• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Analisis Situasi

Tingkat konsumsi ikan oleh negara-negara di dunia serta consumption footprint yang meliputi pemanfaatan hasil laut lainnya telah mencapai angka 154 juta ton per tahun.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan wilayah laut paling luas didunia, memiliki tingkat konsumsi makanan laut yang cukup tinggi, yaitu mencapai 44,67 kg untuk satu orang per tahunnya. Data tersebut diambil pada tahun 2017, dan kemungkinan besar meningkat setiap tahunnya. Lebih jauh lagi, data tersebut menunjukkan peningkatan konsumsi ikan dan makanan laut sebanyak 38% sejak tahun 1961.3 Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap sumber protein dari makanan laut mendorong tingginya permintaan (demand) pada industri perikanan. Mengutip data Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada 2014 beberapa provinsi dengan pertumbuhan konsumsi terbesar antara lain yaitu provinsi DI Yogyakarta sebesar 22,28%, Nusa Tenggara Barat sebesar 14,78%, Jawa Tengah sebesar 12,31%, DKI Jakarta sebesar 11,46%, dan Provinsi Jawa Timur sebesar 10,12%.4 Sedangkan provinsi Lampung tidak masuk kedalam daftar konsumsi terbesar di Indonesia, namun kebutuhan sumber protein laut masih dianggap tinggi dengan jumlah konsumsi 29,03 kg/ kapita pada tahun 2014.5

Akibat demand sumber daya perikanan yang tinggi, beberapa praktik ilegal dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab, salah satunya illegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal. Penangkapan ikan ilegal merugikan lautan dunia karena adanya pengurangan jumlah ikan yang tidak terkendali. Hal ini dilaporkan menyebabkan hilangnya miliaran dolar manfaat ekonomi tahunan dan menciptakan kerusakan lingkungan yang signifikan. Lebih jauh lagi, praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan memiliki konsekuensi buruk bagi pasokan makanan (food supply).

Penangkapan ikan illegal merupakan salah satu permasalahan global yang membutuhkan

3 Our World Data, “Fish and seafood consumption per capita, 1961 to 2017”, diakses melalui https://ourworldindata.org/grapher/fish-and-seafood-consumption-per-capita?tab=chart

4 Kementerian kelautan dan perikananan, “Produktivitas Perikanan Indonesia”, diakses melalui http://

kkp.go.id/wp-content/uploads/2018/01/KKPDirjen-PDSPKP-FMB-Kominfo-19-Januari2018.pdf. Diunduh 27 Agustus 2018

5 Pemerintah Provinsi Lampung, “Jumlah Konsumsi di Lampung”, diakses pada https://lampungprov.go.id/detail-post/jumlah-konsumsi-ikan-di-lampung-meningkat

penanganan serius. Meninjau kondisi di 54 negara dan di laut lepas, penelitian pada 2009 memperkirakan total nilai kerugian penangkapan ikan ilegal di seluruh dunia saat ini berkisar di angka 10 miliar dan 23,5 miliar dolar per tahun, mewakili antara 11 dan 26 juta ton ikan yang diambil secara ilegal.6

Berdasarkan laporan Kementerian kelautan dan perikanan terkait pertumbuhan industri sektor perikanan, pada 2019 produksi perikanan nasional mengalami kenaikan pada angka diatas 23 juta ton.7 Kenaikan produksi perikanan nasional memberikan dampak positif bagi ekonomi Indonesia. Namun, perkembangan industri perikanan ini lebih banyak dilandasi oleh pertimbangan teknologi dan ekonomi, dan cenderung mengabaikan pertimbangan lainnya seperti lingkungan, sosial budaya, serta kelestarian sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan yang merupakan akses milik bersama, mendorong maraknya ekploitasi sumber kelautan sebesar-besarnya. Eksploitasi sumber laut tersebut diperparah dengan adanya overfishing yang masih secara langsung berhubungan dengan Penangkapan ikan illegal, tidak dilaporkan , dan tidak diatur (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing, dikenal dengan IUU Fishing). Pencegahan terhadap IUU Fishing dalam hukum internasional diatur dalam UNCLOS 1982 sebagai kodifikasi utama hukum laut internasional dan International Pla of Action to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IPOA-UII).

