• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Kebun

6.3.7 Pendapatan Lain

Selanjutnya variabel bebas lain yang merupakan variabel dummy adalah pendapatan lain. Nilai Exp (B) untuk pendapatan lain sebesar 4.472, yang diartikan bahwa petani yang memiliki sumber pendapatan lain maka peluang petani tersebut untuk mengkonversi tanaman karetnya menjadi kelapa sawit sebesar 4.472 kali jika dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki sumber pendapatan lain. Secara statistik variabel ini berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam mengkonversi kebun karet ke kebun kelapa sawit pada selang kepercayaan sebesar 90 persen. Berdasarkan wawancara dengan petani sampel kelapa sawit, alasan mereka melakukan konversi tanaman karet ke kelapa sawit disebabkan mereka memiliki pekerjaan lain yang dianggap cukup mampu dalam membantu pemenuhan kebutuhan hidup mereka, sehingga usaha tani kelapa sawit merupakan pekerjaan sambilan. Penelitian yang dilakukan Suroso (2008) pada petani kelapa sawit swadaya di Kabupaten Siak menunjukkan bahwa

hampir 60 persen petani menyatakan bahwa usaha tani kelapa sawit merupakan pekerjaan sambilan.

Curahan waktu yang diberikan pada usaha tani kelapa sawit yang relatif tidak terlalu intensif bila dibandingkan dengan usaha tani karet cenderung membuat petani kelapa sawit mencari pekerjaan tambahan. Beberapa jenis pekerjaan yang dilakukan oleh petani sampel di lokasi penelitian, seperti berdagang, sektor jasa, swasta, wirausaha dan usaha ternak. Petani sampel yang memiliki pekerjaan lain sebagai pedagang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan membuka toko di pasar kecamatan maupun menjajakan barang dagangan antar desa yang jauh dari akses pasar. Akses jalan menuju ke kota kecamatan yang tidak memiliki sarana angkutan antar desa dimanfaatkan oleh petani dengan bekerja sambilan sebagai tukang ojek. Pekerjaan ini umumnya dilakukan pada waktu pagi hari. Wirausaha yang dilakukan adalah dibidang industri pengolahan kayu. Pekerjaan ini dilakukan dengan mengolah kayu menjadi perabotan rumah tangga maupun untuk konstruksi bangunan. Bahan baku didapat dengan memanfaatkan sumberdaya hutan yang banyak terdapat disekitar wilayah mereka maupun yang dibeli dari pelanggan yang biasa mensuplai kayu dari daerah lain. Selain itu ada juga beberapa petani yang menjadi peternak ayam potong maupun ikan kolam yang dibuat secara teritegrasi sehingga kotoran ayam dapat digunakan sebagai tambahan pakan ikan dikolam. Daging ayam dan ikan yang dihasilkan dipasarkan untuk rumah makan yang terdapat didaerah sekitar maupun ke Kota Jambi.

Tabel 36 Sebaran dan proporsi petani sampel berdasarkan pendapatan lain di lokasi penelitian

Variabel pendapatan

lain

Petani karet Petani kelapa sawit Total sampel Jumlah (orang) Proporsi (%) Jumlah (orang) Proporsi (%) Jumlah (orang) Proporsi (%) Ada usaha lain 12 35.29 32 100 44 66.67 Tidak ada usaha lain 22 64.71 0 0.00 22 33.33 Jumlah 34 100 32 100 66 100

Sumber : data primer (diolah) 2013

6.4 Analisis Distribusi Pendapatan Usaha Tani Karet dan Kelapa Sawit

Kegiatan konversi kebun yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Muaro Jambi akan berpengaruh terhadap biaya dan penerimaan petani. Pada Tabel 36 disajikan data mengenai distribusi pendapatan usaha tani karet dan kelapa sawit petani sampel per hektar per tahun. Analisis distribusi pendapatan dilakukan pada periode umur ekonomis tanaman selama 25 tahun. Analisis ini digunakan untuk melihat pemilik input mana yang lebih diuntungkan dari pengusahaan tanaman karet dan kelapa sawit. Data pada Tabel 37 tersebut menunjukkan bahwa konversi kebun mengakibatkan terjadinya perubahan dalam distribusi pendapatan.

