• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN WISATA PANTAI CEROCOK PAINAN, KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN WISATA PANTAI CEROCOK PAINAN, KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN

WISATA PANTAI CEROCOK PAINAN, KABUPATEN PESISIR

SELATAN SUMATERA BARAT

OKTADYA HANDAYANI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Kajian Sumberdaya Pesisir Untuk Pengembangan Wisata Pantai Cerocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat

adalah benar merupakan karya hasil saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2010

Oktadya Handayani

(3)

RINGKASAN

Oktadya Handayani. C24062999. Kajian Sumberdaya Pesisir Untuk Pengembangan Wisata Pantai Cerocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Di bawah bimbingan Fredinan Yulianda dan Luky Adrianto.

Pantai Cerocok Painan memiliki topografi pantai yang cukup landai serta kondisi perairan laut yang masih bersih, dengan hamparan pasir putih. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi dan kondisi sumberdaya untuk kesesuaian dan daya dukung wisata pantai, mengidentifikasi spektrum peluang ekowisata pantai, serta merumuskan alternatif strategi pengembangan wisata Pantai Cerocok Painan. Data yang dikumpulkan meliputi sumberdaya alam, keadaan umum kawasan Pantai Cerocok Painan, isu-isu yang berkembang, kebijakan pengelolaan di wilayah tersebut, serta keadaan sosial masyarakat di Pantai Cerocok Painan. Analisis data yang digunakan yaitu, analisis deskriptif, analisis kesesuaian kawasan, analisis daya dukung kawasan, analisis ROS, dan analisis SWOT.

Cerocok Painan memiliki luas kawasan ± 37,27 Ha, terdiri atas kawasan pantai yang dilengkapi dengan dua pulau, yaitu Pulau Batu Kereta (1,13 Ha) dan Pulau Cingkuak (5,88 Ha). Pantai Cerocok Painan memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar yaitu panorama pantai yang indah dan alami. Potensi sumberdaya Pantai Cerocok Painan sesuai untuk kawasan ekowisata. Kegiatan wisata pantai yang dapat direkomendasikan di kawasan ini adalah berenang, memancing, berperahu, duduk-duduk, piknik keluarga dan olahraga air (banana boat dan jetsky). Daya dukung kawasan Pantai Cerocok Painan adalah 234 orang per hari. Parameter kawasan rekreasi meliputi fisik, sosial, pengelolaan dengan sub parameter yang berbeda. Nilai pengelolaan parameter fisik merupakan nilai yang paling tinggi pada penilaian wisata Pantai Cerocok Painan.

Penentuan rencana strategi pengelolaan didasarkan analisa SWOT, yaitu mempelajari atau mengidentifikasi pada kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Beberapa alternatif yang menjadi prioritas utama yaitu: pertama Pemanfaatkan secara optimal potensi sumberdaya alam dan lingkungan, pengembangan kegiatan dan atraksi wisata, serta meningkatkan kualitas aksesibilitas kawasan didukung dengan keberadaan BIM untuk menarik pengunjung melalui promosi, kedua melibatkan masyarakat dalam pengawasan dan pengelolaan kegiatan wisata agar potensi SDA dan lingkungan tidak mengalami degradasi. Alternatif yang ketiga, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sejalan dengan adanya promosi program paket wisata di kawasan Pantai Cerocok Painan yang merupakan perpaduan potensi sumberdaya pantai dengan atraksi. Selain itu dapat mempromosikan produk lokal.

Ada beberapa saran yang diajukan yaitu: pertama, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kondisi potensi sumberdaya alam yang mendukung pengembangan wisata Pantai di kawasan Pantai Cerocok Painan seperti: wisata bahari, selam dan wisata budaya. Kedua, Beberapa usulan strategi harus diakomodir oleh pemerintah daerah dalam rangka pengembangan kawasan Pantai Cerocok Painan.

(4)

KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN

WISATA PANTAI CEROCOK PAINAN, KABUPATEN PESISIR

SELATAN SUMATERA BARAT

OKTADYA HANDAYANI C24062999

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Kajian Sumberdaya Pesisir Untuk Pengembangan Wisata Pantai Cerocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat

Nama Mahasiswa : Oktadya Handayani

NIM : C24062999

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Tanggal Lulus: 14 Juli 2010

Dr. Ir. Fredinan Yulianda,M.Sc NIP 19630731 198803 1 002

Dr. Ir. Luky Adrianto,M.Sc NIP 19691013 199512 1 001

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Kajian Sumberdaya Pesisir Untuk Pengembangan Wisata Pantai Cerocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat ”; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Januari 2010–Februari 2010, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. selaku dosen pembimbing pertama, dan Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku pembimbing kedua serta Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan S1 yang banyak membantu dalam memberikan bimbingan masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis agar lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Juli 2010

Penulis

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayah dan ibu serta adikku tercinta atas cinta, kasih sayang, kesabaran, doa serta segala pengorbanan yang tiada terkira selama ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc dan Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi dan Pembimbing Akademik, atas segala bimbingan, masukan, arahan, motivasi, nasehat dan saran yang telah diberikan. 2. Ir. Agustinus Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan program S1 dan

Ir. Gatot Yulianto, M.Si selaku penguji tamu dalam sidang skripsi atas saran, masukan dan nasehat yang diberikan dalam penulisan skripsi ini.

3. Segenap pihak yang telah membantu di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Pes-Sel, BAPPEDA Kab.Pes-Sel (Uni riri), DKP Kab.Pes-Sel (Bpk. Zaitul Iklas), BPS Kab.Pes-Sel, serta Universitas Bung Hatta Padang (Ibu Elfrida) yang telah memberikan informasi dan kerjasamanya.

4. Bapak Edi Yunus selaku pihak pengelola kawasan Pantai Cerocok Painan

5. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widar, Bagian Produktivitas dan Lingkungan (terutama bu Ana) serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Sahabatku Feni dan Lulun yang membantu selama penelitian

7. Uda Rudi dan Mas Toni, Kak Anir (MSP 41), Kakak asuhku ’Lenggo’, Kak Gita, Kak Avi, Kak Eris (MSP 42) atas bantuan, motivasi dan arahannya, Sahabat-sahabatku senasib dan seperjuangan MSP 43 yang senantiasa menemani dalam suka dan duka, memberi dukungan, bantuan, dan kasih sayang kepada penulis selama masa perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi, terima kasih teman Love U All. Serta rekan-rekan MSP 44 dan MSP 45. 8. Saudara-saudaraku di Andhika House Kav II dan AISYAH, untuk Osmalely

yang senantiasa tempat mencurahkan suka dan duka, keluh kesah, dukungan, kerjasama, dan doanya kepada penulis.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Painan pada tanggal 12 Oktober 1988, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Endri Eviano dan ibu Gusharmaini. Pendidikan formal yang pernah dijalani oleh penulis berawal dari TK. Bhayangkari V Painan (1994), SDN 23 Painan Utara (2000), SLTP 1 Painan (2003), dan SMAN 2 Painan (2006). Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati tahap pada Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Sumberdaya Perikanan (2008/2009). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Perairan) periode 2007-2009 bidang HRD (Human Resource Development) sebagai bendahara, serta beberapa kepanitian diantaranya: Festival Air (2008). Aktif di Organisasi mahasiswa daerah (OMDA) Minang dan Kabupaten Pesisir Selatan. Serta pernah menjabat sebagai bendahara ’Endeavour’ (paduan suara mahasiswa perikanan). Selama masa perkuliahan penulis pernah magang di Balai Riset dan Observasi Kelautan, Perancak-Bali (2008).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul ”Kajian Sumberdaya Pantai Untuk Pengembangan Wisata Pantai Cerocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat”.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN... ... v 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan Penelitian ... 4 1.4. Manfaat Penelitian ... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Wilayah Pantai ... 5