Secara umum, illegal fishing tidak hanya menjadi permasalahan di dunia, namun juga Indonesia sebagai negara kepulauan. Pada tingkat nasional, perlindungan terhadap sumberdaya laut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, namun peraturan ini dianggap memiliki celah dalam mengatur IUU fishing. UU Perikanan tersebut mengatur perizinan bagi seseorang (person) atau entitas asing legal (foreign legal entity) untuk melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia sesuai dengan yang diatur dalam hukum internasional (United Nation Conventions on the Law of the Sea atau dikenal dengan UNCLOS).8 Pada tahun 2020 sendiri, dikutip dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terdapat setidaknya 44 kasus IUU fishing

6 David J Agnew, dkk, “Estimating the Worldwide Extent of Illegal Fishing”, Plos one vol 4, issue 2, 2009, hlm 2.

7 Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan, “Revolusi Industri 4.0 di Sektor Kelautan & Perikanan Indonesia”, diakses melalui https://kkp.go.id/brsdm/poltekkarawang/artikel/14858-revolusi-industri-4-0-di-sektor-kelautan-and-perikanan-indonesia

8 Sri Asih R, “Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing: The Impacts and Policy for its Completion in Coastal West of Sumatera”, Jurnal Hukum Internasional Vol 14 No 2, 2017, hlm 239.

oleh kapal nelayan asing, dengan total 849 kasus sepanjang tahun 2015-2020. Data tersebut menunjukkan urgensi luar biasa terhadap permasalahan ini.

Praktik IUU fishing dilakukan oleh nelayan asing di perairan Indonesia dan nelayan Indonesia di perairan asing.9 Menurut data tahun 2019, Ditjen PSDKP-KPP telah memulangkan sekitar 127 nelayan Indonesia yang tertangkap melakukan penangkapan ikan ilegal di berbagai negara seperti Malaysia, Timor Leste, Myanmar, Thailand, Australia dan India. Pada tahun 2020 lalu, setidaknya KPP membebaskan 15 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) akibat praktik illegal fishing. Hal tersebut disebabkan salah satunya oleh ketidakpahaman para nelayan Indonesia bahwa mereka telah melampaui batas perairan Indonesia dan masuk kedalam wilayah perairan negara lain. Faktor lainnya yaitu kurangnya pengawasan serta pembinaan terhadap nelayan-nelayan Indonesia dalam melakukan penangkapan ikan yang legal.10 Sehingga, kedepannya pemerintah Indonesia dapat secara efektif melakukan pembinaan, pengawasan, serta peningkatan kesadaran dan pengetahuan nelayan kaitannya dengan batas-batas wilayah perairan Indonesia.

Indonesia melindungi wilayah perairannya melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan di Bidang Kelautan dan Perikanan. Indonesia telah berupaya mengakomodir kebutuhan hukum masyarakat melalui serangkaian peraturan tentang perlindungan dan pelestarian laut tersebut. Namun, peraturan-peraturan membutuhkan strategi implementasi yang konkrit serta peran dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pelaku industri dan masyarakat luas.

Desa Ketapang, Kecamatan Padang Cermin, Pesawaran merupakan salah satu desa nelayan di Provinsi Lampung. Perairan di sekitar Desa Ketapang memiliki potensi sumberdaya perikanan dan biota perairan yang cukup besar. Daerah pesisir di sekitar area Desa Ketapang juga dimanfaatkan sebagai lokasi wisata karena keindahan alam dan ekosistem bawah lautnya, seperti objek wisata Pantai Klara, Pantai Sari Ringgung dan

9 Desi Yunitasari, “Penegakan Hukum Di Wilayah Laut Indonesia Terhadap Kapal Asing yang Melakukan Illegal Fishing Mengacu Pada Konvensi United Nations Convention On Law Of The Sea 1982”, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 8 No 1, 2020, hlm 6.