Tabel 37 Distribusi pendapatan usaha tani karet dan kelapa sawit per hektar per tahun

Absolut share (Rp) Relatif share (%) Karet K.Sawit Karet K.Sawit A.Factor Share

1.Input langsung 1 988 041 3 212 240 7.39 15.30 2.Tenaga kerja prapanen

a.Dalam keluarga b.Luar keluarga 1 149 001 1 149 001 0 522 900 174 300 348 600 4.27 4.27 0.00 2.49 0.83 1.66 3.Tenaga kerja panen

a.Dalam keluarga b.Luar keluarga 1 918 235 1 918 235 0 2 021700 1 501800 519 900 7.13 7.13 0.00 9.63 7.15 2.48 4.Lahan 1 500 000 1 500 000 5.58 7.15 5.Managemen 17 267 439 11190589 64.22 53.31 Total output 26 889 953 20 992 029 100 100 B. Earner Share 1.Input langsung 1 988 041 3 212 240 7.39 15.30

2.Tenaga kerja upahan 0 868 500 0.00 4.14

3.Pemilik lahan 1 500 000 1 500 000 5.58 7.15

4.Penggarap 23 401 912 15 411289 87.03 73.41

Total output 26 889 953 20 992 029 100 100

Total value added 24 901 912 17 779 789 Sumber : data primer (diolah) 2013

Kegiatan konversi tanaman karet ke kelapa sawit mengakibatkan terjadinya perbedaan penggunaan input untuk masing-masing kegiatan usaha tani. Untuk usaha tani karet biaya managemen sebesar Rp17 267 439/ha/tahun, sedangkan kelapa sawit sebesar Rp11190589/ha/tahun. Penggunaan input langsung yang meliputi biaya pembelian bibit, pupuk dan pestisida yang terbesar adalah untuk usaha tani kelapa sawit. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida pada tanaman kelapa sawit menyebabkan biaya pemeliharaan tanaman kelapa sawit lebih besar dari tanaman karet. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan prapanen dan panen hanya dilakukan pada usaha tani karet, sedangkan pada usaha tani kelapa sawit kegiatan prapanen dan panen menggunakan tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Alokasi tenaga kerja prapanen ini meliputi kegiatan perawatan dan pemeliharaan tanaman. Untuk kegiatan pemanenan pada usaha tani kelapa, selain menggunakan tenaga kerja dalam keluarga juga menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga bertujuan membantu tenaga kerja dalam keluarga untuk mempercepat proses pemanenan TBS. Hal ini dikarenakan pemanenan TBS yang cepat berguna untuk menghindari kerusakan pada kandungan minyak didalam TBS. Untuk memudahkan pemasaran, TBS yang sudah dipanen kemudian dikumpulkan dipinggir jalan disekitar kebun agar memudahkan pedagang pengumpul mengambil hasil panen petani.

Untuk melihat pemilik input mana yang lebih diuntungkan selanjutnya diperhatikan dari sisi earner share pada relative share. Berdasarkan data dilapangan, umumnya petani kebun karet dan kelapa sawit merupakan petani pemilik lahan dan juga sebagai petani penggarap sehingga tidak ada hubungan sewa menyewa lahan. Adapun data sewa lahan didapatkan dari harga sewa lahan

pertanian yang berlaku di daerah penelitian. Bila dibandingkan dari kedua jenis usaha perkebunan, pemilik input yang lebih diuntungkan adalah petani penggarap perkebunan karet sebesar 87.03 persen, sedangkan petani penggarap perkebunan kelapa sawit hanya sebesar 73.41 persen. Untuk itu perlu suatu kebijakan yang berbeda dalam pengembangan kedua jenis usaha perkebunan tersebut. Hasil relative share untuk perkebunan karet menunjukkan bahwa terdapat peluang untuk meningkatkan pendapatan bagi petani penggarap dan pengelola. Pendapatan yang diterima petani penggarap pada perkebunan kelapa sawit relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan perkebunan karet dikarenakan pendapatan petani kelapa sawit juga terdistribusi untuk penggunaan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pengembangan perkebunan kelapa sawit di daerah penelitian mampu menciptakan kesempatan kerja bagi tenaga upahan (buruh tani harian) yang terdapat disekitar daerah perkebunan kelapa sawit.