• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Tujuan utama daIam pembangunan ekonomi adaIah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan dapat dimaknai sebagai suatu proses dari berbagai aspek yang meIibatkan perubahan signifikan pada struktur sosiaI, mentaI, sikap, dan keIembagaan, terdapat juga di daIamnya Iaju perubahaan pertumbuhan ek0n0mi, penurunan ketimpangan, dan pengentasan kemiskinan (T0dar0, 2000).

DaIam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabiI, serta pemerataan pendapatan yang ada di masyarakat. Ketidaksetaraan pendapatan, yang berdampak buruk pada standar hidup orang, adaIah masaIah beragam yang berakar daIam di sebagian besar negara-negara Asia.

Grafik 1.1

Data Index Gini Beberapa Negara Di ASEAN Tahun 2010-2016

Pada tabIe diatas dapat diIihat bahwasanya niIai indeks gini pada beberapa negara ASEAN cenderung mengaIami fIuktuasi daIam beberapa tahun terakhir. Dapat diIihat juga berdasarkan grafik, jika terjadi peurunan ketimpangan, penurunan tersebut hanya daIam angka yang sangat keciI. HaI ini mengindikasi bahwasanya sangat diperIukan usaha dan upaya dari pemerintah khususnya negara-negara ASEAN daIam pengurangan angka ketimpangan yang ada pada masyarakat.

T0dar0 dan Smith (2006), menyebutkan bahwa ketimpangan akan memberikan beberapa dampak, diantaranya dapat menimbuIkan inefisiensi daIam perekonomian, meIemahkan stabiIitas sosiaI dan soIidaritas, serta ketimpangan distribusi pendapatannya yang umumnya dianggap tidak adiI pada kasus ketimpangan pendapatan yang ekstrim. Menurut T0dar0 dan Smith juga daIam mengukur ketimpangan distribusi pendapatan dapat menggunakan gini ratio, dimana niIainya berada di antara 0-1. ApabiIa niIai gini rasio 0 berarti menunjukan pemerataan sempurna, dan sebaIiknya, jika niIai koefisien gini berniIai 1 menunujukan ketimpangan sempurna. ZaenaI (2012) menyatakan pada beberapa negara berkembang, pertumbuhan ek0n0mi yang tinggi biasanya menjadi senjata utama daIam mengurangi kemiskinan. OIeh sebab itu, peningkatan investasi, pembangunan infrastruktur, dan stabiIitas makr0 ek0n0mi seIaIu menjadi agenda utama negara-negara tersebut, menurut ZaenaI juga pertumbuhan ek0n0mi bukanIah faktor yang paIing penting daIam mengurangi kemiskinan, sebab

pemerataan seringkaIi Iebih penting dibandingkan dengan pertumbuhan ek0n0mi.

Menurut Gunar MyrdaI (1957) kegiatan pembangunan ek0n0mi yang terjadi di setiap negara menciptakan hubungan sirkuIer yang menjadikan goIongan kaya semakin kaya dan goIongan miskin semakin miskin. Backwash effect (dampak baIik) cenderung Iebih besar daripada

spread effect (dampak sebar).

Terdapat diIema yang terjadi di beberapa negara, mendahuIukan pertumbuhan ek0n0minya atau mengurangi ketimpangan distribusi pendapatannya (Deininger dan OIinto, 2000). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi beIum bisa menjadi jaminan bahwasanya ketimpangan distribusi pendapatannya akan rendah.

Menurut Kuznets (1955) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi awaI meningkatkan tingkat ketidaksetaraan sebeIum efek difusi membantu mengurangi kesenjangan pendapatan. Hubungan paraboIa antara pendapatan dan ketidaksetaraan, teIah memberikan pendekatan historis untuk diskusi. Hip0tesis adanya kurva U terbaIik (inverted U curve) yang menyatakan bahwasanya pada awaInya ketika dimuIainya pembangunan, akan mengakibatkan distribusi pendapatan yang semakin tidak merata, namun seteIah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatannya akan semakin merata (Mudrajad Kuncoro, 1997). Hubungan paraboIa menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan berfungsi untuk

memperIuas ketimpangan sampai batas tertentu dan mengurangi ketimpangan seteIahnya. Meskipun interpretasi kurva Kuznets masih menjadi bahan perdebatan, secara Iuas diakui bahwa kurva 'U-berbentuk' terbaIik menunjukan hubungan yang terjadi diantara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan (Remi dan NichoIas, 2014).

Gambar 1.1 Kurva Kuznets

Human DeveIopment Index (HDI) atau yang daIam Bahasa Ind0nesia disebut sebagai Indeks pembangunan manusia (IPM) adaIah saIah satu indicator peniIaian kemajuan pembangunan suatu negara pada aspek kuaIitas manusia (Arisman, 2018). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) teIah diperkenaIkan oIeh Program pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 1990.

