ANALISIS EKONOMI WISATA PESISIR
KAWASAN CAROCOK PAINAN, KABUPATEN PESISIR
SELATAN, PROVINSI SUMATERA BARAT
KHAIRUNNISA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
ABSTRACT
KHAIRUNNISA. Economic Analysis of Coastal Tourism in Carocok Painan, Pesisir Selatan Regency, West Sumatera Province. Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTOand ACHMAD FAHRUDIN
Carocok Painan is one of potential areas for coastal tourism destination in Pesisir Selatan Regency, West Sumatera Province. The area has beautiful beach, coastal resources and historical sites that attract tourists. In the last five years, the number of tourists increases and economic activities related to tourism grow. Increasing tourism economic development raises the question of sustainability of Carocok Painan for tourism economic activities. This study aims to estimate the carrying capacity in Carocok Painan (supply conditions), to estimate the economic value of Carocok Painan (demand conditions), to determine the role of the tourism sector in the economic of West Sumatera Province. The supply conditions based on water quality analysis, the suitability area, ecological carrying capacity and social carrying capacity shows that the Carocok Painan is suitable for coastal tourism. The analysis of demand condition shows that the tourism economic value of Carocok Painan using travel cost method is Rp. 41.521.536.000 per year, while the tourism economic value of Carocok Painan by using contingent valuation method is Rp. 347.756.632 per year. Location quotient analysis indicated that the tourism sector of West Sumatera Province has a value LQ <1, it means that tourism is non base sector. Input-output analysis indicates that the tourism sector has direct forward linkage value about 0,0848 and direct and indirect forward linkage value is 0,5678. Moreover, direct backward linkage value is 0,9152 and direct and indirect backward linkage value is 0,4322. Coefficient of dispersions of the tourism sector is 0,7669. It means that the coefficient of dispersions of the tourism sector is under the average of all economic sectors. Furthermore, sensitivity of dispersions of the tourism sector is 1,3010 which means that the sensitivity of dispersions of the tourism sector is over the average of all economic sectors. Location Quotient and Input-output analysis showed that tourism is nonbase sector, but has relatively important role in regional economic development of West Sumatera Province.
RINGKASAN
KHAIRUNNISA. Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTOdan ACHMAD FAHRUDIN
Carocok Painan merupakan salah satu kawasan yang potensial untuk tujuan wisata pesisir di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Kawasan ini memiliki pantai yang indah, sumberdaya pesisir dan situs sejarah yang dapat menarik wisatawan. Dalam lima tahun terakhir, jumlah wisatawan meningkat dan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pariwisata tumbuh. Peningkatan pembangunan ekonomi pariwisata menimbulkan pertanyaan keberlanjutan Kawasan Carocok Painan untuk kegiatan ekonomi pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan daya dukung Kawasan Carocok Painan (kondisi supply), memperkirakan nilai ekonomi Kawasan Carocok Painan (kondisi demand), dan untuk menentukan peran sektor pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Kondisi supply berdasarkan analisis kualitas air, kesesuaian lahan, daya dukung ekologis dan daya dukung sosial menunjukkan bahwa Kawasan Carocok Painan sesuai untuk wisata pesisir. Analisis kondisi demand menunjukkan bahwa nilai ekonomi wisata Kawasan Carocok Painan menggunakan travel cost method adalah Rp. 41.521.536.000 per tahun, sedangkan nilai ekonomi wisata Kawasan Carocok Painan dengan menggunakan contingent valuation method adalah Rp. 347.756.632 per tahun. Analisis location quotient menunjukkan bahwa sektor pariwisata Provinsi Sumatera Barat memiliki nilai LQ<1, artinya pariwisata merupakan sektor non basis. Analisis input-output mengindikasikan bahwa sektor pariwisata memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan sebesar 0,0848 dan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sebesar 0,5678. Selain itu, nilai keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,9152 dan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sebesar 0,4322. Nilai koefisien penyebaran dari sektor pariwisata adalah 0,7669, artinya nilai koefisien penyebaran sektor pariwisata berada di bawah rata-rata koefisien penyebaran seluruh sektor perekonomian. Selanjutnya, nilai kepekaan penyebaran sektor pariwisata adalah 1,3010 yang berarti kepekaan penyebaran sektor pariwisata di atas rata-rata kepekaan penyebaran seluruh sektor ekonomi. Analisis Location quotient dan input-output menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor non basis, namun memiliki peran cukup penting dalam pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
ANALISIS EKONOMI WISATA PESISIR
KAWASAN CAROCOK PAINAN, KABUPATEN PESISIR
SELATAN, PROVINSI SUMATERA BARAT
KHAIRUNNISA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Analisis
Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan,
Provinsi Sumatera Barat. Karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan studi magister sains di Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto,
MS dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku Komisi Pembimbing atas arahan
dan bimbingannya dalam peyelesaian karya ilmiah ini. Di samping itu, ucapan
terima kasih juga penulis haturkan kepada Dr. Ir. Diniah, M.Si selaku penguji luar
komisi pada sidang tesis dan Dr. Eva Anggraini, S.Pi., M.Si selaku ketua program
studi atas arahan dan saran yang konstruktif. Terima kasih penulis sampaikan
kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasisiswa BPPDN yang
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menempuh pendidikan
pascasarjana di program studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika IPB.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibunda,
Ayahanda, dan saudara serta keluarga besar atas doa, pengorbanan dan dukungan
yang tidak ternilai demi kelancaran studi penulis. Terima kasih penulis sampaikan
kepada keluarga besar UR-IPB, keluarga besar Asrama Riau, dan keluarga besar
program studi ESK atas motivasi dan dukungan yang diberikan. Terima kasih
kepada semua pihak yang turut andil dalam perolehan dan analisis data hingga
karya ilmiah ini rampung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi civitas
akademika, peneliti, pemerintah dan juga bagi berbagai pihak dalam pengelolaan
wisata pesisir.
