• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN PERLINDUNGAN

PERKEBUNAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PEDOMAN TEKNIS

PENANGANAN OPT

TANAMAN PERKEBUNAN

(2)

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Perkebunan tahun 2016 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat Perlindungan Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sistematika Pedoman Teknis ini terdiri dari Bab I. Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Sasaran Kegiatan, Tujuan dan Pengertian Umum; Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan memuat tentang Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan dan Spesifikasi Teknis; Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, berisi Ruang Lingkup, Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan, Lokasi, Jenis, Volume, dan Simpul Kritis; Bab IV. Pengadaan Barang; Bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan; Bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; Bab VII. Pembiayaan; serta Bab VIII. Penutup.

(3)
(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Sasaran Nasional ... 3

C. Tujuan ... 4

D. Pengertian Umum... 4

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..9

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 9

B. Spesifikasi Teknis ... 16

III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 27

A. Ruang Lingkup ... 27

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ... 31

C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 35

D. Simpul Kritis ... 38

(5)

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,

PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN ... 41

A. Pembinaan, Pengendalian,

Pengawalan dan Pendampingan.... 41 B. Pelaksanaan Pembinaan,

Pengendalian, Pengawalan dan

Pendampingan ………. 42

VI. MONITORING, EVALUASI DAN

PELAPORAN ... 44

VII. PEMBIAYAAN ... 47

VIII. PENUTUP ... 48

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Spesifikasi Teknis Sex Feromon ... 49 2. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon... 52 3. Spesifikasi Teknis Pengendalian Babi Hutan

... 65 4. Cara Pembuatan dan Aplikasi Bubur

Bordo... 66 5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu

Penggerek... 67 6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu

(Uret)... 68 7. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu

(Tikus)... 68 8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu

(Babi Hutan)... 68 9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Tembakau……... 69 10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kakao………... 69 11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kelapa………... 70 12. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Karet... 71 13. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian

OPT Kakao (PBK)………... 71 14. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian

(7)

16. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian

OPT Karet (JAP)... 72 17. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian OPT

Nilam... 72 18. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian

OPT pada Tanaman Tebu per Hektar... 73 19. Jenis dan Volume Komponen Pengendali-an

OPT Tembakau per Hektar ... 74 20. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian

OPT Nilam per Hektar ... 74

21. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian

OPT Kakao per Hektar... 75 22. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian

OPT pada Tanaman Kelapa per hektar... 76 23. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian

OPT pada Tanaman Karet per Hektar ... 79 24. Jenis dan Volume Komponen Demfarm

Pengendalian Uret Tebu per Hektar... 80 25. Jenis dan Volume Komponen Demfarm

Pengendalian OPT Kakao per Hektar... 81 26. Jenis dan Volume Komponen Demfarm

Pengendalian JAP Pada Tanaman Karet per

Hektar... 82 27. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan

Kegiatan Pengendalian/Demfarm/ Demplot

OPT... 83 28. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan

Pengendalian/Demfarm/Demplot OPT... 84 29. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik

Dan Keuangan Kegiatan Pengendalian

(8)
(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rata-rata serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada komoditi utama tanaman perkebunan 3-5 tahun terakhir 1,25 juta Ha dari luas areal perkebunan Indonesia sampai dengan tahun 2014 sekitar 22,99 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat sekitar 70% dari total areal perkebunan. Produktivitas baru mencapai 58% dari potensi.

Rendahnya produktivitas dan mutu antara lain disebabkan oleh penggunaan benih unggul yang baru mencapai 40%, rendahnya kualitas penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) di tingkat petani dan masih tingginya kehilangan hasil akibat serangan OPT. Kondisi tersebut diperburuk dengan terjadinya cekaman iklim seperti kekeringan, kebakaran lahan dan banjir.

Kerugian akibat serangan OPT pada 16 komoditas perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh, tembakau, nilam, sagu, kemiri sunan, pala dan kapas pada tahun 2014 berdasarkan data perhitungan taksasi kerugian hasil diperkirakan sekitar Rp.4,84 trilyun.

(10)

(PBK), penyakit Vascular Streak Dieback (VSD), dan busuk buah pada kakao; Penggerek Buah pada Kopi (PBKo); penyakit busuk pangkal batang dan jamur pirang pada lada; penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Kering Alur Sadap (KAS) pada karet; hama Sexava sp., Oryctes sp.,

Rhyncophorus sp., Brontispa sp., tungau (Aceria guerreronis) dan penyakit busuk pucuk pada kelapa; hama Helopeltis sp., penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Jamur Akar Coklat (JAC) pada jambu mete; hama ulat api dan penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp.) pada kelapa sawit; hama uret, tikus, babi hutan, penggerek batang (Chilo sp.) dan penggerek pucuk (Scirphophaga sp.) pada tebu; hama

Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora

sp. pada tembakau; penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum.), budok (Synchytrium

sp.) dan nematoda pada nilam; hama penggerek buah Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx

sp. dan ulat daun Spodoptera sp. pada kapas; hama Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada teh; hama penggerek batang Nothopeus

sp., Jamur Akar Putih/JAP (Rigidophorus lignosus) dan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh/BPKC (Pseudomonas syzigii) pada cengkeh; hama penggerek batang dan penyakit layu pembuluh pada pala.

(11)

tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/07.210/9/97 tentang Pedoman Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan pemantauan, pengamatan, dan pengendalian OPT.

Penanganan OPT masih belum optimal karena peran, kesadaran dan kemampuan masyarakat masih relatif rendah. Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian, diperlukan bantuan pengendalian oleh pemerintah sebagai stimulan untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT tersebut. Karena terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, kegiatan pengendalian OPT dilaksanakan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pada tahun anggaran 2016 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pengendalian OPT tanaman tahunan di 15 provinsi; pengendalian OPT tanaman semusim di 12 provinsi; serta pengendalian OPT tanaman rempah dan penyegar di 9 provinsi.

B. Sasaran Nasional

(12)

Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah terkendalinya serangan OPT sehingga dapat mendukung peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan adalah memberikan bantuan pengendalian OPT pada pusat-pusat serangan dan mendorong petani untuk melakukan pengendalian secara mandiri agar serangan OPT terkendali dan tidak meluas pada areal tanaman lainnya.

D. Pengertian Umum

Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Perkebunan, maka perlu disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut :

1. Kelompok Tani adalah kumpulan petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota yang terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan.

(13)

menjadi peserta kegiatan yang akan dilaksanakan.

