• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Deskripsi Daerah Penelitian

1. Pendapatan terhadap Mobilitas Tenaga Kerja dari sektor Pertanian Ke Non Pertanian

1. Pendapatan terhadap Mobilitas Tenaga Kerja dari sektor Pertanian

Tingkat pendapatan yang ditawarkan kegiatan ekonomi non pertanian lebih tinggi daripada kegiatan pertanian, maka tenaga kerja akan lebih melakukan mobilitas di kegiatan non pertanian dari pada pertanian, sebab petani yang memiliki peluang waktu banyak untuk mengisi waktu luangnya cenderung melakukan mobilitas dengan merubah pendapatan maupun menambah pendapatan petani. Hal ini terlihat bahwa petani yang melakukan mobilitas cenderung akan meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperbanyak lahan pertanian. Petani dalam hal ini, melakukan diversifikasi yang dilakukan sebagai bentuk pembaharuan dalam bidang pertanian, agar tidak hanya menghasilkan satu jenis tanaman saja. Misalnya petani melakukan sistem tumpang sari atau lebih memaksimalkan pendapatan petani dengan memperbanyak jenis barang/jasa produksi.

Diversifikasi dilakukan dalam upaya untuk mengembangkan atau menganekaragamkan usaha tani, serta mengembangkan produksi pokok menjadi beberapa produk baru, sebab diyakini bahwa peningkatan surplus produksi pertanian mampu mengubah pertanian tradisonal (Subsistem) yang berorientasi pada produksi untuk memenuhi kebutuhan petani kea rah pertanian yang berorientasi pada pasar dengan surplus produksi yang cukup, kontinyu dan dihasilkan secara efisien serta dapat bersaing dengan pansa pasar yang lainnya.

Berdasarkan data (tabel 16), menunjukkan dilapangan melihat kondisi pendapatan masyarakat petani pada umumnya sebesar (>) Rp 2.400.000 perbulannya yakni terdapat 12 orang yang memilih pindah sedangkan 39 orang petani yang memilih menetap sebagai pekerja di sektor pertanian, sedangkan pendapatan Rp.2.500.000–Rp.4.000.000 yang tergolong menengah keatas sebesar 27 orang menunjukkan masyarakat petani

cenderung beralih ke sektor non pertanian, dan pendapatan Rp. > 4.000.000 sebanyak 2 orang yang lebih memilih ke sektor non

pertanian. Hal ini diperkuat dengan hasil Exp(B) sebesar 1,006, dimana semakin rendah pendapatan petani maka petani cenderung melakukan mobilitas tenaga kerja ke sektor non pertanian. Kondisi inilah masyarakat di Desa Bonto Tallasa dan Bonto Daeng menurut narasumber yang didapatkan bahwa pendapatan yang paling berpengaruh besar terhadap kelansungan hidup petani.

Pengalokasian sumber daya pertanian ke beberapa aktivitas lainnya terlihat (tabel 18). Namun secara ekonomi sumber daya pertanian dapat diversifikiasi dengan upaya pertanian yang mengoptimalkan pengunaan input khususnya pengunaan lahan pertanian untuk meningkatkan produksi. Semakin berkurangnya lahan pertanian, untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan penggunaan input produksi yang meliputi lahan, benih, dan tenaga kerja.

Menurut Bahri, salah satu narasumber mengatakan bahwa pendapatan rendah yang didapatkan petani cenderung melakukan mobilitas tenaga kerja. Dimana pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan (Soekartawi, 2006). Besarnya pendapatan yang diterima merupakan imbalan untuk jasa petani dan keluarganya serta modal yang dimilikinya.

Bentuk dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan juga untuk mencapai keinginan-keinginan dan memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dengan demikian, pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan.

Pendapatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam hubungannya tingkat partisipasi dalam tingkat pendapatan atau penghasilan dalam keluarga yang kondisi ekonominya masih rendah.

