• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. PENILAIAN EKONOMI WISATA PESISIR 6.1 Kondisi Sediaan ( Supply )

6.3. Peran Ekonomi Pariwisata 1 Pendekatan Location Quotient

6.3.2. Pendekatan Input-Output

Sektor pariwisata di Provinsi Sumatera Barat potensial untuk dikembangkan. Kondisi alam sumatera barat yang mendukung untuk pariwisata berbasis alam semestinya dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Oleh karena itu kajian pengembangan sektor pariwisata perlu dilakukan melalui pendekatan input-output. Pendekatan input-output dilakukan untuk menggambarkan aktivitas ekonomi dan peran sektor ekonomi dalam mendorong pertumbuhan sektor lain di Provinsi Sumatera Barat khususnya pada sektor pariwisata, sehingga dapat terlihat peran sektor pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Pendekatan input-output dilakukan berdasarkan klasifikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Barat tahun 2007-2011 dan 2009-2013 (Lampiran 9) serta klasifikasi 10 sektor hasil RAS dari 72 sektor data input-output Provinsi Sumatera Barat 2007 (Lampiran 11). Pada Tabel 19 berikut disajikan PDRB Provinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan tahun 2007 – 2013.

Tabel 19 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan (2000) Tahun 2007 – 2013 (juta rupiah)

Sektor 2007 2008 2009 2010

Pertanian 8038919,12 8478980,94 8773503,32 9132414,43 Pertambangan dan

Penggalian 1028828,26 1087108,74 1137763,20 1203809,02 Industri Pengolahan 4209069,40 4509582,49 4670605,07 4787847,71 Listrik, Gas dan Air Bersih 394432,98 407582 431225,75 441350,12 Bangunan 1627195,26 1751509,59 1822283,08 2071300,43 Perdagangan 5853370,60 6242056,04 6462510,27 6687269,41 Pengangkutan dan

Komunikasi 4526737,30 4959077,34 5256339,28 5767944,43 Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 1692546,42 1827504,98 1901983,36 2009644,87 Jasa-jasa 5136449,43 5425167,13 3182720,06 9138264,40 Pariwisata 405419,82 444134,03 478183,41 491050,38

Total PDRB 32912968,69 35176632,42 36683238,67 38862142,54

Sumber: Hasil Analisis Data (2016) Modifikasi dari BPS (2012) dan BPS (2014c) Tabel 19 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan

(2000) Tahun 2007 – 2013 (juta rupiah) (lanjutan)

Sektor 2011 2012 2013

Pertanian 9483481,41 9918252,77 10273538,80 Pertambangan dan Penggalian 1248914,44 1300827,70 1329338,67 Industri Pengolahan 5010656,26 5212944,52 5466098,18 Listrik, Gas dan Air Bersih 458428,05 480952,54 501318,46

Bangunan 2256960,78 2439193,37 2644992,02

Perdagangan 7150855,98 7707549,48 8283843,66 Pengangkutan dan Komunikasi 6271627,48 6794268,99 7353516,23 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 2102910,38 2228548,36 2369668,76 Jasa-jasa 3182720,06 3182720,06 7801633,76

Pariwisata 528306,59 540180,72 616287,00

Total PDRB 41293349,29 43925820,67 46640235,57

Sumber: Hasil Analisis Data (2016) Modifikasi dari BPS (2012) dan BPS (2014c) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Tabel 19 mengalami peningkatan dari tahun 2007–2013. Hal ini diketahui berdasarkan peningkatan total PDRB yaitu 32.912.968,69 juta rupiah (tahun 2007), 35.176.632,42 juta rupiah (tahun 2008), 36.683.238,67 juta rupiah (tahun 2009), 38.862.142,54 juta rupiah (tahun 2010), 41.293.349,29 juta rupiah (tahun 2011), dan 43.925.820,67 juta rupiah (tahun 2012) serta 46.640.235,57 juta rupiah (tahun 2013). Secara keseluruhan sektor ekonomi yang memberikan kontribusi PDRB terbesar adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan, sedangkan sektor pariwisata belum memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB Sumatera Barat. Oleh sebab itu perlu dilakukan strategi agar sektor

pariwisata dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam PDRB Sumatera Barat.