2.1.1. Kawasan Pesisir ... 5

2.1.2. Wilayah Pantai ... 7

2.2. Pariwisata dan Ekowisata... 9

2.2.1. Pariwisata ... 9

2.2.2. Ekowisata ... 10

2.3. Wisata Pesisir ... 14

2.4. Recreation Opportunity Spectrum (ROS) ... 16

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2. Keadaan Umum Lokasi ... 21

3.3. Alat dan Bahan ... 22

3.4. Jenis Data dan Informasi yang diperlukan ... 23

3.5. Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 23

3.5.1. Data Primer ... 23

3.5.2. Data Sekunder ... 25

3.6. Analisis Data ... 26

3.6.1. Kualitas Air Laut ... 26

3.6.2. Indeks Kesesuaian Wisata ... 26

3.6.3. Daya Dukung Kawasan Wisata... 28

3.7. Analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS) ... 29

3.8. Metode SWOT ... 31

3.8.1. Analisis dan Pembuatan Matrik IFE ... 33

3.8.2. Analisis dan Pembuatan Matrik EFE ... 34

3.8.3. Pembuatan Matriks SWOT ... 35

3.8.4. Pembuatan Tabel Rangking Alternatif Strategi ... 35

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Umum Daerah Penelitian ... 36

4.2. Kondisi Sosial ... 37

(10)

4.2.1.1. Karakteristik Responden Masyarakat Lokal ... 37

4.2.1.2. Persepsi terhadap Kualitas Lingkungan Pantai Cerocok .. 39

4.2.1.3. Persepsi tentang Ekowisata ... 40

4.2.2. Wisatawan ... 42

4.2.2.1. Karakteristik Wisatawan ... 42

4.2.2.2. Persepsi terhadap Kepuasan Lingkungan Pantai Cerocok Painan ... 45

4.2.2.3. Persepsi tentang ekowisata... 46

4.3. Kondisi ekologi ... 47

4.3.1. Pantai Cerocok Painan ... 47

4.3.2. Kondisi Geologi dan Oseanografi ... 48

4.3.3. Kualitas Air ... 49

4.4. Analisis Kesesuaian Wilayah Sebagai Kawasan Wisata Pantai ... 51

4.5. Daya Dukung Kawasan Untuk Wisata Pantai... 54

4.6. Dampak Kegiatan Wisata... 55

4.7. Analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS) ... 58

4.8. Strategi Pengelolaan Pesisir Untuk Pengembangan Wisata Pantai ... 69

4.8.1. Identifikasi Faktor Strategis Internal ... 70

4.8.2. Identifikasi Faktor Strategis Eksternal ... 74

4.8.3. Penentuan bobot dan peringkat (Rating) setiap faktor ... 77

4.8.4. Matriks SWOT ... 78

4.8.5. Alternatif Strategi. ... 80

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kegiatan ekowisata bahari yang dapat dikembangkan ... 13

2. Parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Atribute) ... 18

3. Klasifikasi kelas ROS ... 19

4. Klasifikasi berdasarkan kriteria fisik (sumber dan fasilitas) ... 19

5. Klasifikasi berdasarkan kriteria sosial (pengunjung dan pengguna) ... 20

6. Klasifikasi berdasarkan kriteria administratif (pengelolaan dan pengaturan pelayanan) ... 20

7. Deskripsi stasiun penelitian ... 22

8. Komposisi, jenis, sumber, dan teknik pengambilan data ... 25

9. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi ... 27

10. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) ... 29

11. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata ... 29

12. Matriks parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Atrribute) ... 30

13. Perhitungan parameter kawasan rekreasi ... 31

14. Matriks pembobotan IFE/EFE ... 35

15. Matriks SWOT ... 35

16. Luas kawasan Pantai Cerocok Painan ... 47

17. Kualitas perairan Pantai Cerocok Painan ... 50

18. Indeks kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai ... 51

19. Daya dukung ekologis Pantai Cerocok Painan ... 54

20. Perkiraan dampak dari kegiatan wisata di Pantai Cerocok Painan ... 56

21. Matriks parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Atrribute) ... 60

22. Perhitungan parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Atribute) .. 61

23. Tingkat kepentingan faktor internal dalam strategi pengelolaan kawasan Pantai Cerocok Painan ... 77

24. Tingkat kepentingan faktor eksternal dalam strategi pengelolaan kawasan Pantai Cerocok Painan ... 77

25. Matriks evaluasi faktor internal (EFI) ... 78

26. Matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) ... 78

27. Matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) ... 79

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram perumusan masalah ... 3

2. Pendekatan Recreation Opportunity Spectrum ... 17

3. Peta lokasi Pantai Cerocok Painan Kabupaten Pesisir Selatan ... 22

4. Diagram pengambilan contoh responden ... 24

5. Diagram analisis SWOT ... 32

6. Karakteristik responden masyarakat lokal, (a) Komposisi jumlah masyarakat, (b) Usia, (c) Tingkat pendidikan, (d) Pekerjaan, (e) Penghasilan per bulan ... 37

7. Persepsi responden masyarakat terhadap kualitas lingkungan Pantai Cerocok Painan ... 40

8. Persepsi ekowisata responden masyarakat, (a) Pengetahuan tentang ekowisata, (b) Persepsi pengembangan dengan konsep ekowisata ... 41

9. Karakteristik wisatawan, (a)Komposisi jumlah wisatawan, (b)Usia, (c)Tingkat pendidikan, (d) Pekerjaan, (e) penghasilan perbulan, (f) Daerah asal ... 42

10. Persepsi kepuasan responden wisatawan terhadap lingkungan Pantai Cerocok Painan ... 45

11. Persepsi ekowisata wisatawan, (a) Pengetahuan tentang ekowisata, (b) Persepsi pengembangan dengan konsep ekowisata ... 46

12. Peta kesesuaian wisata ... 53

13. Nilai ROS parameter fisik Pantai Cerocok Painan ... 62

14. Nilai ROS parameter sosial Pantai Cerocok Painan ... 64

15. Nilai ROS parameter pengelolaan Pantai Cerocok Painan ... 65

16. Nilai Recreation Opportunity Spectrum dari parameter fisik, sosial dan pengelolaan ... 67

17. Nilai peningkatan masing–masing parameter untuk mencapai maksimal ... 68

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Parameter yang menjadi kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai .... 91

2. Matriks pemberian skor dan bobot pada metode ROS ... 94

3. Kuisioner untuk pengelola dan instansi terkait di Pantai Cerocok ... 96

4. Kuisioner untuk masyarakat Painan Cerocok ... 99

5. Kuisioner untuk wisatawan Pantai Cerocok ... 102

6. Data umum responden masyarakat Pantai Cerocok Painan ... 104

7. Data umum responden wisatawan Pantai Cerocok Painan ... 105

8. Indeks kesesuaian wisata Pantai Cerocok Painan ... 106

9. Perhitungan daya dukung kawasan ... 108

10. Penentuan pembobotan IFE/EFE ... 110

11. Alat dan bahan digunakan ... 111

12. Kondisi umum kawasan Pantai Cerocok Painan... 113

13. Kegiatan wisata yang dilakukan di Pantai Cerocok Painan ... 114

(14)

1. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) terletak pada koordinat 0°59’ – 2°28,6’ LS dan 100°19’ - 101°18’ BT. Kabupaten ini memiliki batasan-batasan wilayah yaitu: sebelah utara berbatasan dengan Kota Padang, sebelah barat Samudera Hindia, sebelah selatan dengan Provinsi Bengkulu dan di sebelah timur dengan Kabupaten Solok dan Jambi. Kabupaten ini beribukotakan Painan, yang berada pada koordinat 1°09,70’ - 1°22,7 LS dan 100°32’ - 100°47’ BT dengan luas daerah 373,80 km2 dimana kaya akan potensi wisata alam dan bahari (Balai Pusat Statistik 2008).

