• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan-batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan salah satu tahapan dan siklus kehidupan manusia yang banyak dibahas oleh para ahli, sebab banyak hal menarik yang dapat ditelaah. Masa remaja merupakan fase kehidupan yang sangat penting dalam siklus perkembangan individu, karena mengarah pada masa dewasa yang sehat (Konapka, dalam Pikunas, 1976; Kaczman & Riva, 1996; Santosa, 2010). Masa ini menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi dari status kanak-kanak menuju dewasa. Remaja tidak termasuk golongan anak-anak tidak pula termasuk golongan orang dewasa (Maslihah, 2009).

Usia remaja adalah usia dimana individu mulai belajar berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama (Piaget, 1969). Mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak lagi, namun belum dapat dikategorikan dewasa karena remaja masih kurang dapat bertanggung jawab atas tindakan yang diperbuatnya. Karakteristik khusus dari masa remaja diantaranya ialah masa untuk mencari identitas dirinya dan masa 'storm and stress'. Erik Erikson (dalam Marcia, 1993: 5) berpendapat bahwa "Dalam masa remaja, remaja selalu berusaha melepaskan diri dari pilihan orang tua dan mendekati teman sebaya sebagai suatu proses untuk mencari identitas ego". Pendapat ini diperkuat oleh Blowby (Hurlock, 1985) yang menyatakan "remaja mengalami detachment

2

(menjauh) dari orang tua, di lain pihak mengalami attachment (mendekati) dengan peergroup yang berperan untuk membagi perasaan dan menenangkan emosinya.

Pendapat tersebut mendeskripsikan bahwa remaja akan merasa nyaman mengutarakan masalahnya dengan sesama temannya dibanding dengan orang tua mereka sendiri, mengenai hal-hal yang tidak akan lepas dalam pemenuhan tugas-tugas perkembangan yang harus dilaksanakannya yang akan berpengaruh pada keberhasilan tugas-tugas berikutnya. Maka dari itu untuk mengatasi masalah diperlukan cara yang tepat untuk mendampingi remaja dalam perkembangannya. WHO (1974) menyatakan bahwa remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa serta peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2004 ) .

Hurlock (dalam Maslihah, 2009) membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu remaja awal dan akhir. Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, secara lebih detail dipaparkan bahwa usia remaja memiliki batasan usia sekitar 11-12 sampai dengan 15-16 tahun untuk remaja awal dan remaja akhir sekitar 15-16 sampai dengan 18-21. Masalah yang sering muncul pada remaja akhir ini kurang lebih mengenai perencanaan karier.

Saat ini, persiapan diri untuk bekerja merupakan salah satu tugas dalam masa perkembangan remaja akhir (Hurlock, 2002: 209). Persiapan ini dimulai dengan hal

3

yang dianggap penting untuk mendapatkan suatu pekerjaan yaitu dengan pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan yang diharapkan adalah adanya langkah awal mendapat penguasaan serta pengetahuan mengenai hal-hal yang menunjang ketercapaian karir di masa mendatang. Budaya yang ada di masyarakat Indonesia pun menyebutkan semakin tinggi karir seseorang maka makin tinggi pula status sosial ekonomi individu tersebut.

Menurut teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super (Manrihu, 1988: 74), individu berkembang secara vokasional sebagai salah satu aspek dari perkembangannya secara keseluruhan dengan laju yang sebagian ditentukan oleh atribut-atribut psikologis dan fisiologisnya dan sebagian oleh kondisi-kondisi lingkungan, termasuk orang-orang penting lainnya. Tugas-tugas vokasional perkembangan khusus dikuasai untuk mencapai taraf-taraf kematangan vokasional berikutnya. Sesuai dengan hal tersebut, tercapainya suatu kematangan seorang individu terlihat apabila ia mampu untuk melewati tugas perkembangannya dengan baik. Masa remaja usia SMA merupakan masa di mana memulai memikirkan masa depan mengenai karir (Hurlock, 2002: 221).

Menurut Super (Agus Dariyo, 2003: 69-70), siswa SMA kelas XI sedang berada pada masa kristalisasi. Di fase ini individu mulai dibentuk dalam pendidikan formal maupun non formal untuk mempersiapkan masa depan hidupnya. Pendidikan formal didapatkan siswa di sekolah dengan proses pengajaran berjenjang dan berkesinambungan sedangkan untuk pendidikan nonformal, contohnya di keluarga, kursus-kursus atau pelatihan kerja. Keluarga memperkenalkan tentang pendidikan,

4

pengajaran, bimbingan mengenai agama, moral, etika serta budaya sehingga latar belakang keluarga harus diperhatikan guna tercapainya pendidikan yang maksimal.