Sumber: Hasil Analisis Data (2016) Modifikasi dari BPS (2012) dan BPS (2014c) Gambar 23 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pariwisata Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2007-2013

Pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata Provinsi Sumatera Barat berfluktuasi sejak tahun 2007 sampai tahun 2013. Pada tahun 2007-2008 laju pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata tercatat sebesar 8,72 %, pada tahun 2008- 2009 sedikit menurun menjadi 7,12 %. Penurunan drastis terjadi pada tahun 2009-2010 dimana pertumbuhan ekonomi pariwisata Sumatera Barat hanya sebesar 2,62 %. Drastisnya penurunan tersebut diduga karena pasca gempa bumi pada tanggal 30 september 2009 menyebabkan menurunnya jumlah wisatawan yang datang ke Sumatera Barat. Selanjutnya pada tahun 2010-2011 kembali meningkat menjadi 7,05 %, sempat terjadi penurunan kembali pada tahun 2011- 2012 menjadi 6,83 %, dan tahun 2012-2013 kembali meningkat yakni tercatat sebesar 8,00 %.

6.3.2.1. Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan biasa digunakan untuk merumuskan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Hubungan antar sektor ini merupakan hubungan saling ketergantungan satu dengan lainnya, dimana output dari suatu sektor produksi merupakan input bagi sektor produksi lainnya. Oleh karena itu, perubahan output suatu sektor produksi akan mempengaruhi output dari sektor produksi lainnya.

Analisis keterkaitan antar sektor ekonomi dibedakan menjadi dua yaitu: keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Keterkaitan ke depan menggambarkan tingkat penggunaan output suatu sektor dalam kegiatan-kegiatan sektor lainnya. Sedangkan keterkaitan ke belakang terkait dengan tingkat penggunaan input oleh suatu sektor dari sektor-sektor lainnya. 8.72 7.12 2.62 7.05 6.83 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2007-2008 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Pertumbuhan Ekonomi Pariwisata

Keterkaitan ke Depan

Keterkaitan ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut. Nilai keterkaitan langsung ke depan diperoleh dari jumlah baris nilai koefisien teknis, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan diperoleh dari jumlah baris matrik kebalikan Leontief.

Tabel 20 Keterkaitan ke Depan Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat

Sektor Langsung Tidak Langsung

Pertanian 0,8873 0,2620

Pertambangan dan Penggalian 0,0601 0,1526

Industri Pengolahan 0,5154 0,6608

Listrik, Gas dan Air Bersih 0,1000 0,5915

Bangunan 0,0831 0,5350

Perdagangan 0,7749 0,4433

Pengangkutan dan Komunikasi 0,6955 0,5350 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,6354 0,2906

Jasa-jasa 0,5277 0,3256

Pariwisata 0,0848 0,5678

Sumber: Hasil Analisis Data (2016)

Berdasarkan Tabel 20 sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan tertinggi yaitu 0,8873, artinya output dari sektor pertanian lebih banyak dijadikan sebagai input oleh sektor-sektor lain. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan paling tinggi dimiliki oleh sektor industri pengolahan yakni 0,6608. Hal tersebut menunjukkan tingginya kemampuan sektor industri pengolahan sebagai sektor penyedia input untuk sektor itu sendiri dan sektor lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Nilai keterkaitan langsung serta langsung dan tidak langsung ke depan terendah dimiliki oleh sektor pertambangan dan penggalian yaitu masing-masing 0,0601 dan 0,1526.

Sektor pariwisata memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan yang berada pada urutan kedelapan dari seluruh sektor perekonomian yaitu sebesar 0,0848, ini menunjukan bahwa setiap satu satuan nilai output sektor pariwisata dialokasikan kepada sektor perekonomian lainnya dan ke sektor itu sendiri sebesar 0,0848 satuan. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung sektor pariwisata berada pada urutan ketiga dari seluruh sektor perekonomian yaitu sebesar 0,5678, ini menunjukkan jika sektor tersebut mengalami kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan maka kenaikan output dari sektor tersebut secara langsung dan tidak langsung akan meningkat sebesar 0,5678 satuan.

Keterkaitan Kebelakang

Nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor lain yang menyediakan input bagi sektor tersebut. Keterkaitan langsung ke belakang ditunjukkan dari jumlah kolom matriks koefisien teknis. Sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang ditunjukkan dari jumlah kolom matriks kebalikan Leontief.