10 Kementrian Kelautan dan Perikanan, “Pemulangan Nelayan Indonesia”, diakses melalui https://kkp.go.id/djpsdkp/stasiunbelawan/artikel/11565-pemulangan-nelayan-indonesia

Pulau Mahitam. Mayoritas matapencaharian warga sekitar adalah penyedia jasa wisata atau nelayan. Para nelayan di Desa Ketapang selain melakukan penangkapan ikan untuk kebutuhan area mereka, juga mendistribusikan hasil lautnya ke daerah-daerah lain. Hal tersebut menjadikan Desa Ketapang sebagai kawasan ekonomi perikanan di Pesawaran, Lampung. Menurut survei yang dilakukan pengabdi, para nelayan di Desa Ketapang belum memiliki kesadaran dan pemahaman yang baik terkait batas-batas wilayah kelautan di daerahnya. Selain itu, banyak dari nelayan setempat ikut serta dalam kapal nelayan berbendera Indonesia untuk melakukan penangkapan ikan di tengah samudera tanpa mengetahui peraturan yang berlaku. Sehingga, para nelayan tidak jarang melewati batas Zona Ekonomi Ekslusif laut yang diukur dari pesisir daerahnya, dan tidak mengetahui aturan penangkapan ikan sesuai hukum nasional dan internasional. Hal tersebut sangatlah berbahaya, sebab para nelayan-nelayan Desa Ketapang bisa saja dikenai sanksi pidana akibat tuduhan melakukan IUU fishing, atau bahkan ditangkap oleh pengawas laut negara tetangga..

Maka dari itu, dalam mewujudkan masyarakat desa yang memiliki pemahaman hukum terkait penangkapan ikan yang legal dan berwawasan lingkungan, pengabdi menganggap pelaksanaan sosialisasi sangatlah penting demi keberlangsungan dan kenyamanan hidup warga setempat. Perwujudan ini dilakukan melalui pengabdian yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Hukum Terhadap IUU Fishing dan Batas-Batas Wilayah Laut Menurut Hukum Internasional dan Nasional Pada Desa Ketapang, Padang Cermin, Pesawaran”

B. Permasalahan Mitra

Berdasarkan hasil wawancara kami dengan Ketua RT setempat, masyarakat desa sasaran kegiatan masih memiliki pemahaman yang minim terkait dampak lingkungan laut dari Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing). Selain itu, pemahaman hukum nelayan sasaran tentang zona-zona laut yang diatur dalam peraturan internasional dan nasional juga masih tergolong sangat rendah. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya perhatian dari pemerintah dalam menyediakan informasi, sosialisasi, serta pembinaan terkait pemanfaatan laut yang aman dan ramah lingkungan kepada nelayan setempat.

Sesuai dengan penjabaran analisis situasi diatas, maka dapat diidentifikasi dan dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:

a. Nelayan Desa Ketapang belum memiliki pemahaman dan kesadaran tentang apa itu praktik IUU Fishing dan bahayanya bagi ekosistem laut.

b. Nelayan Desa Ketapang belum memiliki pemahaman hukum tentang sanksi pidana dan regulasi internasional terkait IUU Fishing.

c. Nelayan Desa Ketapang belum memiliki pemahaman tentang batas-batas wilayah laut yang dapat dimanfaatkan berdasarkan peraturan nasional dan internasional.

d. Kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam rangka mengawasi, membina dan menjamin keamanan masyarakat, khususnya terkait dengan upaya sosialisasi serta penyediaan sarana prasarana pemanfaatan laut.

C. Tujuan Kegiatan

Tujuan dari kegiatan PKM Unggulan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman hukum masyarakat terhadap IUU fishing, serta batas-batas wilayah pemanfaatan laut menurut hukum internasional dan nasional. Selain itu, pengabdian ini bertujuan untuk menggerakkan masyarakat untuk lebih bersinergis membangun desa nelayan berwawasan lingkungan.

D. Manfaat Kegiatan

Manfaat dari pengabdian ini kepada masyarakat Desa sasaran adalah masyarakat Desa Ketapang dapat secara mandiri melakukan perannya sebagai salah satu pihak yang berkewajiban untuk menjaga lingkungan sekitarnya serta menjunjung tinggi hukum di negara Indonesia. Manfaat lainnya yaitu dapat memberikan pengetahuan hukum terkait sanksi pidana praktek IUU fishing. Pada akhirnya, pengabdian ini diharapkan dapat menjadikan Desa Ketapang sebagai desa melek hukum dan berwawasan lingkungan.

Dokumen terkait