• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (APBN P 2015) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU SLPHT PERKEBUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (APBN P 2015) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU SLPHT PERKEBUNAN"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN PERLINDUNGAN

PERKEBUNAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

MARET 2015

PEDOMAN TEKNIS

SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU

(SL-PHT) PERKEBUNAN

(2)

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) di Daerah tahun 2015 disusun dalam rangka memberikan rambu-rambu dan arahan pelaksanaan kegiatan kepada Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sistematika Pedoman Teknis terdiri dari 7 (tujuh) bab, yaitu: bab I. Pendahuluan, bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan, bab III. Pelaksanaan Kegiatan, bab IV. Pengadaan Barang, bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan, bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, bab VII. Pembiayaan, serta bab VIII. Penutup.

Pedoman Teknis harus menjadi acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan, Petunjuk Teknis dan pelaksanaan kegiatan.

Jakarta, 9 Maret 2015 DirekturJenderal Perkebunan

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR LAMPIRAN………. iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Sasaran Nasional ... 3

C. Tujuan ... 3

D. Pengertian Umum ... 3

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN.11 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 11

B. Spesifikasi Teknis ... 15

III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 22

A. Ruang Lingkup ... 22

B. Pelaksana Kegiatan ... 23

C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 27

D. Simpul Kritis ... 27

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN . 29 A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan .. 29

(4)

B. Pelaksanaan Pembinaan,

Pengendalian, Pengawalan dan

Pendampingan ... 30

V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN ... 31

A. Monitoring ... 31

B. Evaluasi ... 31

C. Pelaporan ... 31

VI. PEMBIAYAAN ... 35

VII. PENUTUP ... 36

(5)

iv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Kebutuhan pelatihan Training Need Assesment (TNA) petani peserta SL-PHT perkebunan……… ... 37 Lampiran 2. Tes Ballot Box ... 43 Lampiran 3. Analisis Agroekosistem ……….. 44 Lampiran 4. Matrik Analisa Pasangan

Terperinci ... 47 Lampiran 5. Matrik Kualitas SL-PHT ... 48

Lampiran 6. Lokasi, Jenis dan Volume

Komponen SL-PHT ... 49 Lampiran 7. Lap. Perkembangan Realisasi Fisik

dan Keuangan Kegiatan SL-PHT Tahun 2015 ... 55 Lampiran 8. Outline Laporan Akhir ... 56

(6)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. Akibat serangan OPT, diperkirakan terjadi kehilangan produksi sekitar 30% - 40%.

Untuk menghindarkan kerugian akibat serangan OPT, sampai saat ini masih banyak petani dan masyarakat yang mengartikan pengendalian OPT sama dengan penggunaan pestisida kimia sintetis. Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi, resurjensi hama dan ledakan hama sekunder, pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.

(7)

2 Agar petani pekebun mengetahui, mau dan mampu menerapkan PHT di kebunnya secara mandiri, maka perlu peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani tentang empat prinsip PHT yaitu 1). Budidaya Tanaman Sehat, 2). Pelestarian dan Pemanfaatan Musuh Alami, 3). Pengamatan Rutin dan 4). Petani sebagai Ahli PHT/petani menjadi manajer di kebun sendiri. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT).

SL-PHT yang sudah dilaksanakan selama lima belas tahun dan sudah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Hasil penelitian dampak SL-PHT oleh beberapa mahasiswa S2 pada petani alumni SL-PHT komoditi perkebunan (kopi, kakao, teh dan lada) telah terjadi perubahan positif terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap petani serta peningkatan produktivitas hasil tanaman mencapai 25-27%.

Petani yang sudah mengikuti SL-PHT sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2014 berjumlah sekitar 149.845 petani.

(8)

dilaksanakan secara berkesinambungan. Untuk itu pada tahun 2015 akan dilaksanakan kegiatan SL-PHT sebanyak 144 Kelompok Tani (KT) di 23 provinsi.

B.Sasaran Nasional

Sasaran kegiatan SL-PHT adalah terlaksananya SL-PHT pada kelompok tani tanaman perkebunan di provinsi dan kabupaten.