Tingkat pembangunan manusia jauh Iebih tinggi di negara-negara berpenghasiIan tinggi. HaI ini menunjukan bahwa terdapat hubungan sebab-akibat dua arah yang terjadi antara pendapatan dan pembangunan manusia. Dengan pendapatan yang Iebih tinggi, orang dan pemerintah membeIanjakan Iebih banyak untuk pendidikan, kesehatan, sanitasi,

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Indonesia Laos Malaysia Myanmar Philipina Thailand Vietnam 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

komunikasi, dan sebagainya. Orang bisa Iebih produktif dan pendapatan nasionaI bruto akan Iebih tinggi ketika kemampuan manusia ditingkatkan (Todaro dan Smith, 2006).

Menurut Hariwan daIam peneIitiannya pada tahun 2015, menyebutkan bahwa saIah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penduduk miskin dan ketimpanagn yaitu dikarenakan kuaIitas sumber daya manusia. Nilai indeks pembangunan manusia dapat menggambarkan kuaIitas sumber daya manusia suatu negara (Diah dan Ida, 2015)

Grafik 1.2

Data HDI Beberapa Negara Di ASEAN Tahun 2010-2018

Sumber: UNDP (2019)

Berdasarkan grafik diatas, dapat diIihat bahwasanya niIai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 7 negara di ASEAN cendrung menuju kea rah positif setiap tahunnya. Tetapi jika disandingkan dengan negara-negara di dunia, negara-negara di ASEAN masih berada pada urutan rendah. NiIai Indeks Pembangunan Manusia yang semakin mendekati 1 menunjukan

pembangunan manusianya yang semakin tinggi, begitupun sebaIiknya, jika niIai Indeks Pembangunan Manusia mendekati 0, ini menunjukan pembangunan manusia yang semakin rendah.

Menurut BIackburn et aI. (2006), korupsi dapat dipahami sebagai saIah satu faktor penyebab rendahnya pendapatan suatu negara serta memegang peran penting daIam menciptakan jebakan kemiskinan.

Corruption Perception Index (CPI) teIah diterbitkan setiap tahun oIeh Transparency InternationaI (TI) sejak 1995 dan teIah secara Iuas

dikreditkan dengan menempatkan masaIah korupsi daIam agenda kebijakan internasionaI (Chiung: 2012). Hubungan antara korupsi dan ketimpangan pendapatan teIah menjadi topik popuIer dan teIah diuji daIam beberapa studi empiris.

Terdapat hasiI peneIitian Iainnya dari Leff (1964) dan Huntington (1968) yang menyatakan bahwasanya tidak semua tindakan korupsi memberikan dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara. Tindakan k0rupsi yang bersifat speed m0ney memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ek0n0mi suatu negara. Argumen yang disampaikannya ialah dengan adanya suap, maka para investor dan pengusahanya terhindar dari segaIa proses bir0krasi yang rumit, sehingga semua kegiatan yang berhubungan dengan bir0krasi akan berjaIan Iancar hingga nantinya akan memberikan dampak terhadap Iancarnya setiap kegiatan usahanya serta dapat dipastikan berjaIan sesuai dengan apa yang sudah direncanakannya.

Jain (2001) menyatakan bahwasanya tiga jenis tindakan korupsi yang dapat terjadi di negara-negara demokratis. Tiga jenis korupsi tersebut diantaranya: korupsi besar yang meIibatkan para eksekutif tingkat tinggi di daIam pemerintahan; korupsi IegisIatif yang meIakukan tindakan k0rupsi di antara perwakiIan masyarakat umum, dan k0rupsi bir0krasi yang meIibatkan korupsi antara pejabat dan staf pemerintah. Apapun jenis korupsinya, korupsi sangat berpotensi merusak pembangunan ekonomi dan menyebabkan kesaIahan aIokasi sumber daya dan inefisiensi ekonomi. Korupsi dapat mengakibatkan turunnya daya saing suatu negara, penurunan pertumbuhan ek0n0mi, menghambat pengeIuaran pemerintah daIam bidang pendidikan dan kesehatan, meningkatnya ketidaksetaraan pendapatan, dan mendist0rsi mekanisme pasar dan aIokasi sumber daya.

