT sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2014 berjumlah sekitar 149.845 petani.
Mengingat masih kurangnya jumlah petani yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang empat prinsip PHT dalam pengelolaan kebunnya serta dampak SL-PHT, maka kegiatan SL-PHT perlu
dilaksanakan secara berkesinambungan. Untuk itu pada tahun 2015 akan dilaksanakan kegiatan SL-PHT sebanyak 144 Kelompok Tani (KT) di 23 provinsi.
B.Sasaran Nasional
Sasaran kegiatan SL-PHT adalah terlaksananya SL-PHT pada kelompok tani tanaman perkebunan di provinsi dan kabupaten.
C.Tujuan
Tujuan kegiatan SL-PHT :
Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku petani/kelompok tani agar mau dan mampu secara mandiri menerapkan PHT dalam pengelolaan kebunnya sehingga petani menjadi manager di kebunnya sendiri.
D. Pengertian Umum :
1. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) adalah metode penyuluhan atau suatu bentuk pendidikan non formal yang dirancang berdasarkan pendekatan andragogi. Pola pelatihan dilakukan secara partisipatoris dan pendekatan dari bawah.
2. Training Need Assesment (TNA)/Analisis kebutuhan pelatihan adalah kegiatan atau aktifitas menganalisis kebutuhan pelatihan.
4 3. Andragogi adalah seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar. Petani diberikan kesempatan untuk belajar sendiri tentang prinsip dan teknologi PHT. 4. Pemandu Lapang (PL) SL-PHT adalah fasilitator yang memfasilitasi proses belajar, membimbing diskusi, dan mengamati kegiatan SL-PHT.
5. Pertemuan PHT adalah Kegiatan SL-PHT yang dilakukan setiap minggu di lapangan dan di saung pertemuan. Kegiatan SL-PHT meliputi AAES dan penyampaian materi Topik Umum, Topik Khusus, Dinamika kelompok, dan pendukung.
6. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan.
7. Fenologi tanaman adalah penampakan aktivitas tanaman yang terjadi secara berkala pada waktu-waktu tertentu dalam satu tahun berdasar pada hasil observasi tentang tahapan perkembangan tumbuhan (phenophase) eksternal yang tampak seperti perkecambahan biji, pertunasan, pertumbuhan daun baru, pengguguran daun, pertumbuhan diameter batang, waktu berbunga, waktu berbuah.
8. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.
9. Empat Prinsip PHT adalah Budidaya tanaman sehat, Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami, Pengamatan Rutin/berkala, dan Petani menjadi ahli PHT/petani menjadi manajer dikebunnya sendiri
10. Budidaya tanaman sehat adalah kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang sehat. Budidaya tanaman sehat dilaksanakan sejak persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pengendalian OPT serta panen.
11. Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami adalah perlakuan memasukkan jenis musuh alami, memperbanyak musuh alami, dan melestarikan musuh alami di kebun. Untuk melestarikan musuh alami, pengendalian OPT dilakukan secara mekanik; penggunaan musuh alami; dan penggunaan pestisida secara bijaksana.
6 12. Pengamatan Rutin/berkala adalah kegiatan mengamati faktor biotik dan abiotik di lingkungan kebun secara teratur agar petani secara tepat dan cepat dapat melakukan tindakan
13. Petani sebagai ahli PHT adalah petani sebagai manajer/mandiri dalam mengambil keputusan untuk pengelolaan kebunnya secara PHT
14. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari unsur tumbuh-tumbuhan untuk keperluan menghambat OPT tertentu dan tidak membahayakan terhadap lingkungan.
15. Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan dekomposer.
16. Calon Petani/Calon Lahan (CP/CL) adalah kelompok tani/petani dan lokasi yang akan diusulkan menjadi peserta dan lokasi kegiatan SL-PHT.
17. Kelompok Tani adalah kumpulan petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota yang terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan.
18. Responsif Gender adalah kegiatan, program, dan penganggaran yang memperhatikan perbedaan, kebutuhan, pengalaman, dan aspirasi laki-laki dan perempuan.
19. Kebun praktek adalah kebun yang digunakan sebagai tempat praktek/sarana belajar SL-PHT.
20. Silabus SL-PHT adalah rencana pembelajaran pada suatu kegiatan SL-PHT.
21. Kontrak belajar adalah kesepakatan selama pelaksanaan SL-PHT yang harus ditaati antara peserta dan PL
22. Ballot Box adalah tes pengetahuan dan kemampuan petani sebelum dan sesudah mengikuti SL-PHT yang dilakukan di lapangan/kebun.
23. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.
8 24. Predator adalah suatu organisme yang makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.
25. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.
26. Analisis Agroekosistem (AAES) adalah analisa unsur-unsur pada lingkungan tertentu. Proses kegiatan dimulai dari pengamatan, pengungkapan, penganalisaan, menyimpulkan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut.