Kawasan pesisir umumnya mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir yang beragam dan melimpah, sehingga bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti tempat mencari ikan, pemukiman, dan tempat wisata atau rekreasi. Pemanfaatan kawasan pantai memberikan dampak yang berbeda terhadap sumberdaya yang ada maupun sosial masyarakat. Salah satu bentuk pemanfaatanya adalah untuk kegiatan wisata. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata. Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan yang bertanggung jawab kearea alami dan berpetualang yang dapat menciptakan kawasan industri pariwisata (Yulianda 2007).

Salah satu kawasan pesisir yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan yang potensi dijadikan wisata pantai adalah Pantai Cerocok yang terletak di sebelah barat Kota Painan. Pantai Cerocok Painan memiliki topografi pantai yang cukup landai yang menyebabkan ombak laut yang tidak terlalu beriak, serta keadaan perairan laut yang masih bersih, dengan hamparan pasir putih dan perkampungan nelayan dengan segala kegiatannya.

Kegiatan wisata pantai yang dapat dilakukan di Pantai Cerocok Painan ini antara lain surfing, berenang, memancing, berperahu, jogging , duduk-duduk dan lain-lain (Febrianes 2007). Potensi perikanan di kabupaten ini belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi perikanan tangkap di Pantai Cerocok Painan ini mencapai 95.000 ton/tahun tetapi yang tergarap nelayan hanya 25.704,72 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan 2008).

(15)

Karakteristik potensi sumberdaya Pantai Cerocok Painan dapat dikembangkan sebagai objek wisata pantai. Namun potensi wisata pantai di Pantai Cerocok Painan ini belum mendapat penanganan yang optimal dalam upaya pengelolaan, pengembangan, pemanfaatan dan belum ada kegiatan konservasi kawasan ini yang berguna meningkatkan kelestariannya. Kajian mengenai potensi sumberdaya pesisir Pantai Cerocok Painan ini perlu dilakukan agar potensi sumberdaya dapat dimanfaatkan dan dikelola secara berkelanjutan untuk dijadikan objek wisata pantai. Potensi wisata pantai yang ada di Pantai Cerocok Painan diharapkan dapat dioptimalkan tanpa mengganggu kelestarian lingkungan di pantai tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Pantai Cerocok Painan merupakan salah satu aset wisata di Kabupaten Pesisir Selatan. Pantai ini memiliki sumberdaya alam yang sangat indah sehingga dapat dijadikan sebagai objek wisata potensial yang menarik wisatawan untuk berkunjung. Banyaknya pasir putih yang menghampar luas, vegetasi pantai dan keadaan laut yang tenang, serta jajaran bukit yang menjadi daya tarik yang bagus untuk wisata.

Namun demikian, pengelolaan lingkungan pantai dirasakan saat ini belum memadai serta masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan wilayah pesisir Pantai Cerocok Painan, menyebabkan daerah wisata ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Adapun permasalahan yang terjadi di dalam kawasan Pantai Cerocok Painan ini adalah: pertama, belum tersedianya data potensi sumberdaya yang ada di Pantai Cerocok Painan, serta pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pantai yang dilakukan oleh masyarakat belum terorganisir dengan baik sehingga belum sepenuhnya memenuhi ketentuan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dan kelestarian pesisir dan lingkungan sekitarnya serta jumlah kunjungan wisatawan. Kedua, dilihat secara visualisasi ditemukan kondisi air pantai yang mengalami penurunan kualitas akibat adanya pencemaran baik limbah padat maupun limbah cair yang berasal dari kegiatan masyarakat sekitar pantai maupun pengunjung pantai. Bertitik tolak pada permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu pengelolaan

(16)

kawasan untuk kegiatan wisata pantai. Konsep pengelolaan yang berbasis kelestarian sumberdaya adalah ekowisata. Konsep ekowisata perlu mengetahui kesesuaian kawasan dalam rangka pengembangan wisata di Pantai Cerocok. Selain itu, pengembanagn dengan menerapkan konsep ekowisata membutuhkan kontrol berdasarkan daya dukung suatu kawasan wisata pantai yang akan dikembangkan agar tetap alami dan tidak terjadi kerusakan akibat over exploitasi dan dapat mengatasi masalah lingkungan. Kemudian, dengan adanya kedua informasi tersebut dibuatlah kebijakan atau strategi pengembangan wisata Pantai Cerocok Painan. Kerangka perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram perumusan masalah Potensi wisata pantai

Kesesuaian pemanfaatan wisata pantai

Daya dukung wisata pantai

Penurunan kondisi dan kualitas air

Strategi pengembangan wisata Pantai Cerocok Kawasan Pantai Cerocok Painan

Pengelolaan kawasan Pantai Cerocok Painan

Sumberdaya kawasan Pantai Cerocok Painan

(17)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi dan kondisi sumberdaya Pantai Cerocok Painan untuk kesesuaian dan daya dukung wisata pantai

2. Mengidentifikasi spektrum peluang ekowisata pantai

3. Merumuskan alternatif strategi pengembangan wisata Pantai Cerocok Painan yang berkelanjutan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai potensi wisata Pantai Cerocok Painan, sumberdaya yang dimiliki dan masukan bagi pemerintah terkait dalam mengelola dan mengembangkan wisata pantai yang sesuai dengan daya dukung potensi dengan tetap memperhatikan kondisi kelestarian ekologi dan sosial ekonomi masyarakat disekitar di Pantai Cerocok Painan.

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Pesisir dan Wilayah Pantai 2.1.1. Kawasan Pesisir

Menurut Dahuri (2003), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang-surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen 2001). Apabila ditinjau dari garis pantai (coastal line), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu : batas yang sejajar garis pantai (long

shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore) (Dahuri 2003)

Menurut Adrianto (2005), kawasan pesisir dan laut memiliki arti yang sangat strategis dan penting bagi Indonesia mengingat sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia. Indonesia memiliki panjang pantai 95.000 km dan luas wilayah laut kurang lebih 5,8 juta km2 (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2009), kawasan pesisir merupakan kawasan yang memiliki karakteristik yang unik dan kompleks. Kompleksitas ditunjukkan oleh keberadaan berbagai pengguna dan berbagai entitas pengelola wilayah yang mempunyai kepentingan dan cara pandang yang berbeda mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya di kawasan pesisir. Dengan mempertimbangkan karakteristik tersebut, maka muncul suatu konsep pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu (Integrated Coastal Zone

Management). Pengelolaan wilayah terpadu adalah salah satu pendekatan yang bisa

dilakukan dalam mengatasi kekompleksitas karakteristik kawasan pesisir. Keterpaduan itu mengandung tiga dimensi penting yaitu : sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis (Dahuri 2001)

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, didarat maupun dilaut, serta adanya hubungan yang saling berinteraksi antar habitat tersebut. Secara prinsip, ekosistem pesisir mempunyai fungsi pokok bagi kehidupan manusia yaitu penyedia sumberdaya alam,

(19)

penerima limbah, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa wisata (Bengen, 2001). Dari sudut ekologis, ekosistem pesisir mempunyai kemampuan terbatas terhadap masukan limbah. Hal ini sangat bergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi.

Dalam suatu kawasan pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir Indonesia dideskripsikan atas dasar komunitas hayati dan penggenangan oleh air (Kartawinata dan Soemodihardjo, 1976; Nontji, 1987 in Dahuri, 2003). Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir bersifat alami (natural) dan buatan (man made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terumbu karang (coral reef), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (seagrass bed), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprae, formasi barringtonia, estuaria, laguna, delta dan ekosistem pulau kecil. Ekosistem pesisir tersebut ada yang terus menerus tergenangi air dan ada pula yang hanya sesaat. Sedangkan ekosistem buatan antara lain tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman (Dahuri 2003).