Sciarra (dalam Sharf, 1992: 103) menjelaskan bahwa siswa kelas XI SMA mencapai kematangan karir apabila mereka dapat: 1) Menentukan tujuan tentang keberhasilan masa depan karir melalui pengumpulan informasi yang mencakup diri, penggunaan kemampuan, dan melakukan konsultasi dengan orang lain 2) Menghubungkan pemilihan kelas dengan tujuan-tujuan karir. 3) Mengidentifikasi persyaratan-persyaratan pendidikan yang spesifik sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai keberhasilan.

Menurut Donald Super (1950), matang atau siap untuk membuat keputusan karir jika pengetahuan yang dimilikinya untuk karir didukung oleh informasi yang akurat mengenai pekerjaan berdasarkan eksplorasi diri yang telah dilakukan. Pembahasan mengenai perencanaan karir untuk berlatih membuat keputusan kerja yang dibutuhkan tidak hanya pengetahuan dan keterampilan kerja yang didapatkan pada masa pembelajaran di sekolah (Munandir, 1996: 70). Dalam perencanaan karir dibutuhkan pula dukungan dari orang tua, dukungan tersebut berupa sarana, tukar pendapat serta nasihat mengenai keputusan atau rencana jangka panjang yang akan berpengaruh pada masa depan anak. Rendahnya kematangan karir dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan karir bagi siswa SMA. Hal tersebut, dapat mengakibatkan kerugian waktu, finansial, dan kegagalan belajar karena kurang motivasi untuk belajar.

5

Tugas perkembangan yang dilaksanakan dengan baik dapat membuat seorang individu merasakan kebahagiaan sebaliknya individu yang kurang berhasil melaksanakan tugas perkembangannya akan merasa tidak bahagia dan cenderung kurang dapat menyesuaikan diri sehingga melakukan penolakan diri terhadap lingkungan. Dalam menentukan pilihan karir, siswa membutuhkan informasi yang dapat membantu siswa dalam pengambilan pilihan karir yang tepat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah khususnya pelayanan bimbingan karir. Adanya pelayanan tersebut, diharapkan siswa lebih mantap dalam menentukan pilihan karir sebab para siswa dibantu untuk memilih dan menentukan apa yang akan dilakukan setelah menyelesaikan pendidikan. Banyak kemungkinan yang dapat terjadi, siswa mungkin akan memilih untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi atau memilih untuk bekerja agar dapat membantu meringankan beban orang tua. Tentunya pilihan tersebut adalah pilihan yang dibuat oleh individu dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang ada.

Pemetaan kematangan karir siswa sangat penting untuk dilakukan demi melihat potensi pengembangan karir lebih lanjut dan untuk mempersiapkan mahasiswa ketika berhadapan dalam persaingan nyata setelah lulus nantinya. Salah satu faktor yang menentukan kematangan karir seseorang adalah status sosial ekonomi orang tua. Keberhasilan anak dalam pendidikan dapat ditentukan oleh faktor pada sosial ekonomi masyarakat (Basrowi & Juariyah, 2010, hal 77). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fotheringham & Creal (2016) menyatakan status sosial ekonomi berhubungan dengan kecerdasan anak dan nilai prestasi akademik. Menurut mereka

6

status sosial berperan dalam meningkatkan kesuksesan seorang anak di masa depan melalui kedudukan yang dimiliki oleh orang tua. Status sosial ekonomi orang tua memberikan peluang yang berbeda pada anak untuk berkembang. Kemampuan orang tua dalam menyediakan pilihan pembelajaran serta sarana dan prasarana pembelajaran ditentukan oleh kemampuan ekonominya. Kemampuan ekonomi dijadikan sebagai faktor seberapa besar ia memiliki kematangan karir di masa depan. Selain itu, disatu sisi kondisi psikologis yang dialami oleh anak dalam lingkungan sosial masyarakat juga bisa menentukan mentalitas belajar dan kesiapan menghadapi persaingan. Peran orang tua dalam masyarakat dapat dicontoh oleh anak-anak mereka. Lingkungan sosial yang baik akan menentukan kelangsungan masa depan anak-anaknya (Basrowi & Juariyah, 2010, hal 79).

Teori Karl Marx (1875) menjelaskan bahwa selama masyarakat itu masih terbagi atas kelas maka yang berkuasalah yang akan memiliki kekuatan. Artinya sampai kapanpun selama masyarakat itu dibedakan antara yang kaya dan yang miskin maka yang terjadi adalah orang yang memiliki kekayaanlah yang menguasai karena dengan uang kita bisa melakukan apapun yang kita inginkan. Menurut Santrock (2007:200) orang miskin sering kali merasa tidak berdaya, dalam pekerjaan, mereka jarang menjadi pengambil keputusan, orang miskin rentan sekali dengan bencana, dan rentan alternatif.