C.Tujuan

Tujuan kegiatan SL-PHT :

Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku petani/kelompok tani agar mau dan mampu secara mandiri menerapkan PHT dalam pengelolaan kebunnya sehingga petani menjadi manager di kebunnya sendiri.

D. Pengertian Umum :

1. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) adalah metode penyuluhan atau suatu bentuk pendidikan non formal yang dirancang berdasarkan pendekatan andragogi. Pola pelatihan dilakukan secara partisipatoris dan pendekatan dari bawah.

(9)

4 3. Andragogi adalah seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar. Petani diberikan kesempatan untuk belajar sendiri tentang prinsip dan teknologi PHT.

4. Pemandu Lapang (PL) SL-PHT adalah fasilitator yang memfasilitasi proses belajar, membimbing diskusi, dan mengamati kegiatan SL-PHT.

5. Pertemuan PHT adalah Kegiatan SL-PHT yang dilakukan setiap minggu di lapangan dan di saung pertemuan. Kegiatan SL-PHT meliputi AAES dan penyampaian materi Topik Umum, Topik Khusus, Dinamika kelompok, dan pendukung.

6. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan.

(10)

8. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.

9. Empat Prinsip PHT adalah Budidaya tanaman sehat, Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami, Pengamatan Rutin/berkala, dan Petani menjadi ahli PHT/petani menjadi manajer dikebunnya sendiri

10. Budidaya tanaman sehat adalah kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang sehat. Budidaya tanaman sehat dilaksanakan sejak persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pengendalian OPT serta panen.

(11)

6 12. Pengamatan Rutin/berkala adalah kegiatan mengamati faktor biotik dan abiotik di lingkungan kebun secara teratur agar petani secara tepat dan cepat dapat melakukan tindakan

13. Petani sebagai ahli PHT adalah petani sebagai manajer/mandiri dalam mengambil keputusan untuk pengelolaan kebunnya secara PHT

14. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari unsur tumbuh-tumbuhan untuk keperluan menghambat OPT tertentu dan tidak membahayakan terhadap lingkungan.

15. Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan dekomposer.

16. Calon Petani/Calon Lahan (CP/CL) adalah kelompok tani/petani dan lokasi yang akan diusulkan menjadi peserta dan lokasi kegiatan SL-PHT.

(12)

18. Responsif Gender adalah kegiatan, program, dan penganggaran yang memperhatikan perbedaan, kebutuhan, pengalaman, dan aspirasi laki-laki dan perempuan.

19. Kebun praktek adalah kebun yang digunakan sebagai tempat praktek/sarana belajar SL-PHT.

20. Silabus SL-PHT adalah rencana pembelajaran pada suatu kegiatan SL-PHT.

21. Kontrak belajar adalah kesepakatan selama pelaksanaan SL-PHT yang harus ditaati antara peserta dan PL

22. Ballot Box adalah tes pengetahuan dan kemampuan petani sebelum dan sesudah mengikuti SL-PHT yang dilakukan di lapangan/kebun.

(13)

8 24. Predator adalah suatu organisme yang makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.

25. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.

26. Analisis Agroekosistem (AAES) adalah analisa unsur-unsur pada lingkungan tertentu. Proses kegiatan dimulai dari pengamatan, pengungkapan, penganalisaan, menyimpulkan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut.

27. Tujuan AAES adalah untuk mengetahui keadaan ekosistem kebun saat itu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan rencana tindak lanjut pengelolaan kebun.

28. Dinamika Kelompok adalah suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain.

(14)

30. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.

31. Pelaporan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode tertentu.

32. Pengendalian OPT adalah segala kegiatan atau upaya untuk mencegah dan menanggulangi serangan OPT terhadap tanaman.

33. Kerugian secara ekonomis adalah kerugian yang di derita oleh pemilik tanaman sebagai akibat serangan OPT pada tanamannya, yang secara ekonomis tidak dapat di toleransi.

34. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.