27. Tujuan AAES adalah untuk mengetahui keadaan ekosistem kebun saat itu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan rencana tindak lanjut pengelolaan kebun.
28. Dinamika Kelompok adalah suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain.
29. Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program.
30. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.
31. Pelaporan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode tertentu.
32. Pengendalian OPT adalah segala kegiatan atau upaya untuk mencegah dan menanggulangi serangan OPT terhadap tanaman.
33. Kerugian secara ekonomis adalah kerugian yang di derita oleh pemilik tanaman sebagai akibat serangan OPT pada tanamannya, yang secara ekonomis tidak dapat di toleransi.
34. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.
35. Pengambilan keputusan adalah penentuan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan pengendalian OPT berdasarkan hasil
10 analisis data pemantauan dan pengamatan.
36. Dampak Perubahan Iklim adalah dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan iklim/variabilitas iklim, yang menyebabkan banjir, kekeringan, peningkatan suhu dan serangan OPT.
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Pendekatan Umum
Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.
a.SK Tim Pelaksana Kegiatan
1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian. 2) Penanggung jawab dan pelaksana
kegiatan SL-PHT untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.
3) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan SL-PHT untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
b.Rencana kerja
Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen. Perkebunan.
12
c.Juklak, Juknis
Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen. Perkebunan.
d.Koordinasi dan Sosialisasi
Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon kegiatan SL-PHT/pihak terkait.
e.Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung minimal 2 (dua) kali.
f. Laporan
1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV. 2) Laporan akhir kegiatan disampaikan
oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan SL-PHT selesai.
2.Prinsip Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis pelaksanaan SL-PHT sebagai berikut :
a. SL-PHT dilaksanakan oleh Pemandu Lapang (PL) dengan pembinaan oleh Pusat (Direktorat Perlindungan Perkebunan), Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.
b. Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan karakter/sifat/fenologi tanaman dan serangan OPT.
c. Dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 25 petani (perempuan minimal 25%). Setiap kelompok dibagi menjadi 5 sub kelompok.
d. Setiap sub kelompok mengerjakan dan mengamati kebun percobaan dengan menerapkan PHT dan kebiasaan petani (non PHT)
14 e. Kebun sebagai sarana belajar utama, dan diskusi dilakukan di saung pertemuan SL-PHT.
f. Sosialisasi dilaksanakan setelah penetapan CP/CL.
g. Satu kelompok mengusahakan komoditas perkebunan yang sama. h. Tersedia pemandu lapang di
provinsi/kabupaten/kota pelaksana SL-PHT. Jika di kabupaten/kota tidak tersedia pemandu dapat menggunakan pemandu lapang dari provinsi/ kabupaten/kota terdekat.
i. Untuk memenuhi kekurangan jumlah pemandu lapang SL-PHT dapat memanfaatkan tenaga pemandu lapang bersertifikat yang telah purna bakti dan petugas/petandu yang telah selesai mengikuti pelatihan pemandu lapang (PL) SL-PHT.
j. Penetapan PL oleh Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan di lokasi kegiatan SL-PHT.
3. Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :
a.Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi bila ditemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan.
b. Tahap Pasca SL-PHT Perkebunan
1) Kelompok tani yang telah mengikuti kegiatan SL-PHT agar menerapkan PHT secara mandiri di kebunnya dan menyebarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada petani di sekitarnya.
2) Dinas Kabupaten/kota memfasilitasi pembinaan/pendampingan pada petani alumni SL-PHT, agar penerapan PHT dan kelembagaan petani semakin baik dan berkelanjutan.
3) Dinas provinsi/kabupaten/kota diharapkan memfasilitasi SL-PHT untuk petani lainnya melalui dana APBD.
B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria
a. Peserta
1) Petani pemilik/penyewa atau petani penggarap.
16 2) Jumlah peserta perempuan
minimal 25%.
3) Berumur minimal 17 tahun dan sehat.
4) Dapat menulis, membaca, dan mampu berbahasa Indonesia.
5) Sanggup mengikuti SL-PHT selama 16 kali pertemuan tanpa terputus. 6) Peserta tidak boleh diganti.
b. Pemandu Lapang (PL)
Setiap kelompok SL-PHT dipandu oleh 2 orang PL yang telah bersertifikat. Dalam kondisi tertentu 1 kelompok SL-PHT dapat dipandu oleh 1 orang PL dibantu 1 orang petugas teknis yang mempunyai kemampuan sebagai pemandu.
c. Pertemuan dilakukan di saung pertemuan dan kebun praktek yang berlangsung dari jam 07.30-14.00. Pengaturan waktu dan materi sebagai berikut : No Waktu Materi/Kegiatan 1 07.30-10.30 Analisis Agroekosistem (AAES) 2 10.30-11.00 Istirahat 3 11.00-12.00 Dinamika Kelompok 4 12.00-14.00 Topik Khusus
d. Lokasi SL-PHT mudah dijangkau oleh pemandu dan peserta.
e. Tersedia kebun praktek seluas ±1 ha, dibagi menjadi 2 petak perlakuan yaitu petak PHT dan Non PHT (kebiasaan pengendalian yang dilakukan oleh petani). Setiap petak dibagi 5 sub petak kebun praktek. f. Setiap sub kelompok mengelola 2 sub
petak kebun praktek (PHT dan Non PHT).