Bogor, November 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penelitian 3
1.4. Ruang Lingkup Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1. Pariwisata 5
2.2. Wilayah Pesisir 6
2.3. Wisata Pesisir 7
2.4. Sediaan (supply) Wisata 8
2.5. Permintaan (demand) Wisata 9
2.6. Daya Dukung Kawasan 10
2.7. Konsep Nilai Ekonomi Wisata 11
2.8. Peran Ekonomi Sektor Pariwisata 13
2.9. Penelitian Terdahulu 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN 17
3.1. Kerangka Teori 17
3.2. Kerangka Penelitian 19
IV. METODOLOGI PENELITIAN 21
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 21
4.2. Metode Penelitian 21
4.3. Jenis dan Sumber Data 22
4.4. Metode Pengambilan Contoh 22
4.5. Metode Analisis Data 23
4.5.1. Kondisi Sediaan (Supply) 23
4.5.2. Kondisi Permintaan (Demand) 24
4.5.3. Peran Ekonomi Sektor Pariwisata 26
4.6. Batasan Penelitian 29
V. KONDISI UMUM KAWASAN CAROCOK PAINAN 31
5.1. Letak Geografis 31
5.2. Kondisi Ekologi 31
5.3. Kondisi Geologi dan Oceanografi 32
5.4. Kondisi Penduduk 33
5.4.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk 33
5.4.2. Prasarana dan Sarana 34
5.5. Kondisi Perekonomian 36
VI. PENILAIAN EKONOMI WISATA PESISIR 46
6.1. Kondisi Sediaan (Supply) 46
6.1.1.Daya Dukung Ekologis 46
6.1.2. Daya Dukung Sosial 47
6.2. Kondisi Permintaan (Demand) 49
6.2.1. Karakteristik Responden Wisatawan 49
6.2.2. Persepsi Wisatawan tentang Kawasan Carocok Painan 53 6.2.3. Karakteristik Responden Masyarakat Lokal 54 6.2.4. Persepsi Masyarakat tentang Kawasan Carocok Painan 57 6.2.5. Nilai Ekonomi Wisata Kawasan Carocok Painan 58 6.2.5.1. Pendekatan Travel Cost Method 58 6.2.5.2. Pendekatan Contingent Valuation Method 61
6.3. Peran Ekonomi Sektor Pariwisata 63
6.3.1. Pendekatan Location Quotient 63
6.3.1.1. LQ Kabupaten Pesisir Selatan 63
6.3.1.2. LQ Provinsi Sumatera Barat 65
6.3.2. Pendekatan Input-Output 66
6.3.2.1. Analisis Keterkaitan 68
6.3.2.2.Analisis Dampak Penyebaran 70
6.4. Implikasi Kebijakan dan Arahan Strategi Pengelolaan Optimal
Kawasan Carocok Painan 71
VII. SIMPULAN DAN SARAN 74
7.1. Simpulan 74
7.2. Saran 74
DAFTAR PUSTAKA 75
LAMPIRAN 81
DAFTAR TABEL
1. Jumlah Pengunjung Kawasan Carocok Painan Tahun 2007-2013 2
2. Penelitian Terdahulu 16
3. Jenis dan Sumber Data 22
4. Matriks Analisis Daya Dukung Sosial Kegiatan Wisata Pesisir 23 5. Jumlah Penduduk Nagari Painan Selatan Menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin Tahun 2013 33
6. Sarana Pendidikan di Kecamatan IV Jurai 34
7. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan IV Jurai 34 8. Jumlah dan Jenis Tempat Ibadah di Kecamatan IV Jurai 35 9. Jenis dan Panjang Jalan di Kecamatan IV Jurai 36 10. Jumlah Jembatan Menurut Nagari dan Kondisinya 36
11. Kualitas Perairan Kawasan Carocok Painan 39
12. Indeks Kesesuaian Wisata kategori Rekreasi Pantai 41
13. Daya Dukung Ekologis Kawasan Carocok Painan 46
14. Daya Dukung Sosial Kawasan Carocok Painan 47
15. Hasil Analisis Regresi Tingkat Kunjungan Kawasan Carocok Painan 59 16. Hasil Analisis Regresi WTP Kawasan Carocok Painan 62 17. Nilai Location Quotient Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2009-2013 64 18. Nilai Location Quotient Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2013 65 19. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan
(2000) Tahun 2007 – 2013 (juta rupiah 67
20. Keterkaitan ke Depan Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat 69 21. Keterkaitan ke Belakang Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat 70 22. Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Sektor Ekonomi
Provinsi Sumatera Barat 71
23. Rangkuman Hasil Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok
Painan 72
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran Penelitian 20
2. Peta Lokasi Penelitian 21
3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2009-2013 37 4. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pesisir Selatan menurut Sektor
Ekonomi Tahun 2013 38
5. Peta Kesesuaian Wisata 43
6. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Jenis Kelamin 49 7. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Kelompok Umur 50 8. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Pendidikan 50 9. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Mata Pencaharian 51 10. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Pendapatan 51 11. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Daerah Asal 52 12. Persepsi Wisatawan terhadap Daya Tarik Kawasan Carocok Painan 53 13. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Wisata: Akses, Fasilitas, Kebersihan
dan Keamanan 53
14. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Jenis Kelamin 54
15. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Umur 55
16. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Pendidikan 55 17. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Mata Pencaharian 56 18. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Pendapatan 56 19. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Lama Tinggal 57 20. Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kawasan Carocok Painan 57 21. Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Lingkungan 58
22. Kurva WTP Responden 61
23. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pariwisata Provinsi Sumatera Barat Tahun
DAFTAR LAMPIRAN
1. Indikator Skoring Masing-masing Atribut Penilaian Sosial 83
2. Data Responden Wisatawan 86
3. Data Responden Masyarakat Lokal 89
4. Transformasi Fungsi Logaritma Travel Cost Method 92
5. Hasil Analisis Regresi Travel Cost Method 94
6. Transformasi Fungsi Logaritma Contingent Valuation Method 95 7. Hasil Analisis Regresi Contingent Valuation Method 98 8. PDRB Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga
Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) 99
9. PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga
Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) 101
10. PDRB Indonesia Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga Konstan 2000
(Jutaan Rupiah) 103
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia (1,9 juta km2) tersebar pada sekitar 17.500 an buah pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas (sekitar 5,8 juta km2) (Dahuri 2003). Indonesia memiliki panjang pantai sekitar 95.181 km yang merupakan urutan keempat terpanjang di dunia setelah Kanada, Amerika, dan Rusia (PBB 2008).
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui, seperti hutan, laut, serta sumberdaya fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan sebagainya. Sumberdaya tersebut tidak hanya dimanfaatkan untuk diambil ekstraknya namun juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan wisata, seperti wisata pesisir, air terjun, gunung, dan sebagainya. Disamping itu, Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat serta sejarah yang sangat menarik untuk dimanfaatkan sebagai obyek wisata.
Potensi wisata bahari di wilayah kepulauan Indonesia sangat besar, sehingga dapat memberikan peluang dalam peningkatan ekonomi bangsa. Potensi tersebut juga terdapat pada pulau-pulau kecil di Indonesia. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 tahun 2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya, Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta ekosistemnya. Pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya adalah kumpulan pulau kecil beserta perairannya yang memiliki kesatuan ekologis dan/atau ekonomis. Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan untuk kepentingan pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan budaya dengan berbasis masyarakat dan secara berkelanjutan. Pemanfaatan tersebut harus memperhatikan aspek:
a. Keterpaduan antara kegiatan pemerintah dengan pemerintah daerah, antar-pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya;
b. Kepekaan/kerentanan ekosistem suatu kawasan yang berupa daya dukung lingkungan, dan sistem tata air suatu pulau kecil;
c. Ekologis yang mencakup fungsi perlindungan dan konservasi; d. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat;
e. Politik yang mencakup fungsi pertahanan, keamanan, dan kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia;
f. Teknologi ramah lingkungan;
g. Budaya dan hak masyarakat adat, masyarakat lokal, serta masyarakat tradisional.