(15)

10 analisis data pemantauan dan pengamatan.

36. Dampak Perubahan Iklim adalah dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan iklim/variabilitas iklim, yang menyebabkan banjir, kekeringan, peningkatan suhu dan serangan OPT.

(16)

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

1. Pendekatan Umum

Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.

a.SK Tim Pelaksana Kegiatan

1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.

2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan SL-PHT untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.

3) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan SL-PHT untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

b.Rencana kerja

(17)

12

c.Juklak, Juknis

Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen. Perkebunan.

d.Koordinasi dan Sosialisasi

Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon kegiatan SL-PHT/pihak terkait.

e.Monitoring dan Evaluasi

(18)

f. Laporan

1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.

2) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan SL-PHT selesai.

2.Prinsip Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis pelaksanaan SL-PHT sebagai berikut :

a. SL-PHT dilaksanakan oleh Pemandu Lapang (PL) dengan pembinaan oleh Pusat (Direktorat Perlindungan Perkebunan), Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.

b. Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan karakter/sifat/fenologi tanaman dan serangan OPT.

c. Dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 25 petani (perempuan minimal 25%). Setiap kelompok dibagi menjadi 5 sub kelompok.

(19)

14 e. Kebun sebagai sarana belajar utama, dan diskusi dilakukan di saung pertemuan SL-PHT.

f. Sosialisasi dilaksanakan setelah penetapan CP/CL.

g. Satu kelompok mengusahakan komoditas perkebunan yang sama.

h. Tersedia pemandu lapang di provinsi/kabupaten/kota pelaksana SL-PHT. Jika di kabupaten/kota tidak tersedia pemandu dapat menggunakan pemandu lapang dari provinsi/ kabupaten/kota terdekat.

i. Untuk memenuhi kekurangan jumlah pemandu lapang SL-PHT dapat memanfaatkan tenaga pemandu lapang bersertifikat yang telah purna bakti dan petugas/petandu yang telah selesai mengikuti pelatihan pemandu lapang (PL) SL-PHT.

j. Penetapan PL oleh Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan di lokasi kegiatan SL-PHT.

3. Tindak Lanjut

(20)

a.Tahap Pelaksanaan Kegiatan

Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi bila ditemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan.

b. Tahap Pasca SL-PHT Perkebunan

1) Kelompok tani yang telah mengikuti kegiatan SL-PHT agar menerapkan PHT secara mandiri di kebunnya dan menyebarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada petani di sekitarnya.

2) Dinas Kabupaten/kota memfasilitasi pembinaan/pendampingan pada petani alumni SL-PHT, agar penerapan PHT dan kelembagaan petani semakin baik dan berkelanjutan.

3) Dinas provinsi/kabupaten/kota diharapkan memfasilitasi SL-PHT untuk petani lainnya melalui dana APBD.

B. Spesifikasi Teknis

1. Kriteria

a. Peserta

(21)

16 mampu berbahasa Indonesia.

5) Sanggup mengikuti SL-PHT selama 16 kali pertemuan tanpa terputus. 6) Peserta tidak boleh diganti.

b. Pemandu Lapang (PL)

Setiap kelompok SL-PHT dipandu oleh 2 orang PL yang telah bersertifikat. Dalam kondisi tertentu 1 kelompok SL-PHT dapat dipandu oleh 1 orang PL dibantu 1 orang petugas teknis yang mempunyai kemampuan sebagai pemandu.

c. Pertemuan dilakukan di saung pertemuan dan kebun praktek yang berlangsung dari jam 07.30-14.00. Pengaturan waktu dan materi sebagai berikut :

No Waktu Materi/Kegiatan 1 07.30-10.30 Analisis

Agroekosistem (AAES)

2 10.30-11.00 Istirahat 3 11.00-12.00 Dinamika

(22)

d. Lokasi SL-PHT mudah dijangkau oleh pemandu dan peserta.

e. Tersedia kebun praktek seluas ±1 ha, dibagi menjadi 2 petak perlakuan yaitu petak PHT dan Non PHT (kebiasaan pengendalian yang dilakukan oleh petani). Setiap petak dibagi 5 sub petak kebun praktek.

f. Setiap sub kelompok mengelola 2 sub petak kebun praktek (PHT dan Non PHT).