2. Metode
a. Pertemuan dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan interval satu minggu secara kontinyu.
b. Pertemuan mingguan dipandu oleh dua orang PL yang bekerja sebagai tim.
c. Nara sumber diundang untuk memberikan materi yang belum dikuasai oleh PL dan dibutuhkan oleh peserta SL-PHT. Nara sumber berasal dari dinas provinsi/Puslit/Balit/Perti/ UPT Pusat/Ditlinbun.
d. Metode belajar melalui pendekatan andragogi (metoda belajar orang dewasa) yaitu belajar dari
18 pengalaman di lapangan sehingga petani tahu, mau dan mampu menerapkannya secara mandiri.
e. Proses belajar mengajar dilakukan dengan metoda partisipasi aktif, mencari, dan menumbuhkan kepercayaan sendiri, serta mengambil keputusan bersama dalam menentukan tindakan pengelolaan kebun.
f. Proses belajar SL-PHT pada setiap pertemuan adalah melakukan, mengungkapkan, menganalisa, menyimpulkan, menerapkan dan melakukan kembali.
g. Pada setiap kali pertemuan dilakukan kegiatan Analisis Agroekosistem (AAES) seperti pada lampiran 3, Dinamika Kelompok dan Topik Khusus.
h. Sarana SL-PHT : 1) Kebun
2) Saung Pertemuan i. Bahan dan Alat SL-PHT :
1) Kertas koran 2) Alat tulis 3) Pupuk
4) APH dan bahan pengendali lainnya 5) Dekomposer
6) Petunjuk Lapangan
7) Bahan dan perlengkapan praktek. j. Materi SL-PHT:
1) Mengacu pada kurikulum SL-PHT yang disusun berdasarkan kebutuhan peserta/Training Need Assesment (TNA) dan Test Ballot Box awal) seperti pada lampiran 1 dan 2.
2) Merupakan penjabaran dari empat prinsip PHT, yaitu: budidaya tanaman sehat; pelestarian dan pemanfaatan musuh alami; pengamatan kebun secara teratur (berkala) dan petani menjadi ahli PHT.
3) Materi SL-PHT seperti pada Tabel 1
Tabel 1. Materi SL-PHT No Materi Petunjuk Lapangan (Petlap) 1. Persiapan SL-PHT - Apa ini ? - Analisa Kebutuhan Pelatihan - Kontrak Belajar - Pengorganisasian warga belajar - Test Ballot Box
Awal
2. Merancang
Petak Studi
Ploting Petak PHT dan Non PHT
20
No Materi Petunjuk
Lapangan (Petlap)
3. Topik Umum - Ekosistem Dasar
- Analisis agroekosistem (AAES) 4. Topik Khusus a. a. Budidaya Tanaman Komponen budidaya tanaman sesuai dengan komoditas SL-PHT. b. OPT dan Musuh Alami/APH c. Dampak Perubahan Iklim (DPI) dan Penanganan Kebakaran - Hama/penyakit/ gulma - Predator - Parasitoid - Agens Pengendali Hayati - Koleksi Serangga -Mitigasi dan Adaptasi DPI -Dampak perubahan iklim terhadap serangan OPT 5. Materi Pendukung
Pestisida - Pestisida kimia
- Dampak penggunaan pestisida kimia - Pestisida
No Materi Petunjuk Lapangan (Petlap)
6. Dinamika
Kelompok
a. Perkenalan Rantai nama dan
buat barisan
b.Pengakraban Kapal tenggelam
c.Kreativitas 9 titik 4 garis
d.Kerjasama Menggambar
bersama e.Pemecahan
Masalah
Samson Delilah
f.Komunikasi Bermain tali
7. Evaluasi - Ballot Box (Akhir)
- Analisa Pasangan Terperinci k. Monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan SL-PHT dilakukan dengan melihat hasil :
1) Test Ballot Box (lampiran 2);
2) Matrik analisa pasangan terperinci (lampiran 4);
3) Matrik kualitas SL-PHT(lampiran 5);
22
III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup
1. Peserta dan komoditas SL-PHT diperuntukkan bagi petani Perkebunan Rakyat yang belum pernah mengikuti kegiatan SL-PHT atau kegiatan yang sejenis. Kelompok tani peserta SL-PHT merupakan kelompok tani yang mengusahakan/membudidayakan
komoditas perkebunan sejenis.
