• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (APBN P 2015) PENANGANAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (APBN P 2015) PENANGANAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN PERLINDUNGAN

PERKEBUNAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PEDOMAN TEKNIS

TAHUN 2015

PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU

TUMBUHAN (OPT) TANAMAN PERKEBUNAN

(2)

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Tanaman Perkebunan di Daerah tahun 2015 disusun dalam rangka memberikan rambu-rambu dan arahan pelaksanaan kegiatan kepada Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sistematika Pedoman Teknis terdiri dari 8 (delapan) bab, yaitu: bab I. Pendahuluan, bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan, bab III. Pelaksanaan Kegiatan, bab IV. Pengadaan Barang, bab V. Pembinaan, Pengendalian,

Pengawalan dan Pendampingan, bab VI.

Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, bab VII. Pembiayaan, serta bab VIII. Penutup.

Pedoman Teknis harus menjadi acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan, Petunjuk Teknis dan pelaksanaan kegiatan.

Jakarta, 9 Maret 2015 DirekturJenderalPerkebunan

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Sasaran Kegiatan ... 3

C. Tujuan ... 4

D. Pengertian Umum... 4

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 9 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 9

B. Spesifikasi Teknis ... 17

III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 33

A. Ruang Lingkup ... 33

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ... 37

C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 40

D. Simpul Kritis ... 40

(4)

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,

PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN.. 43

A. Pembinaan, Pengendalian, Penga- walan dan Pendampingan ... 43

B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengen-dalian, Pengawalan dan Pendam- pingan ... 44

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN ... 46

A. Monitoring ... 46

B. Evaluasi ... 46

C. Pelaporan ... 46

VII. PEMBIAYAAN ... 49

VIII. PENUTUP ... 50

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Spesifikasi Teknis Sex Feromon ... 51

2. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon... 54

3. Spesifikasi Teknis Pengendalian Babi Hutan ...

70

4. Cara Pembuatan dan Aplikasi Bubur

Bordo ...

71

5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kopi.. 72

6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Cengkeh... 72

7. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada 73

8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kakao... 73

9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Tebu... 74

10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Tembakau... 77

11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kapas... 77 12. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kelapa... 78 13. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Karet... 80 14. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Jambu Mete... 81 15. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT

Kelapa Sawit... 81

16. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian

(6)

17. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian

OPT Karet(JAP)... 81

18. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian

OPT Jambu Mete (JAP)... 82

19. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian

OPT Kelapa (Aceria sp.)... 82

20. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian

OPT Tebu (Uret)... 82 21. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian

Tikus dengan Burung Hantu Pada Tebu.. 82

22. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian

OPT Nilam ... 82

23. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan

Kegiatan Pengendalian/Demfarm/

Demplot OPT... 83 24. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan

Pengendalian/Demfarm/ Demplot OPT.. 84

25. Form Laporan Perkembangan Realisasi

Fisik dan Keuangan Kegiatan

Pengendalian/Demfarm/ Demplot OPT.. 85

(7)
(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rata-rata serangan Organisme Pengganggu

Tumbuhan (OPT) pada komoditi utama tanaman perkebunan 3-5 tahun terakhir 1,25 juta Ha dari luas areal perkebunan Indonesia sampai dengan tahun 2013 sekitar 22,64 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat sekitar 70% dari total areal perkebunan. Produktivitas baru mencapai 58% dari potensi.

Rendahnya produktivitas dan mutu antara lain disebabkan oleh penggunaan benih unggul yang

baru mencapai 40%, rendahnya kualitas

penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) di tingkat petani dan masih tingginya kehilangan hasil akibat serangan OPT. Kondisi tersebut diperburuk dengan terjadinya cekaman iklim seperti kekeringan, kebakaran lahan dan banjir.

Kerugian akibat serangan OPT pada 16 komoditas perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh, tembakau, nilam, sagu, kemiri sunan, pala dan kapas pada tahun 2013 berdasarkan data perhitungan taksasi kerugian hasil diperkirakan sekitar Rp.3,27 trilyun.

Jenis OPT utama yang masih menjadi ancaman

dalam upaya peningkatan produksi dan

(9)

(PBK), penyakit Vascular Streak Dieback (VSD),

Rhyncophorus sp., Brontispa sp., tungau (Aceria

guerreronis) dan penyakit busuk pucuk pada

Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora

sp. pada tembakau; penyakit layu bakteri

(Ralstonia solanacearum.), budok (Synchytrium

sp.) dan nematoda pada nilam; hama penggerek buah Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx sp. dan ulat daun Spodoptera sp. pada kapas; hama Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada teh; hama penggerek batang Nothopeus

sp., Jamur Akar Putih/JAP (Rigidophorus

lignosus) dan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu

Cengkeh/BPKC (Pseudomonas syzigii) pada

cengkeh; hama penggerek batang dan penyakit layu pembuluh pada pala.

(10)

tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan

Keputusan Menteri Pertanian Nomor

887/Kpts/07.210/9/97 tentang Pedoman

Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan

Tanaman dilaksanakan dengan pemantauan, pengamatan, dan pengendalian OPT.

Penanganan OPT masih belum optimal karena peran, kesadaran dan kemampuan masyarakat masih relatif rendah. Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian, diperlukan bantuan pengendalian oleh pemerintah sebagai stimulan untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT tersebut. Karena terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh

pemerintah, kegiatan pengendalian OPT

dilaksanakan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun anggaran 2015 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pengendalian OPT tanaman tahunan di 19 provinsi; pengendalian OPT

tanaman semusim di 14 provinsi; serta

pengendalian OPT tanaman rempah dan

penyegar di 16provinsi.

B. Sasaran Nasional

Sasaran kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan pada tahun 2015 berdasarkan

(11)

Perlindungan Perkebunan adalah terkendalinya serangan OPT sehingga dapat mendukung peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan penanganan OPT tanaman

perkebunan adalah memberikan bantuan

pengendalian OPT pada pusat-pusat serangan

dan mendorong petani untuk melakukan

pengendalian secara mandiri agar serangan OPT terkendali dan tidak meluas pada areal tanaman lainnya.

D. Pengertian Umum

Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Perkebunan, maka perlu

disampaikan beberapa pengertian sebagai

berikut :

1. Kelompok Tani adalah kumpulan

petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan

(sosial, ekonomi, sumber daya) dan

keakraban untuk meningkatkan dan

mengembangkan usaha anggota yang

terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan.

(12)

menjadi peserta kegiatan yang akan dilaksanakan.

3. Hamparan tanaman adalah luas pertanaman dengan tingkat homogenitas tanaman yang relatif homogen.

4. Sosialisasi adalah penyampaian/penjelasan lebih rinci tentang kegiatan penanganan OPT perkebunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah setempat dan petani.

5. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

tanaman adalah jenis serangga, tumbuhan

(gulma), jamur/cendawan, bakteri,

nematoda, virus, vertebrata dan jasad renik lainnya yang dapat merusak, mengganggu

kehidupan tanaman budidaya sehingga

menyebabkan berkurang/hilangnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan.

6. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme

lainnya dalam semua tahap

perkem-bangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit

atau organisme pengganggu, proses

produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.

7. Feromon serangga adalah senyawa yang

(13)

betina atau sintentis yang digunakan untuk menarik/menangkap serangga hama jantan, sehingga perkawinan gagal terjadi.

8. Predator adalah suatu organisme yang

makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.

9. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.

10. Patogen adalah suatu mikroorganisme yang hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati.

11. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari bagian tumbuhan yang bersifat racun (toxic) untuk menghambat/ membunuh OPT sasaran namun tidak membahayakan lingkungan.

12. Demonstrasi plot (Demplot) pengendalian OPT, yaitu model percontohan pengendalian OPT perkebunan dengan luas areal 1-5 hektar.

(14)

lebih dari 5 hektar sampai dengan 25 hektar.

14. Tanaman perangkap adalah jenis tanaman

yang digunakan untuk mengalihkan

serangan/memerangkap OPT dari tanaman inangnya.

15. Lapon adalah sejenis perangkap babi hutan dalam bentuk jaring jerat yang dipasang

pada tempat-tempat yang berpotensi

dilewati babi hutan.

16. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.

17. Pemantauan adalah kegiatan mengamati dan mengawasi populasi atau tingkat serangan

OPT dan faktor-faktor yang

mempe-ngaruhinya secara berkala pada tempat tertentu.

18. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah

pengendalian OPT dengan cara

menggabungkan berbagai tindakan

pengendalian yang kompatibel untuk

(15)

19. Luas serangan adalah luas tanaman yang mengalami kerusakan akibat gangguan/ serangan OPT yang dinyatakan dalam hektar.

20. Luas pengendalian adalah luas tanaman terserang yang dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian.

21. Sanitasi adalah tindakan membersihkan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.

22. Eradikasi adalah tindakan memusnahkan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.

(16)

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

1. Pendekatan umum

Prinsip pendekatan umummeliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.

a. SK Tim Pelaksana Kegiatan

1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1(satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.

2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.

3) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota.

b. Rencana kerja

Rencana kerja pelaksanaan masing-masing

(17)

c. Juklak, Juknis

Penanggungjawab kegiatan harus menyusun Juklak/Juknis yang mengacu kepada pedoman teknis yang dikeluarkan oleh Ditjen.Perkebunan. PenyusunanJuklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2(dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana.

d. Koordinasi dan Sosialisasi

Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana

kegiatan dengan Direktorat Jenderal

Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan

Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan

Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman

Perkebunan(BPTP) Pontianak(sesuai dengan

wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan.

Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan kepadapetani peserta kegiatan pengendalian dan pihak terkait lainnya.

e. Pelelangan/pengadaan

Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai

peraturan perundangan yang berlaku dan

kontrak diupayakan ditandatangani paling

lambat bulan Maret 2015. Pengadaan sarana

pendukung perlindungan tidak dapat

(18)

f. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh

satkerpelaksana kegiatan selama kegiatan

berlangsung.

g. Laporan

1) Laporan perkembangan pelaksanaan

kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.

2) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2(dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2015.

2. Prinsip Pendekatan Teknis

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

1) Calon Petani-Calon Lokasi

a) Calon petani peserta pengendalian

tergabung dalam kelompok tani yang aktif dan terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan.Calon lokasi pengendalian

OPT merupakan hamparan tanaman

dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan.

b) CP/CL untuk kegiatan TP Provinsi

(19)

c) CP/CL untuk kegiatan TP Kabupaten/Kota

ditetapkan oleh Kepala Dinas

Kabupaten/Kota yang membidangi

perkebunan.

d) Sosialisasikepada petani dan pihak terkait

lainnya dilakukan sebelum kegiatan

pelaksanaan pengendalian.

e) Pengamatan

Pengamatan awal dilakukan sebelum pelaksanaan pengendalian untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan OPT, serta teknik pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan dikendalikan.

Pengamatan akhir dilakukan setelah pelaksanaan pengendalian untuk melihat efektivitas hasil pengendalian.

Pengamatan dilakukan oleh petugas

lapangan bersama dengan petani dari setiap kegiatan pengendalian OPT.

Khusus untuk pengendalian OPT dengan

menggunakan feromon dilakukan

pengamatan untuk mengetahui jumlah tangkapan OPT sasaran.

2) Bahan Pengendali

(20)

dari Menteri Pertanian. Sedangkan penggunaan APH/Pesnab pada kegiatan demplot/demfarm dapat menggunakan

APH/Pesnab yang telah mendapat

rekomendasi dariPuslit/Balit/Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan

(Medan/Surabaya/Ambon)/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.

b) Parasitoid,predator dan tanaman

antagonis yang digunakan telah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (Medan /Surabaya/Ambon)/

Balai Proteksi Tanaman Perkebunan

Pontianak.

c) Pestisidasintetisdan feromonyang

digunakan telah terdaftar dan mendapat ijin dari Menteri Pertanian.

3) Waktu pelaksanaan pengendalian

disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing.

b. DemfarmPengendalian OPT

1) Demfarm pengendalian OPT dilaksanakan

oleh kelompok, untuk 5 (lima) komoditi yaitukakao, karet, jambu mete, kelapa dan tebu.

2) Kegiatanbertujuan untuk memberikan

(21)

PBK pada tanaman kakao, JAP pada tanaman karet dan mete, A.guerreronispada tanaman kelapa dan uret pada tanaman tebu.

3) Demfarm dilaksanakan di kebun petani, yangmudah dijangkau dan dapat menjadi etalase/percontohan bagi petani lainnya.

Pelaksana kegiatan adalah UPTD

Perlindungan Perkebunan di bawah Dinas

yang membidangi perkebunan Provinsi

bersama Dinas Kabupaten/Kota.

c. Demplot Pengendalian OPT

Demplot pengendalian OPT dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi perkebunan, di lahan petani pada 2 (dua) komoditi yaitu:tebu dan nilam.

1) Demplot OPT tebu

Menerapkan teknologi pengendalian hama tikus pada tebu dengan cara biologis, yaitu

dengan menggunakan predator burung

hantu.

2) Demplot OPT nilam

Menerapkan teknologi pengendalian OPT nilam, yaitu denganmemadukan cara biologis, mekanis dan kimiawi.

Demplot dilaksanakan di kebun petani, yang

mudah dijangkau dan dapat menjadi

etalase/percontohan bagi petani lainnya.

(22)

Perlindungan Perkebunan di bawah Dinas

yang membidangi perkebunan Provinsi

bersama Dinas Kabupaten/Kota.

3. Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan

Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil

monitoring dan evaluasi bila ditemukan

penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan.

b. Tahap Pasca Pengendalian OPT Tanaman

Perkebunan

1) Pengendalian OPT

a) Kelompok tani yang telah melaksanakan

pengendalian OPT diharapkan agar

melanjutkan pengendalian secara rutin, mandiri dan menyebarluaskan teknologi

pengendalian OPT kepada petani

disekitarnya.

b) Petani agar melakukan pengamatan

kebunnya secara rutin dalam rangka

membangun sistem peringatan dini.

Pengendalian OPT agar dilakukan sejak dini berdasarkan pengamatan dan jangan menunggu sampai terjadi eksplosi.

c) Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota agar

(23)

secara berkelanjutan. Dinas yang

membidangi perkebunan

Provinsi/Kabupaten/Kota mengupayakan penyediaan anggaran untuk pengawalan dan pendampingan kepada petani.

2) DemfarmPengendalian OPT

Kelompok tani di sekitar lokasi demfarm

diharapkan mau mencontoh teknologi

pengendalian OPT yang telah dilaksanakan.

Provinsi pelaksana demfarmdiharapkan

melanjutkan dan mengembangkan hasil

demfarm di wilayah binaan. Petugas

melakukan pencatatan/evaluasi

perkembangan demfarm, dan petani

melakukan pemeliharaan demfarm.

3) DemplotPengendalian OPT

Demplot pengendalian OPT dilaksanakan secara berkelanjutan. Provinsi pelaksana demplotdiharapkan mengembangkan hasil

demplotdi wilayah binaan.Petugas

melakukan pencatatan atau evaluasi

perkembangan demplot,dan petani

(24)

B. Spesifikasi Teknis

1. Kriteria

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

Kriteria pengendalian sebagai berikut:

1) Luas pengendalian OPT minimal 25

ha/kelompok tanidengan perhitungan

populasi tanaman sesuai standar baku.

2) Calon lokasi merupakan hamparan dengan kondisi tanaman terserang OPT ringan atau masih dapat dipulihkan.

3) Calon petani/kelompok tani peserta

pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif.

4) Teknologi pengendalian OPT yang digunakan

mengacu pada rekomendasi

Puslit/Balit/Perti/BBPPTP(Medan/Surabaya/

Ambon)/BPTP Pontianak atau pedoman

pengenalan dan pengendalian OPT yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan.

b. DemfarmPengendalian OPT

1) Demfarm dilaksanakan oleh UPTD

Perlindungan Perkebunan di bawah

koordinasi Dinas provinsi yang membidangi perkebunan, bekerja sama dengan kelompok tani/petani.

2) Demfarm dilaksanakan pada hamparan

(25)

3) Lokasi demfarm mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. Untuk mendapatkan hasil yang signifikan lokasi untuk tahun ke 2 dan ke 3 tidak berubah.

4) Demfarm berada pada pusat serangan atau daerah penyebaran serangan OPT yaitu: PBK pada kakao, JAP pada karet dan jambu mete, A.guerreronis pada kelapa dan Uret pada tebu.

c. DemplotPengendalian OPT

1) Demplot dilaksanakan oleh UPTD

Perlindungan Perkebunan di bawah

koordinasi Dinas provinsi yang membidangi perkebunan, bekerja sama dengan kelompok tani/petani.

2) Demplot dilaksanakan pada hamparan

dengan luas areal 1 (satu) hektar sampai dengan 5 (lima) hektar.

3) Lokasi demplot mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air.Untuk mendapatkan hasil yang signifikan lokasi untuk tahun ke 2 dan ke 3 tidak berubah.

(26)

2. Metode

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

Pengendalian OPT tanaman perkebunan

dilaksanakan dalam kelompok tani yang sudah ditetapkan oleh Kepala Dinas provinsi yang

membidangi perkebunan. Pengendalian

dilaksakan secara serentak dan massal melalui penerapan PHT terhadap OPT :

1) Penggerek Buah kopiPBKo (Hypothenemus

hampei)

a) Pengaturan naungan.

b) Petik bubuk, lelesan, dan rampasan akhir panen/racutan.

c) Pemasangan atraktan/sex feromon

sebanyak25 set/hektar/aplikasi. Aplikasi feromon diulang dengan interval setiap 1 (satu) bulan.

2) PenggerekBatang Cengkeh (Nothopeus sp.

dan Hexamitodera sp.) adalah :

a) Sanitasi kebun.

b) Pemupukan dan pemelihara-an tanaman.

c) Aplikasi insektisida sistemik berbahan

aktif asefat atau karbofurandengan

(27)

3) Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh/BPKC(Pseudomonas sizygii)adalah :

a) Eradikasitanaman mati/terserang berat dengan cara ditebang dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum.

b) Sanitasi kebun.

c) Membersihkan alat-alat pertanian yang

telah digunakan di areal tanaman

terserang, sebelumdigunakan pada

tanaman sehat.

d) Pemupukan dengan pupuk organik (setara pupuk kandang).

e) Penyemprotan dengan menggunakan

insektisidauntuk mengendalikan vektor penyakit BPKC.

4) Jamur Akar Putih (Rigidophorus lignosus) pada cengkeh adalah :

a) Membersihkan sisa tanaman (tunggul).

b) Membersihkan gulma di sekitar piringan tanaman.

c) Perbaikan saluran drainase.

d) Membongkar dan memusnahkan tanaman mati/tumbang.

(28)

5) BusukPangkalBatang/BPB(Phytophthoracapsi ci)pada tanaman lada

a) Membuat parit isolasi di sekeliling tanaman terserang.

b) Sanitasi kebun dan melakukan penyiangan terbatas disekeliling piringan tanaman lada.

c) Memangkas sulur tanaman dekat

permukaan tanah untuk menghindari penyebaran spora oleh percikan air hujan.

d) Mencabut tanaman yang terserang,

kemudian dimusnahkan.

e) Memangkas tajar hidup secara teratur pada awal dan menjelang akhir musim hujan.

f) Membuat saluran drainase.

g) Membersihkan alat-alat pertanian yang

telah digunakan di areal tanaman

terserang, sebelum digunakan pada

tanaman sehat.

(29)

6) Jamur Pirang(Septobasidium bogoriensis) pada tanaman lada

a) Sanitasi kebun.

b) Pembuatanparit isolasi di sekeliling tanaman terserang.

c) Eradikasi tanaman lada yang terserang berat kemudian dimusnahkan.

d) Membersihkan alat-alat pertanian yang

telah digunakan di areal tanaman

terserang, sebelum digunakan pada

tanaman sehat.

e) Aplikasi insektisidaberbahan aktif antara lainkarbamatdan fungisida berbahan aktif antara lain dinikonazole.

7) Penggerek Buah Kakao/PBK (Conopomorpha cramerella)

a) Pemangkasan.

b) Sanitasi.

c) Panen sering.

d) Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (setara pupuk kandang).

e) Pemasangan attraktan/sex feromon

sebanyak 6 set/hektar/aplikasi. Aplikasi feromon diulang dengan interval setiap 3 (tiga) bulan.

(30)

8) Uret Tebu (Lepidiota stigma)

a) Pengambilan, pengumpulan dan

pemusnahan uret pada saat pengolahan tanah.

b) Pemasangan perangkap imago dengan

lampu petromak/neon danatau

pemasangan jaring/barrier trapdi sekitar pertanaman tebu.

9) Tikus(Rattus sp.)

a) Penangkapan/pemburuan tikus secara

serentak (gropyokan).

b) Aplikasi umpan/racun tikus berbahan

aktif antara lainbromadiolon,

brodifakum,seng fosfida dan

couma-tetralyl.

10) Penggerek Batang/PucukTebu (Chilo

sacchariphagus/Schirpophaga sp.)

a) Pemasangan sex feromon berbahan aktif

octadekenil asetat : 100% untuk

penggerek batang dan Hexsadsenal

100%untuk penggerek pucuk.

b) Pemasanganferomon sebanyak10

set/ha/aplikasi.Penggantian feromon

dilakukan setiap3 bulan sekali.

11) Babi Hutan (Sus sp.) pada Tebu

(31)

b) Pemagaran di sekitar areal kebun.

12) Lanas(Phytophthora sp.) dan Ulat Daun

(Spodoptera sp., Heliothis sp.) pada

Tembakau

a) Aplikasi APHBeauveria bassiana,dan atau Sl-NPV (tergantung intensitas serangan).

b) Aplikasi Pestisida nabati berbahan aktif azadirachtin. Aplikasi pestisida nabati diulang bila perlu dengan memperhatikan populasi ulat daun yang dikendalikan.

c) Aplikasi APH dilakukan 1 minggu setelah aplikasi pestisida nabati.

13) PenggerekBuah Kapas(Heliothis sp.),Ulat Daun(Spodoptera sp.) dan Wereng Kapas (Amrasca sp.)

a) Penanaman jagung sebagai tanaman perangkap sebanyak 2 kg/hektar dengan cara menanam 1 baris jagung diantara 3 baris tanaman kapas.

b) Aplikasi agens pengendali hayati

Beauveria bassianasebanyak 2

kg/hektar/aplikasi diulang sebanyak 3 kali atau Ha-NPV (tergantung intensitas serangan).

c) Aplikasi APH Beauveria bassiana, dan atau Sl-NPV (tergantung intensitas serangan).

(32)

diulang bila perlu dengan memperhatikan populasi ulat daun yang dikendalikan.

e) Aplikasi APH dilakukan 1 minggu setelah aplikasi pestisida nabati.

14) HamaKumbang Nyiur (Oryctes sp.)/

Kumbang Sagu (Rhyncophorus sp.) pada Kelapa

a) Membersihkan kebun/memusnahkan

semua tempat perkembangbiakan Oryctes sp. seperti sisa tanaman mati,

sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak,

tumpukan serbuk gergaji, dan lainnya; memotong-motong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dimusnahkan.

b) Aplikasi feromon untuk memerangkap imago Oryctes sp./Rhyncophorus sp. sebanyak 1 set/ha. Penggantian feromon dilakukan setiap 3 (tiga) bulan.

15) Hama Sexava sp. pada Kelapa

a) Sanitasi kebun.

b) Pelepasan parasitoid telur Leefmansia

bicolor sebanyak 25 butir telur

terparasit/ha.

16) Hama Brontispa sp. pada Kelapa

a) Memotong janur dan diturunkan dengan

tali, kemudian dikumpulkan dan

(33)

b) Pelepasanparasitoid pupa Tetrastichus

brontispae, sebanyak25 ekor pupa

Brontispaterparasit per hektar.

17) HamaTungau (Aceria guerreronis) pada Kelapa

a) Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah

kelapa terserang yang berserakan

disekitar pohon.

b) Aplikasi pestisida sistemik berbahan aktif antara lain : dimehipo atau karbosulfan melalui injeksi batang/infus akar.

18) Penyakit Busuk Pucuk (Phytophthora

palmivora ) pada tanaman kelapa

a) Eradikasi tanaman kelapa yang terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang)

b) Aplikasi fungisida sistemik berbahan aktif antara lain asam fosfit melalui injeksi batang/infus akar.

19) Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada Karet

a) Eradikasi tanaman terserang

(membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang).

b) Mengumpulkan dan memusnahkan

sisa-sisa tanaman serta melakukan

(34)

c) Aplikasi fungisida dengan bahan aktif antara lain triadimefon, triadimenol, hexaconazol, atau siproconazol dengan dosis 1 lt/hektar.

d) Aplikasi APH jamur Trichoderma

harzianum pada tanaman terserang

ringan dan sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi.

e) Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik).

20) Penyakit JAP pada Jambu Mete

a) Eradikasi dengan cara menebang,

membongkar, dan memusnahkan tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan

sisa-sisa tanaman serta melakukan

pengendalian gulma; pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik sesuai anjuran.Aplikasi pupuk organik dilakukan bersamaan dengan APH.

b) Aplikasi agens pengendali hayati

Trichoderma sp. pada tanaman yang

(35)

c) Aplikasi fungisida dengan bahan aktif antara lain triadimefon, triadimenol, hexaconazol, atau siproconazol dengan dosis 1 lt/hektar.

d) Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik).

21) Oryctes rhinoceros/Rhyncophorus sp. pada

Kelapa Sawit

a) Membersihkan kebun atau memusnahkan

semua tempat perkembangbiakan

Oryctes sp. seperti sisa tanaman mati,

sampah-sampah, tumpukan kotoran

ternak, tumpukan serbuk gergaji, dan

lainnya; memotong-motong tanaman

kelapa yang tumbang/mati kemudian dimusnahkan.

b) Aplikasi feromon berbahan aktif etil metil 4 oktanoat dan atau 4-5 metil -5-

nonanoluntuk memerangkap imago

Oryctessp./Rhyncophorus sp. sebanyak

1set/ha. Penggantian feromon

dilakukan setiap 3 (tiga) bulan.

Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan

nematoda), parasitoiddan sex feromon

(36)

b. Demfarm Pengendalian OPT

1) Demfarm Pengendalian Hama PBK pada

Tanaman Kakao

a) Pemangkasan dan sanitasi.

b) Pemasangansex feromon dan

pemanfaatan musuh alami semut

rangrang atau semut hitam.

2) Demfarm JAP Karet

a) Eradikasi tanaman terserang

(membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang).

b) Mengumpulkan dan memusnahkan

sisa-sisa tanaman serta melakukan

pengendalian gulma.

c) Aplikasi fungisida berbahan aktif

triadimefon/triadimenol dengan dosis 1lt/hektar.

d) Aplikasi APH jamur

Trichodermaharzianum pada tanaman

terserang ringan dan sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi dengan dosis 15 kg/ha.

e) Aplikasi jamurT.harzianum dilakukan

(37)

3) Demfarm JAP pada Mete

a) Eradikasi dengan cara menebang,

membongkar, dan memusnahkan tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan

sisa-sisa tanaman serta melakukan

pengen-dalian gulma; pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik sesuai anjuran. Aplikasi pupuk organik dilakukan bersamaan dengan APH.

b) Aplikasi agens pengendali hayati

Trichoderma sp. pada tanaman yang

terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi sebanyak 15 Kg/ha.

c) Aplikasi fungisida sistemik dengan dosis 1 lt/ha.

d) Aplikasi jamurT.harzianum dilakukan

setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur T. harzianum dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik).

4) DemfarmAceriaguerreronis sp. pada Kelapa

a) Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah

kelapa terserang yang berserakan

(38)

b) Aplikasi pestisida sistemik melalui injeksi

batang/infusakar dengan dosis 1

lt/hektar.

5) Demfarm Pengendalian Hama Uret Pada

Tebu

a) Pengambilan, pengumpulan dan

pemusnahan uret bersamaan dengan pengolahan tanah.

b) Aplikasi pupuk organik dicampur dengan APH jamur Metarhizium sp./ nematoda enthomopatogen (NEP)sebelum tanam, atau pada saat pembuatan juringan.

c) Pemasangan perangkap (lampu

perangkap/trap barrier/jaring

perangkap) untuk imago.

Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan sex feromon disajikan pada lampiran 1dan 2.

c. Demplot Pengendalian OPT

1) Demplot Pengendalian Hama Tikus Pada

Tebu Dengan Burung Hantu Sebagai Predator

a) Pembuatan dan pemasangan

pagupon/rumah burung hantu (rubuha) di pertanaman.

b) Adaptasi burung hantu didekat lahan

tebu untuk adaptasi lingkungan

(39)

c) Pelepasan burung hantu sebanyak 2 pasang untuk 5 ha lahan yang akan dikendalikan.

2) Demplot Pengendalian OPT Nilam (Budok, Nematoda, Ulat/Kutu Daun dll)

a) Penggunaan pestisida nabati bubuk biji nimba, dosis 5 kg/ha/aplikasi. Aplikasi dilakukan 3 kali dengan interval 2 minggu, di mulai dari tanaman umur 2 minggu.

b) Penggunaan APH Beauveria bassiana

dengan dosis 0.5 kg/ha/aplikasi. Aplikasi dilakukan 4 kali dengan interval 2 minggu sekali.

c) Penggunaan bubur bordo dengan dosis 1 kg/ha, diaplikasikan seminggu setelah tanam.

d) Aplikasi pupuk kandang

1500kg/ha/aplikasi atau bahan organik yang setara.

(40)

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

(Tanaman Rempah dan penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan)

a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

dilakukan di areal petani pekebun yang tergabung dalam kelompok tani aktif dan terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan. Pengendalian OPT dilakukan pada komoditi kopi, lada, cengkeh, kakao, karet, kelapa, jambu mete, kelapa sawit, tebu, tembakau, dan kapas.

b. Tahapan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas

yang membidangi Perkebunan Provinsi/

Kabupaten/Kota, penetapan CP/CL,

sosialisasi pengendalian OPT, pengadaan bahan dan alat pengendali, pengamatan dan

pengendalian, pendampingan serta

monitoring/evaluasi dan pelaporan.

c. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana - SDM

- Data dan informasi - Teknologi

2 Output/Keluaran Terlaksananya

(41)

tanaman kopi, lada, cengkeh, kakao, karet, kelapa, kelapa sawit, jambu mete, tebu, tembakau dan kapas.

3 Outcome/hasil Menurunnya luas serangan OPT pada tanaman kopi, lada, cengkeh, kakao, karet, kelapa, kelapa sawit, jambu mete, tebu, tembakau dan kapas.

2. Demfarm Pengendalian OPT

a. Demfarm pengendalian OPT pada tanaman kakao, karet, jambu mete, kelapa dan tebu dilakukan di kebun petani.

b. Tahapan kegiatan demfarm pengendalian

OPT tanaman perkebunan meliputi

koordinasi antara Dinas yang membidangi

Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota,

penetapan lokasi demfarm pengendalian,

pengadaan pupuk, bahan pengendali

(42)

No Indikator Uraian

2 Output/Keluaran Terlaksananya demfarm pengendalian PBK pada kakao, JAP pada karet, JAP pada mete, Aceria sp. pada kelapa, uret pada tebu.

3 Outcome/hasil - Tersosialisasinya teknologi

pengendalian PBK pada kakao,JAP pada karet, JAP pada mete, Aceria sp. pada kelapa, uret pada tebu.

- Diperolehnya reko-mendasi teknologi pengendalian PBK

3. Demplot Pengendalian OPT

(43)

b. Tahapan kegiatan demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demfarm pengendalian, pengadaan pupuk, bahan pengendali (Pesnab, APH dan Predator), pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan.

c. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi

2 Output/Keluaran Terlaksananya demplot pengendalian OPT pada karet, OPT pada tebu dan OPT pada nilam. 3 Outcome/hasil -Tersosialisasinya

teknologi pengendalian hama OPT pada tebu dan OPT pada nilam. -Diperolehnya

(44)

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan

1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan

pengendalian OPT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan

berkoordinasi dengan dinas provinsi.

Sedangkan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Demfarm/Demplot pengendalian OPT pada tanaman kakao, karet, jambu mete, kelapa dan tebu adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

2. Dinas yang membidangi perkebunan

provinsi/kabupaten/kota dalam

melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP (Medan/Surabaya/Ambon)/ BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.

3. Kewenangan dan tanggung jawab :

a. Direktorat Perlindungan Perkebunan

1) Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis.

2) Melakukan bimbingan, pembinaan,

(45)

b. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan

1) Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan

pengendalian OPT/demfarm/demplot

pengendalian OPT perkebunan tingkat

provinsi.

2) Melakukan koordinasi dengan Direktorat

Jenderal Perkebunan, BBPPTP Medan/

Surabaya/Ambon/BPTP Pontianak (sesuai

dengan wilayah kerja) dan Dinas

Kabupaten/Kota yang membidangi

perkebunan, serta institusi terkait lainnya.

3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk

kegiatan pengendalian OPT/Demfarm/

Demplot pengendalian OPT perkebunan.

4) Melakukan verifikasi CP/CL bersama Dinas Kabupaten.

5) Menetapkan CP/CL kegiatan pengendalian OPT/demfarm/demplot pengendalian OPT untuk TP Provinsi.

6) Melakukan pengawalan, pembinaan,

monitoring dan evaluasi, berkoordinasi

dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat.

7) Sosialisasi kegiatan pengendalian OPT/

demfarm/demplot pengendalian OPT

(46)

8) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan

pengendalian OPT/demfarm/demplot

pengendalian OPT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

c. Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi

perkebunan

1) Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan

pengendalian OPT untuk TP kabupaten.

2) Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi

yang membidangi perkebunan, BBPPTP

(Medan/Surabaya/Ambon), BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya.

3) Membuat juknis kegiatan pengendalian OPT perkebunan.

4) Melakukan verifikasi dan penetapan CP/CL.

5) Melakukan sosialisasi, pembinaan dan monev kegiatan pengendalian OPT perkebunan.

6) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT ke Dinas Provinsi dan

Direktorat Jenderal Perkebunan cq.

Direktorat Perlindungan Perkebunan.

d. Kelompok Tani/Petani :

(47)

2) Melakukan seluruh tahapan kegiatan

pengendalian OPT/demfarm/demplot

pengendalian OPT.

C. Lokasi, Jenis dan Volume

1. Pengendalian OPT Perkebunan

Lokasi, jenis dan volume kegiatan

pengendalian OPT tanaman Perkebunan seperti pada lampiran 5 s.d 15.

2.Demfarm Pengendalian OPT Perkebunan

Lokasi, jenis dan volume kegiatan

demfarm pengendalian OPT tanaman Perkebunan seperti pada lampiran 6 s.d 20.

3.Demplot Pengendalian OPT Perkebunan

Lokasi, jenis dan volume kegiatan demplot pengendalian OPT tanaman Perkebunan seperti pada lampiran 21 s.d 22.

D. Simpul Kritis

Simpul Kritis Pengendalian OPT, Demfarm dan

Demplot Pengendalian OPT Tanaman

Perkebunan sebagai berikut :

(48)

2. Terlambatnya pengusulan revisi, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. Penelaahan dan usulan revisi

agar dilakukan sejak awal setelah

diterimanya Pedoman Teknis, paling lambat bulan Februari 2015.

3. Terlambatnya penyusunan juklak dan juknis, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dinas agar segera menyusun juknis/juklak paling lambat dua minggu setelah diterimanya Pedoman Teknis.

4. Terlambatnya penetapan CP/CL

mengakibatkan pelaksanaan pengendalian terlambat. Penetapan CP/CL dilakukan awal tahun anggaran berjalan, dan dilakukan bersama-sama antara dinas provinsi dengan

dinas kabupaten sebelum pengusulan

kegiatan.

5. Terlambatnya pengadaan bahan dan alat

pengendalian akibat proses lelang/

pengadaan sehingga aplikasi tidak tepat

waktu. Lelang/pengadaan bahan

pengendalian dilakukan awal tahun dan penyediaan bahan pengendalian disesuaikan

dengan spesifikasi teknis pelaksanaan

(49)

IV. PENGADAAN BARANG

Pengadaan barang dan jasa kegiatan

Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas

Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal

(50)

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan

Pendampingan

Kegiatan pembinaan, pengendalian dan

pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Pusat, BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak, dan pihak terkait lainnya.

Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan,

pengendalian dan pengawalan dilakukan

koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.

Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan

yang dipergunakan (Material). Kegiatan

pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mam-pu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan

(51)

kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.

B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian,

Pengawalan dan Pendampingan

Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan,

pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.

Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan

kabupaten/kota sehingga pembinaan,

pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.

Pendampingan terhadap kelompok tani peserta pengendalian OPT/demfarm/demplot dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mencakup tahapan persiapan dan pelaksanaan kegiatan.

Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan

pembinaan dan pengawalan kegiatan

pengendalian OPT/demfarm/demplot

pengendalian OPT tanaman perkebunan pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.

Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian,

pengawalan dan pendampingan kegiatan

Perlindungan Perkebunan tingkat provinsi.

Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat

kabupaten/kota melakukan pembinaan,

(52)
(53)

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Monitoring

Monitoring ditujukan untuk mengetahui

perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.

Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan

kabupaten/kota pada wilayah kerja

masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.

B. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui

ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang

direncanakan serta realisasi/penyerapan

anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.

Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi

perkebunan Provinsi pada wilayah kerja

masing-masing.

C. Pelaporan

Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban

pelaksanaan kegiatan. Laporan kegiatan

fasilitasi pengendalian OPT dibuat oleh

(54)

kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.

1.Jenis Laporan :

a.Laporan Perkembangan Pelaksanaan

Kegiatan

1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan

Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana

kegiatan; penyusunan juklak/juknis;

penetapan CP/CL; persiapan administrasi; pengadaan alat dan bahan; serta sosialisasi; dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.

2) Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan meliputi pengamatan awal,

aplikasi pengendalian, pemantauan,

pengamatan akhir. Dilaporkan sebanyak 3 kali selama pelaksanaan kegiatan.

b.Laporan Fisik dan Keuangan

1) Laporan Mingguan

(55)

2) Laporan Bulanan

Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.

3) Laporan Triwulan

Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.

c.Laporan Akhir

Laporan Akhir merupakan laporan

keseluruhan pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah

kegiatan selesai. Laporan disampaikan

melalui surat dan e-mail.

2.Format Laporan

(56)

Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti pada lampiran 23-26.

VII. PEMBIAYAAN

(57)

VIII. PENUTUP

Pelaksanaan pengendalian OPT diharapkan

mampu menstimulasi untuk mendorong peran

serta dan kesadaran masyarakat dalam

mengendalikan OPT, sehingga dapat

menyelesaikan permasalahan gangguan OPT pada tingkat lahan usaha tani secara mandiri, gradual dan berkesinambungan sehingga pada akhirnya dapat berkontribusi dalam menurunkan

tingkat serangan OPT terutama pada

pusat-pusat serangan sehingga dapat terkendali dan tidak semakin meluas.

(58)

Lampiran 1. Spesifikasi Teknis Sex Feromon

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan

1. - Sex Feromon unit perangkap dan 3 sachet fero-mon

Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar unit perangkap dan 4 sachet feromon

(59)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan

3. - Sex Feromon

perangkap dan 4 sachet feromon

Empat bulan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar unit perangkap dan 4 sachet feromon

Empat bulan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar

Kumbang Nyiur (Oryctes

Diprioritaskan

(60)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan

Kumbang Nyiur

- Bahan Aktif:

etil-4metil oktanoat

(61)

Lampiran 2. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

1. - Sex Feromon

- Perangkap dilipat berbentuk rumah;

- Tabung feromon

digantung pada

perangkap;

- Tutup tabung

feromon dilubangi dengan

menggunakan jarum dan jangan dibuka;

- Lem/perekat dibuka kemudian dimasukkan dalam

- Aplikasi feromon dilakukan 3 kali dalam satu tahun atau

menyesuaikan

dengan kondisi

lapangan.

- Aplikasi feromon dimulai pada saat

musim buah.

Buah berukuran

rata-rata 8 cm

dan mulai ada

serangan PBK.

- Pemasangan

feromon harus

memenuhi 5 T

(Tepat dosis,

waktu, cara,

lokasi dan

sasa-ran), sesuai

dengan pedoman penggunaan. - Sebelum aplikasi

perlu dilakukan

pengamatan untuk menentukan

(62)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

perangkap; - Perangkap

digantung di atas

tajuk tanaman

dengan ketinggian 0,5 m diatas tajuk tertinggi;

- Jalur penempatan perangkap secara diagonal atau zig zag pada pusat-pusat serangan; - Pengamatan

dilakukan secara berkala maksimal 1 minggu sekali;

- Interval

dengan kondisi

lapangan. - Pemasangan

feromon dilakukan pada sore hari.

pemasangan yang tepat.

- Feromon jangan di pasang di bawah

tajuk karena

kebiasaan

aktivitas kawin

imago PBK diatas

tajuk tanaman

pada malam hari.

- Tutup botol

senyawa dan

selaput penutup

botol feromon

(63)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

- Apabila lem atau

perekat sudah

tidak berfungsi

(misal terkena air hujan atau sudah penuh dengan PBK yang tertangkap)

segera diganti

dengan lem

perekat serangga

selama feromon

masih belum

habis.

pemasangan, karena tutup botol

sudah dilubangi

dengan jarum.

2. - Sex Feromon

khusus untuk

hama PBKo

- Kemasan

aluminium foil

terdiri dari 4

- Aplikasi feromon dilakukan 4 kali dalam satu tahun

- Pemasangan

feromon harus

(64)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

- Bahan aktif:

Etanol

Sachet feromon

dan 1 buah jarum; - Perangkap bagian

atas berwarna

merah dan bagian

bawah berwarna

putih;

- Gunting kemasan almunium foil dan ambil satu sachet feromon, lubangi

dengan jarum,

gantungkan pada

gantungan yang

tersedia pada

perangkap bagian

atau

menyesuaikan

dengan kondisi

lapangan.

- Aplikasi feromon dimulai pada saat

dengan kondisi

lapangan.

(Tepat dosis,

waktu, cara,

lokasi dan

sasaran), sesuai dengan pedoman penggunaan. - Sebelum aplikasi

perlu dilakukan pengamatan untuk

menentukan waktu

pemasangan yang tepat.

- Feromon jangan

(65)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

atas;

- Masukkan air yang telah di campur

dengan sedikit

detergen dengan tinggi + 2 cm dari dasar perangkap

bagian warna

putih; - Pasangkan

perangkap putih

ke perangkap

merah dengan

cara diputar; - Perangkap bagian

atas

- Pemasangan

feromon dilakukan pada sore hari.

tajuk

belum dipakai

agar disimpan di

dalam lemari

(66)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

digantungkan

pada tiang

kayu/bambu diantara tanaman

kopi dengan

ketinggian 1,5 m

dari permukaan

tanah.

3. - Sex Feromon

khusus untuk

hama Penggerek Batang Tebu

- Bahan Aktif :

Oktadekenil asetat 100%

- Masukkan wadah

perangkap pada

tiang bambu atau kayu bulat yang telah ditancapkan ditanah setinggi 120 cm;

- Pasang tempat

- Umur tanaman +

2 bulan s/d

menjelang panen dan

- Pemasangan

feromon

dilakukan pada

sore hari dan

- Pemasangan

feromon harus

(67)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

vial rubber pada sisi tengah;

- Masukkan vial

rubber yang berisi

feromon pada

wadah perangkap yang terpasang; - Isi air dan sedikit

deterjen pada

wadah perangkap se-tinggi + 0,5 cm,

upayakan selalu

tersedia air di wadah perangkap - Perangkap

dipasang diantara

perhatikan arah tiupan angin; - Vial rubber yang

berisi feromon

diganti setiap 3 bulan sekali

vial rubber

diganti atau

ditambah vial

(68)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

juring, 1 unit

perangkap untuk 14 juring;

- Sex Feromon

khusus hama

Penggerek pucuk Tebu

- Bahan Aktif :

Hexsadsenal 100%

- Masukkan wadah

perangkap pada

tiang bambu atau kayu bulat yang telah ditancapkan ditanah setinggi 120 cm; bulan dan lakukan pengamatan untuk pada sore hari dan perhatikan arah tiupan angin;

- Vial rubber

- Pemasangan

feromon harus

memenuhi 5 T vial rubber diganti

atau ditambah

vial rubber baru

dengan cara

(69)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

wadah perangkap yang terpasang; - Isi air dan sedikit

deterjen pada

wadah perangkap setinggi + 0,5 cm,

upayakan selalu

tersedia air di wadah perangkap; - Perangkap

dipasang diantara tanaman tebu

berkapasitas 12

liter yang akan

- Aplikasi feromon dilakukan minimal dua kali dalam satu tahun atau

- Pemasangan

feromon harus

memenuhi 5 T

(70)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

- Bahan Aktif:

etil-4 metil

oktanoat

digunakan sebagai perangkap;

pembuangan air

hujan;

- Tutup ember

dilubangi

sebanyak 5 buah

lubang dengan

diameter 55 mm; - Balik tutup ember

menyesuaikan

de-ngan kondisi

lapangan. - Interval waktu

aplikasi paling lambat 3 bulan. - Pemasangan

feromon dilakukan pada sore hari.

waktu, cara,

lokasi dan

sasaran), sesuai dengan pedoman penggunaan. - Sebelum aplikasi

perlu dilakukan pengamatan untuk menentukan waktu

(71)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

yang sudah di

lubangi, kemudian

gantungkan satu

kantong feromon

pada bagian

tengah tutup

ember dengan

menggunakan kawat;

- Tutup ember yang telah digantungi feromon dipasang kan pada ember perangkap;

- Ember perangkap

(72)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

tiang

kayu/bambu

penyanggah yang berukuran 2-3 m

dari permukaan

tanah;

- Tiang penyanggah

ditancapkan di

pinggir kebun

pada tempat

terbuka;

- pengumpulan dan pemusnahan

kumbang yang

(73)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

maksimal setiap

satu minggu satu kali;

- Akan lebih efektif jika ember diisi

dengan serbuk

gergaji/tanah

yang dicampur

dengan insektisida

dengan tujuan

agar kumbang

yang terperangkap mati.

5. - Sex Feromon

khusus untuk

hama kumbang

- Siapkan ember

plastik

berkapasitas 18

- Aplikasi feromon dilakukan minimal dua kali dalam

(74)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

sagu

- Bahan aktif 4–5

meti –5-

nonanol

liter yang akan digunakan sebagai perangkap;

- Pada bagian dasar

ember untuk

perangkap dibuat

lubang sebanyak

23 buah dengan diameter 2 mm;

- Seng Plat

sebanyak dua

buah disatukan

dengan bambu

yang ujungnya

telah dibelah

silang sehingga

satu tahun atau menyesuaikan

dengan kondisi

lapangan.

- Interval waktu

aplikasi feromon paling lambat 3 bulan.

- Pemasangan

feromon dilakukan pada sore hari.

(Tepat dosis, - Sebelum aplikasi

perlu dilakukan

pengamatan untuk menentukan waktu

pemasangan yang tepat, yaitu pada

saat ditemukan

adanya gejala

(75)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

berbentuk kipas

baling-baling; - Seng plat yang

telah disatukan

dengan bambu

dimasukkan ke

dalam ember

plastik;

- Buat gantungan

dari kawat dan pasang pada seng plat baling-baling; - Gantungkan

feromon pada

gantungan kawat tersebut;

sagu pada

(76)

No Jenis Feromon/

Bahan Aktif Cara Aplikasi

Waktu

Aplikasi/frekuensi Keterangan

- Ember perangkap

digantung pada

bambu/kayu penyanggah berukuran ± 1 m; - Kayu penyanggah

tersebut dipasang

pada pohon

kelapa dengan

ketinggian 2

meter dari

(77)

Lampiran 3. Spesifikasi Teknis Pengendalian Babi Hutan

No Jenis Alat

Pengendalian Bahan Keterangan

1 Pemasangan

lapon pada jalur jalan babi hutan

Lapon terbuat dari

kawat baja

berbentuk spiral

Lapon terbuat dari kawat baja berbentuk spiral, badan babi yang terjerat seluruhnya akan masuk jerat. Moncong dan kaki terkait kawat jerat sehingga tidak dapat lolos atau bergerak. Pemasangan lapon harus di jalur jalan babi yang telah diketahui berdasarkan pengintaian.

2 Pemagaran pagar bisa

menggunakan bambu berduri dan

bambu haur

(Bambosa bambu)

(78)

Tabel 1. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kopi

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

1 Jabar

Bandung Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus

hampei) 150 Ha Garut Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus

hampei) 225 Ha Bandung Barat Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus

hampei) 150 Ha 2 Sulsel Enrekang Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus

hampei) 125 Ha 3 Bali

Tabanan Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus

hampei) 225 Ha Bangli Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus

hampei) 225 Ha 4 NTB Lombok Timur Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus

hampei) 200 Ha 5 Aceh Bener Meriah Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus

hampei) 200 Ha

Tabel 2. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Cengkeh

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

1 Jateng Karanganyar Penyakit BPKC (Pseudomonas syzigii) 50 Ha 2 Malut Halmahera

Tabel 3. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

1 Kalbar Pontianak Busuk Pangkal Batang (Phytophthora capsici)

100 Ha

Tabel 4. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kakao

No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume

1 Jateng Wonogiri Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha

cramerella) 50 Ha 2

Aceh Bireun

Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha

cramerella) 125 Ha 3 Sulteng

Sigi Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha

cramerella) 400 Ha Parigimoutong Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha

cramerella) 300 Ha 4 Sulsel

Luwu Utara Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha

Gambar

Tabel 3. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada
Tabel 5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu
Tabel 7. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kapas
Tabel 8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kelapa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman perkebunan dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan

Kegiatan Pengembangan Kelapa Rakyat Tahun anggaran 2015 dibiayai dana APBN dan APBN-P melalui DIPA Direktorat Jenderal Perkebunan di Provinsi atau Kabupaten. Tahun

Menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksa- naan Penanaman Tembakau Tahun 2015 yang ada di daerahnya dengan mengacu Juklak yang dibuat oleh Dinas Provinsi yang

Sasaran dari Kegiatan Pelatihan Penguatan Kelembagaan adalah terlaksananya pemberdayaan petani yang tergabung dalam kelompok tani tanaman rempah penyegar yang telah mengikuti

usaha perkebunan meliputi kebijakan pencegahan kebakaran pada lahan dan kebun serta penanganan dampak perubahan iklim; kesiapan dalam menghadapi kebakaran lahan dan

2. 3) CP/ CL unt uk kegiat an TP Provinsi dit et apkan ol eh Kepal a Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan. Sosial isasi kepada pet ani dan pihak t erkait

1) Lokasi demplot pada kelompok tani/pekebun di daerah sentra perkebunan rakyat rawan kekeringan dan atau lahan kritis. 2) Calon petani peserta tergabung dalam