2. Metode

a. Pertemuan dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan interval satu minggu secara kontinyu.

b. Pertemuan mingguan dipandu oleh dua orang PL yang bekerja sebagai tim.

c. Nara sumber diundang untuk memberikan materi yang belum dikuasai oleh PL dan dibutuhkan oleh peserta SL-PHT. Nara sumber berasal dari dinas provinsi/Puslit/Balit/Perti/ UPT Pusat/Ditlinbun.

(23)

18 pengalaman di lapangan sehingga petani tahu, mau dan mampu menerapkannya secara mandiri.

e. Proses belajar mengajar dilakukan dengan metoda partisipasi aktif, mencari, dan menumbuhkan kepercayaan sendiri, serta mengambil keputusan bersama dalam menentukan tindakan pengelolaan kebun.

f. Proses belajar SL-PHT pada setiap pertemuan adalah melakukan, mengungkapkan, menganalisa, menyimpulkan, menerapkan dan melakukan kembali.

g. Pada setiap kali pertemuan dilakukan kegiatan Analisis Agroekosistem (AAES) seperti pada lampiran 3, Dinamika Kelompok dan Topik Khusus.

h. Sarana SL-PHT : 1) Kebun

2) Saung Pertemuan

i. Bahan dan Alat SL-PHT :

1) Kertas koran 2) Alat tulis 3) Pupuk

(24)

6) Petunjuk Lapangan

7) Bahan dan perlengkapan praktek.

j. Materi SL-PHT:

1) Mengacu pada kurikulum SL-PHT yang disusun berdasarkan kebutuhan peserta/Training Need Assesment (TNA) dan Test Ballot Box awal) seperti pada lampiran 1 dan 2.

2) Merupakan penjabaran dari empat prinsip PHT, yaitu: budidaya tanaman sehat; pelestarian dan pemanfaatan musuh alami; pengamatan kebun secara teratur (berkala) dan

1. Persiapan

SL-PHT

- Apa ini ? - Analisa

Kebutuhan Pelatihan - Kontrak Belajar - Pengorganisasian

(25)

20 komoditas SL-PHT.

b. OPT dan

- Agens Pengendali Hayati

(26)

No Materi Petunjuk Lapangan (Petlap)

6. Dinamika

Kelompok

a. Perkenalan Rantai nama dan

buat barisan

b.Pengakraban Kapal tenggelam

c.Kreativitas 9 titik 4 garis

d.Kerjasama Menggambar

bersama e.Pemecahan

Masalah

Samson Delilah

f.Komunikasi Bermain tali

7. Evaluasi - Ballot Box (Akhir)

- Analisa Pasangan Terperinci

k. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan SL-PHT dilakukan dengan melihat hasil :

1) Test Ballot Box (lampiran 2);

2) Matrik analisa pasangan terperinci (lampiran 4);

(27)

22

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

1. Peserta dan komoditas SL-PHT diperuntukkan bagi petani Perkebunan Rakyat yang belum pernah mengikuti kegiatan SL-PHT atau kegiatan yang sejenis. Kelompok tani peserta SL-PHT merupakan kelompok tani yang mengusahakan/membudidayakan

komoditas perkebunan sejenis.

2. Tahapan kegiatan SL-PHT meliputi pemilihan dan penetapan CP/CL, sosialisasi SL-PHT, pemilihan dan penetapan kebun praktek dan saung pertemuan, penyiapan petunjuk lapang, pelaksanaan SL-PHT, pembinaan, monitoring evaluasi (monev) dan pelaporan.

3. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana

- SDM

- Data dan informasi - Teknologi

2 Output/Keluaran Terlaksananya SL-PHT

pada kelompok tani di

provinsi dan

kabupaten.

(28)

SL-No Indikator Uraian

PHT yang tahu,

mampu dan mau

menerapkan PHT pada

kelompok tani di

provinsi dan

kabupaten.