Sumberdaya di kawasan pesisir juga memiliki potensi yang sangat pesat sehingga sering disebut bahwa sektor perikanan merupakan raksasa yang sedang tidur (the sleeping giant), diperkirakan stok sumberdaya perikanan nasional sebesar 6,4 juta ton per tahun (Adrianto 2005) yang terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih antara lain sumberdaya perikanan (ikan, molusca, plankton, bentos, krustacea, mamalia laut), rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang. Pada kelompok sumberdaya yang dapat pulih ini, hidup dan berkembang berbagai macam biota laut, sehingga dengan keanekaragaman sumberdaya tersebut diperoleh jasa-jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata. Sumberdaya yang tidak dapat pulih yaitu minyak dan gas, pasir, mineral, bijih besi, timah dan bauksit serta bahan tambang lainnya (Dahuri et al. 2004).

(20)

2. 1.2 Wilayah Pantai

Bagian kawasan pesisir yang paling produktif adalah wilayah muka pesisir atau pantai. Pantai merupakan suatu kawasan pesisir beserta perairannya dimana daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktivitas darat maupun laut. Garis pantai merupakan suatu garis batas pertemuan (kontak) antara daratan dengan air laut. Posisinya bersifat tidak tetap, dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Pantai terletak antara garis surut terendah dan air pasang tertinggi (Bengen 2001).

Menurut Dahuri (2003) pantai biasanya ditumbuhi oleh tumbuhan pionir yang memiliki ciri-ciri antara lain 1) sistem perakaran yang menancap dalam; 2) mempunyai toleransi tinggi terhadap kadar garam, hembusan angin, dan suhu tanah yang tinggi, serta 3) menghasilkan buah yang dapat terapung. Pantai yang terbuka biasanya memiliki kondisi lingkungan yang kurang bersahabat, yakni kondisi fisik yang tidak stabil akibat fluktuasi suhu, salinitas dan kelembaban yang tinggi. Ada tiga zonasi dimana organisme hadir dalam jumlah besar, yaitu 1) zona bagian atas dihuni oleh kepiting (Ghost-crab) dari genus Ocypode, Amphipoda, dan krustasea dari famili Talitridae; 2) zona pertengahan yang dihuni oleh moluska genus Donax dan beberapa spesies isopoda; dan 3) zona yang lebih rendah dihuni oleh spesies keong (Gastropoda), kepiting (Hippid Crab), dan bulu babi (Echinoid). Disamping itu pantai juga penting sebagai habitat bagi penyu dan burung laut untuk bertelur.

Dahuri (2003) menjelaskan pantai-pantai yang terdapat di Indonesia secara morfologi dapat dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu:

1. Pantai terjal berbatu

Biasanya terdapat di kawasan tektonis aktif yang tidak pernah stabil karena proses geologi. Kehadiran vegetasi penutup ditentukan oleh 3 faktor, yaitu tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca.

2. Pantai landai dan datar

Pantai jenis ini ditemukan di wilayah yang sudah stabil sejak lama karena tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Kebanyakan pantai di kawasan ini ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang padat dan hutan lahan basah lainnya.

(21)

3. Pantai dengan bukit pasir

Pantai ini terbentuk akibat transportasi sedimen clastic secara horizontal. Karena adanya gelombang besar dan arus yang menyusur pantai (long shore

current) yang dapat menyuplai sedimen yang berasal dari daerah sekitarnya.

Sedimen yang telah mengalami pengeringan kemudian terbawa oleh angin yang kuat sehingga terakumulasi di tebing membentuk bukit pasir yang tinggi. Perubahan berlangsung cepat dan terjadi di daerah yang kering, maka bukit pasir biasanya miskin tanaman penutup.

4. Pantai beralur

Proses pembentukan pantai ini lebih ditentukan oleh faktor gelombang daripada angin. Proses penutupan yang berlangsung cepat oleh vegetasi menyebabkan zona supratidal tidak terakumulasi oleh sedimen yang berasal dari erosi angin.

5. Pantai lurus di dataran pantai yang landai

Pantai tipe ini ditutupi oleh sedimen berupa lumpur hingga pasir kasar. Pantai ini merupakan fase awal untuk berkembangnya pantai yang bercelah dan bukit pasir apabila terjadi perubahan suplai sedimen dan cuaca (angin dan kekeringan).

6. Pantai berbatu

Pantai ini dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Komunitas organisme pada pantai berbatu hidup di permukaan. Bila dibandingkan dengan habitat pantai lainnya, pantai berbatu memiliki kepadatan mikroorganisme yang tinggi, khususnya di habitat intertidal didaerah tropis dan subtropis.

7. Pantai yang terbentuk karena adanya erosi

Sedimen yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang terbentuk dari endapan semacam ini dapat mengalami perubahan dari musim ke musim, baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia yang cenderung melakukan perubahan terhadap bentang alam.

(22)

2.2. Pariwisata dan Ekowisata 2.2.1. Pariwisata

Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda 2007). Pariwisata merupakan kegiatan perpindahan atau perjalanan orang secara temporer dari tempat mereka biasa bekerja dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau di tempat tujuan (Holloway dan Plant 1989 in Yulianda 2007). Kenikmatan dari perjalanan ini merupakan suatu jasa yang diberikan alam kepada manusia, sehingga manusia merasa perlu untuk mempertahankan eksistensi alam (Yulianda 2007).

Dalam UU No 9 Tahun 1990 (Menteri Dalam Negeri 1990), ada beberapa istilah yang berhubungan dengan kegitan pariwisata antara lain:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata

3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata

5. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkai di bidang tersebut.

6. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.

7. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

(23)

Menurut Hellyward (2008) berdasarkan objek dan daya tariknya, wisata dapat berupa :

1. Ciptaan Tuhan yang Maha Esa (The Creation Of God) yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna seperti pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis, kekayaan laut serta binatang-binatang langka dan unik.

2. Karya manusia (The Creation Of Human Being) yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya, pertanian, wisata air, wisata petualangan, taman rekreasi dan tempat hiburan.

3. Sasaran wisata minat khusus seperti berburu, mendaki, gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, ombak pantai, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat ziarah dan lain-lain.

Menurut Munasef (1995) ;Sulaksmi (2007) in Rahmawati (2009), kegiatan pariwisata terdiri dari tiga unsur, diantaranya :

1. Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam).

2. Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan.

3. Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.

Menurut Kelly 1996; Sulaksmi 2007 in Rahmawati 2009 mengklasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi atau daya tariknya yang kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain : ekowisata (ecotourism), wisata alam (nature tourism), wisata petualangan (adventure tourism), wisata berdasarkan waktu (gateway and stay) dan wisata budaya (cultural tourism).

2.2.2. Ekowisata

Ekowisata menurut The Ecotourism Society (1990) in Fandeli (2000) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan

(24)

penduduk. Ekowisata merupakan suatu kekuatan dalam konservasi pesisir di suatu negara dimana pengembangan ekowisata ini membutuhkan kontrol berdasarkan daya dukung suatu kawasan pesisir yang akan dikembangkan agar tetap alami dan tidak terjadi kerusakan akibat over exploitasi serta dapat mengatasi masalah lingkungan.

