• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Usaha Industri Kecil

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Usaha

2.2.1. Pendapatan Usaha Industri Kecil

Menurut Tjakrawiralaksana (1987) pendapatan suatu usaha dapat didefinisikan dengan pendekatan menurut ilmu ekonomi yaitu nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, definisi tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan merupakan jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya dikonsumsi. Secara garis besar pendapatan diartikan sebagai jumlah harta kekayaan awal periode ditambah perubahan nilai yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang.

Pendapatan merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa atas tenaga kerja, modal keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan anggota keluarga. Analisis kinerja usaha industri umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha dalam satu tahun (Tjakrawiralaksana, 1987).

Soekartawi, et al. (1986), mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu:

1. Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk

2. Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri.

3. Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai.

4. Penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

5. Pengeluaran total usaha, yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

6. Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan pengeluaran total usaha.

Menurut Sucipto (2003), pendapatan merupakan tujuan utama dari setiap kegiatan usaha baik usaha dagang, industri dan jasa sehingga mereka bersaing untuk meningkatkan pendapatan karena dengan meningkatnya pendapatan maka laba (keuntungan) yang diperoleh juga akan meningkat. Pendapatan disebabkan oleh kegiatan industri dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan ekonomi. Pendapatan diperoleh dari hasil

penjualan barang atau jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama industri. Tujuan dari analisa kinerja yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan, dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan yang akan dilakukan.

Penerimaan usaha adalah nilai produk total usaha dalam jangka waktu tertentu baik dijual maupun dikonsumsi sendiri (Soekartawi, et al., 1986). Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk dengan tingkat harga yang sedang berlaku. Produk yag diperhitungkan bukan hanya produk yang dijual tetapi juga produk yang dikonsumsi sendiri dengan mengendalikannya terhadap harga yang berlaku dipasar. Penerimaan usaha tidak mencakup pinjaman untuk keperluan usaha. Bila produk yang dihasilkan lebih dari satu komoditi, maka: TR = P x Q ... (2.1) dimana:

TR = Penerimaan Total

P = Harga

Q = Jumlah produk dijual maupun dipakai sendiri

Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah. Biaya adalah pengorbanan yang diduga sebelumnya dan dapat dihitung secara kuantitatif, secara ekonomis tidak dapat dihindarkan dan berhubungan dengan proses produksi tertentu. Biaya usaha dapat dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan perilakunya terhadap volume produksi, yaitu biaya yang berperilaku tetap dan berperilaku variabel.

Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi, pengusaha harus tetap membiayainya berapapun

jumlah komoditi yang dihasilkan usahanya. Biaya yang tetap adalah lahan, mesin, pajak, gaji pekerja dan pemeliharaan peralatan serta pajak. Tiap tambahan investasi hanya dapat dibenarkan apabila pengusaha mampu membelinya dan dalam jangka panjang dapat memberikan arus keuntungan. Keuntungan ini terjadi karena berkurangnya biaya tidak tetap (variabel cost) atau meningkatnya produksi pada saat waktu yang bersamaan, atau berkurangnya biaya tetap untuk setiap satuan komoditi yang dihasilkan.

Biaya tidak tetap (variabel cost) adalah biaya yang berubah apabila skala usaha berubah. Biaya ini ada apabila ada komoditas yang diproduksi. Biaya yang tidak tetap adalah biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain yang mendukung produksi seperti listrik dan biaya air. Penentuan apakah suatu biaya tergolong biaya tetap atau variabel tergantung sebagian kepada sifat dan waktu pengambilan keputusan itu dipertimbangkan dalam jangka panjang. Sebagian besar biaya adalah biaya variabel.

Garrison dalam Ivana (2004) mengungkapkan bahwa biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi non bisnis, manufaktur, eceran dan jasa. Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya ke dalam dua kategori yaitu biaya produksi dan biaya non produksi.

a. Biaya Produksi

Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga kategori antara lain:

1. Bahan Langsung

Bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi disebut bahan mentah (ra w material). Bahan langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak

terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut.

2. Tenaga Kerja Langsung

Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk. Jadi, tenaga kerja langsung biasanya disebut juga touch labor karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi

3. Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead merupakan elemen ketiga biaya manufaktur termasuk seluruh biaya manufaktur yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik meliputi bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik, penerangan, pajak properti, penyusutan, dan asuransi fasilitas-fasilitas produksi. b. Biaya Non Produksi

Pada umumnya biaya non produksi dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Biaya Penjualan dan Pemasaran

Biaya penjualan dan pemasaran adalah biaya yang diperlukan untuk memenuhi pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, biaya gudang produk jadi.

2. Biaya Administrasi

Biaya administrasi terkait dengan biaya-biaya manajemen umum organisasi seperti kompensasi eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, public

relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.

2.2.2. Analisa Return on Investment (ROI)

Menurut Kasmir (2006) analisa Return on Iinvestment (ROI)dalam analisa keuangan merupakan salah satu teknik analisa yang bersifat menyeluruh. Analisa ROI sudah merupakan teknik analisa lazim yang digunakan oleh perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. ROI sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi suatu industri dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut. Nilai ROI akan ditentukan oleh dua faktor yaitu marjin laba bersih (net profit margin) dan tingkat perputaran aktiva total (total asset turnover). Perubahan dari marjin laba bersih dan tingkat perputaran aktiva, baik masing-masing atau kedua-duanya akan menentukan nilai ROI.

Menurut Kasmir (2006), analisis ROI memiliki beberapa kelebihan antara lain:

1. Sebagai salah satu kelebihannya yang prinsipil yaitu sifatnya yang menyeluruh. Perusahaan yang sudah menjalankan praktek akuntansi yang baik, maka dengan menggunakan analisis ROI, manajemen dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi bagian penjualan.

2. Bila perusahaan memiliki data rasio, maka dengan analisis ROI dapat diperbandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya dengan perusahaan yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan berada dibawah, sama atau sama-sama diatas rata-rataperusahaan yang sejenis.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menghitung ROI adalah: 1. Menghitung net profit margin (marjin laba bersih) Perusahaan.

Marjin laba bersih merupakan rasio antara laba bersih yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai dalam periode yang sama. Marjin laba bersih merupakan hasil pembagian antara laba bersih dengan tingkat penjualan industri. Rasio ini menggambarkan laba bersih yang diperoleh industri untuk setiap rupiah penjualan.

2. Menghitung total asset turnover (tingkat perputaran aktiva total) Industri Tingkat perputaran aktiva total merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dalam operasi terhadap penjualan yang dicapai industri dalam periode yang sama. Tingkat perputaran aktiva total merupakan hasil pembagian antara penjualan dengan total aktiva industri. Rasio ini mengukur seberapa sering aktiva dipergunakan dalam kegiatan industri.

3. Menghitung ROI

Imbalan terhadap investasi digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian yang akan diperoleh atas penghasilan yang didapat dari total aktiva. Dalam penghitungan ROI diperhitungkan imbalan tenaga kerja pada suatu industri kecil yaitu imbalan tenaga kerja keluarga dan bukan keluarga.

2.2.3. R/C

Analisis Revenue-Cost ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh nilai rupiah biaya yang digunakan dalam usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Djamin, 1984).

Dokumen terkait