B. Pelaksana Kegiatan

1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan SL-PHT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan berkoordinasi dengan dinas provinsi.

2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.

3. Kewenangan dan tanggung jawab :

a. Direktorat Perlindungan Perkebunan

(29)

24 2) Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.

b. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan

1) Menetapkan Tim Pelaksana, Pemandu Lapang dan Narasumber kegiatan SL-PHT tingkat provinsi;

2) Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;

3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan kegiatan SL-PHT;

4) Melakukan verifikasi CP/CL bersama PL dan Dinas Kabupaten;

5) Menetapkan CP/CL SL-PHT;

(30)

7) Sosialisasi SL-PHT bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan;

8) Menindaklanjuti rekomendasi dari hasil monev yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan;

9) Menyampaikan laporan pelaksanaan SL-PHT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

c. Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan

1) Menetapkan Tim Pelaksana, PL dan Narasumber kegiatan SL-PHT untuk TP Kabupaten;

2) Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;

3) Membuat juknis SL-PHT;

(31)

26 5) Melakukan sosialisasi, pembinaan

dan monev SL-PHT;

6) Menindaklanjuti rekomendasi dari hasil monev yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan;

7) Menyampaikan laporan pelaksanaan SL-PHT ke Dinas Provinsi dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

d. Pemandu Lapang

1) Melakukan analisa kebutuhan pelatihan sebelum dilaksanakan kegiatan SL-PHT;

2) Memandu SL-PHT dan menyiapkan seluruh keperluan yang terkait dengan pelaksanaan SL-PHT mengacu kepada pedoman teknis/pelaksanaan SL-PHT;

3) Membantu dinas kabupaten dalam melakukan survey CP/CL kegiatan SL-PHT;

(32)

dan kabupaten/kota yang membidangi perkebunan;

5) Menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan SL-PHT ke dinas provinsi/ kabupaten/kota yang membidangi perkebunan.

e. Kelompok Tani/Petani :

1) Mengikuti sosialisasi SL-PHT;

2) Melakukan seluruh proses SL-PHT.

C. Lokasi, Jenis dan Volume

Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan SL-PHT seperti pada lampiran 6.

D. Simpul Kritis

1. SL-PHT dilaksanakan kurang dari 16 kali pertemuan dan interval pertemuan kurang dari satu minggu sehingga kualitas SL-PHT kurang. Pelaksanaan kegiatan harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing komoditas, pertemuan harus dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan interval satu minggu.

(33)

28 keterampilan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan petani. Pemandu Lapang harus menyampaikan silabus materi/topik yang didasarkan atas analisa kebutuhan pelatihan.

3. Pre-test dan Post-test dalam bentuk Ballot Box tidak dilakukan menyebabkan materi yang dibutuhkan oleh petani tidak diketahui dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan petani tidak dapat diukur setelah mengikuti SL-PHT. Pre-test dan Post-test harus dilaksanakan oleh pemandu lapang.

4. Keterbatasan jumlah Pemandu Lapang SL-PHT dapat mengakibatkan pelaksanaan kegiatan SL-PHT kurang maksimal. Untuk itu perlu memaksimalkan fungsi petugas yang telah mengikuti pelatihan dan memberdayakan petugas purna bakti yang bersertifikat PL.

(34)

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan

Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/Kabupaten/ Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak.

Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.

(35)

30 rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.

B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan

Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.

Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.

Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan SL-PHT pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.

Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan SL-PHT tingkat provinsi.

(36)

V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A.Monitoring

Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.

Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.

B.Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.

Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.

C.Pelaporan

(37)

32 pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.

1. Jenis Laporan :

a. Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan

1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan

Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana kegiatan; PL; nara sumber; penyusunan juklak/juknis; penetapan CP/CL; Persiapan administrasi; sosialisasi; penyiapan alat dan bahan.

Dilaporkan setelah Persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.

2) Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan meliputi pertemuan SL-PHT sebanyak 16 kali.