Pada saat peneliti melakukan magang 3 di SMA N 1 Cangkringan, peneliti membuat program bimbingan karir. Bimbingan karir pada kelas XI dilakukan di kelas secara klasikal dan berjalan dengan semestinya, artinya siswa sudah mendapat bimbingan karir oleh guru BK. Diluar itu peneliti juga membuka layanan BK secara

7

sukarela siswa datang ke ruang BK. Antusiasme siswa kelas X, XI dan XII untuk berkonsultasi mengenai karir memang tidak sebanyak kelas XII dan lebih banyak daripada kelas X. Selain itu peneliti menemukan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas XI, diperoleh informasi bahwa sebagian dari mereka menyatakan keraguan pada pilihan karirnya yang disebabkan oleh konflik yang berasal dari ketidaksesuaian antara kepentingan mereka dan orang tua maupun lingkungannya. Beberapa orang tua mendorong anaknya untuk mengikuti jejaknya dalam dunia pendidikan namun ada juga yang menyerahkan sepenuhnya kepada anak untuk menentukan seperti apa jenis karir yang akan dipilih. Orang tua yang mendorong anaknya untuk mengikuti jenjang karir pilihannya, percaya bahwa apa yang dipilihkan oleh orang tuanya itu yang terbaik untuk anaknya. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa sebenarnya siswa yang bersangkutan ingin melanjutkan namun secara finansial kurang mencukupi untuk biaya kuliah dan siswa tersebut memutuskan untuk bekerja guna menambah pendapatan keluarga. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa siswa kelas XII yang antusias mendaftarkan diri menjadi penerima beasiswa bidikmisi untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

Dari pengamatan yang dilakukan peneliti selama melakukan magang di SMA Negeri 1 Cangkringan, dapat terlihat bahwa siswa yang bersekolah di sana terdiri dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda, mulai dari: polisi, tentara, PNS, penambang pasir, guru, juragan jeep, petani, peternak, tukang parkir dan pengusaha wisata. Data tersebut diperoleh dari keterangan pada data diri siswa yang mencakup kehidupan siswa antara lain data orang tua didalamnya terdapat pendidikan,

8

pekerjaan serta pendapatan orang tua, selain itu juga ditambah dengan wawancara guru BK.

Menurut Sugihartono, dkk (2015:3) status sosial ekonomi orang tua, meliputi tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Keluarga yang memiliki status sosial ekonomi kurang mampu, akan cenderung untuk memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan pokok, sehingga perhatian untuk meningkatkan pendidikan anak juga kurang. Hal ini didukung oleh pendapat Gerungan (2004:196) yang menyatakan bahwa keadaan sosio-ekonomi keluarga tentulah berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak. Dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak dalam keluarga itu lebih luas, ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada prasarananya. Hal ini didukung oleh pendapat Djaali (2014:9) yang menyatakan bahwa pendidikan orang tua, status ekonomi, rumah kediaman, persentase hubungan orang tua, perkataan, dan bimbingan orang tua mempengaruhi pencapaian prestasi belajar anak.

Menurut penelitian Heru (2015) ekonomi keluarga yang minim menyebabkan pilihan karir siswa jadi terhambat yaitu siswa kebanyakan tidak bisa menentukan pilihan karirnya dengan memasuki pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi langsung memasuki dunia kerja karena kondisi ekonomi orang tua yang kurang mampu. Dalam keluarga yang berada pada tingkat ekonomi rendah, anak cenderung ragu dalam memilih karir, dikarenakan kurangnya biaya yang memadai dan juga orang sekitar yang kurang memberi pengarahan sehingga siswa seorang diri

9

menentukan nasibnya. Berbeda dengan keluarga yang cenderung memiliki tingkat ekonomi tinggi, siswa lebih percaya diri dalam mengambil putusan karir karena faktor finansial dan faktor orang sekitar yang sangat membantu.

Hurlock (1999: 42) menyatakan bahwa remaja yang lebih tua, berusaha mendekati masalah karir dengan sikap yang lebih praktis dan lebih realistis dibandingkan dengan ketika ia masih kanak-kanak. Namun dari sebagian siswa masih ada yang kebingungan dengan perkembangan karirnya, padahal mereka sama-sama sudah mendapat informasi karir di sekolah. Mereka merasa bingung dengan pilihan apakah terus melanjutkan sekolah, ke perguruan tinggi atau bekerja. Crites (1969: 31) menemukan bahwa 30% peserta didik merasa bingung semasa berada di sekolah sebagai akibat dari minimnya pengetahuan mereka tentang karir masa depan.

Perasaan kebingungan ini diakui oleh Erikson (Salomone dan Mangicaro, 1991: 52) yang menyatakan bahwa peserta didik di Sekolah Menengah Atas saat ini berada pada tahap kebingungan peran yang berbahaya (the danger of this stage is role confusion). Selain itu perbedaan dalam aspirasi karir, di antara siswa-siswa

lanjutan atas ternyata terdapat perbedaan subtansial dalam kebutuhan perkembangan dan kematangan karir siswa. Keadaan yang demikian dapat kita lihat di SMA Negeri 1 Cangkringan. Adanya perbedaan tingkat ekonomi sosial orang tua para siswa tersebut yang menjadi salah satu indikator dari kematangan karir.