3. Hamparan tanaman adalah luas pertanaman dengan tingkat homogenitas tanaman yang relatif homogen.

4. Sosialisasi adalah penyampaian/penjelasan lebih rinci tentang kegiatan penanganan OPT perkebunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah setempat dan petani.

5. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tanaman adalah jenis serangga, tumbuhan (gulma), jamur/cendawan, bakteri, nematoda, virus, vertebrata dan jasad renik lainnya yang dapat merusak, mengganggu kehidupan tanaman budidaya sehingga menyebabkan berkurang/hilangnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan.

6. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkem-bangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.

(14)

betina atau sintentis yang digunakan untuk menarik/menangkap serangga hama jantan, sehingga perkawinan gagal terjadi.

8. Predator adalah suatu organisme yang makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.

9. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.

10. Patogen adalah suatu mikroorganisme yang hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati.

11. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari bagian tumbuhan yang bersifat racun (toxic) untuk menghambat/ membunuh OPT sasaran namun tidak membahayakan lingkungan.

12. Demonstrasi plot (Demplot) pengendalian OPT, yaitu model percontohan pengendalian OPT perkebunan dengan luas areal 1-5 hektar.

(15)

lebih dari 5 hektar sampai dengan 25 hektar.

14. Tanaman perangkap adalah jenis tanaman yang digunakan untuk mengalihkan serangan/memerangkap OPT dari tanaman inangnya.

15. Lapon adalah sejenis perangkap babi hutan dalam bentuk jaring jerat yang dipasang pada tempat-tempat yang berpotensi dilewati babi hutan.

16. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.

17. Pemantauan adalah kegiatan mengamati dan mengawasi populasi atau tingkat serangan OPT dan faktor-faktor yang mempe-ngaruhinya secara berkala pada tempat tertentu.

(16)

19. Luas serangan adalah luas tanaman yang mengalami kerusakan akibat gangguan/ serangan OPT yang dinyatakan dalam hektar.

20. Luas pengendalian adalah luas tanaman terserang yang dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian.

21. Sanitasi adalah tindakan membersihkan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.

22. Eradikasi adalah tindakan memusnahkan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.

23. Eksplosi adalah tingkat populasi hama sangat tinggi yang terjadi secara mendadak dan singkat akibat hampir tidak adanya faktor penghambat.

(17)

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

1. Pendekatan umum

Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.

a. SK Tim Pelaksana Kegiatan

1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.

2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan Dekon dan TP provinsi untuk kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan, ditetapkan oleh Kepala Dinas yang Membidangi Perkebunan Provinsi.

3) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota.

b. Rencana kerja

(18)

c. Juklak, Juknis

Penanggungjawab kegiatan harus menyusun Juklak/Juknis yang mengacu kepada pedoman teknis yang dikeluarkan oleh Ditjen. Perkebunan. Penyusunan Juklak/Juknis untuk kegiatan Dekon dan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana.

d. Koordinasi dan Sosialisasi

Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan.

Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan kepada petani peserta kegiatan pengendalian dan pihak terkait lainnya.

e. Pelelangan/pengadaan

(19)

digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.

f. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung.

g. Laporan

1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh penanggung jawab kegiatan.

2) Laporan fisik dan keuangan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai form

SIMONEV.

3) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2016.

2. Prinsip Pendekatan Teknis

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

1) CP/CL

(20)

dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan.

b) CP/CL untuk kegiatan TP Provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

c) CP/CL untuk kegiatan TP Kabupaten/ Kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.

d) Sosialisasi kepada petani dan pihak terkait lainnya dilakukan sebelum kegiatan pelaksanaan pengendalian.

e) Pengamatan

 Pengamatan awal dilakukan sebelum pelaksanaan pengendalian untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan OPT, serta teknik pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan dikendalikan.

 Pengamatan akhir dilakukan setelah pelaksanaan pengendalian untuk melihat efektivitas hasil pengendalian.

(21)

 Khusus untuk pengendalian OPT dengan menggunakan feromon dilakukan pengamatan untuk mengetahui jumlah tangkapan OPT sasaran.

2) Bahan Pengendali

a)APH dan Pesnab yang digunakan untuk pengendalian OPT telah mendapatkan izin dari Menteri Pertanian. Sedangkan penggunaan APH/Pesnab pada kegiatan demplot/demfarm dapat menggunakan APH/Pesnab yang telah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/Perti/ Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (Medan/Surabaya/Ambon)/ Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.

b)Parasitoid, predator dan tanaman antagonis yang digunakan telah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/ Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (Medan /Surabaya/Ambon)/ Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.

c)Pestisida sintetis dan feromon yang digunakan telah terdaftar dan mendapat ijin dari Menteri Pertanian.

(22)

3) Waktu pelaksanaan pengendalian dilaksanakan pada kesempatan pertama setelah dilakukan penetapan CP/CL disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing.

b. Demfarm Pengendalian OPT

1) Demfarm pengendalian OPT dilaksanakan oleh kelompok, untuk 3 (tiga) komoditi yaitu kakao, karet, dan tebu.

2) Kegiatan bertujuan untuk memberikan contoh kepada petani dalam mengendalikan PBK pada tanaman kakao, JAP pada tanaman karet, dan uret serta penggerek batang/ pucuk pada tanaman tebu.

3) Demfarm dilaksanakan di kebun petani, yang mudah dijangkau dan dapat menjadi etalase/percontohan bagi petani lainnya. Pelaksana kegiatan adalah UPTD Perlindungan Perkebunan di bawah Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota.

c. Demplot Pengendalian OPT

Demplot pengendalian OPT dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi perkebunan, di lahan petani pada 1 (satu) komoditi yaitu nilam.

(23)

2) Demplot dilaksanakan di kebun petani, yang mudah dijangkau dan dapat menjadi etalase/percontohan bagi petani lainnya. Pelaksana kegiatan adalah UPTD Perlindungan Perkebunan di bawah Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota.

3. Tindak Lanjut

a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan

- Perencanaan kegiatan, jadual kegiatan - Pembuatan juklak, juknis setiap kegiatan - Menunjuk penanggungjawab dan

pelaksana kegiatan - Survei lokasi kegiatan

- Koordinasi dengan instansi terkait

- Menindaklanjuti rekomendasi hasil pembinaan

b. Tahap Pasca Kegiatan

1) Pengendalian OPT

a)Kelompok tani yang telah melaksanakan pengendalian OPT diharapkan agar melanjutkan pengendalian secara rutin, mandiri dan menyebarluaskan teknologi pengendalian OPT kepada petani di-sekitarnya.

(24)

membangun sistem peringatan dini. Pengendalian OPT agar dilakukan sejak dini berdasarkan pengamatan dan jangan menunggu sampai terjadi eksplosi.

c)Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota agar melakukan pengawalan/pendampingan secara berkelanjutan. Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota mengupayakan penyedia-an penyedia-anggarpenyedia-an untuk pengawalpenyedia-an dpenyedia-an pendampingan kepada petani.

2) Demfarm Pengendalian OPT

Kelompok tani di sekitar lokasi demfarm diharapkan mau mencontoh teknologi pengendalian OPT yang telah dilaksanakan. Provinsi pelaksana demfarm diharapkan melanjutkan dan mengembangkan hasil demfarm di wilayah binaan. Petugas melakukan pencatatan/evaluasi perkem-bangan demfarm, dan petani melakukan pemeliharaan demfarm.

3) Demplot Pengendalian OPT

(25)

B. Spesifikasi Teknis

1. Kriteria

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

Kriteria pengendalian sebagai berikut:

1) Luas pengendalian OPT minimal 25 ha/kelompok tani dengan perhitungan populasi tanaman sesuai standar baku.

2) Calon lokasi merupakan hamparan dengan kondisi tanaman terserang OPT ringan atau masih dapat dipulihkan.

3) Calon petani/kelompok tani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif.

4) Teknologi pengendalian OPT yang digunakan mengacu pada rekomendasi Puslit/Balit/ Perti/BBPPTP (Medan/Surabaya/Ambon)/ BPTP Pontianak atau pedoman pengenalan dan pengendalian OPT yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan.

b. Demfarm Pengendalian OPT

Kriteria demfarm pengendalian OPT sebagai berikut:

(26)

2) Demfarm dilaksanakan pada hamparan dengan luas areal lebih dari 5 (lima) hektar sampai dengan 25 hektar.

3) Lokasi demfarm mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. Untuk mendapatkan hasil yang signifikan lokasi untuk tahun ke 2 dan ke 3 tidak berubah.

4) Demfarm berada pada pusat serangan atau daerah penyebaran serangan OPT yaitu: PBK pada kakao, JAP pada karet dan Uret serta penggerek batang/pucuk pada tebu.

c. Demplot Pengendalian OPT

Kriteria demplot pengendalian OPT sebagai berikut:

1) Demplot dilaksanakan oleh UPTD Perlindungan Perkebunan pada Dinas provinsi yang membidangi perkebunan, bekerja sama dengan kelompok tani/petani.

2) Demplot dilaksanakan pada hamparan dengan luas areal 1 (satu) hektar sampai dengan 5 (lima) hektar.

3) Lokasi demplot mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. Untuk mendapatkan hasil yang signifikan lokasi untuk tahun ke 2 dan ke 3 tidak berubah.

(27)

yaitu: penyakit budok, nematoda, ulat/kutu daun pada nilam.

2. Metode

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

Pengendalian OPT tanaman perkebunan dilaksanakan dalam kelompok tani yang sudah ditetapkan oleh Kepala Dinas provinsi yang membidangi perkebunan. Pengendalian dilaksanakan secara serentak dan massal melalui penerapan PHT terhadap OPT :

1) Penggerek Batang/Pucuk Tebu (Chilo sacchariphagus/Schirpophaga sp.)

 Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat : 100% untuk penggerek batang dan Hexsadsenal 100%

untuk penggerek pucuk.

 Pemasangan feromon sebanyak 10 set/ha/aplikasi. Penggantian feromon dilakukan setiap 3 bulan sekali.

2) Uret Tebu (Lepidiota stigma)

 Pengambilan, pengumpulan dan pemusnahan uret pada saat pengolahan tanah.

(28)

3) Tikus (Rattus sp.)

 Penangkapan/pemburuan tikus secara serentak (gropyokan).

 Aplikasi umpan/racun tikus berbahan aktif antara lain bromadiolon, brodifakum, seng fosfida dan couma-tetralyl.

4) Babi Hutan (Sus sp.) pada Tebu

 Pemasangan lapon pada jalur jalan babi hutan.

 Pemagarandi sekitar areal kebun.

5) Lanas (Phytophthora sp.) dan Ulat Daun (Spodoptera sp., Heliothis sp.) pada Tembakau

 Aplikasi APH Beauveria bassiana, dan atau SL-NPV (tergantung intensitas serangan).

 Aplikasi Pestisida nabati berbahan aktif azadirachtin. Aplikasi pestisida nabati diulang bila perlu dengan memperhatikan populasi ulat daun yang dikendalikan.

 Aplikasi APH dilakukan 1 minggu setelah aplikasi pestisida nabati.

6) Penggerek Buah pada Kakao/PBK (Conopomorpha cramerella)

(29)

 Panen sering.

 Pemasangan attraktan/sex feromon sebanyak 6 set/hektar/aplikasi. Aplikasi feromon diulang dengan interval minimal 4 (empat) bulan.

 Sarungisasi

 Insektisida yang sudah mendapat izin Menteri Pertanian.

7) Hama Brontispa sp. pada kelapa

 Memotong janur dan diturunkan dengan tali, kemudian dikumpulkan dan dimusnahkan untuk membunuh larva dan imago Brontispa sp.

 Pelepasan parasitoid pupa Tetrastichus brontispae, sebanyak 25 ekor pupa

Brontispa terparasit per hektar.

8) Hama Kumbang Nyiur Oryctes sp. pada Kelapa

 Membersihkan kebun atau memusnah-kan semua tempat perkembangbiamemusnah-kan

Oryctes sp. seperti sisa tanaman mati, sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak, tumpukan serbuk gergaji, dan lainnya; memotong-motong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dimusnahkan.

(30)

sebanyak 1 set/ ha. Penggantian feromon dilakukan setiap 3 (tiga) bulan.

9) Hama Sexava sp. pada Kelapa

 Sanitasi kebun.

 Pelepasan parasitoid telur Leefmansia bicolor sebanyak 25 butir telur terparasit/ha.

10)Hama Tungau (Aceria guerreronis) pada Kelapa

 Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah kelapa terserang yang berserakan disekitar pohon.

 Aplikasi pestisida sistemik berbahan aktif antara lain : dimehipo atau karbosulfan melalui injeksi batang/infus akar.

11)Penyakit Busuk Pucuk (Phytophthora palmivora ) pada tanaman kelapa

 Eradikasi tanaman kelapa yang terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang)

(31)

12)Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada Karet

 Eradikasi tanaman terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang).

 Mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma.

 Aplikasi fungisida dengan bahan aktif antara lain triadimefon, triadimenol, hexaconazol, atau siproconazol dengan dosis 1 lt/hektar.

 Aplikasi APH atau pupuk hayati berbahan aktif Trichoderma sp. pada tanaman terserang ringan dan sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi.

 Aplikasi APH atau pupuk hayati berbahan aktif Trichoderma sp. dilakukan setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur

Trichoderma sp. dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik).

Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH, dan sex feromon disajikan pada lampiran 1, 2 dan 3.

(32)

1) Demfarm Pengendalian Hama PBK pada Tanaman Kakao

a) Pemangkasan dan sanitasi.

b)Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (setara pupuk kandang).

c) Pemasangan sex feromon.

2) Demfarm Pengendalian Hama Uret Pada Tebu

a)Pengambilan, pengumpulan dan pemusnahan uret bersamaan dengan pengolahan tanah.

b)Aplikasi pupuk organik dicampur dengan APH jamur Metarhizium sp./ nematoda enthomopatogen (NEP) sebelum tanam, atau pada saat pembuatan juringan.

c)Pemasangan perangkap (lampu perangkap/trap barrier/jaring pe-rangkap) untuk imago.

3) Demfarm Pengendalian Penggerek Batang/Pucuk Tebu (Chilo sacchariphagus/Schirpophaga sp.)

a) Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat : 100% untuk penggerek batang dan Hexsadsenal 100%

untuk penggerek pucuk.

(33)

4) Demfarm JAP Karet

a)Eradikasi tanaman terserang (mem-bongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang).

b)Mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengen-dalian gulma.

c)Aplikasi fungisida berbahan aktif antara lain triadimefon/triadimenol dengan dosis 1 lt/hektar.

d)Aplikasi APH jamur Trichoderma sp. pada tanaman terserang ringan dan sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi dengan dosis 15 kg/ha.

e)Aplikasi jamur Trichoderma sp. dilakukan setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur Trichoderma sp. dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik).

Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan sex feromon disajikan pada lampiran 1,2 dan 3.

c. Demplot Pengendalian OPT

(34)

a) Penggunaan pestisida nabati bubuk biji nimba, dosis 5 kg/ha/aplikasi. Aplikasi dilakukan 3 kali dengan interval 2 minggu, di mulai dari tanaman umur 2 minggu.

b) Penggunaan APH Beauveria bassiana dengan dosis 0.5 kg/ha/aplikasi. Aplikasi dilakukan 4 kali dengan interval 2 minggu sekali.

c) Penggunaan bubur bordo dengan dosis 1 kg/ha, diaplikasikan seminggu setelah tanam.

d) Aplikasi pupuk kandang 1500kg/ha/ aplikasi atau bahan organik yang setara.

(35)

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

1. Pengendalian OPT

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan meliputi Tanaman Semusim dan Rempah, Tanaman Tahunan dan Penyegar.

b. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dilakukan di areal petani pekebun yang tergabung dalam kelompok tani pada komoditas kakao, tebu, tembakau, nilam, kelapa dan karet.

c. Tahapan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan CP/CL, sosialisasi pengendalian OPT, pengadaan bahan dan alat pengendali, pengamatan dan pengendalian, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan.

d. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 2 3

1 Input/Masukan - Dana

- SDM

(36)

1 2 3 2 Output/Keluaran Terlaksananya

pengendalian OPT

tanaman kakao 4.500 ha, tebu 2.424 ha, tembakau 300 ha, kelapa 3.400 ha, dan karet 725 ha

3 Outcome/hasil Menurunnya luas

serangan OPT pada tanaman kakao 4.500 ha, tebu 2.424 ha, tembakau 300 ha, kelapa 3.400 ha, dan karet 725 ha

2. Demfarm Pengendalian OPT

a. Demfarm pengendalian OPT pada tanaman kakao, tebu dan karet dilakukan di kebun petani.

(37)

pemeliharaan tanaman, pendamping- an serta monitoring/evaluasi dan pelaporan.

c. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian 1 Input/Masukan - Dana

- SDM - Data dan informasi - Teknologi

2 Output/Keluaran Terlaksananya demfarm pengendalian PBK pada kakao 10 ha, uret pada tebu 5 ha, penggerek pada tebu 5 ha, JAP pada karet 50 ha

3 Outcome/hasil - Tersosialisasinya teknologi pengendalian PBK pada kakao 10 ha, uret pada tebu 5 ha, penggerek pada tebu 5 ha, JAP pada karet 50 ha.

- Diperolehnya

(38)

3. Demplot Pengendalian OPT

a.Demplot pengendalian OPT pada tanaman nilam dilakukan di kebun petani.

b.Tahapan kegiatan demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demplot pengendalian, pengadaan sarana produksi klon unggulan lokal yang tahan terhadap OPT dan mempunyai produktivitas tinggi, pupuk, bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah, APH dan pompa air, pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/evaluasi dan pelaporan.

c.Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 2 3

1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi

2 Output/Keluaran Terlaksananya demplot

pengendalian pada

(39)

1 2 3 3 Outcome/hasil - Tersosialisasinya

teknologi

pengen-dalian hama OPT

pada pada nilam 40 ha.

- Diperolehnya reko-mendasi teknologi

pengendalian OPT

pada pada nilam 40 ha.

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan

1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan pengendalian OPT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan berkoordinasi dengan dinas provinsi. Sedangkan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Demfarm/Demplot pengendalian OPT adalah Dinas Provinsi/Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan.

(40)

3. Kewenangan dan tanggung jawab :

a. Direktorat Perlindungan Perkebunan

 Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis;

 Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.

b. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan

 Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT/ demfarm/demplot pengendalian OPT dan pemberdayaan perangkat perlindungan tingkat provinsi;

 Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, BBPPTP Medan/Surabaya/ Ambon/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;

 Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk kegiatan pengendalian OPT/Demfarm/Demplot pengenda-lian OPT perkebunan;

(41)

 Menetapkan CP/CL kegiatan pengendalian OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT untuk TP Provinsi;

 Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat;

 Sosialisasi kegiatan pengendalian OPT/demfarm/demplot

pengendalian OPT bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan;

 Menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi Direktorat Perlindungan Perkebunan.

 Menyampaikan laporan pelaksa-naan kegiatan pengendalian OPT/demfarm/demplot pengenda-lian OPT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

c. Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan

(42)

 Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, BBPPTP (Medan/ Surabaya/Ambon), BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;

 Membuat juknis kegiatan pengendalian OPT perkebunan;

 Melakukan verifikasi dan penetapan CP/CL;

 Melakukan sosialisasi, pembinaan dan monev kegiatan pengendalian OPT perkebunan;

 Menyampaikan laporan pelaksa-naan kegiatan pengendalian OPT ke Dinas Provinsi dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

d. Kelompok Tani/Petani :

 Mengikuti sosialisasi pengendali-an OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT.

(43)

C. Lokasi, Jenis dan Volume

1. Lokasi

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan (Tanaman Semusim dan Rempah, dan Tanaman Tahunan dan Penyegar)

1) Pengendalian OPT Tebu

Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tebu seluas 2424 ha di 10 Provinsi 26 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 5, 6, 7, dan 8.

2) Pengendalian OPT Tembakau

Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tembakau seluas 300 ha di 4 Provinsi 4 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 9 . 3) Pengendalian OPT Kakao

Kegiatan pengendalian OPT pada kakao seluas 4500 ha di 9 provinsi 20 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 10.

4) Pengendalian OPT Kelapa

(44)

5) Pengendalian OPT Karet

Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman karet seluas 725 ha di 6 provinsi 7 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 12. b. Demfarm Pengendalian OPT Perkebunan

1)Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Kakao (PBK)

Kegiatan demfarm pengendalian OPT kakao seluas 10 ha di Provinsi Bali 1 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 13.

2)Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Tebu (Uret)

Kegiatan demfarm pengendalian OPT tebu seluas 5 ha di Provinsi DIY (Kabupaten Sleman). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 14.

3)Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Tebu (Penggerek Tanaman)

(45)

4)Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Karet (JAP)

Kegiatan demfarm pengendalian OPT karet seluas 50 ha di 4 Provinsi 5 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 16.

c. Demplot Pengendalian OPT Perkebunan

Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Nilam seluas 40 Ha di 4 Provinsi 5 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 17.

2. Jenis dan Volume Kegiatan

a. Komponen biaya kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi :

Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi.

b. Komponen biaya kegiatan Demfarm pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi :

(46)

c. Komponen biaya kegiatan Demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi :

Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi.

Rincian Jenis dan Komponen Pengendalian/demfarm dan demplot OPT tanaman perkebunan disajikan pada

Lampiran 18-26.

D. Simpul Kritis

1. Simpul Kritis Pengendalian OPT, Demfarm dan Demplot Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan sebagai berikut :

a. Penetapan SK pelaksana kegiatan terlambat, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. SK pelaksana kegiatan ditetapkan paling lambat seminggu setelah diterimanya Pedoman Teknis.

(47)

c. Terlambatnya penyusunan juklak dan juknis, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dinas agar segera menyusun juknis/juklak paling lambat dua minggu setelah diterimanya Pedoman Teknis.

d. Penetapan CP/CL tidak akurat sehingga terjadi revisi CP/CL atau tetap dilaksanakan pada CP/CL yang tidak tepat yang mengakibatkan pelaksanaan pengendalian terlambat/ tidak tepat sasaran. Verifikasi penetapan CP/CL dilakukan secara bersama antara dinas provinsi dengan dinas kabupaten sebelum pengusulan kegiatan.

(48)

IV. PENGADAAN BARANG

(49)

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan

Pendampingan

Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana dekonsentrasi Provinsi dan TP Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak dan pihak terkait lainnya.

Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.

(50)

harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.

B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian,

Pengawalan dan Pendampingan

Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.

Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.

Pendampingan terhadap kelompok tani peserta pengendalian OPT/demfarm/ demplot dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mencakup tahapan persiapan dan pelaksanaan kegiatan.

(51)

Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan Perlindungan Perkebunan tingkat provinsi.

(52)

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Monitoring

Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.

Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.

B. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/ penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.

Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.

C. Pelaporan

(53)

kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.

1. Jenis Laporan :

a. Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan

1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan

Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana kegiatan; penyusunan juklak/ juknis; penetapan CP/CL; persiapan administrasi; pengadaan alat dan bahan; sosialisasi, dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.

2) Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan meliputi pengamatan awal, aplikasi pengendalian, pemantauan, pengamatan akhir, dilaporkan sebanyak 3 kali selama pelaksanaan kegiatan.

b. Laporan Fisik dan Keuangan

1) Laporan Mingguan

(54)

Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu pada hari Jum’at.

2) Laporan Bulanan

Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.

3) Laporan Triwulan

Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.

4) Laporan Akhir

(55)

Format Laporan Perkembangan Persiapan Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti pada lampiran 27-30.

VII. PEMBIAYAAN

(56)

VIII. PENUTUP

Pelaksanaan pengendalian OPT diharapkan mampu menstimulasi untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan gangguan OPT pada tingkat lahan usaha tani secara mandiri, gradual dan berkesinambungan dan pada akhirnya dapat berkontribusi dalam menurunkan tingkat serangan OPT terutama pada pusat-pusat serangan sehingga dapat terkendali dan tidak semakin meluas.

(57)

Lampiran 1. Spesifikasi Teknis Sex Feromon

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan

1. - Sex Feromon perangkap dan 2 tabung vial feromon

(58)

pe-No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan

(59)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan

Kumbang Sagu

- Bahan aktif: 4–5 metil –5-

nonanol

suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung.

( Rhyncho-phorus ferrugineus) pada kelapa

erah serang-an Rhyncho-phorus

(60)

Lampiran 2. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

1. - Sex Feromon

- Perangkap dilipat berbentuk rumah;

- Tabung feromon digantung pada perangkap;

- Tutup tabung feromon dilubangi dengan

menggunakan jarum dan jangan dibuka;

- Lem/perekat di-buka kemudian di- masukkan dalam

- Aplikasi feromon dilakukan 2 kali dalam satu tahun atau

menyesuaikan dengan kondisi lapangan.

- Aplikasi feromon dimulai pada saat musim buah. Buah berukuran rata-rata 8 cm dan mulai ada serangan PBK.

- Pemasangan

feromon harus memenuhi 5 T

- Sebelum aplikasi perlu dilakukan pengamatan untuk menentukan

(61)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

perangkap;

- Perangkap

digantung di atas tajuk tanaman de-ngan ketinggian 0,5 m diatas tajuk tertinggi;

- Jalur penempatan perangkap secara diagonal atau zig zag pada pusat-pusat serangan;

- Pengamatan di-lakukan secara berkala maksimal 1 minggu sekali;

- Interval penggan-tian feromon dan perekat/lem paling lambat 4 bulan atau dise-suaikan dengan kondisi lapangan.

- Pemasangan

feromon dilakukan pada sore hari.

pemasangan yang tepat.

(62)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

- Apabila lem atau perekat sudah tidak berfungsi (misal terkena air hujan atau sudah penuh dengan PBK yang tertangkap) segera diganti de-ngan lem perekat serangga selama feromon masih belum habis.

karena tutup botol sudah dilubangi dengan jarum.

3. - Sex Feromon khusus untuk hama Penggerek Batang Tebu

(63)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

- Bahan Aktif :

Oktadekenil asetat 100%

telah ditancapkan ditanah setinggi 120 cm;

- Pasang tempat vial rubber pada sisi tengah;

- Masukkan vial rub-ber yang rub-berisi feromon pada wadah perangkap yang terpasang;

- Isi air dan sedikit deterjen pada wa-dah perangkap se-tinggi + 0,5 cm, upayakan selalu

mon dilakukan pada sore hari dan perhatikan arah tiupan angin;

- Vial rubber yang berisi feromon diganti setiap 3 ditambah vial rubber baru dengan cara di-tempelkan pada

(64)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

tersedia air di wadah perangkap

- Perangkap dipa-sang diantara juring, 1 unit perangkap untuk 14 juring;

- Sex Feromon khusus hama Penggerek pucuk Tebu

- Bahan Aktif : Hexsadsenal

100%

- Masukkan wadah perangkap pada tiang bambu atau kayu bulat yang telah ditancapkan ditanah setinggi 120 cm;

- Pasang tempat vial rubber pada

- Umur tanaman 1-4 bulan dan lakukan pengamatan untuk pada sore hari dan

- Pemasangan

feromon harus memenuhi 5 T

(65)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

sisi tengah;

- Masukkan vial rubber yang berisi feromon pada wa-dah perangkap yang terpasang;

- Isi air dan sedikit deterjen pada wadah perangkap setinggi + 0,5 cm, upayakan selalu tersedia air di wadah perangkap;

- Perangkap

dipasang diantara tanaman tebu

perhatikan arah tiupan angin;

- Vial rubber digan-ti sedigan-tiap 3 bulan sekali

atau ditambah

vial rubber baru dengan cara ditempelkan pada

(66)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

4. - Sex Feromon akan digunakan sebagai pembuangan air hujan;

- Tutup ember di-lubangi sebanyak 5 buah lubang

- Aplikasi feromon dilakukan minimal dua kali dalam satu tahun atau menyesuaikan de-ngan kondisi lapangan.

- Interval waktu aplikasi paling lambat 3 bulan.

- Pemasangan

feromon dilakukan pada sore hari.

- Pemasangan

feromon harus memenuhi 5 T (Tepat dosis, waktu, cara, lokasi dan sasaran), sesuai dengan pedoman penggunaan.

- Sebelum aplikasi perlu dilakukan pengamatan untuk menentukan

waktu

(67)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

dengan diameter 55 mm;

- Balik tutup ember yang sudah di lubangi, kemudian gantungkan satu kantong feromon pada bagian te-ngah tutup ember dengan menggu-nakan kawat;

- Tutup ember yang telah digantungi feromon dipasang kan pada ember perangkap;

(68)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

- Ember perangkap digantung pada ti-ang kayu/bambu penyanggah yang berukuran 2-3 m dari permukaan tanah;

- Tiang penyanggah ditancapkan di pinggir kebun pada tempat ter-buka;

(69)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

maksimal setiap satu minggu satu kali;

- Akan lebih efektif jika ember diisi dengan serbuk gergaji/tanah yang dicampur dengan insektisida dengan tujuan agar kumbang yang terperangkap mati.

5. - Sex Feromon khusus untuk hama kumbang

- Siapkan ember plastik berkapasi-tas 18 liter yang

- Aplikasi feromon dilakukan minimal dua kali dalam

(70)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

sagu

- Bahan aktif 4–5

meti –5-

nonanol

akan digunakan sebagai

perangkap;

- Pada bagian dasar ember untuk pe-rangkap dibuat lubang sebanyak 23 buah dengan diameter 2 mm;

- Seng Plat sebanyak dua buah disatukan dengan bambu yang ujungnya telah dibelah silang sehingga

satu tahun atau menyesuaikan dengan kondisi lapangan.

- Interval waktu aplikasi feromon paling lambat 3 bulan.

- Pemasangan

feromon dilakukan pada sore hari.

(Tepat dosis,

(71)

tana-No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

berbentuk kipas baling-baling;

- Seng plat yang telah disatukan dengan bambu di-masukkan ke dalam ember plastik;

- Buat gantungan dari kawat dan pasang pada seng plat baling-baling;

- Gantungkan

feromon pada gantungan kawat tersebut;

(72)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

- Ember perangkap digantung pada bambu/kayu pe-nyanggah ber-ukuran ± 1 m;

(73)

Lampiran 3. Spesifikasi Teknis Pengendalian Babi Hutan

No Jenis Alat

Pengendalian Bahan Keterangan

1 Pemasangan lapon pada jalur jalan babi hutan

Lapon terbuat dari kawat baja ber-bentuk spiral

Lapon terbuat dari kawat baja berbentuk spiral, badan babi yang terjerat seluruhnya akan masuk jerat. Moncong dan kaki terkait kawat jerat sehingga tidak dapat lolos atau bergerak. Pemasangan lapon harus di jalur jalan babi yang telah diketahui berdasarkan pengintaian.

2 Pemagaran pagar bisa meng-gunakan bambu berduri dan bambu haur (Bambosa bambu)

(74)

Lampiran 4. Cara Pembuatan dan Aplikasi Bubur Bordo

a. Cara Pembuatan

b. Cara Aplikasi

(75)

Lampiran 5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu Penggerek

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

1 Jawa Tengah Grobogan Penggerek 50 Ha

Batang Penggerek 50 Ha

Brebes Penggerek 25 Ha

Kudus Penggerek 30 Ha

Jepara Penggerek 40 Ha

Rembang Penggerek 100 Ha

Blora Penggerek 50 Ha

Sragen Penggerek 150 Ha

2 Jawa Timur mojokerto Penggerek 100 Ha

jombang Penggerek 100 Ha

Lumajang Penggerek 100 Ha

Tulungagung Penggerek 100 Ha

Ngawi Penggerek 100 Ha

Madiun Penggerek 100 Ha

3 Lampung Lampung

Utara

Penggerek

100 Ha

4 Sulsel Bone Penggerek 30 Ha

5 Gorontalo Gorontalo Penggerek 50 Ha

(76)

Lampiran 6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Uret)

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

1 DIY Sleman Uret 50 Ha

2 Jawa Timur Lumajang Uret 50 Ha

Tulung Agung Uret 100 Ha

Lampiran 7. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Tikus)

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

1 Jawa Barat Indramayu Tikus 150 Ha

2 Jawa Tengah Tegal Tikus 34 Ha

Brebes Tikus 25 Ha

Pati Tikus 30 Ha

blora Tikus 50 Ha

3 Jawa timur Mojokerto Tikus 100 Ha

Sidoarjo Tikus 150 Ha

Jombang Tikus 150 Ha

4 Sulsel Wajo Tikus 25 Ha

Bone Tikus 30 Ha

takalar Tikus 25 Ha

Lampiran 8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Babi Hutan)

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

(77)

Lampiran 9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tembakau

No Provinsi Kabupaten Volume

1 Jawa tengah Semarang 10 Ha

Grobogan 50 Ha

Boyolali 50 Ha

Sragen 10 Ha

2 Jawa Timur Jember 50 Ha

3 Sulsel Bone 50 Ha

4 Bali Buleleng 30 Ha

5 NTB Lombok Tengah 50 Ha

Lampiran 10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Penggerek Buah Kakao (PBK)

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

Aceh Bireun PBK 50 Ha

Pidie Jaya PBK 100 Ha

2 Sumbar Tanah Datar PBK 50 Ha

3 Sulteng Poso PBK 800 Ha

Banggal PBK 100 Ha

Buol PBK 100 Ha

Parigi Moutong PBK 350 Ha

4 Sulsel Pinrang PBK 250 Ha

Enrekang PBK 300 Ha

5 Bali Badung PBK 50 Ha

Tabanan PBK 50 Ha

6 NTB Lombok Utara PBK 225 Ha

7 Sulbar Polewali Mandar PBK 400 Ha

Mamasa PBK 300 Ha

(78)

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

8 Sultra Kolaka PBK 300 Ha

Bombana PBK 400 Ha

Kolaka Utara PBK 200 Ha

Kolaka Timur PBK 125 Ha

9 NTT Flores Timur PBK 50 Ha

10 Malut Kep. Sula PBK 100 Ha

Lampiran 11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kelapa

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

1 Sulut Bolaang

Mongondow

Brontispa, sp. 200 Ha

2 Sulteng Poso Brontispa, sp. 150 Ha

Donggala Brontispa, sp. 100 Ha

Tojo Unaa-Una

Brontispa, sp. 150 Ha

3 NTB Sumbawa

Barat

Brontispa, sp. 100 Ha

4 Jateng Jepara Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha

Rembang Oryctes/Rhynchophorus 300 Ha

Blora Oryctes/Rhynchophorus 200 Ha

Purworejo Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha

Kebumen Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha

5 DIY Bantul Oryctes/Rhynchophorus 50 Ha

6 Kalbar Sambas Oryctes/Rhynchophorus 200 Ha

7 Sulteng Parigimoutong Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha

8 Sulsel Wajo Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha

Bone Oryctes/Rhynchophorus 200 Ha

(79)

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

10 Malut Halteng Sexava sp. 200 Ha

Halut Sexava sp. 200 Ha

Halsel Sexava sp. 200 Ha

Halbar Sexava sp. 100 Ha

11 Sulut Bitung Aceria sp. 250 Ha

12 Sulut Minahasa Sel Penyakit Busuk Pucuk 200 Ha

Lampiran 12. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Karet

No. Provinsi Kabupaten Volume

1. Jabar Subang 50 Ha

Garut 100 Ha

2. Sumbar Dharnasraya 175 Ha

3. Riau Kampar 200 Ha

4. Jambi Tebo 100 Ha

5. Banten Lebak 100 Ha

Lampiran 13.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian OPT Kakao (PBK)

No Provinsi Kabupaten Volume

1 Bali Jembrana 10 Ha

Lampiran 14. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian Uret Tanaman Tebu

No Provinsi Kabupaten Volume

(80)

Lampiran 15. Lokasi Kegiatan Demfarm

Pengendalian Penggerek Tanaman Tebu

No Provinsi Kabupaten Volume

1 Jawa Tengah Jepara 5 Ha

Lampiran 16.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian OPT Karet (JAP)

No. Provinsi Kabupaten Volume

1 Jawa

Barat Subang 10 Ha

Garut 10 Ha

2 Riau Kuantan Singingi 10 Ha

3 Sumsel OKI 10 Ha

4 Kalbar Mempawah 10 Ha

Lampiran 17. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Nilam

No Provinsi Kabupaten Volume

Jabar Kuningan 5 Ha

Aceh Aceh Selatan 5

Sultra Bombana 10

Kolaka Utara 10

(81)

Lampiran 18. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Tebu per Hektar

No Jenis dan komponen kegiatan Keterangan

1 Honor:

- Upah pengamatan,

pengendalian, sanitasi (uret) - Upah pengamatan pemasangan

feromon (penggerek) - Upah gropyokan Pemasangan

umpan racun (tikus) - Upah pengendalian (babi)

Total luas pengendalian 4.573 ha di 9 provinsi, 42 kabupaten

2 Sosialisasi

3 Pengadaan bahan : - feromon (penggerek)

- Umpan racun (tikus)

- Papan nama 4 Pengadaan alat:

- Peralatan pengendalian (Set)

5 Pembinaan dan monev:

- Sosialisasi, pembinaan, monev kabupaten ke lokasi

(82)

Lampiran 19. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT Tembakau per Hektar

No Jenis dan komponen

kegiatan Keterangan 1 Honor:

5 Pembinaan dan monev: - Sosialisasi, pembinaan,

monev kabupaten ke lokasi - sosialisasi, pembinaan,

monev Petugas Provinsi dan UPTD Proteksi ke lokasi

Lampiran 20. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT Nilam per Hektar

No Jenis dan komponen

kegiatan Keterangan

1 Honor: Total luas

Demplot pengendalian 30 ha di 5 provinsi, 5 - Pengamatan dan

Pengendalian 2 Sosialisasi

(83)

No Jenis dan komponen

kegiatan Keterangan - Agens hayati

- Bubur bordo/benomyl - Pestisida nabati 4 Pembinaan dan monev:

- Sosialisasi, pembinaan, monev kabupaten ke lokasi - Sosialisasi, pembinaan,

monev Petugas Provinsi, UPTD Proteksi ke lokasi

Lampiran 21. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT Kakao per Hektar

No Jenis dan komponen kegiatan

Keterangan

1 Honor:

- Pemangkasan, sanitasi, pemupukan dll

- Atraktan/feromon

- Perlengkapan atraktan

- Pupuk organik (setara pupuk kandang)

- Insektisida

- Papan nama

4 Pembinaan dan Monev :

- Sosialisasi, pembinaan dan monev provinsi/UPTD ke lokasi

(84)

monev kabupaten ke lokasi No Jenis dan komponen

kegiatan

Keterangan

- Bantuan transport petugas lapang

Lampiran 22. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Kelapa per hektar

No Jenis dan komponen kegiatan A Pengendalian hama Brontispa longissima 1 Pengadaan bahan

Tetrastichus brontispae Herbisida

Tali tambang Papan nama

2 Konsumsi dan sosialisasi

3 Honor:

Pemotongan pucuk terserang, pemasangan koker, aplikasi herbisida

Insentif petugas lapang

Pengamatan dan pengendalian 4 Sosialisasi, Pembinaan dan Monev

Provinsi ke lokasi Kabupaten ke lokasi Transport petugas lapang

Transport petani dalam rangka sosialisasi B Pengendalian hama Oryctes rhinoceros/

Rhynchophorus sp. 1 Pengadaan bahan

(85)

Papan nama

No Jenis dan komponen kegiatan 2 Konsumsi dan sosialisasi

3 Honor:

Insentif petugas lapang

Pengamatan dan pengendalian 4 Sosialisasi, Pembinaan dan Monev

Provinsi ke lokasi Kabupaten ke lokasi Trasnsport petugas lapang

Transport petani dalam rangka sosialisasi C Pengendalian hama Sexava sp.

1 Pengadaan bahan

Bahan perbanyakan telur terparasit Leefmansia bicolor sebanyak 25 butir Insektisida

Plastik, karet gelang Kawat

Papan Nama

2 Konsumsi dan sosialisasi

3 Honor:

Penyebaran musuh alami, sanitasi kebun, dan aplikasi insektisida

Insentif petugas lapang

Pengamatan dan pengendalian 4 Sosialisasi, Pembinaan dan Monev

Provinsi ke lokasi Kabupaten ke lokasi Trasnsport petugas lapang

Transport petani dalam rangka sosialisasi D Pengendalian hama Aceria

1 Pengadaan bahan Insektisida

(86)

Masker

No Jenis dan komponen kegiatan Plastik, karet gelang

Bor Batang

Bahan bakar bor batang Dispossible

Papan nama

2 Konsumsi dan sosialisasi

3 Honor:

Insentif petugas lapang

Pengamatan dan pengendalian 4 Sosialisasi, Pembinaan dan Monev:

Provinsi ke lokasi Kabupaten ke lokasi Trasnsport petugas lapang

(87)

Lampiran 23. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Karet per Hektar

No. Jenis dan Komponen Pengendalian 1. Pengadaan Bahan:

Fungisida

APH (Trichoderma sp.) Pupuk organik

2 Konsumsi dan sosialisasi 3 Honor:

Insentif petugas lapang

Pengamatan dan pengendalian 4 Sosialisasi, pembinaan dan monev:

Kabupaten ke lokasi Provinsi ke lokasi

Transport petugas lapang

(88)

Lampiran 24. Jenis dan Komponen Demfarm Pengendalian Uret Tebu per Hektar

No Jenis Kegiatan Volu me lahan dengan traktor diikuti pengambilan uret

- Pemasangan Light trap/barrier trap 3 Pengadaan Bahan:

- Pupuk organik

- Pembinaan provinsi ke lokasi

- Pembinaan

kabupaten ke lokasi

1,20

(89)

Lampiran 25. Jenis dan Komponen Demfarm Pengendalian OPT Kakao per Hektar

No Jenis kegiatan Volume Keterangan 1 Honor:

3 Pengadaan bahan:

- Atraktan/ feromon

- Perlengkapan atraktan

- Pupuk organik (setara pupuk kandang)

- Papan nama

Pembinaan dan monev:

- Sosialisasi, pengamatan

kabupaten ke lokasi

- Sosialisasi, pembinaan dan monev provinsi ke lokasi

- Sosialisasi, pengamatan,

pembinaan dan monev UPTD ke lokasi

- Bantuan transport petugas lapang

(90)

Lampiran 26. Jenis dan Komponen Demfarm

Pengendalian JAP Pada Tanaman Karet per Hektar

No Jenis Kegiatan Keterangan

1 Pengadaan Bahan dan Alat: Total luas Demfarm pe-ngendalian 50 ha di 4 prov., 5 kabupaten Fungisida

APH

Pupuk Organik

2 Honor:

Insentif petugas Lapangan Insentif petugas dinas Pengamatan dan Pengendalian

3 Sosialisasi, Pembinaan dan Monev:

Konsultasi ke Pusat Pembinaan kabupaten ke lokasi

(91)

Lampiran 27. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian/Demfarm/Demplot OPT

PROVINSI : KABUPATEN :

POSISI : (Tanggal/bulan/tahun)

NO URAIAN Ada Tidak PERMASALAHAN RTL KETERANGAN

1. Penetapan Tim Teknis

SK Tim Teknis dilampirkan

2. Penyusunan Juklak/Juknis

Juklak/Juknis dilampirkan

3. Penetapan CP/CL SK CP/CL dilampirkan

4. Pengadaan alat dan bahan

Waktu dan jadwal pengadaan

5. Sosialisasi Lokasi, tanggal pelaksanaan

(92)

Lampiran 28. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian/Demfarm/Demplot OPT

KEGIATAN :

PROVINSI :

KABUPATEN :

LUAS :

POSISI : (Tanggal/bulan/tahun)

1. Pengamatan Awal - tanggal pengamatan - intensitas serangan OPT 2. Aplikasi Pengendalian

- tanggal aplikasi

- jumlah bahan dan alat pengendali - dosis bahan pengendali dll

3. Pemantauan

- Tanggal pemantauan

- Perkembangan intensitas serangan OPT 4. Pengamatan Akhir

- Tanggal pengamatan

(93)

Lampiran 29. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik Dan Keuangan Kegiatan Pengendalian /Demfarm/Demplot OPT

KEGIATAN :

PROVINSI :

KABUPATEN :

LUAS :

POSISI : (Tanggal/bulan/tahun)

NO URAIAN PAGU (Rp) REALISASI KEUANGAN REALISASI

FISIK (%)

PERMASALAHAN RTL

Referensi

Dokumen terkait

1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.. 2) Laporan akhir kegiatan

Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan

Buku Pedoman Teknis Pelaksanaan Kegiat an Pembinaan dan Pengawalan, Operasional Pet ugas Pendamping (TKP dan PLP-TKP) dan Penilaian Fisik Kebun Program Revit alisasi

1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.. 2) Laporan akhir kegiatan

Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh

1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman perkebunan dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan

Direktorat Perlindungan Perkebunan dan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan bertanggung jawab atas kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan kegiatan

Pelaksanaan meliputi: laporan pencapaian kegiatan yang dilaksanakan di laboratorium dan di lapangan. Laporan kejadian eksplosi harus dibuat berita acara