Konsep pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan konservasi yang mempunyai tujuan: (1) Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, (2) Melindungi keanekaragaman hayati, (3) Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya, dan (4) Memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, suatu konsep pengembangan ekowisata hendaknya dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi (Yulianda 2007):

a. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

b. Pendidikan konservasi lingkungan; mendidik pengunjung dan masyarakat akan pentingnya konservasi.

c. Pendapatan langsung untuk kawasan; retribusi atau pajak konservasi (conservation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan.

d. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan.

e. Penghasilan bagi masyarakat; masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan.

f. Menjaga keharmonisan alam; kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam.

g. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

h. Kontribusi pendapatan bagi negara (pemerintah daerah dan pusat).

Ekowisata sebagai suatu bagian logis dari pembangunan berkelanjutan, memerlukan pendekatan berbagai disiplin. Perencanaan yang hati-hati (baik secara fisik maupun pengelolaan) dan pedoman-pedoman serta peraturan tegas yang dapat menjamin pelaksanaan yang berkelanjutan. Hanya dengan melalui keterlibatan lintas

(25)

sektoral ekowisata akan dapat benar-benar mencapai tujuannya, yaitu pemerintah dan pengusaha swasta, masyarakat lokal dan LSM, semuanya memiliki peranan penting (Lascurain 1995; Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kab. Natuna 2006 in Ermawan 2008).

Dengan demikian, ekowisata bukan menjual tempat (destinasi) atau kawasan, melainkan menjual filosofi. Hal ini membuat ekowisata mempunyai nilai lestari dan tidak akan mengenal kejenuhan pasar. Meskipun pasar sangat menentukan pengembangan ekowisata, namun konsep pengelolaan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar ekowisata. Oleh karena sifat sumberdaya dan ekosistem pesisir dan lautan alami sering rentan dan dibatasi oleh daya dukung, maka pengembangan pasar yang dilakukan menggunakan pendekatan product driven, yaitu disesuaikan dengan potensi, sifat, perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya yang tersedia, seperti in situ, tidak tahan lama (perishable), tidak dapat pulih

(non-recoverable), dan tidak tergantikan (non-substitutable) diusahakan untuk menjaga

kelestarian dan keberadaannya (Yulianda 2007).

Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan (Fandeli 2000; META 2002 in Yulianda 2007) :

a. Wisata alam merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.

b. Wisata budaya adalah wisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.

c. Ekowisata merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam (pesisir meliputi pantai dan lautan, pegunungan, kawasan konservasi) dan industri kepariwisataan.

Beberapa karakteristik ekowisata yang membedakannya dengan wisata konvensional antara lain (Damanik dan Weber 2006) :

a. Semua kegiatan wisata berbasis pada pelestarian alam

b. Penyedia jasa wisata tidak hanya menyiapkan atraksi tetapi juga menawarkan peluang bagi mereka untuk lebih menghargai lingkungan

(26)

d. Kegiatan wisata ditujukan pula untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan bagi pelestarian objek dan daya tarik wisata dan membantu pengembangan masyarakat setempat secara berkelanjutan

e. Perjalanan wisata menggunakan alat transportasi dan akomodasi lokal f. Berupa wisata berskala kecil, dalam arti jumlah wisatawan maupun usaha

jasa yang dikelola

Menurut Yulianda (2007), kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu wisata pantai dan wisata bahari (Tabel 1). Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut.

Tabel 1. Kegiatan ekowisata bahari yang dapat dikembangkan

Wisata Pantai Wisata Bahari

1. Rekreasi pantai 2. Panorama

3. Resort / peristirahatan 4. Berenang, berjemur

5. Olahraga pantai (voli pantai, jalan pantai, lempar cakram, dll)

6. Berperahu 7. Memancing 8. Wisata mangrove

1. Rekreasi pantai dan laut 2. Resort / peristirahatan

3. Wisata selam dan wisata snorkling

4. Selancar, jet ski, banana boat, perahu kaca, kapal selam

5. Wisata ekosistem lamun, wisata pulau, wisata nelayan, wisata pendidikan, wisata pancing 6. Wisata satwa (buaya, penyu, paus, mamalia,

burung, lumba-lumba, duyung) Sumber : Yulianda (2007)

Pengembangan ekowisata harus dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem mencakup tiga prinsip dasar yaitu meliputi prinsip konservasi, prinsip partisipasi masyarakat, dan prinsip ekonomi. Prinsip konservasi berarti mampu memelihara, melindungi, dan berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam. Prinsip partisipasi masyarakat didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat, serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar kawasan. Prinsip ekonomi memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya secara berimbang antara kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak. Selain itu juga sebaiknya dilandasi dengan prinsip edukasi (mengandung unsur pendidikan untuk mengubah

(27)

perilaku seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya) serta prinsip wisata (memberikan kepuasan kepada pengunjung).

Menurut Dahuri (2003) sumberdaya hayati pesisir dan lautan seperti populasi ikan hias, terubu karang, padang lamun, hutan mangrove, dan berbagai bentangan alam pesisir unik lainnya, membentuk suatu pemandangan alamiah yang begitu menarik dan menakjubkan. Kondisi tersebut menjadi daya tarik bagi wisatawan, sehingga pantas bila dijadikan objek wisata pantai. Pengembangan wisata pantai merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya taraik wisata pantai tersebut. Wisata pantai merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan pantai sebagai objek dan daya tarik pariwisata yang dikemas dalam paket wisata. Wisata pantai meliputi semua kegiatan wisata yang berlangsung di daerah pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga pantai, memancing, berperahu, sun bathing, piknik, berkemah dan berenang di pantai. Perkembangannya, jenis kegiatan wisata yang dapat dilakukan di pantai sangat beragam tergantung pada potensi dan arah pengembangan wisata di suatu kawasan pantai tertentu.

2.3. Wisata Pesisir

Menurut Hall (2001), konsep wisata pesisir mencakup berbagai aplikasi wisata yaitu waktu luang dan kegiatan yang berorientasi pada wisata yang terjadi di zona pantai hingga lepas pantai. Kegiatan yang biasa dilakukan sebagai wisata pesisir adalah rekreasi, berperahu, kapal pesiar, berenang, rekreasi memancing,

snorkling dan menyelam. Wisata pesisir terkait dengan konsep wisata pantai, yaitu

perjalanan wisata yang dilakukan dari satu tempat dimana orang tersebut tinggal dan bekerja menuju ketempat lain untuk menikmati lingkungan pesisir.

Daya dukung kawasan wisata pesisir berbeda dengan kawasan wisata yang lainnya karena kawasan pesisir sangat rentan terhadap perubahan, terutama yang terkait dengan daya dukung ekologi (lingkungan). Ekosistem pesisir sangat berkaitan satu dengan lainnya. Pembangunan atau pengembangan lanskap kawasan wisata pesisir (daratan) dapat mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung sumberdaya pesisir yang ada di lautan. Pencemaran lingkungan dari

(28)

kegiatan pembangunan maupun wisata itu sendiri dapat mengubah kehidupan (ekosistem) di daerah pesisir (UNEP 2009)

Kegiatan yang terencana dan revitalisasi masyarakat pesisir yang kompatibel dengan lingkungan alam, meminimalkan risiko dari bahaya alam, dan menyediakan akses sumber daya pesisir ke masyarakat untuk digunakan dan dinikmati. Menurut Hall (2001), ada beberapa kegiatan pengembangan wisata pesisir yang perlu dilakukan yaitu melengkapi sarana wisata seperti; akomodasi, restoran, industri makanan dan penginapan serta prasarana mendukung pembangunan wilayah pesisir yaitu kegiatan perdagangan.