10

Berdasarkan fenomena yang dipaparkan di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang: Tingkat Kematangan Karir Siswa Kelas XI Berdasarkan Status Ekonomi Orang Tua di SMA Negeri 1 Cangkringan Tahun Ajaran 2020/2021.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:

1. Siswa belum mengenali potensi yang dimiliki. 2. Siswa masih belum memikirkan jenjang karirnya. 3. Siswa kurang memahami beberapa profesi. 4. Minimnya semangat siswa dalam bersekolah. 5. Siswa terlalu sibuk dengan kegitan di sekolah.

6. Siswa masih belum menyadari bahwa kelas XI merupakan masa pembentukan untuk masa depan.

7. Siswa kurang percaya diri dalam memutuskan sesuatu.

8. Siswa merasa memiliki keterampilan lebih dari satu, sehingga membuat siswa selalu ingin mencoba dan pada akhirnya kurang focus terhadap salah satu keterampilannya.

9. Siswa kurang mendapat informasi dari orang tua.

10. Orang tua dan anak mempunyai keinginan yang berbeda. 11. Siswa masuk SMA karena pilihan orang tua.

12. Latar belakang pendidikan orang tua yang masih minim sehingga orang tua pun tidak bisa menjadi sumber informasi mengenai jenjang karir.

11

13. Latar belakang ekonomi orang tua yang minim membuat anak menjadi pesimis dengan yang dicita-citakan.

14. Kondisi sosial, ekonomi, budaya yang mengalami perubahan kearah perkembangan minat, sikap, harapan dan kemampuan berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan karir dan merupakan bagian dari proses perkembangan karir dalam perencanaan hidup (life planning), namun belum diteliti pada siswa SMA Negeri 1 Cangkringan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan masalah yang teridentifikasi di atas dan melihat adanya keterbatasan peneliti maka penelitian ini difokuskan untuk mengkaji permasalahan di atas khususnya menyangkut butir permasalahan 2, 6, 7, 9, 12, 13.

D. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa baik kematangan karir siswa kelas XI SMA N 1 Cangkringan berdasarkan status ekonomi orang tua?

2. Berdasarkan analisis capaian skor butir pengukuran kematangan karir, dalam hal-hal apa kematangan karir siswa belum optimal?

3. Adakah perbedaan kematangan karir siswa kelas XI ditinjau dari tingkat ekonomi orang tua di SMA Negeri 1 Cangkringan Tahun Ajaran 2020/2021?

12 E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:

1. Mengkategorisasi tingkat kematangan karir siswa kelas XI SMA N 1 Cangkringan berdasarkan status ekonomi orang tua

2. Mengidentifikasi butir-butir pengukuran kematangan karir yang capaian skornya rendah

3. Menganalisis perbedaan kematangan karir siswa kelas XI ditinjau dari status ekonomi orang tua di SMA Negeri 1 Cangkringan Tahun Ajaran 2020/2021

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberi informasi dan pengetahuan tambahan dalam institusi pendidikan khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling, mengenai kematangan karir.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan Pengetahuan kepada staf pendidik supaya membangun kurikulum, yang menarik dalam membantu siswa kelas XI SMA N 1 Cangkringan mengenai kematangan karir.

b. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini agar dapat bermanfaat bagi siswa kelas XI dalam kematangan karir mereka di masa depan. Berintrospeksi untuk

13

memetakan tingkat kematangan karir agar memiliki cara untuk mematangkan karirnya.

c. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan baru mengenai kematangan karir pada usia remaja berdasarkan status ekonomi orang tua.

d. Bagi Peneliti lain

Peneliti lain dapat menambah ilmu, wawasan dan menjadi referensi.

G. Batasan Istilah

Beberapa istilah yang muncul dalam judul penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

1. Kematangan karir adalah keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas perkembangan karir yang meliputi tahapan dari perencanaan karir hingga sampai keputusan karir.

2. Remaja adalah seseorang yang berada pada masa transisi menentukan keputusan karir. Remaja dalam penelitian ini berusia 16-18 tahun yaitu siswa kelas XI SMA N 1 Cangkringan.

3. Orang tua adalah sosok pendamping anak dalam mengambil keputusan untuk masa depan selain itu juga sebagai pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anaknya.

4. Status sosial ekonomi orang tua adalah status yang dimiliki oleh orang tua di dalam suatu masyarakat. Aspek yang mempengaruhi status sosial ekonomi orang tua diantaranya pendidikan, jenis pekerjaan, dan pendapatan.

14

Dokumen terkait