Kawasan pesisir umumnya mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir yang beragam dan melimpah, sehingga bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti tempat mencari ikan, pemukiman, dan tempat wisata atau rekreasi. Pemanfaatan kawasan pesisir memberikan dampak yang berbeda terhadap sumberdaya yang ada maupun sosial masyarakat. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah untuk kegiatan wisata. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda 2007).
Barat dengan Ibukota Painan (BPS 2015). Salah satu kawasan pesisir yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan yang berpotensi dijadikan kawasan wisata adalah Kawasan Carocok Painan yang terletak di sebelah barat Kota Painan. Kawasan Carocok Painan memiliki topografi pantai yang cukup landai yang menyebabkan ombak laut yang tidak terlalu beriak, serta keadaan perairan laut yang masih bersih, dengan airnya yang berwarna biru dan hamparan pasir putih. Di samping itu, Kawasan Carocok Painan juga memiliki potensi wisata rekreasi seperti banana boat, jet ski dan lain-lain serta wisata sejarah yakni dengan adanya benteng peninggalan Portugis dan prasasti Madame Van Kempen.
Tabel 1 Jumlah Pengunjung Kawasan Carocok Painan Tahun 2007-2013
Tahun Kawasan Carocok Painan berfluktuasi baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa jumlah pengunjung yang berwisata semakin meningkat, yakni dapat dilihat pada kurun tahun 2010-2013. Hal ini menunjukkan bahwa potensi Kawasan Carocok Painan sebagai kawasan wisata sudah dikenal oleh wisatawan baik nusantara maupun mancanegara.
Mengingat besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki Kawasan Carocok Painan untuk wisata pesisir maka penting untuk dilakukan penelitian yang menganalisis tentang daya dukung kawasan (kondisi supply). Selanjutnya untuk mengetahui kondisi demand, penilaian ekonomi wisata pesisir perlu dilakukan, hal ini penting untuk mengetahui seberapa besar permintaan terhadap wisata pesisir pada kawasan ini dan untuk menunjukkan keseimbangan aktivitas pariwisata di Kawasan Carocok Painan. Disamping itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Diharapkan dari penelitian ini dapat menghasilkan arahan kebijakan dalam rangka pengembangan wisata pesisir di Kawasan Carocok Painan dan Provinsi Sumatera Barat.
1.2. Perumusan Masalah
tersebut merupakan kondisi sediaan (supply) yang berfungsi sebagai target jumlah wisatawan yang dapat berkunjung ke Kawasan Carocok Painan. Agar permintaan wisata dapat berkelanjutan maka jumlah wisatawan yang berkunjung harus lebih kecil atau sama dengan daya dukung kawasan, karena jika jumlah wisatawan lebih besar dari daya dukung maka akan mengganggu keseimbangan ekosistem yang berada di kawasan tersebut. Disamping itu, perlu dikaji bagaimana peran ekonomi sektor pariwisata di Provinsi Sumatera Barat, apakah sejauh ini pariwisata merupakan sektor basis atau non basis dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan permasalahan yang perlu menjadi perhatian dan fokus kajian adalah:
1. Bagaimana nilai daya dukung kawasan Carocok Painan sebagai kondisi sediaan (supply) dalam pengembangan wisata pesisir?
2. Bagaimana nilai ekonomi wisata Kawasan Carocok Painan sebagai kondisi permintaan (demand) dalam pengembangan wisata pesisir?
3. Bagaimana peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian berjudul Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat ini mengkaji tentang kondisi supply, kondisi demand dan peran ekonomi sektor pariwisata. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengestimasi nilai daya dukung kawasan Carocok Painan sebagai kondisi sediaan (supply) dalam pengembangan wisata pesisir.
2. Mengestimasi nilai ekonomi wisata Kawasan Carocok Painan sebagai kondisi permintaan (demand) dalam pengembangan wisata pesisir.
3. Mengetahui peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat dan implikasi kebijakan dalam pengembangan ekonomi wisata.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai wisata pesisir.
2. Memberikan informasi mengenai daya dukung Kawasan Carocok Painan untuk wisata pesisir, potensi ekonomi wisata pesisir dan peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata
Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda 2007). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Masih berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Selanjutnya kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.
Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi tiga (META 2002), yaitu:
1. Wisata Alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
2. Wisata Budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.
3. Ekowisata (ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan.
World Travel and Tourism Council (2016) menyatakan bahwa pariwisata memberikan kontribusi langsung untuk Produk Domestik Bruto (PDB) dunia dan kesempatan kerja pada tahun 2015 sebesar masing-masing US$ 2,2 trilyun dan 108 juta tenaga kerja. Seluruh sub-wilayah di dunia mengalami pertumbuhan sektor Pariwisata pada PDB tahun 2015, dengan Asia Tenggara mengalami pertumbuhan terkuat yakni 7,9%, selanjutnya Asia Selatan 7,4%. Diikuti oleh Timur Tengah 5,9%, Karibia 5,1%, Sub-Sahara Afrika 3,3%, Amerika Utara 3,1%, Eropa 2,5%, Asia Timur Laut 2,1%, Amerika Latin 1,5% dan Afrika Utara 1,4%.
2.2. Wilayah Pesisir
Menurut Amanah et al. (2005) wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem laut dan daratan. Ada tiga pengertian tentang batas wilayah pesisir yaitu:
(1) Ekologis: kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses kelautan, seperti pasang surut; dan ke arah laut dipengaruhi oleh proses daratan seperti sedimentasi.
(2) Administratif: batas terluar sebelah hulu dari Kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk Provinsi.
(3) Perencanaan: bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir, misalnya: pencemaran dan sedimentasi suatu kawasan darat dimana dampak pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan memberikan dampak di kawasan pesisir. Jika membahas tentang pengelolaan hutan mangrove, maka yang disebut pesisir adalah: batas terluar bagian hulu kawasan mangrove.
Menurut Dahuri (2003) ekosistem perairan laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu perairan laut pesisir, yang meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas atau laut oseanik. Penetapan batas wilayah pesisir sampai saat ini belum ada defenisi yang baku, namun ada kesepakatan dunia bahwa wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar dengan garis pantai (long-shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore).
Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara darat dan laut yang ditandai dengan keanekaragaman hayati yang kaya dan termasuk beberapa ekosistem paling rapuh di bumi, seperti bakau dan terumbu karang. Disamping itu, wilayah pesisir berada di bawah tekanan penduduk yang tinggi karena proses urbanisasi yang cepat. Mayoritas penduduk dunia saat ini hidup di wilayah pesisir yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan dan pariwisata menyajikan kegiatan ekonomi utama di daerah (Lakshmi et al. 2015).