Beberapa isu pesisir dan lautan yang mempengaruhi daerah wisata dan pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: air bersih, habitat pesisir yang sehat, alami, dan aman, serta lingkungan yang menyenangkan. Selain itu, terdapatnya sumberdaya yang melimpah seperti: ikan, kerang, lahan basah, terumbu karang. Faktor-faktor tersebut sangat penting bagi kebanyakan pengalaman wisata. Keamanan dari risiko yang terkait dengan bahaya pantai alam seperti badai, angin topan, tsunami, dan sejenisnya adalah suatu hal yang harus diminimalisir dalam pengelolaan wisata pesisir sehingga akan terwujud wisata pesisir yang berkelanjutan dalam jangka panjang (UNEP 2009)

Habitat pesisir dan sumber daya yang terkandung didalamnya harus dilindungi dan bila perlu dipulihkan. Kualitas perairan pantai harus dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi untuk memberikan estetis yang sehat dan lingkungan yang menyenangkan untuk wisata pesisir. Demikian pula, kegiatan wisata yang dilakukan dipesisir harus dipertahankan pada tingkat yang menarik dan fungsional, serta terhindar dari kemungkinan terkena risiko seperti erosi dan peningkatan frekuensi badai pesisir. Pemeliharaan kondisi aman untuk rekreasi berperahu dan rekreasi air, misalnya: jalur air yang ditandai secara memadai, informasi cuaca, layanan penyelamatan, juga sangat penting.

Lembaga-lembaga publik untuk pariwisata khususnya kurang memperhatikan masalah-masalah dalam hal pariwisata kelautan dan pesisir. Di kebanyakan negara, biasanya tidak ada koordinasi antara program-program yang mempromosikan dan memasarkan pariwisata dengan orang-orang yang mengelola wilayah pesisir dan laut. Pengelolaan pesisir terpadu sering cenderung harus

(29)

dilakukan dalam lingkungan atau badan perencanaan. Sementara itu, badan-badan yang berhubungan dengan promosi pariwisata tidak terlibat dengan evaluasi dari efek atau dengan perencanaan dan pengelolaan dampak yang merugikan pariwisata melalui penghindaran, mitigasi, dan strategi kompensasi. Oleh karena itu, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para manajer pesisir adalah bagaimana mengintegrasikan pengembangan wisata di dalam upaya pengelolaan pesisir terpadu, sehingga meningkatkan kemungkinan keberlanjutan wisata pesisir dalam waktu yang panjang.

2.4. Recreation Opportunity Spectrum (ROS)

ROS (Recreation Opportunity Spectrum) adalah alat manajemen rekreasi yang dikembangkan oleh Amerika Serikat di Dinas Kehutanan awal 1980-an untuk mengelola dan melaksanakan pengaturan alam untuk para wisatawan yang berkunjung. ROS fokus kepada identifikasi dan pengelolaan sumberdaya yang tersedia seperti; ruang, fasilitas, kondisi sosial dan ekologi. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai konsistensi dalam pengelolaan rekreasi melalui integrasi rekreasi, perencanaan dan pengelolaan sumber daya. ROS lebih proaktif dan konstruktif mendukung integrasi dari pengalaman dan kesempatan rekreasi dengan pertimbangan kondisi ekologi yang diperlukan untuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Recreation Opportunity Spectrum (ROS) merupakan suatu kerangka

pemikiran konseptual untuk membantu memperjelas hubungan antara kondisi kawasan, aktivitas dan pengalaman rekreasi (Clark dan Stankey, 1979). Dalam kerangka ini, parameter fisik (physical attribute), pengelolaan (managerial attribute) dan sosial (social attribute) digunakan untuk menguraikan kondisi kawasan rekreasi. Clark dan Stankey (1979) mendefinisikan bahwa ROS merupakan kombinasi dari kondisi fisik, biologi, sosial dan pengelolaan yang memberikan nilai bagi suatu kawasan. Sementara itu, ROS juga dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pemikiran yang digunakan dalam pengelolaan kawasan alam dan perencanaan kawasan wisata dengan tujuan menghindari terjadinya suatu konflik penggunaan lahan melalui identifikasi kegiatan wisata berdasarkan pada tingkat keberagaman faktor alam, infrastruktur dan pengelolaan yang ada di suatu kawasan.

(30)

Penerapan ROS bertujuan untuk mendapatkan keseimbangan dalam pemanfaatan kawasan. Konsep ROS merekomendasikan pembagian zonasi dan kegiatan rekreasi dimana pemanfaatan kawasan diklasifikasikan dan dibagi berdasarkan kondisi lingkungan dan aktivitas rekreasi. Pemanfaatkan dan mengembangkan suatu potensi pariwisata harus memperhatikan faktor lingkungan, sosial dan pengelolaan sesuai dengan peruntukan dan tujuan pengembangan suatu kawasan (Gambar 2).

FAKTOR

Natural Environmental conditions Unnatural

Low density Social conditions High density

Undeveloped Managerial conditions Developed

The Recreation Opportunity Spectrum

Gambar 2. Pendekatan Recreation Opportunity Spectrum

(Sumber: Clark dan Stankey, 1979)

Faktor lingkungan (environmental conditions) merupakan kondisi dari suatu kawasan apakah masih bersifat alami atau sudah terdapat campur tangan manusia. Faktor lingkungan suatu kawasan pariwisata sangat penting untuk menentukan jenis dan arah pengembangan wisata di kawasan tersebut. Faktor sosial (social

conditions) menggambarkan intensitas pemanfaatan suatu kawasan wisata. Apabila

pemanfaatan kawasan wisata telah mencapai tingkat yang tinggi maka untuk pengembangan selanjutnya diperlukan strategi pengelolaan untuk mempertahankan kondisi yang telah ada menjadi lebih baik lagi. Sebaliknya bila tingkat pemanfaatannya masih rendah, maka dibutuhkan program untuk memanfaatkan potensi yang ada secara optimal.

Faktor pengelolaan (managerial conditions) merupakan faktor–faktor yang menunjukkan bagaimana kondisi pengelolaan di suatu kawasan wisata. Faktor ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan suatu kawasan wisata. Hasil identifikasi faktor–faktor tersebut dapat digunakan untuk menganalisis peluang pengembangan suatu kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata

(31)

sesuai dengan potensi dan tingkat pengelolaan yang ada. Faktor utama dalam analisis ROS adalah identifikasi parameter kondisi kawasan rekreasi (setting). Parameter kondisi kawasan rekreasi merupakan kondisi keseluruhan dari kawasan rekreasi termasuk parameter fisik, sosial dan pengelolaan sebagai satu kesatuan. Parameter fisik berpengaruh terhadap jenis kegiatan wisata dan pada akhirnya menentukan tipe rekreasi yang dapat dikembangkan. ROS merangkum keragaman dari berbagai parameter kondisi kawasan wisata berdasarkan pengalaman tertentu. Kombinasi dari parameter–parameter tersebut membentuk suatu spektrum yang mengarah pada suatu jenis tipe rekreasi yang dapat dikembangkan bagi kawasan wisata. Berikut parameter kondisi kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute) pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute)

Parameter fisik/lingkungan (Physical Attributes) Parameter Sosial (Social Attributes) Parameter pengelolaan (Managerial Attributes)  Sumberdaya alam (perairan

dan daratan)  Topografi wilayah  Oseanografi  Kualitas perairan  Klimatologi

 Pembuangan limbah cair dan dampak

 Pendidikan dan tenaga kerja  Demografi

 Presepsi terhadap kawasan wisata

 Isu dan permasalahan

 Sarana dan prasarana rekreasi

 Transportasi dan komunikasi  Kebijakan pengelolaan  Kondisi Pariwisata  Kondisi perikanan

Sumber : Clark dan Stankey (1979)

Selain itu ROS merupakan kerangka kerja untuk mengintegrasikan kesempatan rekreasi dan non-kegiatan rekreasi di lahan-lahan masyarakat sehingga para pengelola dapat membuat sebuah keputusan. Pendekatan yang berlaku pada metode ROS ini adalah dengan mengunakan pendekatan kriteria fisik, sosial, dan pengelolaan untuk menggambarkan kondisi yang sudah ada, sehingga dapat menentukan kemampuan dan kesesuaian untuk menyediakan berbagai kegiatan rekreasi.

