• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Guidance and Counseling untuk Menanamkan Nilai-nilai Keberagamaan

LANDASAN TEORETIS

E. Tinjauan Pustaka

1. Pendekatan Guidance and Counseling untuk Menanamkan Nilai-nilai Keberagamaan

Pendekatan Islami dalam guidance and counseling untuk mengantipasi problem-problem yang dihadapi peserta didik dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis yang meliputi; pribadi, sikap, perilaku, kecerdasan, perasaan, kesehatan, keyakinan, dan lainnya yang berkaitan dengan klien dan

konselor. Bagi pribadi muslim merupakan pribadi yang bekerja

keras, pantang menyerah, istiqomah, untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, merupakan suatu ibadah. Karena potensi ruhaniah yang dibawa setiap anak manusia serta menjadi fokus telaahan guidance and

counseling dalam mengarahkan kliennya. Ikrar manusia

dihadapkan Allah Swt., telah membuktikan bahwa setiap orang yang dilahirkan ada dalam keadaan fitrah, sesuai hadis Nabi saw yang artinya : “Setiap insan yang dilahirkan, lahir dengan sifat fitrah, orang tuanyalah yang membuatnya menjadi orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi, (Shahih Muslim, tt. :204). Potensi

21

tersebut, menurut istilah Benyamin S. Bloom meliputi “1. Kognitif, melalui: Pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesa, dan evaluasi; 2. Afektif, melalui : Penerimaan, respon, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi; 3. Psikomotorik, melalui : Persepsi, kesiapan, imitasi, peningkatan atau penyempurnaan, dan penciptaan” (B.Bloom, 1974; Kosasih Djahiri, 1985:13-15). Maka, pada pelaksanaan guidance and

counseling, pribadi muslim berprinsip pada hal-hal sebagaimana

yang disampaikan oleh Nelly Nurmelly (2011) sebagai berikut : 1. Selalu memiliki prinsip landasan dan prinsip dasar

hanya beriman kepada Allah Swt. 2. Memiliki prinsip kepercayaan, yakni beriman kepada malaikat. 3. Memiliki prinsip kepemimpinan, yakni beriman kepada Nabi dan Rasul-Nya. 4. Selalu memiliki prinsip pembelajaran, yakni berprinsip pada Al-Quran. 5. Memiliki prinsip masa depan, yakni beriman kepada hari akhir. 6. Memiliki prinsip keteraturan, yakni beriman kepada ketentuan Allah.

Jika seorang konselor memegang prinsip tersebut, maka pelaksanaan guidance and counseling akan mengarah kepada kebenaran, yang selanjutnya dalam pelaksanaannya perlu memiliki tiga langkah untuk mewujudkan tujuannya, yaitu:

Pertama, memiliki mission statement yang jelas yaitu

dua kalimat syahadat. Kedua, memiliki model karakter building sekaligus sebagai simbol kehidupan yaitu shalat lima

22

waktu. Ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan puasa. Dengan prinsip tersebut, seorang konselor dapat menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (akhlak al-karimah).

Dalam menghadapi berbagai problem patologi sosial diarahkan dengan pendekatan agama Islam, yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia untuk mewujudkan rasa aman, damai, dan tentram bagi jiwa manusia dalam menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang membawa kepada peningkatan iman dan takwa kepada Allah Swt. Dilengkapi dengan bukunya Joyce et al. (2000:22) yang berjudul “Models

of Teaching” mengemukakan beberapa model pembelajaran di

antaranya: The social family of models, the personal family of

models, dan the behavioral system family of models.

Masing-masing model tersebut mengandung enam kriteria yaitu a. Tujuan (aims), b. Langkah-langkah kegiatan (syntax), c. Peranan pendidik dan peserta didik (the social system), d. Prinsip-prinsip reaksi seperti membimbing dan menggunakan berbagai metode

(principles of reaction), e. Dukungan sistem (support system),

seperti alat bantu dan f. Evaluasi (evaluation). Adapun uraian lengkapnya tentang enam kriteria model pembelajaran sebagai berikut :

23

Tujuan adalah arah; haluan (jurusan); yang dituju; maksud; tuntutan (yang dituntut) (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:1216). Kata tujuan semakna dengan “sasaran” atau “maksud” dalam bahasa Inggris disebut dengan “goal” atau

“purpose” atau “objectives” atau “aims”. Istilah tersebut

mengandung makna yang sama yaitu perbuatan yang diarahkan kepada tujuan tertentu, atau arah, maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas (Arifin, 2003:222). The categories

and their subdivisions are : Receiving, responding, valuing, organization, and characterization by a value or value complex