Dilaporkan sebanyak 4 kali selama pelaksanaan SL-PHT.

b. Laporan Fisik dan Keuangan

1) Laporan Mingguan

(38)

pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jumat.

b) Laporan Bulanan

Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan SL-PHT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.

c) Laporan Triwulan

Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan SL-PHT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.

c. Laporan Akhir

(39)

34 paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail

(40)

VI. PEMBIAYAAN

(41)

36 VII. PENUTUP

Kegiatan SL-PHT merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan perlindungan. Dari hasil pelaksanaannya diharapkan menghasilkan SDM petani yang handal dan mampu mengelola kebunnya secara mandiri, sehingga berkontribusi dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan

berkelanjutan.

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan SL-PHT memerlukan dukungan seluruh pemangku kepentingan terkait baik di pusat maupun daerah. Untuk itu diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait, sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing.

(42)

54 Lampiran 1. Data Kebutuhan pelatihan Training Need

Assesment (TNA) petani peserta SL-PHT perkebunan

A. SPESIFIKASI PETANI

1. Nama Petani : ...

2. Kelompok Tani : ...

3. Desa : ...

4. Kecamatan : ...

5. Kabupaten : ...

B. IDENTITAS PETANI

1. Tahun Lahir/umur : ...

2. Jenis Kelamin : L / P

3. Tingkat Pendidikan : SD / SLTP / SLTA / PT

4. Status Petani : pemilik/penyewa atau

petani penggarap

5. Kedudukan dalam KT : ...

6. Luas kebun : ... Ha

7. Populasi tanaman : ... pohon

(43)

55 C. TEKNIK BUDIDAYA DAN PRODUKSI

1. Teknik Budidaya

a. Jenis klon/varietas yang di tanam : …... b. Umur/fase tanaman : ...

c. Pemeliharaan tanaman

No Teknik Pemeliharaan Ya Tidak

Dilakukan pada umur

tanaman 1 Pembersihan/pemangkasan

2 Pemberian mulsa/serasah

3 Penanaman tanaman penutup tanah

4 Pemangkasan naungan 5 Penyiangan gulma 6 Pembuatan rorak 7 Pembuatan terassering

8 ... 9 ... Keterangan:

(44)

56 D. Pemupukan

No Jenis Pupuk Ya Tidak

Kapan dilakukan

(umur tanaman)

Dosis

1 Pupuk Kimia

a. Urea/ZA ... ... ... ... b. TSP ... ... ... ... c. KCL ... ... ... ... E. NPK ... ... ... ... 2 Pupuk Organik

a. Kandang ... ... ... ... b. Hijau ... ... ... ... c. Kompos/bokashi ... ... ... ... d. ... ... ... ... ...

e. Produksi

No Jenis produksi Volume (kg/ha/thn)

1 Basah ...

2 Kering ... 3 Olahan ... Keterangan:

(45)

57 F. KERAGAMAN OPT dan MA

1. Jenis dan Serangan OPT (Hama, Penyakit, gulma)

No Jenis OPT

Keadaan tahun terakhir Populasi Tingkat Kepadatan (ekor/phn) Ringan Sedang Berat 1

2 3 4 5

2. Jenis dan Populasi (Musuh Alami) MA

No Jenis Musuh

Alami

Keadaan tahun terakhir Populasi Tingkat Kepadatan (ekor/phn) Banyak Sedikit Tidak

ada 1

(46)

58 G. KEGIATAN PENGENDALIAN OPT

No Jenis Kegiatan Ya Tidak Kapan dilakukan 1. Pengamatan keadaan

kebun

2. Penyemprotan pestisida kimia

3. Penyemprotan pestisida nabati

4. Aplikasi agens hayati 5. Penyiangan gulma

6. ... 7. ...

H. KEGIATAN PASCA PANEN

No Jenis Kegiatan Ya Tidak Keterangan 1. Fermentasi

2. Pengeringan 3. Pelayuan 4. Penggilingan 5. Pengemasan

6. ... 7. ... Keterangan:

Jenis kegiatan disesuaikan dengan komoditas SL-PHT

(47)

59 I. EKONOMI PETANI

a. Harga jual tingkat petani : Rp. .../kg b. Total biaya produksi/musim/tahun :Rp.