Menurut Bengen (2001), secara prinsip ekosistem pesisir mempunyai 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu: (1) penyedia sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak langsung (hayati dan non hayati); (2) penerima limbah; (3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, seperti air bersih dan ruang yang diperlukan manusia; (4) penyedia jasa-jasa kenyamanan, yakni sebagai tempat rekreasi.
GESAMP (2001) menyatakan ekosistem Laut dan pesisir merupakan barang ekonomi yang nyata dan memberikan jasa yang memiliki nilai, seperti sebagai penawar dan asimilasi limbah, perlindungan dari badai, produksi pangan, bahan baku, fasilitas rekreasi, sumberdaya genetik, dan kesempatan kerja. Nilai global barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem laut dan pesisir kira-kira dua kali lipat dari nilai yang disediakan oleh ekosistem darat, dan sebanding dengan tingkat GDP global.
Menurut Bengen (2001) manfaat ekonomi pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut:
2. Kepentingan perikanan: didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan.
3. Bentuk ancaman: didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia.
4. Manfaat ekonomi: didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang.
5. Pariwisata: didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk pengembangan pariwisata.
Meningkatnya ancaman terhadap ekosistem pesisir dan laut dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas dan kuantitas diversitas organisme. Ancaman yang terjadi dapat berupa dampak pengembangan industri yang tidak mengedepankan konsep kelestarian lingkungan. Polusi benda padat, cair, dan gas secara tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kesetimbangan ekosistem laut (Sihasale, 2013).
Pembangunan di pesisir dan laut yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut. Dalam aktivitas ini sering dilakukan perubahan pada sumberdaya alam sehingga memberikan pengaruh pada lingkungan. Semakin tinggi laju pembangunan, maka semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan perubahan yang terjadi pada lingkungan. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan sistem ekologi pesisir dan laut perlu diperhatikan kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri (Bengen 2001).
2.3. Wisata Pesisir
Hall (2001) menyatakan bahwa konsep pariwisata pesisir (coastal tourism) atau pariwisata bahari (marine tourism) meliputi hal-hal yang terkait dengan kegiatan wisata, leisure dan rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairan laut (pariwisata pesisir dan laut; PPL). Menurut Kusumastanto (2003) obyek utama yang menjadi potensi pariwisata bahari adalah wisata pantai (seaside tourism), wisata alam (pantai), wisata budaya (cultural tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (ecotourism), dan wisata olahraga (sport tourism), wisata bisnis (bisnis tourism).
WTO (2004) menyatakan bahwa hampir tiga per empat daerah destinasi wisata dunia adalah daerah pesisir. Menurut Tambunan (2013) kegiatan pariwisata memang memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah dan dapat menyerap tenaga kerja, namun disisi lain aktivitas pariwisata memberikan tekanan lingkungan. Berbagai aktivitas wisata akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan pesisir. Kemampuan pesisir untuk mendukung aktivitas wisatawan memiliki batasan toleransi, pemanfaatan yang melebihi daya dukung akan menyebabkan degradasi lingkungan.
Masyarakat mendapatkan keuntungan dari pariwisata melalui peningkatan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dari pajak, devisa, pengembangan infrastruktur dan lain-lain. Pariwisata berkelanjutan dapat meningkatkan revitalisasi tradisi budaya dan sejarah dengan regenerasi kesenian dan kerajinan tradisional. Hal ini dapat merangsang perasaan bangga dengan warisan lokal dan nasional serta menciptakan minat konservasi (UNEP 2009).
2.4. Sediaan (supply) Wisata
Perencanaan dan pengembangan kegiatan wisata pada suatu wilayah memang perlu mengusahakan keterpaduan antar dua komponen utama pengembangan yaitu sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan yang sangat mendasar, karena pada hakikatnya perencanaan dan pengembangan suatu obyek dan daya tarik wisata tidak lain ditujukan untuk menarik kunjungan wisatawan ke suatu obyek. Pengembangan yang akan dilakukan harus memperhatikan dan mendasarkan pada kajian terhadap kesesuaian antara karakteristik sisi penawaran obyek wisata dengan karakteristik sisi permintaan pengunjung. Kesesuaian antara supply dan demand akan berdampak pada kepuasan wisatawan yang pada akhirnya mampu menciptakan nilai jual dan meningkatkan daya saing obyek wisata (Cravens et al. 1997).
Analisis sediaan wisata diperlukan untuk mencapai suatu pengelolaan area wisata yang baik, hal ini karena kompleksnya komponen yang ada dalam sistem kepariwisataan. Analisis tersebut akan memberikan informasi kepada publik tentang kemungkinan pengembangan yang akan dijadikan tempat-tempat wisata (Gold 1980 dalam Maryadi 2003).
Mill (2000) menjelaskan dimensi pariwisata ada empat, yaitu: 1. Atraksi:
Sumber alam, iklim, keindahan alam
Budaya, cara hidup, tempat bersejarah, agama, transisi
Etnisitas
Hiburan 2. Fasilitas:
Tempat menginap, hotel, motel, resort
Tempat makan minum
Pelayanan pendukung: toko cinderamata laundry, pramuwisata, fasilitas rekreasi
Infrastrutktur: fasilitas kesehatan, stasiun kereta api dan bis, listrik, drainase, jalan, kantor polisi.
3. Transportasi 4. Keramah-tamahan.
Menurut Medlik, 1980 dalam Ariyanto (2005), ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan dalam sediaan wisata. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:
2. Accesible (transportasi); accesible dimaksudkan agar wisatawan domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata. 3. Amenities (fasilitas); amenities memang menjadi salah satu syarat daerah
tujuan wisata agar wisatawan nyaman tinggal lebih lama di DTW.
4. Ancillary (kelembagaan); jika ada lembaga pariwisata, wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi.
2.5. Permintaan (demand) Wisata
Perjalanan wisata merupakan kegiatan manusia yang memiliki kebutuhan, keinginan, harapan yang berbeda-beda setiap orang. Mengadakan perjalanan wisata dimungkinkan karena ada faktor uang yang dapat digunakan secara bebas (disposable income), tersedianya waktu senggang (leisure time) pada saat kesehatan mendukung serta adanya kemauan untuk melakukan perjalanan (Yoeti 2008). Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata adalah wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya (produk dan jasa) wisata (Damanik dan Weber 2006).