Dari hasil tersebutlah ROS dibagi menjadi empat kelas utama: kondisi empat kelas ini berdasarkan kepadatan lingkungan untuk kegiatan pengaturan. Kondisi fisik, sosial, dan pengelolaan akan berbeda-beda disetiap kelasnya. Berikut keempat kelas yang ada pada ROS berikut dengan pengklasifikasiannya yang terdapat pada Tabel 3.

(32)

Tabel 3. Klasifikasi kelas ROS

Kelas ROS Keterangan

Primitive Area ini ditandai dengan belum ada kegiatan yang merusak lingkungan alam yang cukup besar. Pengguna masih tergolong minim. Sistem jalan belum ada. Infrastruktur masih tergolong sedikit dan sederhana. Secara umum, sumber daya masih alami dan belum berubah. Vegetasi berada dalam keadaan alami.

Semi-primitive non-motorized

Wilayah ini dicirikan oleh lingkungan alam yang belum rusak. Pengguna dengan konsentrasi rendah. Daerah lebih mudah diakses dari kelas primitif, tetapi masih jauh dari keramaian dan jalan raya. Vegetasi, dan sumber daya yang sebagian besar adalah alami tetapi mungkin ada beberapa dampak seperti adanya kegiatan manusia. Semi-primitive motorized Wilayah ini dicirikan oleh lingkungan alam yang belum

dipengaruhi. Konsentrasi pengguna sudah ada tetapi jarang. Tidak bisa diakses oleh kendaraan beroda empat. Beberapa bagian dari daerah mungkin jauh dari jalan raya. Vegetasi sebagian besar adalah alami tapi wilayah lokal mungkin ada gangguan seperti kerusakan akibat terkena dampak kegiatan manusia.

Rural Wilayah ini dicirikan oleh lingkungan alam yang telah berubah secara substansial. Adanya kegitan pemanfaatan sumberdaya. Area biasanya bisa diakses oleh kendaraan bermotor dari daerah mana pun, bisnis, dan struktur lainnya juga telah ada. Lalu Lintas tingkat daerah cukup konstan karena dihuni. Vegetasi dan sumberdaya juga telah mengalami perubahan akibat dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya.

(Sumber: Clark dan Stankey (1979)

Dari keempat kelas tersebut dapat dilihat karakteristik setiap kelasnya, perbedaan tersebut berdasarkan kriteria fisik (sumber dan fasilitas), kriteria sosial (pengunjung dan pengguna) dan kriteria administratif (pengelolaan dan pengaturan pelayanan) seperti yang terlihat pada Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6 yaitu :

Tabel 4. Klasifikasi berdasarkan kriteria fisik (sumber dan fasilitas)

Keterangan Primitive Semi-Primitive non-motorized

Semi-Primitive motorized

Rural Remoteness  Besar kesempatan

untuk sendiri  lebih dari 5 mil

dari jalan  belum ada pembangunan infrastruktur  kecil kesempatan untuk sendiri  5 mil dari jalan  sudah ada pembangunan infrastruktur tetapi tidak mengganggu pemandangan  kecil kesempatan untuk sendiri  mudah diakses  sudah ada pembangunan infrastruktur tetapi tidak mengganggu pemandangan  sangat kecil kesempatan untuk sendiri  tinggi perasaan aman  dekat jalan utama di dekat sebuah kota

Naturalness pemandangan alam terganggu munculnya lanskap dan pembangunan infrastruktur munculnya lanskap tidak dominan, ada pembangunan infrastruktur

sudah dibangun Infrastruktur, kesan alami tidak terlihat lagi Fasilitas umumnya tidak ada,

ada pun jumlahnya sedikit.

jalan kaki yang dipertahankan aksesibilitas dipertahankan atau dipelihara fasilitas modern yang tersedia

(33)

Tabel 5. Klasifikasi berdasarkan kriteria sosial (pengunjung dan pengguna)

Keterangan Primitive Semi-Primitive non-motorized Semi-Primitive motorized Rural Sosial Encounters  kecil kemunginan untuk bertemu dan melihat pengunjung lain secara langsung  ukuran kelompok kecil (<3)  ada kemunginan untuk bertemu dan melihat pengunjung lain secara langsung  ukuran grup sosial (<5)  ada kemunginan untuk bertemu dan melihat pengunjung lain secara langsung  ukuran grup sosial (<5)  tinggi kemunginan untuk bertemu dan melihat pengunjung lain secara langsung  ukuran grup sosial sangat bervariasi  banyak pengunjung Bukti-bukti ditemukan bekas

orang yang berekreasi dulunya

ditemukan bukti sumberdaya yang rusak akibat ada kegiatan manusia ada jalan, kebisingan, serta tempat-tempat rekreasi peningkatan jumlah sampah

(Sumber: Clark dan Stankey (1979)

Tabel 6. Klasifikasi berdasarkan kriteria administratif (pengelolaan dan pengaturan pelayanan)

Keterangan Primitive Semi-Primitive non-motorized Semi-Primitive motorized Rural Perjalanan pengunjung  ada peta  tidak ada guide

(pembimbing wisata)  ada peta  tempat mudah dicari  ada guide (pembimbing wisata  ada peta  tempat mudah dicari  ada guide (pembimbing wisata  ada iklan wisata  ada buku panduan wisata

Pengelolaan  tidak ada pengunjung yang menguasai  dan tidak ada

batasan

 tidak ada pengunjung yang menguasai  dan tidak ada

batasan  ada pengunjung yang menguasai dan memiliki perbatasan tertentu  terbatas dalam menggunakan sumberdaya  ada hukum yang berlaku  memiliki aturan yang jelas  ada kegiatan patroli kawasan Biaya penggunaan

tidak ada tidak ada tidak ada ada

(34)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pantai Cerocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Wilayah yang diamati mencakup keseluruhan kawasan Pantai Cerocok. Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan, pengambilan data primer dan sekunder serta analisis data. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan September 2009 untuk mengetahui kondisi awal daerah penelitian dan mempersiapkan perlengkapan untuk pengambilan data. Kedua, penelitian untuk pengumpulan data primer dan sekunder dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010.

3.2. Keadaan Umum Lokasi

Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) terletak di sebelah selatan dari Provinsi Sumatera Barat menghadap Samudera Hindia tepatnya berada pada koordinat 0°59’ – 2°28,6’ LS dan 100°19’ - 101°18’ BT. Kabupaten ini memiliki batasan-batasan wilayah sebagai berikut sebelah utara berbatasan dengan Kotamadya Padang, sebelah barat Samudera Hindia, sebelah selatan dengan Provinsi Bengkulu dan di sebelah timur dengan Kabupaten Solok dan Jambi. Luas keseluruhan Kabupaten Pesisir Selatan sebesar 5.749,89 km2, dengan garis pantai sepanjang 232,4 km yang membentang sepanjang 12 kecamatan (DKP, 2008). Kabupaten ini beribukotakan Painan. Painan berada pada koordinat 1°09,70’ - 1°22,7 LS dan 100°32’ - 100°47’ BT. Kabupaten ini memiliki luas daerah 373,80 km2 dan merupakan daerah yang kaya akan potensi wisata alam dan bahari karena keberadaan pulau-pulau di sepanjang pantai (Gambar 3). Penelitian ini dilakukan dengan melakukan sampling parameter biotik di 5 lokasi stasiun (Tabel 7), uraian selengkapnya tentang metode pengambilan data disajikan pada Bab. 3.5.