.../musim/tahun

c. Total keuntungan/musim/tahun :Rp. .../musim/tahun

J. PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

K. PENGETAHUAN/KETERAMPILAN YANG DIBUTUHKAN PADA PENYELENGGARAAN SLPHT INI

1. ... 2. ... 3. ... 4. ...

... , ...

Enumerator/Pemandu Lapang, Responden/Petani

... ... No Jenis

Pelatihan

Waktu pelatihan (dari tgl....s/d....)

Tempat Pelatihan

Penyelenggara Pelatihan 1

(48)

60

Lampiran 2. Test Ballot Box

Test Ballot Box adalah salah satu metode evaluasi untuk mengukur kemampuan petani peserta SL-PHT sebelum dan setelah mengikuti SL-PHT.

Pengelompokan soal ballot box meliputi pengetahuan dan pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Pengetahuan.

- Fungsi serangga yang ada di kebun

- Fungsi tanaman selain tanaman pokok yang ada di kebun

- Gejala kelainan yang terjadi pada tanaman pokok di kebun

- Pupuk - Pestisida

2. Pengambilan keputusan mengenai :

- Keberadaan serangga di kebun

- Keberadaan tanaman selain tanaman pokok di kebun

- Keberadaan gejala kelainan yang terjadi pada tanaman pokok di kebun

- Kondisi kebun dikaitkan dengan keadaan iklim/cuaca

(49)

61 Lampiran 3. Analisis Agroekosistem (AAES)

Analisis agroekosistem (AAES) merupakan suatu proses kegiatan yang dimulai dari pengamatan, pengungkapan, penganalisaan, menyimpulkan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut.

Tujuan AAES adalah untuk mengetahui keadaan agroekosistem kebun saat itu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan rencana tindak lanjut pengelolaan kebun.

Proses pelaksanaan AAES meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pengamatan

Pengamatan dilakukan bersama-sama oleh pemandu dan petani, unsure yang diamati meliputi:

Jumlah populasi serangga hama

Jumlah populasi serangga musuh alami

Persentase bagian tanaman terserang hama/penyakit

Kondisi tanaman Keadaan cuaca Keadaan tanah Keberadaan gulma

Unsur-unsur ekosistem lainnya yang berpengaruh terhadap kondisi kebun

2. Pengungkapan

(50)

62 dianalisa bersama dalam diskusi kelompok, format gambar keadaan agroekosistem kebun adalah sebagai berikut:

KEADAAN AGROEKOSISTEM KEBUN …………..

MINGGU KE : ……… TANGGAL :……….

Gambar keadaan

awan

Gambar arus angin Gambar sinar

matahari

Gambar Serangga hama

………….. pop/phn ………….. pop/phn ………….. pop/phn

Gambar kondisi

tanaman beserta

bagian tanaman

yang terserang

OPT dan ciri-ciri penyimpangan fisiologis lainnya

Gambar serangga musuh alami

Gambar kondisi

tanah

Keterangan aplikasi pestisida

Gambar keadaan

gulma

Pembahasan:

Merupakan ungkapan hasil analisa data yang menghubungkan sebab akibat interaksi antara unsur biotik dan abiotik yang terjadi pada ekosistem kebun

Kesimpulan:

Ungkapan keadaan kondisi kebun (sehat, terancam rusak, membaik)

Rencana Tindak Lanjut (RTL):

Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk menjaga kesinambungan ekosistem kebun supaya kondisinya tetap baik Keterangan:

1. Kegiatan AAES dilakukan di kebun lahan belajar SL-PHT,

(51)

63 pengambilan keputusan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut di diskusikan dalam sub kelompok. Hasil analisis agroekosistem dipresentasekan dalam bentuk diskusi pleno, dalam satu kelas SL-PHT dapat dibagi menjadi 4-5 sub kelompok.

2. Sebagai pembanding, setiap sub kelompok memiliki petak

perlakuan PHT dan kebiasaan petani.