Preferensi dan anggaran individu merupakan faktor penentu permintaan terhadap pariwisata. Individu akan mempertimbangkan menghabiskan sejumlah uang untuk pengeluaran liburan/wisata atau mengkonsumsi barang dan jasa lain. Ukurannya tergantung pada jumlah jam kerja yang terbayar per periode waktu (pasokan tenaga kerja), dan penghasilan dikenakan pajak yang tersedia untuk pembelian barang dan jasa. Individu akan mengalami pilihan (trade off) antara waktu yang terbayar untuk bekerja dengan waktu yang tak terbayar. Beberapa orang akan memilih memperoleh lebih banyak pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan yang dibayar, sementara yang lain lebih memilih lebih banyak waktu yang tak terbayar untuk kegiatan rekreasi atau rumah tangga dan oleh karena itu akan menghabiskan waktu tak terbayar daripada waktu yang terbayar untuk bekerja. Jika individu memilih waktu yang terbayar untuk bekerja, tingkat pendapatan akan naik tetapi akan mengorbankan waktu luang dan rumah tangga. Sebaliknya, jika individu memilih waktu luang maka akan mengurangi pendapatan. Bagaimanapun, waktu luang untuk melepas ketegangan melalui kegiatan rekreasi (pariwisata) diperlukan sehingga antara waktu luang dengan pendapatan diperhitungkan sebagai biaya korbanan (opportuinity cost) (Cooper 2008 dalam Stabler et al. 2010).
2.6. Daya Dukung Kawasan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik (makhluk hidup) yang terkandung di dalamnya, dengan tetap memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor lainnya yang berperan di alam. Tidak ada satu ukuran mutlak yang dapat menunjukkan daya dukung ekosistem dalam menampung semua kegiatan manusia karena berbagai variabel yang menentukan. Besarnya daya dukung ekosistem tersebut sangat bervariasi dan sangat tergantung pada tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia.
Menurut Dahuri (2001) daya dukung suatu wilayah ditentukan oleh: 1) kondisi biogeofisik wilayah, dan 2) permintaan manusia, sumberdaya alam, dan jasa lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya dukung wilayah pesisir dapat ditentukan/diperkirakan dengan cara menganalisis: 1) variabel kondisi biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan; 2) variabel sosial-ekonomi-budaya yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah pesisir, tetapi berpengaruh terhadap perubahan sumberdaya alam dan jasa lingkungan di wilayah tersebut.
Nurisyah (2001) menyatakan bahwa kemampuan daya dukung setiap kawasan berbeda-beda sehingga perencanaan pariwisata di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil secara spasial akan bermakna dan menjadi penting. Secara umum ragam daya dukung wisata bahari dapat meliputi:
1. Daya dukung ekologis, yang merupakan tingkat maksimal penggunaan suatu kawasan.
2. Daya dukung fisik, yang merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodir tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas. Daya dukung fisik diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung.
3. Daya dukung sosial, yang merupakan batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan yang akan menimbulkan penurunan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan pengunjung kawasan tujuan wisata.
4. Daya dukung rekreasi, yang merupakan konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai obyek yang terkait dengan kemampuan kawasan.
2.7. Konsep Nilai Ekonomi Wisata
Nilai merupakan harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi 2004).
Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem atau sumberdaya alam akan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang atau jasa. Misalnya, apabila suatu ekosistem pantai atau perairan mengalami kerusakan akibat polusi, maka nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan dapat diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali menjadi seperti semula atau kondisi sebelum terjadinya pencemaran (Fauzi 2004).
Travel Cost Method (TCM)
Menurut Fauzi (2014) Travel Cost Method (TCM) atau metode biaya perjalanan merupakan metode penilaian terungkap yang digunakan untuk menilai manfaat non-guna berdasarkan perilaku yang diamati yakni pengeluaran individu untuk perjalanan. TCM biasanya digunakan untuk menilai komponen non-guna dari tempat rekreasi dan komponen yang diamati adalah perjalanan ke tempat rekreasi yang dikeluarkan seseorang. TCM awalnya dikembangkan dari surat Harold Hotelling yang dikirim ke badan pertamanan Amerika pada tahun 1947 (travel cost expenses) yang harus dibayarkan oleh para pengunjung untuk mengunjungi tempat wisata yang merupakan harga untuk akses ke tempat wisata (Garrod dan Willis 1999). Selanjutnya menurut Shammin (1999) dalam Fauzi (2014) prinsip dasar TCM adalah teori permintaan konsumen dimana nilai yang diberikan seseorang pada lingkungan (atribut yang tidak terpasarkan) dapat disimpulkan dari biaya yang dikeluarkan ke lokasi yang dikunjungi. Asumsi mendasar dari TCM adalah bahwa perjalanan dan tempat rekreasi bersifat komplementari lemah (weak complementary), sehingga nilai tempat rekreasi dapat diukur dari biaya perjalanan.
Menurut Fauzi (2004) metode TCM dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat dari : (i) perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi; (ii) penambahan tempat rekreasi baru; (iii) perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi; dan (iv) penutupan tempat rekreasi yang ada. Tujuan dasar TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan dari sumberdaya alam melalui pendekatan proxy. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya alam tersebut.
utilitas maupun disutilitas; (3) perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multitrips).
Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, yaitu : (i) pendekatan sederhana melalui zonasi; dan (ii) pendekatan individual. Pendekatan TCM melalui zonasi adalah pendekatan yang relatif simpel dan murah karena data yang diperlukan relatif lebih banyak mengandalkan data sekunder dan beberapa data sederhana dari responden pada saat survei. Dalam teknik ini, tempat rekreasi pantai dibagi dalam beberapa zona kunjungan dan diperlukan data jumlah pengunjung pertahun untuk memperoleh data kunjungan per seribu penduduk. Dengan memperoleh data ini dan data jarak, waktu perjalanan, serta biaya setiap perjalanan per satuan jarak (per km), maka akan diperoleh biaya perjalanan secara keseluruhan dan kurva permintaan untuk kunjungan ke tempat wisata (Fauzi 2004).
Penelitian dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (Individual Travel Cost Method) biasanya dilaksanakan melalui survey kuesioner pengunjung mengenai biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke lokasi wisata yang lain (substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi (Suparmoko 1997). Selanjutnya Fauzi (2004) menyatakan bahwa TCM berdasarkan pendekatan individual menggunakan data yang sebagian besarnya berasal dari kegiatan survei di lapangan. Metodologi pendekatan TCM individu secara prinsip sama dengan sistem zonasi, namun pada pendekatan ini analisis lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survei dan teknik statistika yang relatif kompleks. Kelebihan dari metode TCM dengan pendekatan individu adalah hasil yang diperoleh relatif akurat daripada metode zonasi.
Contingent Valuation Method (CVM)
Menurut Haab dan McConnell (2002) Contingent Valuation Method adalah sebuah metode dalam mengumpulkan informasi mengenai preferensi atau kesediaan membayar (Willingness to Pay) dengan teknik pertanyaan secara langsung. Tujuan dari CVM adalah untuk mengukur keinginan membayar individu (WTP) untuk perubahan kuantitas atau kualitas dari barang dan jasa lingkungan.
Pendekatan CVM disebut contingent (tergantung) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Misalnya, seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana pemeliharaannya, dan lain sebagainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua, dengan teknik survei. CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui: (1) keinginan membayar (WTP) dari masyarakat, misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dan lainnya; dan (2) keinginan menerima (WTA) kerusakan suatu lingkungan perairan (Fauzi, 2004).