Maka partisipasi secara tidak langsung merupakan sumbangan yang besar bagi kehidupan keluarga. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa semakin rendah pendapatan maka semakin besar peluang untuk berpindah profesi. Hal ini membuat para petani mencari pekerjaan diluar pertanian disamping Kehadiran industri membawa pengaruh terhadap mata pencaharian petani, dimana sebelum adanya industri sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dan sebagian lagi

terbagi dalam beberapa mata pencaharian tertentu saja seperti buruh industri, berdagang dan perantauan. Disamping aktivitas sehari-hari.

masyarakat sebelum berkembang industri lebih banyak dilakukan untuk pergi ke sawah, atau ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari atau menjual hasil pertaniannya, namun saat ini masyarakat dapat dengan mudah melakukan berbagai kegiatan dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai.

Hart (1980) berpendapat bahwa alokasi waktu dan distribusi tenaga kerja keluarga sebagai pencerminan sistem produksi dalam rumah tangga yang setiap kegiatannya diarahkan pada peningkatan kesejahteraan. Selanjutnya dikatakan pula bahwa keputusan dalam melakukan tenaga kerja keluarga dapat dianggap sebagai suatu rangkaian interaksi antara: (1) faktor-faktor endogen yang meliputi sasaran yang hendak dicapai oleh rumah tangga dengan sokongan sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik yang tersedia, (2) rumah tangga dengan faktor-faktor lingkungan.

Menurut Mantra (2003:172) mengatakan bahwa mobilitas penduduk dapat dibedakan menjadi dua yaitu mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status, dan salah satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Seseorang yang bermula bekerja di sektor pertanian berpindah pada sektor non pertanian. Sedangkan mobilitas penduduk

horizontal, atau sering disebut dengan mobilitas penduduk geografis adalah gerak penduduk yang melintasi batas wilayah menuju ke wilayah lain dalam periode waktu tertentu. Salah satunya masyarakat petani diKecematan Ulu Ere melakukan mobilitas non permanen dari satu wilayah satu ke wilayah lain seperti petani yang berproduksi sayur-sayuran di Desa Bonto Tallasa Maupun Desa Bonto Daeng melakukan mobilitas lintas kecematan untuk berdagang hasil produksi pertanian seperti kol, sawi, kentang dan tomat. Namun masyarakat cenderung mobilitas lintas kabupateng karena keuntungan yang biasa didapatkan lebih besar peluangnya dibanding berdagang lintas kecamatan menurut pernyataan informan masyarakat yang melakukan mobilitas .

Melakukan mobilitas dengan niat untuk menetap di daerah tujuan.

Bahkan masyarakat lebih banyak memilih mobilitas non permanen dibanding permanen . Hal ini disebabkan meninggalkan daerah tempat tinggalnya untuk memperbaiki perekonomiannya tanpa mempunyai tujuan menetap di daerah tujuan. Dengan itu Dorongan untuk melaksanakan mobilitas dengan ketentuan pagi berangkat ke kota sore pulang ke desa.

Hiza Gustiyanto (2005) dalam kajian ekonomi vol. IV No. 1/2005 dengan judul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas Ulang Alik di Desa Lumpatan Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyumas (Studi Kasus Keluarga Petani)”, diperoleh bahwa faktor yang dominan

mempengaruhi mobilitas ulang alik di desa Lumpatan yaitu : penghasilan mempunyai pengaruh positif, pendidikan berpengaruh negatif dan juga luas lahan pertanian untuk status perkawinan dan jenis kelamin berpengaruh tidak nyata.

Sesuai dengan penyataan yang dikemukakan oleh Hiza Gustiyanto (2005), dengan hasil regresi logistik yang didapatkan bahwa pendapatan dalam artian penghasilan petani yang bekerja disektor pertanian ternyata berpengaruh postif terhadap mobilitas tenaga kerja dari sektor pertanian

Dokumen terkait