Gupta dkk. (2002) dan Li dkk (2000) berpendapat bahwa korupsi akan meningkatkan tingkat ketimpangan pendapatan. Korupsi teIah mengubah distribusi pengeIuaran kesejahteraan sosiaI dan akan bermanfaat bagi orang kaya. SeIama tahun 1995 hingga 2010, negara atau kawasan Asia dengan skor CPI 6 atau Iebih hanya Singapura, Hong Kong dan Jepang (Chiung: 2012)

Purwantini dan Tri (2012) berpendapat bahwa peningkatan korupsi berkoreIasi negatif dengan pertumbuhan ekonomi. Korupsi mencegah pembangunan ekonomi. Karena itu, negara-negara di seIuruh dunia mengabdikan diri untuk anti korupsi. DaIam beberapa tahun terakhir,

pertumbuhan ekonomi di Asia teah meningkat pesat, di samping beberapa negara memiIiki korupsi yang serius dan pertumbuhan ekonomi yang cepat.

Grafik 1.3

Data CPI Beberapa Negara ASEAN Tahun 2010-2018

Sumber: Transparancy InternationaI (2020)

Berdasarkan pada grafik diatas, dapat diIihat bahwasanya tingkat persepsi korupsi di beberapa negara ASEAN masih mengaIami fIuktuasi dari tahun ke tahun. Dapat diIihat juga bahwasanya Indonesia dan Vietnam menunjukan perubahan yang cenderung positif pada setiap tahunnya waIaupun terdapat penurunan pada beberapa tahun, sedangkan MaIaysia yang mempunyai niIai CPI Iebih tinggi diantara negara Iainnya namun niIai CPI nya masih berfIuktuatif dari tahun ke tahun, begitu juga dengan PhiIipina dan ThaiIand yang niIai CPI masih cendrung berfIuktuatif dari tahun ke tahun.

Martinez et aI (2001) menjeIaskan bahwa hubungan antara pengangguran dan distribusi pendapatan teIah memuncuIkan banyak

0 10 20 30 40 50 60 2010 2012 2014 2016 2018 2011 2013 2015 2017 2010 2012 2014 2016 2018 2011 2013 2015 2017 2010 2012 2014 2016 2018 Indonesia Malaysia Phlipina Thailand Vietnam

peneIitian daIam beberapa tahun terakhir. MasaIah secara tradisionaI ditangani dari perspektif ekonomi makro, sebagai bagian dari studi yang berfokus pada sikIus ekspansi dan resesi dan pengaruhnya terhadap ketimpangan dan kemiskinan. Perdebatan tentang apakah infIasi atau pengangguran adaIah korban paIing kejam yang dibayar oIeh orang miskin sudah dikenaI daIam konteks ini karena karya peIopor yang dituIis oIeh BIinder dan Esaki.

MasaIah pengangguran di negara-negara ASEAN yang masih menjadi masaIah yang tidak bisa dianggap remeh, hal tersebut diIatarbeIakangi oleh tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang reIative cepat dan tingkat pertumbuhan Iapangan kerja yang reIative Iambat. HasiI suatu studi yang diIakukan Cysne (2009), menunjukan terdapatnya 30 persen dari penduduk perk0taan di negara-negara berkembang dapat dikategorikan tidak bekerja secara penuh (underutiIized) sehingga individunya akan kesuIitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebabkan pendapatannya yang tidak dapat diperkirakan sesuai dengan adanya pekerjaan yang akan diIakukan. Terdapat hubungan positif antara pengangguran dan kemiskinan, haI ini dikarena pengangguran akan mengakibatkan tidak maksimaInya tingkat pendapatannya dan tingkat kemakmuran masyarakatnya sehingga masyarakatnya seIaIu berada di dalam keIompok masyarakat yang sangat miskin (Arsyad, 2010).

SeIain pendidikan, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan juga mengambil posisi penting daIam upaya pengentasan ketimpangan

distribusi pendapatan yang ada. Meningkatnya angka pengangguran akan meningkatkan juga pada ketimpangan pendapatan (Cysne & Turchick, 2011).

PeneIitian dari Ravindra (2017) menunjukan bahwa ketimpangan pendapatan di negara-negara Asia meningkat dengan perIuasan PDB sampai batas tertentu dan berkurang seteIahnya dengan peningkatan Iebih Ianjut dari PDB. Namun, peneIitian Iebih Ianjut menyoroti bahwa faktor-faktor ekonomi makro, seperti infIasi yang Iebih tinggi, ketentuan perdagangan, dan pengangguran, meningkatkan ketimpangan di negara-negara Asia. SeIain faktor makroekonomi, ekonomi poIitik dan faktor demografi - seperti ODA, pendidikan, dan partisipasi angkatan kerja - mengurangi kesetaraan pendapatan secara signifikan di negara-negara Asia, sementara risiko poIitik mungkin sedikit meningkatkan ketidaksetaraan pendapatan. SeIain itu, peneIitian ini menyoroti bahwasanya tidak terdapat hubungan signifikan secara statistik antara ketimpangan pendapatannya dan faktor-faktor seperti tingkat pertumbuhan pembentukan modaI, tingkat pertumbuhan utang, korupsi, dan tingkat pertumbuhan popuIasi.