2. Tahapan kegiatan SL-PHT meliputi pemilihan dan penetapan CP/CL, sosialisasi SL-PHT, pemilihan dan penetapan kebun praktek dan saung pertemuan, penyiapan petunjuk lapang, pelaksanaan SL-PHT, pembinaan, monitoring evaluasi (monev) dan pelaporan.
3. Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana
- SDM
- Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terlaksananya SL-PHT
pada kelompok tani di
provinsi dan
kabupaten.
SL-No Indikator Uraian
PHT yang tahu,
mampu dan mau
menerapkan PHT pada
kelompok tani di
provinsi dan
kabupaten.
B. Pelaksana Kegiatan
1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan SL-PHT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan berkoordinasi dengan dinas provinsi. 2. Dinas yang membidangi perkebunan
provinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Kewenangan dan tanggung jawab : a. Direktorat Perlindungan Perkebunan
1) Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis;
24 2) Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.
b. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
1) Menetapkan Tim Pelaksana, Pemandu Lapang dan Narasumber kegiatan SL-PHT tingkat provinsi; 2) Melakukan koordinasi dengan
Direktorat Jenderal Perkebunan, BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;
3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan kegiatan SL-PHT;
4) Melakukan verifikasi CP/CL bersama PL dan Dinas Kabupaten; 5) Menetapkan CP/CL SL-PHT;
6) Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat;
7) Sosialisasi SL-PHT bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan;
8) Menindaklanjuti rekomendasi dari hasil monev yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan; 9) Menyampaikan laporan pelaksanaan SL-PHT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
c. Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan
1) Menetapkan Tim Pelaksana, PL dan Narasumber kegiatan SL-PHT untuk TP Kabupaten;
2) Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;
3) Membuat juknis SL-PHT;
4) Melakukan verifikasi dan penetapan CP/CL;
26 5) Melakukan sosialisasi, pembinaan
dan monev SL-PHT;
6) Menindaklanjuti rekomendasi dari hasil monev yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan;
7) Menyampaikan laporan pelaksanaan SL-PHT ke Dinas Provinsi dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
d. Pemandu Lapang
1) Melakukan analisa kebutuhan pelatihan sebelum dilaksanakan kegiatan SL-PHT;
2) Memandu SL-PHT dan menyiapkan seluruh keperluan yang terkait dengan pelaksanaan SL-PHT mengacu kepada pedoman teknis/pelaksanaan SL-PHT;
3) Membantu dinas kabupaten dalam melakukan survey CP/CL kegiatan SL-PHT;
4) Berkoordinasi dalam pelaksanaan SL-PHT dengan dinas provinsi
dan kabupaten/kota yang membidangi perkebunan; 5) Menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan SL-PHT ke dinas provinsi/ kabupaten/kota yang membidangi perkebunan. e. Kelompok Tani/Petani : 1) Mengikuti sosialisasi SL-PHT; 2) Melakukan seluruh proses SL-PHT.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan SL-PHT seperti pada lampiran 6.
D. Simpul Kritis
1. SL-PHT dilaksanakan kurang dari 16 kali pertemuan dan interval pertemuan kurang dari satu minggu sehingga kualitas SL-PHT kurang. Pelaksanaan kegiatan harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing komoditas, pertemuan harus dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan interval satu minggu.
2. Penyampaian silabus materi/topik tidak sesuai dengan analisa kebutuhan pelatihan, sehingga pengetahuan dan
28 keterampilan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan petani. Pemandu Lapang harus menyampaikan silabus materi/topik yang didasarkan atas analisa kebutuhan pelatihan. 3. Pre-test dan Post-test dalam bentuk
Ballot Box tidak dilakukan menyebabkan materi yang dibutuhkan oleh petani tidak diketahui dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan petani tidak dapat diukur setelah mengikuti SL-PHT. Pre-test dan Post-test harus dilaksanakan oleh pemandu lapang.
4. Keterbatasan jumlah Pemandu Lapang SL-PHT dapat mengakibatkan pelaksanaan kegiatan SL-PHT kurang maksimal. Untuk itu perlu memaksimalkan fungsi petugas yang telah mengikuti pelatihan dan memberdayakan petugas purna bakti yang bersertifikat PL.
5. Praktek perbanyakan APH dan pembuatan pupuk organik/pupuk kandang/bokashi merupakan salah satu materi yang harus diberikan namun tidak dilakukan, sehingga setelah SL-PHT petani tidak mampu membuat sendiri. Untuk itu kegiatan tersebut harus dilakukan.
IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/Kabupaten/ Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.
Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian
30 rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang