DUKUNGAN PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
MARET 2015
PEDOMAN TEKNIS
TAHUN 2015
PEMBERDAYAAN PERANGKAT
PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
i
KATA PENGANTAR
Pedoman Teknis Kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan tahun 2015 di Daerah disusun dalam rangka memberikan rambu-rambu dan arahan pelaksanaan kegiatan kepada Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sistematika Pedoman Teknis terdiri dari 8 (delapan) bab, yaitu: bab I. Pendahuluan, bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan, bab III. Pelaksanaan Kegiatan, bab IV. Pengadaan Barang, bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan, bab VI.
Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, bab VII.
Pembiayaan, serta bab VIII. Penutup.
Pedoman Teknis harus menjadi acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan, Petunjuk Teknis dan pelaksanaan kegiatan.
Jakarta, 9 Maret 2015 Direktur Jenderal
ii
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 7
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 7
B. Spesifikasi Teknis ... 12
III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 16
A. Ruang Lingkup ... 16
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ... 18
C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 21
D. Simpul Kritis ... 21
IV. PENGADAAN BARANG ... 24
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,
iii VI. MONITORING, EVALUASI DAN
PELAPORAN ... 27
VII. PEMBIAYAAN ... 31
VIII. PENUTUP ... 32
iv DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Spesifikasi Alat dan Bahan
Pengendalian OPT ………. 33
2. Spesifikasi Alat Pengendalian
Kebakaran Lahan dan Kebun ………. 35
3. Lokasi Kegiatan Laboratorium
Lapangan ……… 37
4. Lokasi Kegiatan LUPH ………. 38
5. Lokasi Kegiatan Brigade Proteksi
Tanaman ………
38
6. Lokasi Kegiatan Sub Lab Hayati …………. 40
7. Lokasi Kegiatan Operasional Brigade
Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun ……….
40
8. Out Line Laporan Persiapan Kegiatan … 41
9. Format Laporan Pelaksanaan Kegiatan 43
10. Form Laporan Perkembangan Fisik dan
Keuangan ………. 44
1 I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Perlindungan perkebunan mempunyai peranan
yang penting sebagai “jaminan” bagi
keberhasilan usaha perkebunan, mulai dari pembibitan, pertanaman sampai pasca panen. Dalam rangka mewujudkan peranan tersebut dituntut partisipasi aktif seluruh jajaran dan perangkat perlindungan perkebunan di pusat dan daerah, petani, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Sampai dengan tahun 2014, jumlah perangkat perlindungan sebanyak 571 unit, yang tersebar
di seluruh provinsi berupa Laboratorium
Lapangan/LL (26 unit); Laboratorium Utama Pengendali Hayati/LUPH (4 unit); Laboratorium Pengendali Hama Vertebrata/LPHV (1 unit); Laboratorium Analisa Pestisida/LAP (2 unit); Brigade Proteksi Tanaman/BPT (26 unit) dan Unit Pembinaan Proteksi Tanaman/UPPT (500 unit) dan sub laboratorium hayati (14 unit). Sebanyak 24 LL telah berubah status menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Di provinsi pengembangan yaitu Banten dan Gorontalo
telah dibentuk UPTD yang menangani
perlindungan perkebunan.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan perkebunan, maka kondisi perangkat yang ada
2 mengoptimalkan kembali fungsi perangkat yang ada, perlu didukung dengan peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM), prasarana dan sarana serta pendanaan. Melalui APBN tahun 2015 dialokasikan dana
untuk pemberdayaan perangkat, meliputi:
operasional LL di 26 provinsi, LUPH di 4 provinsi dan Sub Lab Hayati di 11 provinsi, dan revitalisasi fungsi Brigade Proteksi Tanaman (BPT) di 31 Provinsi serta fasilitasi Brigade Pengendalian Kebakaran di 9 Provinsi.
Revitalisasi fungsi BPT dimaksudkan untuk
meningkatkan fungsi dalam penanganan OPT
pada situasi eksplosi atau pada sumber-sumber serangan yang berpotensi menimbulkan eksplosi dan penanganan kebakaran lahan/kebun di provinsi rawan kebakaran. Melalui revitalisasi
fungsi BPT diharapkan penyelesaian
permasalahan eksplosi serangan OPT dan penanganan kebakaran dapat dilakukan secara lebih cepat dan tepat tanpa harus menempuh suatu mekanisme penanganan yang sangat panjang dan berbelit-belit.
Fasilitasi Brigade Pengendalian Kebakaran
3 B. Sasaran Nasional
Sasaran pemberdayaan perangkat perlindungan adalah terlaksananya operasional LL, LUPH, Sub
lab Hayati, Brigade Proteksi Tanaman dan
Brigade Pengendalian Kebakaran.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan pemberdayaan perangkat
perlindungan perkebunan adalah untuk lebih meningkatkan peran dan fungsi LL, LUPH, Sub Lab Hayati, BPT dan Brigade Pengendalian
Kebakaran dalam mendukung kegiatan
perlindungan perkebunan.
D. Pengertian Umum
1. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap
organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian
hama dan penyakit atau organisme
pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.
2. Predator adalah suatu organisme yang makan
4 tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.
3. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik
yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.
4. Patogen adalah suatu mikroorganisme yang
hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati.
5. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida
yang dibuat dari bagian tumbuhan yang
bersifat racun (toxic) untuk
menghambat/membunuh OPT sasaran namun tidak membahayakan lingkungan.
6. Uji Efikasi APH adalah Pengujian efektivitas APH terhadap organisme sasaran yang
didaftarkan berdasarkan pada hasil
percobaan lapangan atau laboratorium
menurut metode yang berlaku.
7. Uji Mutu APH adalah pengujian kualitas APH meliputi pengujian jumlah spora, viabilitas, uji antagonisma, atau virulensi.
8. Protokol Pengujian APH adalah protokol yang
5 efikasi APH yang telah disetujui oleh Komisi Pestisida.
9. Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan mulai dari pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran di lahan dan kebun.
10.Regu Pengendali Api (RPA) adalah
kelengkapan organisasi yang dimiliki oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani yang memiliki tugas dan keterampilan dalam mengendalikan api. RPA dilengkapi dengan alat dan sarana serta bahan pengendalian api.
11.Eksplosi/Outbreak OPT Perkebunan adalah
kondisi serangan OPT yang berkembang secara cepat dan meluas pada tanaman perkebunan pada satu tempat dan waktu tertentu, petani/pekebun tidak mampu mengendalikannya secara sendiri-sendiri dan
memerlukan bantuan dari pemerintah.
Eksplosi ditandai dengan kerugian ekonomi yang cukup besar pada budidaya tanaman perkebunan. Kondisi eksplosi serangan OPT dinyatakan oleh pejabat pemerintah yang memiliki tugas dalam bidang perkebunan.
6
13.Ground Chek adalah kegiatan memverifikasi
atau mengecek data hotspot dari satelit ke kondisi lapangan.
14.Sumber serangan OPT adalah tempat
pertanaman ditemukan serangan OPT pada
komoditas perkebunan dan tidak
dikendalikan oleh petani/pekebun, sehingga
keberadaannya dapat menjadi sumber
serangan terhadap tanaman perkebunan yang berada di sekitarnya.
15.Lahan adalah bagian daratan dari permukaan
bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengeruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
16.Kebun adalah hamparan lahan yang
digunakan untuk mengusahakan tanaman semusim dan/atau tanaman tahunan yang karena jenis dan tujuan pengelolaanya ditetapkan sebagai tanaman perkebunan.
17.Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) adalah
7 II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Pendekatan Umum
Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.
a. SK Tim Pelaksana Kegiatan
1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh
Kepala Dinas/KPA paling lambat 1(satu)
minggu setelah diterimanya penetapan
Satker dari Menteri Pertanian.
2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan
ditetapkan oleh Kepala Dinas yang
Membidangi Perkebunan Provinsi.
b. Rencana kerja
Rencana kerja pelaksanaan masing-masing
kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.
[
c. Juklak, Juknis
Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan
paling lambat 2 (dua) minggu setelah
8 d. Koordinasi dan Sosialisasi
Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana
kegiatan dengan Direktorat Jenderal
Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan
Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon lokasi kegiatan pengendalian/pihak terkait.
e. Pelelangan/pengadaan
Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai
peraturan perundangan yang berlaku dan
kontrak diupayakan ditandatangani paling
lambat bulan Maret 2015. Pengadaan sarana
pendukung perlindungan tidak dapat
digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.
f. Monitoring dan Evaluasi
9 g. Laporan
1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan
disampaikan oleh penanggung jawab
pelaksana kegiatan.
2) Laporan fisik dan keuangan disampaikan oleh
satker pelaksana kegiatan sesuai form SIMONEV.
3) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2015.
2. Prinsip Pendekatan Teknis
a. Petugas laboratorium diutamakan petugas
yang mempunyai latar belakang pendidikan
S2/S1 plus/S1/D3/S01 jurusan hama
penyakit/ biologi/analis kimia/ agronomi/ Agroteknologi atau petugas yang mempunyai keahlian khusus atau telah dilatih dibidang perlindungan tanaman.
b. Penetapan SK petugas laboratorium paling
lambat akhir Januari 2015.
c. Pelaksanaan operasional LL, LUPH, BPT, Sub
Lab. Hayati dan Brigade Pengendalian Kebakaran mengacu kepada pedoman yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan.
d. Revitalisasi fungsi BPT dilaksanakan oleh
10
e. Fasilitasi Brigade Pengendalian Kebakaran
dilaksanakan oleh Dinas provinsi yang membidangi perkebunan.
f. Alat dan bahan yang digunakan untuk
laboratorium, alat dan bahan pengendalian OPT, serta alat pemadam kebakaran harus memenuhi standar teknis.
g. Pembinaan kelompok tani alumni SL-PHT
dilaksanakan di Provinsi yang telah
melaksanakan SL-PHT.
h. Pelatihan eksplorasi, identifikasi,
perbanyakan dan penyebaran APH spesifik lokasi dilaksanakan pada Provinsi yang belum memiliki UPT perlindungan perkebunan (LL/LUPH/Sublab) seperti Provinsi Kepri, Babel, Banten, Gorontalo, Sulbar, Papua Barat, dan Papua (Merauke).
3. Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil
monitoring dan evaluasi bila ditemukan
11 b. Tahap Pasca Pengendalian OPT Tanaman
Perkebunan
1) Hasil uji mutu dan efikasi lapangan Agen
Pengendali Hayati (APH) dapat dijadikan bahan kelengkapan dalam pendaftaran perizinan APH atau sebagai alat quality control untuk APH yang dihasilkannya.
2) Hasil kajian teknologi PHT spesifik lokasi
didata dan didiseminasikan kepada petani
sehingga mampu menyelesaikan
permasalahan OPT di wilayah kerjanya.
3) Secara pro-aktif membuat jejaring dan
kerjasama dibidang teknologi perlindungan
tanaman terkini dan dalam hal
pengembangan, pendaftaran dan legalitas produk APH dan pestisida nabati dengan BBP2TP (Medan, Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak, Puslit/ Balit/ Perti.
4) LL, LUPH, BPT, Sub lab. Hayati agar
mendokumentasikan data dan informasi seluruh hasil kegiatan yang dilakukan.
5) Menyebarluaskan dan mensosialisasikan
teknik penanganan kebakaran lahan dan kebun.
6) Mendorong terbentuknya regu pengendali
hama (RPH) dan KTPA.
7) BPT menjadi lebih eksis dan berperan dalam
12 B. Spesifikasi Teknis
1. Kriteria
a. Uji mutu dan uji efikasi APH dilaksanakan
terhadap APH yang telah dihasilkan dan diuji efektifitasnya secara spesifik lokasi untuk kemudian didorong mendapatkan legalitas dalam penggunaannya.
b. Uji mutu dan uji efikasi dilaksanakan
bekerjasama dengan lembaga/institusi yang memiliki legalitas di bidangnya.
c. Pengembangan PHT merupakan kegiatan
perakitan teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti/Balai untuk diterapkan di wilayah kerjanya.
d. Inventarisasi, eksplorasi, dan identifikasi APH
dan pesnab diarahkan pada APH dan pesnab yang baru dan dilakukan di sentra-sentra
pengembangan komoditas perkebunan
unggulan daerah.
e. Pemanfaatan dan pengembangan potensi
tanaman yang dapat menjadi pestisida
nabati (Pesnab) dan organisme yang
berpotensi menjadi APH untuk pengendalian OPT penting (dominan) pada komoditas unggulan di wilayahnya.
f. Identifikasi OPT dilakukan dengan cara
membandingkan dengan koleksi standar; buku determinasi dan identifikasi (Buku Kunci dan Determinasi Serangga karangan
13 Identifikasi OPT yang diterbitkan oleh Ditjenbun, dll); konsultasi dengan pakar.
g. Koleksi OPT, APH dan pesnab dibuat dalam
bentuk koleksi kering, basah maupun
tanaman hidup dengan menggunakan metode pembuatan koleksi yang standar.
h. Bahan pengendali OPT/pestisida kimia
(fungisida, insektisida, herbisida,
rodentisida, dll) dirinci berdasarkan data hasil monitoring serangan OPT. Pestisida
hanya dapat digunakan pada kondisi
serangan OPT yang bersifat eksplosi atau pada sumber-sumber serangan OPT yang dilaporkan sangat cepat berkembang dan
merugikan. Pestisida kimia sekaligus
merupakan buffer stock dalam memenuhi
standar pelayanan minimum pemerintah dalam mengendalikan OPT.
i. Pelatihan pengendalian kebakaran lahan dan
kebun diarahkan bagi petugas brigade pengendalian lahan dan kebun provinsi dan kabupaten.
j. Pelatihan pengendalian kebakaran lahan dan
kebun dilaksanakan bekerja sama dengan
Manggala Agni, Badan Penanggulangan
Bendana Daerah (BPBD) dan Asosiasi/Instansi terkait lainnya.
k. Pemberian honor bagi petugas pemadam,
dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan
patroli/pemantauan dan pemadaman
14 hasil patroli/pemantauan dan pemadaman kebakaran.
2. Metode
a. LL, LUPH, dan Sub Lab Hayati
1) Metode uji mutu APH mengacu pada protokol
uji mutu yang dibuat oleh Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Surabaya.
2) Metode uji efikasi APH mengacu pada
protokol pengujian yang telah disusun oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan.
3) Metode uji mutu dan uji efikasi APH dapat didownload pada situs website perlindungan perkebunan.(ditjenbun.pertanian.go.id/perli ndungan)
4) Metode identifikasi, eksplorasi, perbanyakan
dan penyebaran APH mengacu kepada metode yang diterbitkan antara lain oleh BBPPTP (Medan, Surabaya, dan Ambon)/
BPTP Pontianak /Puslit/Balit/Perti/
Direktorat Perlindungan Perkebunan.
b. BPT
1)Pengadaan alat dan bahan pestisida. Alat
15 Spesifikasi alat dan bahan pengendalian OPT
seperti pada Lampiran 1.
2)Penggunaan alat dan bahan pengendali
didasarkan atas kriteria serangan OPT yang termasuk pada kondisi eksplosi atau pusat
serangan yang mempunyai potensi
peningkatan serangan yang besar. Kondisi tersebut dinyatakan oleh pejabat yang memiliki kewenangan dan kopetensi dalam perlindungan tanaman perkebunan.
3) Penggunaan pestisida mengacu kepada jenis
pestisida sesuai dengan izin penggunaannya
dari Menteri Pertanian, dengan tetap
memperhatikan pada prinsip penggunaan pestisida yang baik dan benar sesuai dengan kaidah PHT.
c. Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan
Kebun
1) Alat dan bahan pengendalian kebakaran
lahan dan kebun meliputi: alat perlindungan diri (APD), pompa jinjing/pompa pemadam, papan/plat larangan membuka lahan dengan membakar, kantung air dan peralatan lainnya.
2) Alat dan bahan pengendalian kebakaran
lahan dan kebun harus sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan oleh
Dirat. Perlinbun seperti pada Lampiran 2.
3) Honor petugas pemadam kebakaran
16 III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Pemberdayaan Perangkat,
meliputi : biaya operasional laboratorium (ATK,
alat dan bahan laboratorium), biaya operasional
lapangan, pemberian honor petugas
labotatorium dan petugas pemadam kebakaran
Indikator Kinerja
2 Output/Keluaran Terfasilitasinya
pelaksanaan
operasional LL,
LUPH, BPT, Sub
lab Hayati dan
Brigade Pengendalian
Kebakaran Lahan
dan Kebun
3 Outcome/hasil - Tersedianya data
hasil uji mutu dan uji efikasi lapangan APH
17 No Indikator Uraian
(tiga) kelompok APH (parasitoid,
predator dan
patogen), serta
rakitan teknologi spesifik lokasi.
perbanyakan dan penyebarannya.
-Tersedianya alat
dan bahan
siap diperbanyak oleh petani.
- Terbentuknya
18 B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan
1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan
pemberdayaan perangkat perlindungan
adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan.
2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi
dalam melaksanakan kegiatan agar
berkoordinasi dengan BBPPTP (Medan,
Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Pelaksana kegiatan BPT adalah LL/UPTD
Perlindungan.
4. Pelaksana kegiatan Brigade Pengendalian
Kebakaran lahan dan kebun adalah dinas
provinsi dan kabupaten/kota yang
membidangi perkebunan.
5. Kewenangan dan tanggung jawab :
a. Direktorat Perlindungan Perkebunan
1) Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan
Pedoman Teknis.
2) Melakukan bimbingan, pembinaan,
monitoring dan evaluasi.
b. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
1) Menetapkan tim pelaksana kegiatan
19
2) Melakukan koordinasi dengan Direktorat
Jenderal Perkebunan, BBPPTP (Medan,
Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak, Dinas kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan dan pihak-pihak terkait lainnya.
3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan kegiatan.
4) Melaksanakan kegiatan pembentukan brigade
pengendalian kebakaran lahan dan kebun bekerjasama dengan dinas kabupaten/kota yang membidangi perkebunan.
5) Melakukan pengawalan, pembinaan,
monitoring dan evaluasi, berkoordinasi
dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat.
6) Menindaklanjuti rekomendasi hasil
monitoring dan evaluasi Direktorat
Perlindungan Perkebunan.
7) Menyampaikan laporan akhir pelaksanaan
kegiatan Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan ke Direktorat Jenderal
Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat satu bulan setelah pelaksanaan kegiatan selesai tanpa menunggu sampai akhir tahun 2015.
c. UPT Pusat
20
1) Melakukan pembinaan, monitoring dan
evaluasi kegiatan perlindungan perkebunan pada wilayah kerjanya, berkoordinasi dengan Ditjen. Perkebunan, Puslit/Balit/Perti, UPTD dan Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.
2) Menyediakan dan mensosialisasikan teknologi
pengendalian hayati (APH, pesnab dan musuh alami).
3) Melakukan pengujian kualitas (quality
control) APH.
4) Supervisi penyelesaian akreditasi
laboratorium bagi UPTD yang memenuhi syarat.
5) Memfasilitasi pendaftaran dan perizinan
APH.
6) Memfasilitasi kegiatan perekat dengan UPTD
pada wilayah kerja Balai.
d. UPTD (Perangkat Perlindungan di Daerah)
1) Melakukan pembinaan, monitoring dan
evaluasi kegiatan Pemberdayaan Perangkat Perlindungan, berkoordinasi dengan Ditjen. Perkebunan, BBPPTP (Medan, Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak /Puslit/ Balit, Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi
21
2) Melakukan kaji terap teknologi pengendalian
hayati spesifik lokasi (APH, pesnab dan musuh alami).
3) Menyiapkan bahan APH untuk kegiatan uji
mutu dan uji efikasi lapangan.
4) Malaksanakan kegiatan revitalisasi brigade
proteksi tanaman.
5) Menyusun dan menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan
Perangkat Perlindungan ke Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Direktorat
Jenderal Perkebunan cq. Direktorat
Perlindungan Perkebunan.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
Lokasi, jenis dan volume kegiatan
pemberdayaan perangkat perlindungan
perkebunan seperti pada Lampiran 3, 4, 5, 6 dan Lampiran 7.
D. Simpul Kritis
a. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
22
b. LL, LUPH dan Sub Lab. Hayati terlambat
menyusun juknis pemberdayaan perangkat, sehingga penyelesaian pekerjaan tidak tepat waktu dan sasaran. Juknis harus disusun paling lambat satu minggu setelah juklak dibuat.
c. Pelaksanaan kegiatan uji mutu APH dan uji
efikasi APH terlambat dilaksanakan, karena dalam pelaksanaannya harus bekerja sama dengan lembaga/institusi yang terakreditasi di bidangnya. Penjajakan lembaga /institusi pelaksana kegiatan uji mutu dan uji efikasi dilaksanakan lebih awal.
d. Belum dilengkapi SOP yang memenuhi
standar sehingga sulit untuk menelusuri apabila terjadi kesalahan. Menyusun atau menyempurnakan SOP yang ada sesuai dengan standar yang baku.
e. Terbatasnya kapasitas dan kemampuan untuk
memproduksi APH dalam jumlah yang dibutuhkan, dengan kualitas yang sesuai standar. Kerjasama dengan UPTD/BBP2TP
(Medan, Surabaya, dan Ambon)/BPTP
Pontianak untuk memenuhi APH yang diperlukan.
f. Pengadaan bahan pengendali berupa
pestisida kimia (insektisida, fungisida,
23 sangat cepat berkembang dan merusak.
Pengadaan bahan pengendali berupa
pestisida kimia (insektisida, fungisida dan herbisida) harus didasarkan pada data hasil pengamatan dan pelaporan OPT yang memiliki potensi serangan sangat cepat berkembang dan merusak.
g. Koordinasi antara unit-unit pemadaman yang
ada belum terpadu, sehingga pelaksanaan pengendalian kebakaran lahan dan kebun terkesan sendiri-sendiri. Untuk itu, perlu dilakukan harmonisasi antar unit pemadaman yang ada dan sosialisasi peraturan terkait pemadaman kebakaran lahan dan kebun.
h. Keterlambatan informasi dari tingkat locus
(kejadian) ke dinas kabupaten
24
IV. PENGADAAN BARANG
Pengadaan barang dan jasa mengacu kepada Perpres No 54 tahun 2010 dan Perpres No 70 tahun 2012. Komponen yang dikontrakkan adalah pengadaan bahan pengendali kimia (fungisida, insektisida dan herbisida), uji mutu dan uji efikasi APH dan pengadaan alat
25 V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN
DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan
pengawalan dana dekonsentrasi Provinsi
dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di
Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas
Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan,
pengendalian dan pengawalan dilakukan
koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.
Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan
pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man),
pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan
yang dipergunakan (Material). Kegiatan
26
kegiatan sehingga dapat mengakselerasi
kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan,
pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan
kabupaten/kota sehingga pembinaan,
pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.
Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan
pembinaan dan pengawalan kegiatan
pemberdayaan perangkat pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian,
pengawalan dan pendampingan kegiatan
pemberdayaan perangkat tingkat provinsi.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat
kabupaten/kota melakukan pembinaan,
pengendalian, pengawalan dan pendampingan
kegiatan pemberdayaan perangkat tingkat
27 VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring
Monitoring ditujukan untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.
Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan
Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.
B. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui
ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang
direncanakan serta untuk mengetahui
realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.
Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan
Perkebunan serta Dinas Provinsi yang
membidangi perkebunan.
C. Pelaporan
Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan pemberdayaan perangkat dibuat oleh pelaksana kegiatan dan
28 penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
1. Jenis Laporan :
a. Laporan Perkembangan Pelaksanaan
Kegiatan
1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
Persiapan meliputi : penetapan tim
pelaksana kegiatan; narasumber; penyusunan
juklak/juknis; jadwal pelaksanaan;
penetapan calon peserta pelatihan;
persiapan administrasi; sosialisasi; penyiapan alat dan bahan.
Dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan
2) Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan meliputi: laporan pencapaian kegiatan yang dilaksanakan di laboratorium dan di lapangan.
3) Laporan kejadian kebakaran harus dibuat
29
b. Laporan Fisik dan Keuangan
1) Laporan Mingguan
Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jum’at.
2) Laporan Bulanan
Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan
(fisik dan keuangan) pelaksanaan
pemberdayaan perangkat setiap bulan
berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.
3) Laporan Triwulan
Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan
(fisik dan keuangan) pelaksanaan
pemberdayaan perangkat setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.
c. Laporan Akhir
30 Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail.
2. Format Laporan Perkembangan Persiapan
Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti
31 VII. PEMBIAYAAN
32 VII. PENUTUP
Kegiatan Pemberdayaan Perangkat Perlindungan
Perkebunan dimaksudkan untuk lebih
meningkatkan peran dan fungsi LL, LUPH, Sub Lab Hayati, BPT, dan Brigade Pengendalian Kebakaran.
33
Lampiran 1. Spesifikasi Alat dan Bahan Pengendalian OPT
Spesifikasi Knapsack sprayer
No Uraian Tipe
PB 16 PBe 16
1 Kapasitas 16 liter 16 liter
2 Tipe
pompa
piston piston
3 Kerja
pompa
tangan kiri/kanan tangan kiri/kanan
4 Tekanan
6 Dimensi (448x253x476)mm (448x253x476)mm
7 Berat
Spesifikasi Mist Blower
No Uraian spesifikasi Spesifikasi Teknis
34
Spesifikasi Power sprayer
No Uraian spesifikasi Spesifikasi Teknis
1 Pressure 22 - 45 kg / cm2
2 Speed 800- 1200 rpm
3 Water section 30 - 40 lt/min
4 Gasuline engine 5,0 - 6,0 ps
5 size l x w x h 420 x320 x370 mm
6 Weight 12 kg
7 Harga /unit Rp. 9.000.000,-
Spesifikasi Swingfog
No Uraian spesifikasi Spesifikasi Teknis
1 Combustion Power 18,7 Kw/hour (25,4 HP)
2 Solution Tank
Capacity 6,5 Liters(St Steel)
3 Full Tank Capacity 1,4 Liters (St Steel)
4 Ignition Power
Electronic Coil 4 battereis 1,5 V
5 Size l x w x h 133 x29x33 cm
6 Weight 8,8 kg
7 Harga /unit Rp. 22.500.000 belum
35 Lampiran 2. Spesifikasi alat pengendalian
kebakaran lahan dan kebun
No Jenis Alat Spesifikasi Teknis
1. Kepyok
- Bahan batok luar fiberglass - Terdapat tali dagu
- Warna orange
Lampu Kepala
- Bola lampu LED
- Sumber energy dari battery
charger
- Terdapat lensa reflektor
Kacamata Pelindung
- Bahan lensa dari plastik tahan
panas
- Frame yang dapat menutup rapat
ke permukaan wajah sekitar mata
- Tali kepala dengan bahan karet
Ransel - Bahan kain Terpal Polyester
- Warna hitam
Sarung Tangan
- Bahan tahan panas
- terdapat tambahan strap di antara
ibu jari dan telunjuk
- Panjang menutupi setengah lengan
(dibawah siku) Kopelrem
(sabuk)
36
No Jenis Alat Spesifikasi Teknis
Tempat air minum
- Botol plastic atau polyethylene
atau alamunium
- Standar TNI/POLRI
Sepatu
- Sambungan Kuningan Ø1,5” - Panjang 20m/rol
- Bahan alumunium atau kuningan
atau besi
- Dapat diubah semprotanya tanpa
menghentikan aliran air Kantong air
(500 liter)
37
No Jenis Alat Spesifikasi Teknis
5. Penyemprot
- Bahan Kain nylon,karet, - Sambungan kuningan Ø1,5”, - Panjang: 20m/rol
7. Mesin
pompa
Mesin 17D 6 HP Centrifugal pump (high Pressure)
38
Lampiran 4. Lokasi Kegiatan LUPH
No Provinsi Volume
1. LAMPUNG 1 Unit
2. BALI 1 Unit
3. SULUT 1 Unit
4. MALUKU UTARA 1 Unit
Lampiran 5. Lokasi Kegiatan Brigade Proteksi Tanaman
No Provinsi Volume
1. ACEH 1 Unit
40
Lampiran 6. Lokasi Kegiatan Sub lab Hayati
No Provinsi Volume
Lampiran 7. Lokasi Kegiatan Operasional Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun
41
Lampiran 8. Out Line Laporan Persiapan Kegiatan
Laporan Persiapan kegiatan dibuat sesuai format sebagai berikut:
No Kegiatan
Capaian Persiapan Kegiatan Penetapan
B Operasional LUPH
Keterangan: kolom disii dengan tanda V, dengan tambahan lampiran berikut:
- Kolom 3 dilampirkan dengan SK penetapan tim
42
- Kolom 5 dilampirkan dengan juknis/juklak yang telah disusun
- Kolom 6 dilampirkan dengan jadwal pelaksanaan kegiatan
- Kolom 7 dilampirkan dengan calon peserta pelatihan
- Kolom 8 dilampirkan dengan SK panitia pengadaan barang dan jasa (uji mutu dan
uji efikasi APH, pengadaan pestisida kimia)
43
Lampiran 9. Format Laporan Pelaksanaan Kegiatan
Laporan Pelaksanaan kegiatan dibuat sesuai format sebagai berikut:
No Kegiatan Capaian Kegiatan Keterangan
Laboratorium Lapangan
1 2 3 4 5
A Operasional LL
B Operasional LUPH
C Oprasional Sub Lab Hayati
D Brigade Proteksi Tanaman
44
Lampiran 10. Form Laporan Perkembangan Fisik dan Keuangan
Provinsi: Posisi:
No. Uraian Pagu
(Rp)
Realisasi
Keuangan Realisasi Fisik
(%) Permasalahan RTL
45
Lampiran 11.Out Line Laporan Akhir
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (jika ada) DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN (jika ada)
I. PENDAHULUAN
A.Latar belakang
B.Tujuan dan Sasaran
C.Ruang Lingkup Kegiatan
D.Indikator Kinerja
II. TINJAUAN PUSTAKA
III.PELAKSANAAN KEGIATAN
A.Waktu dan Lokasi
B.Alat dan Bahan
46
D.Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan
E.Simpul Kritis Kegiatan
F.Pelaksana
G.Pembiayaan
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
B.Saran/rekomendasi
C.Rencana Tindak Lanjut
VI. DAFTAR PUSTAKA