Hanley dan Spash (1993) menyebutkan bahwa langkah-langkah dalam penggunaan CVM terdiri dari enam langkah, yaitu:
1. Menyusun hypothetical market
2. Penentuan besarnya penawaran/lelang (bid) 3. Menghitung rataan WTP dan/atau WTA 4. Menduga kurva penawaran
5. Menjumlahkan data
6. Mengevaluasi perhitungan CVM.
2.8.Peran Ekonomi Sektor Pariwisata
Location Quotiet (LQ)
Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu wilayah terbagi ke dalam dua sektor utama, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Ekspor sektor basis dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah tersebut terhadap barang-barang yang tidak bergerak, seperti tempat-tempat wisata, peninggalan sejarah, museum dan sebagainya. Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang dan jasa juga tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal (Glasson, 1977 dalam Maulida 2009).
Menurut Budiharsono (2001), untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: 1. Metode pengukuran langsung
Metode pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi metode ini memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak.
2. Metode pengukuran tidak langsung
Metode pendekatan asumsi
Semua sektor industri primer dan manufaktur adalah sektor basis. Sedangkan sektor jasa adalah non basis. Pada wilayah tertentu yang luasnya relatif kecil dan tertutup, maka metode ini cukup baik bila digunakan. Akan tetapi pada banyak kasus, dalam suatu kelompok industri bisa merupakan sektor basis juga merupakan sektor non basis.
Metode Location Quotient (LQ)
Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional.
Metode kombinasi
Metode kombinasi antara pendekatan asumsi dan metode LQ.
Metode kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang sama dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimun dari tenaga kerja regional bukannya distribusi rata-rata.
Pada metode LQ sektor basis dan non basis ditentukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah atasnya. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan penjualan barang-barang antara, tidak membutuhkan biaya yang mahal dan mudah diterapkan.
Location Quotient (LQ) adalah teknik yang memungkinkan untuk perbandingan karakteristik daerah setempat seperti tingkat lapangan kerja dengan karakteristik nasional (Robinson 1998). Teknik ini telah banyak digunakan oleh ahli geografi ekonomi dan ekonom regional sejak tahun 1940 (Thrall, Fandrich, dan Elshaw-Thrall 1995). Selanjutnya menurut Moineddin et al. (2003) Location quotient adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan karakteristik daerah. Analisis Ini dapat diaplikasikan di berbagai bidang seperti kesehatan dan ekonomi. Standar deviasi LQ Individu memainkan peran penting dalam membandingkan karakteristik daerah.
Input-Output (IO)
Analisis Input-Output (IO) pertama kali diperkenalkan oleh Wassily Leontief tahun 1986. Gagasan dasar teknik analisis IO didasarkan pada teori keseimbangan umum (General Equilibrium Theory). Leontief menyusun tabel yang dikenal dengan Gambaran perekonomian (Tableu Economique) dengan teori keseimbangan umum (General Equilibrium Theory). Berdasarkan teori-teori tersebut, Leontief menyusun hubungan antara satu kegiatan ekonomi dengan kegiatan ekonomi lainnya secara kuantitatif. Menurut Leontief (1986) dalam BPS (2009) analisis IO merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara beberapa sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks.
Model IO didasarkan atas beberapa asumsi (BPS 2009):
1. Homogenitas, yang berarti suatu komoditas hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada subtitusi output diantara berbagai sektor.
2. Linieritas, ialah prinsip dimana fungsi produksi bersifat linier dan homogen. Artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang proporsional.
3. Aditivitas, ialah suatu prinsip dimana efek total dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah.
Menurut Miller dan Blair (2009) model dasar input-output umumnya dibangun dari observasi data ekonomi untuk wilayah geografis tertentu (Kabupaten, Provinsi, Bangsa, Negara, dll). Yakni berkaitan dengan aktivitas kelompok industri yang memproduksi barang (output) dan kelompok industri yang mengkonsumsi barang dari industri lainnya (input) dalam proses menghasilkan output setiap industri itu sendiri. Dalam prakteknya, jumlah industri dianggap dapat bervariasi dari hanya ratusan atau bahkan ribuan. Misalnya, suatu sektor industri mungkin membaca "produk yang diproduksi" atau sektor yang sama mungkin akan dipecah atau dikembangkan menjadi banyak produk tertentu yang berbeda.
Menurut Priyarsono et al. (2007) tabel IO menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris tabel Input-output menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Disamping itu, isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Tabel IO memberikan gambaran menyeluruh tentang hal-hal berikut ini :
1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.
2. Strukur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor.
Beberapa kegunaan dari analisis ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi.
2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.
3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.
4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.
2.9. Penelitian Terdahulu
terhadap tingkat kelestarian lingkungan. Oleh karena itu pengembangan wisata di Pulau Morotai harus memperhatikan keterkaitan ketiga faktor tersebut. Penelitian yang lain dilakukan di gugusan Pulau Pari, menunjukkan nilai ekonomi total dari keberadaan gugusan Pulau Pari sebagai obyek wisata bahari adalah sebesar Rp.12.365.824.221,25 per tahun atau Rp. 192.314.529,10 per hektar per tahun. Pemanfaatan maksimal sesuai dengan nilai daya dukung fisik akan memberikan nilai ekonomi total sebesar Rp. 171.686.370.336,- dalam setahun atau Rp. 2.670.083.520,- per hektar per tahun. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini disajikan pada Tabel 2:
Tabel 2 Penelitian Terdahulu
Peneliti Tahun Lokasi Judul Penelitian Metode
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori
Menurut Hall (2001), konsep wisata pesisir mencakup berbagai aplikasi wisata yaitu waktu luang dan kegiatan yang berorientasi pada wisata yang terjadi di zona pantai hingga lepas pantai. Kegiatan yang biasa dilakukan pada wisata pesisir adalah rekreasi, berperahu, kapal pesiar, berenang, memancing, snorkelling dan menyelam. Wisata pesisir terkait dengan konsep wisata pantai, yaitu perjalanan wisata yang dilakukan dari satu tempat dimana orang tersebut tinggal dan bekerja menuju ketempat lain untuk menikmati lingkungan pesisir.
Pesisir dan laut dikenal sebagai kawasan yang mengandung kekayaan alam potensial untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pemenuhan kebutuhan tersebut diantaranya berasal dari sumberdaya perikanan, sumberdaya mineral dan tambang, sumberdaya bahan obat-obatan, sumberdaya alternatif dari arus dan gelombang, serta sumberdaya alami untuk media transportasi, pertahanan, keamanan dan pariwisata (Mukhtasor 2006). Sumberdaya yang besar ini juga bisa menambah devisa negara dan banyak dilirik oleh pemodal besar. Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.
Rezim kepemilikan sumberdaya pesisir dan laut bersifat akses terbuka (open access), artinya tidak ada pengaturan tentang apa, kapan, dimana, siapa dan bagaimana sumberdaya alam dimanfaatkan, serta bagaimana terjadinya persaingan bebas (free for all) (Satria 2009). Sumberdaya alam pesisir dan laut semakin disadari banyak orang sebagai potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Secara umum, wilayah pesisir dimanfaatkan oleh tiga aktor, yaitu oleh pemerintah, swasta dan juga nelayan. Biasanya pantai dan pesisir dimanfaatkan oleh nelayan untuk menangkap ikan dan pihak swasta untuk pertambangan, pengilangan minyak, industri, pariwisata, perkapalan dan transportasi. Laut dalam dikuasai negara untuk keperluan konservasi, pertahanan dan keamanan serta kehutanan.
Menurut Kusumastanto (2003), subsektor pariwisata bahari merupakan sektor yang memiliki masa depan yang menjanjikan untuk menunjang pembangunan kelautan. Dari sisi efisiensi, sektor ini merupakan sektor paling efisien dalam bidang kelautan yang ditunjukkan dengan nilai ICOR sebesar 3,10. Dengan demikian wajar jika pengembangan pariwisata bahari menjadi prioritas. Obyek utama yang menjadi potensi pariwisata bahari adalah wisata pantai (seaside tourism), wisata alam (pantai), wisata budaya (cultural tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (ecotourism), dan wisata olahraga (sport tourism), wisata bisnis (bisnis tourism).
3.2. Kerangka Penelitian
Kawasan Carocok Painan merupakan salah satu kawasan pesisir di Sumatera Barat yang memiliki keindahan alam luar biasa dengan pasir putih, air biru dan pantai yang landai. Pemanfaatan Kawasan Carocok Painan sebagai kawasan wisata telah berlangsung lama. Namun pengelolaannya masih belum optimal, karena hanya berbasis ekonomi sehingga kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengupayakan agar keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan dapat terjadi, yakni dengan menganalisis kondisi supply dan kondisi demand. Kemudian analisis sektor basis dan input-output dilakukan untuk mengetahui peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat.
Gambar 1. Diagram Kerangka Penelitian Keterangan:
Alur Pikir
Tools yang digunakan dalam analisis Kawasan Carocok Painan
Potensi Wisata Pesisir
- Wisata Rekreasi - Wisata Sejarah - Olahraga Air - Memancing - Berenang
Analisis Daya Dukung Kawasan
Analisis Travel Cost Method dan Contingent
Valuation Method
Analisis Location Quotient dan Input-Output Kondisi supply
Wisata Pesisir
Peran Pariwisata dalam Perekonomian Kondisi
demand dan Nilai Ekonomi
Wisata Pesisir
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2015 bertempat di Kawasan Carocok Painan, Nagari Painan Selatan, Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat (Gambar 2). Pengambilan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan Kawasan Carocok Painan memiliki potensi untuk wisata pesisir.
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian
4.2. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, menurut Nazir (2009), jenis penelitian deskriptif merupakan penelitian yang digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, obyek, set kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (current condition). Adapun tujuan penggunaannya adalah untuk memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
4.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan untuk mendukung tujuan penelitian mengenai kondisi permintaan (demand) yakni nilai ekonomi wisata. Data ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Carocok Painan dan masyarakat lokal. Selain itu untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dilakukan wawancara mendalam kepada informan dari pengelola kawasan dan instansi pemerintahan yang terkait.
Data sekunder dikumpulkan untuk mendukung tujuan penelitian mengenai kondisi sediaan (supply) yakni daya dukung kawasan. Data PDRB dan tabel input-output diperlukan untuk analisis Location Quotient dan Input-Output. Data sekunder lain yang relevan dalam mendukung penelitian diperoleh dari laporan berbagai instansi/lembaga seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Pesisir Selatan, maupun dari studi literatur berupa jurnal, buku, dan hasil penelitian. Jenis dan sumber data disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Jenis dan Sumber Data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Jenis Data Data 1. Mengestimasi kondisi
supply yakni nilai daya dukung kawasan Carocok Painan untuk wisata pesisir
Data sekunder
Kuantitatif - Kualitas air - Kesesuaian wisata - Daya dukung ekologis - Daya dukung Sosial 2. Mengestimasi kondisi
demand dan nilai ekonomi kawasan Carocok Painan untuk wisata pesisir
Data primer Kuantitatif - Pendidikan - Pekerjaan
Kuantitatif - PDRB Kabupaten Pesisir Selatan,
4.5. Metode Analisis Data 4.5.1. Kondisi Sediaan (supply)
Analisis kondisi sediaan (supply) berupa kualitas air, kesesuaian wisata, dan daya dukung kawasan berupa daya dukung ekologis tidak dilakukan secara langsung namun berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti lain di lokasi yang sama. Sedangkan analisis daya dukung kawasan berupa daya dukung sosial dilakukan secara langsung dengan menggunakan analisis multiatribut.
Atribut sosial dalam penelitian ini adalah tingkat keamanan, penerimaan masyarakat lokal, dukungan pemerintah, dukungan swasta, aksesibilitas, peruntukan kawasan, kelembagaan masyarakat, dan kearifan lokal. Setiap atribut yang ditetapkan, memiliki bobot dan skor sesuai dengan kepentingan atribut tersebut dalam pengembangan wisata pesisir. Bobot yang diberikan adalah 1, 3 dan 5, selanjutnya skor berkisar antara 0 – 2. Penentuan skor berdasarkan urgensi atribut tersebut yang berpedoman pada indikator skor masing-masing atribut penilaian yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Matriks analisis daya dukung sosial dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Matriks Analisis Daya Dukung Sosial Kegiatan Wisata Pesisir
No Atribut Bobot Skor Nilai Max Keterangan
1 Tingkat keamanan 5 0-2 10 Sangat penting
2 Penerimaan masyarakat lokal 5 0-2 10 Sangat penting
3 Dukungan pemerintah 3 0-2 6 Penting
4 Dukungan swasta 3 0-2 6 Penting
5 Aksesibilitas 3 0-2 6 Penting
6 Peruntukan kawasan 1 0-2 2 Cukup penting
7 Kelembagaan masyarakat 1 0-2 2 Cukup penting
8 Kearifan lokal 1 0-2 2 Cukup penting
Nilai Maksimum 44
Sumber : Modifikasi dari Ketjulan (2010) Keterangan :
Skor 30 – 44 = Sangat mendukung Skor 15 – 29 = Cukup mendukung Skor 0 – 14 = Tidak mendukung
4.5.2. Kondisi Permintaan (demand)
Kondisi permintaan (demand) dan nilai ekonomi wisata pesisir di Kawasan Carocok Painan diukur dengan mengunakan metode pendekatan biaya perjalanan atau travel cost method (TCM) dan Contingent Valuation Method (CVM).
Travel Cost Method (TCM)
Menurut Fauzi (2004) Travel Cost Method (TCM) mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat-tempat rekreasi. Dengan mengetahui pola dari pengeluaran konsumen, maka dapat mengkaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya tersebut.