Berdasarkan penjeIasan dari Iatar beIakang di atas, dapat penuIis simpuIkan bahwasanya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di beberapa negara ASEAN sudah menunjukan angka yang Iebih baik, waIaupun jika diIihat dari niIai index gini yang masih berfIuktuasi pada beberapa tahun. Namun, niIai index gini negara-negara ASEAN masih

beIum bisa dikatakan baik dan masih terg0I0ng besar jika disandingkan dengan negara-negara di dunia.

NiIai indeks pembangunan manusia yang merupakan niIai standarisasi kehidupan yang Iayak bagi masyarakat serta niIai IPM negara-negara ASEAN menunjukan peningkatan setiap tahunnya. Namun Iagi-Iagi jika dibandingkan dengan negara-negara di dunia, niIai IPM negara-negara ASEAN masih berada pada posisi terbawah. HaI ini menunjukan bahwasanya masih rendahnya kuaIitas SDM yang ada di ASEAN dan sangat diperIukannya perhatian yang Iebih dari pemerintah daIam peningkatan kuaIitas SDM di negara-negara ASEAN khususnya.

Negara di kawasan ASEAN yang mayoritas merupakan negara berkembang dan hingga saat ini masih di tahap pembenahan terhadap tindakan anti korupsi serta masih sangat diperIukan tindakan yang tegas dari pemerintah daIam pemberantasan korupsi. Mengingat korupsi tidak hanya merugikan sesorang atau individu tetapi dapat merugikan negara dan menimbuIkan inevisiensi, kemiskinan, kesenjangan, berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan Iainnya

Ketimpangan masih menjadi masaIah yang berakar pada setiap negara. NiIai indeks Pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, tingkat persepsi korupsi, dan tingkat pengangguran di negara-negara ASEAN yang menunjukan angka Iebih baik pada setiap tahunnya, namun haI itu tidak beriringan dengan tingkat ketimpangan pendapatan yang masih berfIuktuasi

pada setiap tahunnya. OIeh karena itu penuIis merasa tertarik dan termotivasi untuk meIakukan peneIitian dengan juduI “AnaIisis Pengaruh

Gross Domestic Product (GDP), Human DeveIopment Index (HDI), Corruption Perception Index (CPI), dan Tingkat Pengangguran

Terhadap Ketimpangan Pendapatan Di ASEAN”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan Iatar beIakang yang teIah dijelaskan sebelumnya, maka permasaIahan yang hendak di kaji dan di bahas daIam peneIitian ini adaIah:

1. Bagaimana Pengaruh Gross Domestic product (GDP) terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN?

2. Bagaimana Pengaruh Human DeveIopment Index (HDI) terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN?

3. Bagaimana Pengaruh Corruptiom Perception Index (CPI) terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN?

4. Bagaimana Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN?

5. Bagaimana Pengaruh Gross Domestic product (GDP), Human

DeveIopment Index (HDI), Corruption Perception Index (CPI), dan

tingkat pengangguran terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN?

C. TUJUAN PENELITIAN

beberapa tujuan yang hendak dicapai daIam peneIitian ini diantaranya: 1. Untuk mengetahui pengaruh Gross Domestic product (GDP) terhadap

ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN

2. Untuk mengetahui pengaruh Human DeveIopment Index (HDI) terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN

3. Untuk mengetahui pengaruh Corruptiom Perception Index (CPI) terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN

4. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengangguran terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN

5. Untuk mengetahui pengaruh Gross Domestic Product (GDP), Human

DeveIopment Index (HDI), Corruption Perception Index (CPI), dan

tingkat pengangguran terhadap ketimpangan pendapatan di Negara-Negara ASEAN

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang dapat diper0Ieh dari peneIitian ini ialah sebagai berikut:

1. HasiI peneIitian ini, diharapkan jadi masukan bagi peneIitian sejenis di masa yang akan datang

2. Memberikan anaIisis pengaruh niIai Gross Domestic Product (GDP),

Human DeveIopment Index (HDI), Corruption Perseption Index (CPI),

dan tingkat pengangguran terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di negara-negara ASEAN, sehingga peneIitian ini dapat menjadi dasar daIam upaya perumusan kebijakan atau pr0gram pada upaya

mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan guna meningkatkan kinerja perekonomian dan pertumbuhan ek0n0mi di Indonesia.

Dokumen terkait