3. Dalam pengambilan kesimpulan, data hasil AAES minggu

sebelumnya dijadikan bahan perbandingan.

(52)

64

Lampiran 4. Matrik Analisa Pasangan terperinci

HAL-HAL YANG

1. Matrik analisa pasangan terperinci merupakan model evaluasi penyelenggaraan SL-PHT yang digunakan oleh Pemandu Lapang bersama-sama dengan warga belajar. 2. Penggunaan matrik analisa pasangan terperinci ini untuk

mengevaluasi hal-hal yang mendukung dan menghambat proses belajar mengajar serta mendiskusikan solusi cara memperbaiki hal-hal yang belum baik untuk mendukung kelancaran proses belajar mengajar.

3. Hal-hal yang dievaluasi diantaranya meliputi: disiplin peserta, disiplin pemandu, ketersediaan sarana belajar mengajar, dan lain sebagainya.

(53)

65

Lampiran 5. Matrik Kualitas SL-PHT

KEGIATAN TAHAP CATATAN PETUNJUK

KUALITAS

Ballot box Persiapan

(54)
(55)

49

Lampiran 6.Lokasi, Jenis dan Volume Komponen SL-PHT APBN Refocusing + APBN-P

No.

Provinsi Kabupaten

APBN

Refocusing APBNP

(56)

50

No.

Provinsi Kabupaten

APBN

Refocusing APBNP

(57)

51

No.

Provinsi Kabupaten

APBN

Refocusing APBNP

(58)

52

No.

Provinsi Kabupaten

APBN

Refocusing APBNP

(59)

53

No.

Provinsi Kabupaten

APBN

Refocusing APBNP

Jumlah

SL-PHT Jambu Mete

(60)

54

No.

Provinsi Kabupaten

APBN

Refocusing APBNP

Jumlah Kelompok

Tani

Jumlah Kelompok

Tani

13. Kediri 2 -

14. Tulungagung 2 2

15. Ngawi 2 -

16. Situbondo 2 2

4 Sumsel 17. Ogan Ilir 2 -

5 Lampung 18. Lampung Tengah 2 -

6 Sulsel 19. Bone 2 2

20. Takalar 2 -

21. Wajo 2 -

7 Gorontalo 22. Gorontalo 2 2

Jumlah 42 22

(61)

55 Lampiran : 7. LAPORAN PERKEMBANGAN REALISASI FISIK DAN KEUANGAN

KEGIATAN SL-PHT TAHUN 2015 Provinsi :

Posisi :

No. Uraian Kegiatan

Target Realisasi

Permasalahan RTL

Volume Keuangan Fisik Keuangan

(KT/Kali) (Rp.) (KT/Kali) (%) (Rp.) (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(62)

56

Lampiran 8. Out Line Laporan Akhir

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (jika ada) DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN (jika ada) I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja

II. TINJAUAN PUSTAKA III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode

D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E. Simpul Kritis Kegiatan

F. Pelaksana G. Pembiayaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut

VI. DAFTAR PUSTAKA

Gambar

Tabel 1. Materi SL-PHT
gambar keadaan agroekosistem kebun adalah sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Skripsi berjudul “ Hubungan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Padi Terhadap Tingkat Penerapan Teknologi Usahatani dan Perbedaan Pendapatan Petani Padi di

Skripsi berjudul: Hubungan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) terhadap Perilaku Petani dan Produktivitas Tanaman Jeruk Siam, telah diuji dan disahkan

[r]

Untuk mengendalikan pelaksanaan Optimasi Lahan di tingkat Propinsi, Kepala Dinas Pertanian Propinsi melakukan pengendalian kegiatan melalui pembinaan reguler dan

Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Tingkat Penerapan Teknologi PHT sebelum dan sesudah petani mengikuti SLPHT ; (2) Dampak Sekolah Lapangan

Untuk mengendalikan pelaksanaan Pengembangan SRI di tingkat Propinsi, Kepala Dinas Pertanian Propinsi melakukan pengendalian kegiatan melalui pembinaan reguler dan