(Krathwohl, 1974:95). Kemudian kalau dikaitkan dengan pendidikan nilai-nilai keberagamaan, tujuan pendidikan pada dasarnya ditentukan oleh pandangan hidup (way of life) orang yang mendesain pendidikan itu, manusia terbaik sebagai tujuan pendidikan (Tafsir, 2007:75).

b. Langkah-langkah kegiatan (syntax)

Guidance and counseling dalam menanamkan nilai-nilai

keberagamaan apabila diwujudkan secara sistematis atau runtut dan rasional, maka diperlukan langkah-langkah yang mudah dipahami oleh pelaku pendidikan. Karena itu, dalam pengembangan sejumlah strategi belajar nilai, ia selalu menampilkan lima tahapan penyadaran nilai sesuai dengan

24

jumlah huruf yang terkandung dalam kata value. Sebagaimana Kniker (1977:33) bahwa tahapan-tahapan atau langkah-langkah dalam mengkomunikasikan nilai adalah : “1) Value

identification, 2) Activity, 3. Learning aids, 4) Unit interaction, 5) Evaluation segment.” Langkah-langkah tersebut di atas dapat

diuraikan sebagai berikut :

1) Value identification (identifikasi nilai). Pada langkah ini, guidance and counseling dalam menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang menjadi target pembelajaran perlu diketahui oleh setiap siswa. Kemudian dilengkapi oleh Joyce et al. (2000:63) bahwa langkah tersebut dibagi ke dalam dua macam, yaitu (1) membangun keakraban kelompok (warm up the group) dan (2) memilih peserta (select participants). Maka setidaknya hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah saling mengenal, mengenali dan menjadikan masalah nilai-nilai keberagamaan menjadi jelas. Selanjutnya menafsirkan cerita persoalan nilai-nilai keberagamaan dan menyelidiki masalah nilai keberagamaan yang berkembang, menjelaskan orang-orang yang terlibat, menganalisa peranan, dan memilih para pemain.

2) Activity (aktivitas). Siswa dibimbing untuk melakukan tindakan yang diarahkan pada penyadaran nilai-nilai keberagamaan yang menjadi target pembelajaran. Dilengkapi

25

Joyce et al. (2000:63) dengan memainkan peranan (enact), melakukan diskusi, dan memberi penilaian (discuss and

evaluate).

3) Learning aids (alat bantu belajar). Alat bantu adalah benda yang dapat memperlancar proses belajar nilai-nilai keberagamaan, seperti; ceritera, film atau benda lainnya yang sesuai dengan topik nilai. Dilengkapi oleh Joyce et al. (2000:64) alat bantu lain yang perlu disediakan adalah menyediakan tempat belajar (set the stage) dan mempersiapkan para pengamat atau peninjau (prepare the observers).

4) Unit interaction (interaksi satuan). Tahapan/langkah ini melanjutkan langkah dengan semakin memperbanyak strategi atau cara yang dapat menyadarkan siswa terhadap nilai-nilai keberagamaan. Dengan memainkan peran secara berulang

(reenact) dan melakukan diskusi serta memberi penilaian (discuss and evaluate).

5) Evaluation segment (bagian penilaian). Langkah ini diperlukan untuk memeriksa kemajuan belajar nilai-nilai keberagamaan melalui penggunaan beragam teknik evaluasi nilai. Hal yang perlu dilakukan adalah berbagi pengalaman dan menyamaratakan (share experience and generalize). Sehingga

26

bisa menghubungkan situasi masalah nilai-nilai keberagamaan dengan persoalan nyata, pengalaman keberagamaan dan persoalan yang tengah terjadi, menyelidiki prinsip perilaku keberagamaan secara umum (Joyce et al., 2000:66).

c. Sistem sosial (the social system)

Sistem sosial ini lebih menitikberatkan pada peranan guru dan peserta didik dalam pengembangan pendidikan nilai di sekolah. Guru sebagai pendidik menjadi penentu berlangsungnya proses pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat. Seorang pendidik diberikan gelar sebagai bapak jiwa atau spiritual father atau al-Abu

al-Ruh, al-Ghazali (Atiyah al-Abrasyi, 2003:136). Tugas

seorang pendidik yaitu memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan, akhlak, dan menegakkannya. Dilengkapi al-Nahlawi (1992:170-171) bahwa seorang pendidik tugas utamanya sebagai berikut :

1. Penyucian, yaitu pengembangan, pembersihan dan pengangkatan jiwa kepada Pencipta-Nya, menjauhkan dari kejahatan dan menjaganya agar tetap selalu berada pada fitrahnya.

2. Pengajaran, yaitu pengalihan berbagai pengetahuan dan aqidah kepada akal dan hati kaum mukminin, agar mereka merealisasikannya dalam tingkah laku dan kehidupan.