(35)

Gambar 3. Peta lokasi Pantai Cerocok Painan Kabupaten Pesisir Selatan

(Sumber : Googlemap 2010)

Tabel 7. Deskripsi stasiun penelitian

Stasiun Nama Lokasi Titik Koordinat

Stasiun 1 Anggar 01o 21’ 00.5 LS dan 100o.34’11”.7 BT Stasiun 2 Pantai Cerocok 01o 21’ 08.3 LS dan 100o 34’ 01”.7 BT Stasiun 3 Jembatan Asmara 01o 21’ 05.5 LS dan 100o 33’ 48”.3 BT Stasiun 4 Pentas Terapung 01o 21’ 01. 1 LS dan 100o 33’ 46”.5 BT Stasiun 5 Pulau Cingkuak 01o 21’ 08.7 LS dan 100o 33’38”.9 BT

3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kamera, termometer, tape recorder, plastik, papan alas, Secchi disc, papan skala, alat pengukur arus, pH universal, refraktometer, stopwatch, GPS, rol meter, tali, alat analisis DO dan BOD dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kuesioner, data sheet, peta wilayah, bahan untuk analisis DO dan BOD dan bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini (Lampiran 11).

(36)

3.4. Jenis Data dan Informasi yang diperlukan

Jenis data dan informasi yang diperlukan adalah data sumberdaya alam, daya dukung kawasan, kesesuaian lahan, sumberdaya manusia, serta keadaan umum lokasi di Pantai Cerocok Painan. Jenis data yang digunakan adalah data teks dan gambar (Fauzi 2001 in Nancy 2008). Data teks adalah data yang berbentuk alfabet ataupun numerik. Data teks yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keadaan umum kawasan wisata Pantai Cerocok Painan, data biofisik kawasan Pantai Cerocok Painan, sumberdaya manusia, isu dan permasalahan yang berkembang, serta kebijakan pengelolaan dan data pengunjung. Sedangkan data gambar adalah data yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu melalui foto, diagram, tabel dan sebagainya. Data gambar yang digunakan dalam penelitian ini adalah data foto kawasan wisata Pantai Cerocok Painan, foto fasilitas umum yang ada di kawasan Pantai Cerocok Painan, data kependudukan, dan gambar penunjang lainnya.

3.5. Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi data biofisik kawasan Pantai Cerocok Painan, sumberdaya manusia, keadaan umum lokasi, persepsi terhadap kawasan, kebijakan pengelolaan, isu–isu dan permasalahan yang berkembang serta kualitas perairan (Tabel 8). Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapang.

a. Wawancara

Bertujuan untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kawasan penelitian. Pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung kepada penduduk sekitar, pegawai dalam kawasan dan dinas yang terkait dengan pengelolaan di wilayah penelitian serta wisatawan. Penentuan responden dilakukan dengan metode purposive sampling terdiri dari masyarakat sekitar, wisatawan dan pengelola kawasan wisata Pantai Cerocok Painan. Sementara itu, penentuan responden wisatawan dilakukan dengan metode accidental sampling. Pertimbangan menggunakan metode purposive sampling karena metode pengambilan sampel

(37)

dengan cara ini sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan yaitu dengan ketentuan peran serta (partisipasi) responden dalam kegiatan wisata, pertimbangan lain adalah kemudahan dalam wawancara dan kesediaan responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Sementara itu, pemilihan menggunakan metode accident sampling untuk responden wisatawan berdasarkan kemudahan pengambilan data yaitu dilakukan terhadap responden yang kebetulan berada di dalam kawasan Pantai Cerocok Painan. Responden yang diambil untuk masyarakat dan wisatawan masing–masing sebanyak 30 orang dan dari pihak pengelolanya 5 orang (Gambar 4).

Gambar 4. Diagram pengambilan contoh responden

b. Observasi lapang

Merupakan pengumpulan data primer dengan mengamati dan melakukan pengukuran insitu pada parameter lingkungan yang diperlukan dalam penelitian ini. Parameter yang dimaksud meliputi kualitas air, kondisi lingkungan maupun kondisi sosial masyarakat.

Populasi wisata

di lokasi Pantai Cerocok Painan

Masyarakat lokal Wisatawan (pengunjung) Pengelola fasilitas wisata n= 30 n= 30 n= 5 N= 65

(38)

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder berasal dari studi pustaka, buku-buku laporan hasil penelitian sebelumnya, buku-buku yang terkait dengan penelitian ini, dan lainnya. Jenis-jenis data sekunder yang diambil disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi, jenis, sumber, dan teknik pengambilan data No. Komponen data Jenis data Sumber

data

Teknik pengambilan data Primer Sekunder

1. Pantai

Kedalaman perairan Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, pengukuran menggunakan papan skala Tipe Pantai Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi

lapang Lebar pantai Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka

Material dasar perairan Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang

Kecepatan arus Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Alat pengukur arus Kemiringan pantai Sekunder Laporan Studi Pustaka

Kecerahan perairan Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Secchidisc Penutupan lahan pantai Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi

lapang

Biota berbahaya Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang

Ketersediaan air tawar Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang

2. Luas area kegiatan yang dapat dimanfaatkan

Sekunder Laporan Studi Pustaka 3. Sumberdaya Manusia

Masyarakat (Pendidikan, pendapatan, pekerjaan, persepsi masarakat, dll)

Primer Sekunder Responden, lapangan Wawancara, Observasi lapang Pengunjung (Pendidikan, pendapatan, frekuesi kunjungan, persepssi pengunjung, dll) Primer Responden, lapangan Wawancara, Observasi lapang Pengelola/instansi terkait (Keterlibatan instansi, legalitas aturan lokal, dll)

Primer Responden,

lapangan

Wawancara, Observasi lapang

4. Keadaan Umum Lokasi

Geografi Sekunder Laporan Studi Pustaka

Demografi Sekunder Laporan Studi Pustaka

Sarana dan Prasarana Primer Sekunder Responden, lapangan

Wawancara, Observasi lapang, Studi pustaka

Pendidikan Primer Sekunder Responden,

lapangan

Wawancara, Observasi lapang, Studi pustaka 5. Isu-isu yang berkembang Primer Sekunder Responden,

laporan, lapangan

Wawancara, Observasi lapang, Studi pustaka 6. Kebijakan pengelolaan Primer Sekunder Responden,

laporan, lapangan

Wawancara, Observasi lapang, Studi pustaka

Gambar

Gambar 1. Diagram perumusan masalah Potensi wisata pantai
Tabel 1. Kegiatan ekowisata bahari yang dapat dikembangkan
Tabel 2. Parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute)
Tabel 3. Klasifikasi kelas ROS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur bahwa pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia dapat dibebankan dengan kepentingan internasional berdasarkan perjanjian hak

Pengenalan software seperti ini bisa dikemas sebagai bagian dari pelatihan “Penyusunan Literature Review ”, dimana para peneliti tidak hanya dibekali dengan teori bagaimana menyusun

Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi. Fungsi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana

 Impeller : untuk mengubah energi mekanis dari pompa menjadi energi kecepatan pada cairan yang dipompakan secara kontinu, sehingga cairan pada sisi isap secara

Kinerja guru IPS bersertifikasi profesi dalam penguasaan kompetensi sosial sesudah sertifikasi di Kabupaten Lombok Utara berdasarkan penila- ian kepala sekolah berada

Tingkat pendidikan rendah baik responden maupun suami memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk dilakukan persalinan sesarea secara emergensi dibandingkan dengan tingkat

Melasma dapat terjadi pada semua ras, akan tetapi paling sering mengenai individu berkulit gelap (tipe kulit Fitzpatrick IV, V, VI), yaitu bangsa Hispanik, Asia

 Peran orangtua yang seharusnya dilakukan kepada anak dalam menanggulangi adiksi gadget adalah dengan tidak memberikan anak gadget secara personal, dan tidak