Dengan demikian biaya perjalanan dari lokasi asal ke lokasi tujuan wisata dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut.
V = f (X1,X2,X3,X4,X5,X6,X7) +
Keterangan :
V = Tingkat kunjungan X1 = Biaya Perjalanan
X2 = Jumlah rombongan
X3 = Waktu yang dibutuhkan ke Lokasi
X4 = Waktu Berwisata
X5 = Umur
X6 = Pendidikan
X7 = Pendapatan = Galat
Kemudian untuk menduga fungsi biaya perjalanan dihitung dengan persamaan :
Vi=β0+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+ β5X5+ β6X6+β7X7+εi
Keterangan:
Vi = Tingkat kunjungan individu
X1 = Biaya Perjalanan
X2 = Jumlah rombongan
X3 = Waktu yang dibutuhkan ke Lokasi
X4 = Waktu Berwisata
X5 = Umur
X6 = Pendidikan
X7 = Pendapatan
β1β2β3β4β5β6β7 = Koefisien regresi i = Galat
CSi Keterangan:
CSi = Surplus konsumen individu Vi = Tingkat kunjungan individu
β1 = Nilai koefisien regresi untuk biaya perjalanan
Nilai ekonomi lokasi rekreasi (total consumers surplus) kemudian dapat diestimasi dengan menggandakan nilai surplus konsumen rata-rata individu pada persamaan diatas dengan total kunjungan pada tahun tertentu dengan menggunakan persamaan:
TCS = CSi x Vt Keterangan:
TCS = Total consumers surplus Csi = Konsumen surplus individu
Vt = Total kunjungan pada tahun analisis (tahun ke-t)
Contingent Valuation Method (CVM)
Menurut FAO (2000) Contingent Valuation Method (CVM) bertujuan untuk mengukur variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan suatu barang yang dinyatakan. Variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan dapat ditentukan dengan bertanya kepada seseorang untuk memberikan sejumlah satuan moneter yang ingin dibayarkan. Selanjutnya dikatakan bahwa, dalam metode CVM ini akan menggunakan willingness to pay (WTP) sebagai parameter bagi perhitungan total benefit. Sementara itu, estimasi WTP dapat juga dilakukan dengan menduga hubungan antara WTP dengan karakteristik responden yang mencerminkan tingkat penghargaan pengguna terhadap sumberdaya yang selama ini dimanfaatkannya, dapat dihitung sebagai berikut.
WTPi = β0+β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+β5X5+εi Keterangan:
WTPi = Nilai WTP individu X1 = Pendapatan
X2 = Umur X3 = Pendidikan
X4 = Tanggungan Keluarga X5 = Lama Tinggal
β1β2β3β4β5 = Koefisien regresi
i = Galat
Sama dengan pendekatan estimasi surplus konsumen, setelah mengetahui tingkat WTP yang dihasilkan perindividu/WTPi yang dihasilkan dari persamaan di atas, maka total nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan preferensi secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan formula.
TB = WTPi x Pt Keterangan:
TB = Total benefit WTPi = Nilai WTP individu
Total benefit ini dapat dilakukan untuk multi years dengan mendiskon sesuai dengan prosedur yang berlaku dengan menggunakan tingkat diskon yang sesuai dengan karakteristik sumberdaya yang dihitung.
4.5.3. Peran Ekonomi Sektor Pariwisata
Location Quotient (LQ)
Dalam menentukan apakah sektor ekonomi termasuk kegiatan basis atau non basis digunakan metode Location Quotient (LQ). Menurut Hen (2009) LQ adalah cara yang efisien untuk menentukan konsentrasi industri di beberapa wilayah dan pembuat kebijakan atau peneliti dapat merencanakan dan mengevaluasi pertumbuhan ekonomi daerah dengan pengganda sektor basis.
Pada metode ini penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan total semua sektor di daerah atas. Dalam penelitian ini, untuk perhitungan LQ Kabupaten, daerah bawahnya adalah Kabupaten Pesisir Selatan dan daerah atas adalah Provinsi Sumatera Barat, sedangkan untuk penghitungan LQ Provinsi, daerah bawahnya adalah Provinsi Sumatera Barat dan daerah atas adalah Indonesia. Secara matematis nilai LQ dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Sib = pendapatan sektor i pada daerah bawah
Sb = pendapatan total semua sektor pada daerah bawah Sia = pendapatan sektor i pada daerah atas
Sa = pendapatan total semua sektor pada daerah atas Kisaran nilai LQ :
LQ > 1, artinya sektor i dikategorikan sebagai sektor basis yang mampu mengekspor hasil produksinya ke daerah lain.
LQ < 1, artinya sektor i dikategorikan sebagai sektor non basis yang cenderung mengimpor hasil produksi dari daerah lain.
Terdapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ yaitu : 1. Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik (sama dengan) pola konsumsi rumah tangga di daerah atasnya.
2. Baik daerah atas maupun daerah bawah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktifitas di tiap sektor sama besarnya.
Input-Output (IO)
Analisis keterkaitan dan dampak penyebaran ditentukan berdasarkan tabel input-output Provinsi Sumatera Barat. Analisis ini digunakan untuk melihat keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.
sektor lain, dianggap sebagai konsumen. Informasi dasar dari model input-output dibangun berdasarkan tabel transaksi antar industri. Baris tabel tersebut menggambarkan distribusi output produsen di seluruh perekonomian. Kolom menggambarkan komposisi input yang dibutuhkan oleh industri tertentu untuk menghasilkan output. Kolom tambahan berlabel permintaan akhir, mencatat penjualan oleh masing-masing sektor ke pasar akhir untuk produksi mereka, seperti pembelian konsumsi pribadi dan penjualan kepada pemerintah.
Menurut Sapanli (2008) langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menurunkan tabel IO adalah sebagai berikut:
1. Wilayah yang akan dibuat tabel IO dihitung komponen-komponen jumlah permintaan antara, input antara, input primer (nilai tambah bruto), permintaan akhir dan input primer dari masing-masing sektor.
2. Mengalikan matrik A (koefisien input tabel IO) dengan total input sektor. Proses penyusunan matrik dengan menggunakan matrik pengganda baris ke-r dan pengganda kolom ke-s, berlanjut terus sampai diperoleh suatu matrik, dimana jumlah angka untuk masing-masing baris sama dengan jumlah permintaan antara masing-masing sektor dan jumlah angka masing-masing kolom sama dengan jumlah masing-masing input antara masing-masing sektor. 1. Keterkaitan Langsung ke Depan
Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
∑
Keterangan:
F(d)i = keterkaitan langsung ke depan sektor i = unsur matrik koefisien teknis
n = jumlah sektor
2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
∑
Keterangan:
F(d+i) )i = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i = unsur matrik kebalikan Leontief model terbuka.
n = jumlah sektor
3. Keterkaitan Langsung ke Belakang