27

Guidance and counseling sebagai guru bukan saja

bertugas melakukan penyucian dan pengajaran tetapi menjadi teladan dan bertanggung jawab bagi peserta didiknya. Tanggung jawab guru pada peserta didiknya bukan pada satu potensi yang ada, melainkan seluruh potensi yang terdapat dalam diri anak yang meliputi potensi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya (Tafsir, 1992:74-75). Pendidik sering memilih persoalan untuk diselidiki, mengarahkan diskusi, memilihkan peran, membuat keputusan tentang peraturan yang berlaku, membantu merencanakan perundangan, dan yang terpenting memutuskan apapun untuk memeriksa dan menyelidiki anjuran-anjurannya.

d. Prinsip-prinsip reaksi (principles of reaction)

Lima tipe model prinsip-prinsip reaksi, untuk pendidik dalam membentuk eksplorasi sikap melalui tipe-tipe pertanyaan yang mereka tanyakan dan melalui tanya jawab untuk lebih mengarahkannya, Joyce et al. (2000:69) sebagai berikut : 1) Pendidik seharusnya menerima peserta didik tanggapan-tanggapan dan pesan-pesan. Khususnya pendapat dan perasaan mereka, pada persoalan yang tidak berkaitan dengan nilai-nilai keberagamaan. 2) Pendidik seharusnya menanggapi dalam satu cara bahwa mereka membantu para peserta didik untuk menemukan berbagai sisi situasi persoalan, mengenali dan

28

mempertentangkan pandangan alternatif. 3) Melalui pengungkapan, penafsiran, dan penyimpulan tanggapan-tanggapan, pendidik meningkatkan kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai keberagamaan berdasarkan pada pandangan dan perasaan diri para peserta tersebut. 4) Pendidik seharusnya menekankan bahwa terdapat perbedaan cara untuk mempraktikkan aturan yang sama dan perbedaan hasil konsekuensi sebagaimana yang mereka jelajahi dalam proses pendidikan nilai-nilai keberagamaan. 5) Banyak pilihan cara-cara untuk memecahkan satu persoalan, maksudnya tidak hanya satu cara yang benar. Pendidik membantu peserta didik melihat akibat-akibat yang ada dari pendidikan nilai-nilai keberagamaan untuk mengevaluasi satu penyelesaian dan membandingkannya dengan pilihan-pilihan lainnya.

e. Dukungan sistem (support system)

Alat-alat untuk bermain peran dalam peranan nilai paling sedikit, (Joyce et al., 2000:71). Walaupun sedikit tetap penting, karena hal itu terkadang membantu dalam lembar pengarahan pada tiap-tiap peran. Bila hal itu diterapkan dalam

29

pendidikan nilai-nilai keberagamaan, maka lembar pengarahan tersebut menggambarkan peran atau karakter perasaan-perasaan dalam melaksanakan nilai keberagamaan. Contohnya; kisah-kisah para nabi, tayangan-tayangan film, dan cerita pendek yang berkaitan dengan pengembangan nilai-nilai keberagamaan menjadi sumber yang sangat bagus dalam proses pendidikan di sekolah. Gambaran umum situasi persoalan nilai-nilai keberagamaan sangat bermanfaat. Dari kisah-kisah cerita tersebut, memungkinkan sekali evaluasi akan menjadi contoh bagi peserta didik.

f. Evaluasi (evaluation)

Pengertian evaluasi adalah penilaian (Departemen Pendidikan Nasional, (2001:310). Secara khusus dalam bukunya Joyce et al. (2000:75) yang berjudul Models of Teaching tidak membahas evaluasi nilai dalam bagian tersendiri. Bukan berarti evaluasi tidak bermanfaat tetapi sangat diperlukan. Adapun langkah-langkah yang berkaitan dengan evaluasi yaitu diskusi adalah meninjau kembali kegiatan bermain peran, meliputi peristiwa demi peristiwa, penempatan, penerapan, mendiskusikan fokus utama, dan mengembangkan pengaturan ke depannya. Kemudian menambahkannya dengan cara berbagi pengalaman dan menyamaratakan. Hal ini, bisa dimasukkan

30

dalam penerapan evaluasi pendidikan nilai-nilai keberagamaan di sekolah. Evaluasi pendidikan nilai dilakukan dengan cara menghubungkan ajaran yang telah disampaikan dengan situasi dalam kehidupan nyata, pengalaman-pengalaman, arus persoalan, dan menggali prinsip-prinsip perilaku yang bersifat umum. Dalam proses evaluasi ini semua pihak pendidik dan peserta didik harus terlibat di dalamnya guna mendapatkan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keberagamaan yang lebih representatif.