Tabel 21 Keterkaitan ke Belakang Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat

Sektor Langsung Tidak Langsung

Pertanian 0,1127 0,7380

Pertambangan dan Penggalian 0,9399 0,8474

Industri Pengolahan 0,4846 0,3392

Listrik, Gas dan Air Bersih 0,9000 0,4085

Bangunan 0,9169 0,4650

Perdagangan 0,2251 0,5567

Pengangkutan dan Komunikasi 0,3045 0,4650 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,3646 0,7094

Jasa-jasa 0,4723 0,6744

Pariwisata 0,9152 0,4322

Sumber: Hasil Analisis Data (2016)

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui nilai keterkaitan langsung ke belakang yang terbesar adalah dari sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 0,9399 sedangkan yang terendah adalah dari sektor pertanian yaitu sebesar 0,1127. Sektor pariwisata memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang yang berada pada urutan ketiga dari seluruh sektor perekonomian yaitu sebesar 0,9152. Artinya, sektor pariwisata banyak menggunakan input dari output sektor-sektor lain seperti industri pengolahan, dan lain-lain serta dari sektor pariwisata itu sendiri.

Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang tertinggi adalah dari sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 0,8474, dan yang terendah adalah dari sektor industri pengolahan yaitu sebesar 0,3392. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor pariwisata berada pada urutan kedelapan yakni sebesar 0,4322, ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor pariwisata sebesar satu satuan maka sektor tersebut akan memerlukan input dari sektor lainnya dan termasuk dari sektor yang bersangkutan sebesar 0,4322 satuan secara langsung dan tidak langsung.

6.3.2.2. Analisisis Dampak Penyebaran

Analisis dampak penyebaran menghasilkan koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang) dan kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan). Koefisien penyebaran adalah efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena peningkatan output sektor tersebut terhadap output sektor-sektor lain yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung atau kemampuan suatu sektor untuk mendorong kemampuan industri hulunya. Kepekaan penyebaran merupakan suatu nilai yang menunjukkan efek relatif perubahan suatu sektor ekonomi terhadap perubahan output sektor lainnya yang menggunakan output dari sektor tersebut baik langsung maupun tidak langsung atau kemampuan suatu sektor untuk mendorong kemampuan industri hilirnya.

Tabel 22 Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat

Sektor Koefisien

Penyebaran

Kepekaan Penyebaran

Pertanian 1,3095 0,6003

Pertambangan dan Penggalian 1,5036 0,3497

Industri Pengolahan 0,6019 1,5141

Listrik, Gas dan Air Bersih 0,7248 1,3553

Bangunan 0,8251 1,2259

Perdagangan 0,9878 1,0158

Pengangkutan dan Komunikasi 0,8251 1,2259 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,2587 0,6659

Jasa-jasa 1,1966 0,7461

Pariwisata 0,7669 1,3010

Sumber: Hasil Analisis Data (2016)

Koefisien Penyebaran

Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa sektor pertambangan dan penggalian memiliki nilai koefisien penyebaran terbesar yakni 1,5036. Nilai koefisien penyebaran sektor pariwisata adalah sebesar 0,7669, nilai tersebut kurang dari satu artinya daya penyebaran sektor pariwisata di bawah rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Menurut Permana dan Asmara (2010), suatu sektor dikatakan mempunyai nilai yang tinggi apabila nilai koefisien penyebarannya lebih besar dari satu. Nilai koefisien penyebaran yang lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya.

Kepekaan Penyebaran

Tabel 22 menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki nilai kepekaan penyebaran terbesar yaitu 1,5141, sedangkan sektor pariwisata berada pada urutan ketiga dari seluruh sektor perekonomian yang ada di Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 1,3010. Nilai kepekaan penyebaran lebih dari satu artinya kepekaan penyebaran sektor pariwisata diatas rata-rata kepekaan penyebaran secara keseluruhan. Menurut Famytyas dan Kusumastuti (2014), konsep kepekaan penyebaran bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor lainnya melalui mekanisme pasar output atau kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan produksi sektor hilirnya. Suatu sektor akan dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran tinggi apabila nilai kepekaan penyebaran lebih besar dari satu.

6.4. Implikasi Kebijakan dan Arahan Strategi Pengelolaan Optimal

Dokumen terkait