• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Pendekatan Konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)

komponen yang terkait delam memberikan pengarahan, bimbingan dan menstranfer ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam kurikulum yang berlaku. Keaktifitas peserta didik dalam menemukan pola dan struktur fisika, akan memahami konsep dan teorema lebih baik, ingat lebih lama dan mampu mengaplikasikan ke situasi yang lain.

B. Pendekatan Konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Selanjutnya tentang pendekatan ini, Nurhadi (2003) menyebutkan “proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan memahami, guru bukannya hanya sekedar menstranfer pengetahuannya kepada siswa, tetapi lebih mementingkan strategi pembelajarannya daripada hasil.

Dengan demikian, melalui pendekatan ini pembelajaran tidak akan didominasi oleh guru/berpusat pada guru, tetapi sebaliknya siswalah yang akan beraktivitas lebih banyak dari guru. Pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa, karena merekalah yang mencari sumber belajar, informasi, serta menganalisis

informasi-informasi yang diperoleh, baik secara sendiri-sendiri maupun mendiskusikan secara berkelompok.

Dengan pendekatan CTL, peran guru adalah membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan ‘menemukan sendiri’.

Berbagai peranan dan aktivitas akan dilakukan siswa dalam pembelajaran kontrektual seperti dikemukakan Nana (2008) sebagai berikut:

1. Siswa berperan sebagai pembelajar aktif mengelola dirinya sendiri, mengembangkan minatnya sendiri atau bekerja kelompok, belajar melalui perbuatan.

2. Membentuk hubungan antara apa yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan di masyarakat, lembaga kemasyarakatan dan dunia kerja.

3. Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan berarti bagi dirinya maupun orang lain, membuat pilihan, memberikan hasil tampak maupun tak tampak.

4. Menggunakan pemikiran tahap tinggi, berpikir kritis, kreatif, melakukan analisis, sintesis, pemecahan masalah, membuat keputusan menggunakan logika dan fakta-fakta.

5. Mengembangkan kemampuan bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, memahami orang lain, berkomunikasi, saling membantu dan mempengaruhi

17   

Menurut Blanchard dalam (Depdiknas, 2007) ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks. 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilitian otentik.

Dengan memperhatikan pendapat-pendapat para ahli tentang pembelajaran dengan pendekatan konstektual, menurut penulis pembelajaran ini menekankan pada berpikir tingkat tinggi, pengaitan dan penggunaan antar lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan informasi data dari berbagai sumber, sehingga pembelajaran konstektual diduga akan meningkatkan kemampuan koneksi untuk menemukan makna pengetahuan dan penerapannya dikehidupan sehari-hari siswa.

Berdasarkan keunggulan tersebut, peneliti akan mengembangkan perangkat pembelajaran dengan pendekatan CTL.

Pada hakekatnya pembelajaran menurut aliran CTL merupakan suatu konsep yang membantu guru mengaitkan suatu konsep dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka. CTL menekankan pada berfikir tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin akademik, pengumpulan, penganalisisan, pengsintesisan informasi dari berbagai sumber titik pandang.

Menurut Nurhadi (2003) pendekatan CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

Melalui CTL pembelajaran dikaitkan dengan konteks lingkungan kehidupan siswa sehari-hari, sehingga siswa lebih mudah memahami isi pelajaran, Mengaitkan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa akan membuat pembelajaran lebih bermakna, karena siswa mengetahui pelajaran yang diperoleh di kelas akan bermanfaat dalam kehidupannya sehari-hari. Pola pembelajaran CTL dengan berbagai kegiatannya menyebabkan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Jika siswa termotivasi, diharapkan merasa aktif untuk belajar, baik di kelas, di luar kelas, maupun di rumah. Dengan demikian siswa datang ke sekolah tidak dengan kepala kosong, tetapi sudah mempunyai bekal awal yang terkait dengan materi pembelajaran yang akan dipelajarinya. Diharapkan semua ini memberi dampak positif terhadap hasil belajar siswa sekaligus meningkatkan mutu belajar siswa.

Menurut Depdiknas (2007) untuk penerapan, pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiri), bertanya (Questioning), asyarakat Belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Adapun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:

19   

1. Kontruktivisme

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir atau filosofi pendekatan kontekstual dimana menurut pandangan ini pengetahuan didapat oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui kontek yang terbatas atau sempit. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dengan kemampuan untuk bergelut dengan ide-ide yang dapat digeneralisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu tugas guru adalah memfalitasi proses tersebut dengan hal-hal sebagai berikut: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-idenya sendiri dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri.

Menurut Romelia (2007) Prosedur pembelajaran konstruktivisme meliputi beberapa hal berikut:

1) Carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun pelajaran dan keseluruhan unit pelajaran.

2) Biarkan siswa mengemukakan gagasannya dulu.

3) Kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan aktivitas siswa dengan hasil dari proses pembelajaran.

4) Gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan proses pembelajaran.

5) Kembangkan penggunaan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk bahan tertulis maupun bahan-bahan para pakar.

6) Carilah gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya atau sebelum siswa mempelajarinya gagasan-gagasan yang ada dalam buku teks atau sumber-sumber lainnya.

7) Doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti nyata untuk mendukung gagasan dan reformulasi gagasan sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya.

8) Gunakanlah masalah yang didefenisikan oleh siswa sesuai minatnya dan dampak yang ditimbulkannya.

9) Gunakanlah sumber lokal (manusia dan benda) sebagai sumber-sumber informasi asli yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

10) Libatkan siswa dalam mencari dan memecahkan masalah yang ada dalam kenyataannya.

2. Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan bagian inti dari pendekatan konstektual yang artinya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil menghafal materi yang sudah ada, tetapi dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.

Untuk kepentingan menemukan ini siswa dapat melakukan kegiatan:

Observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan hipotesis, pengumpulan data (data gathering) dan penyimpulan (conclussion)

1) Diawali dengan kegiatan pengamatan dalam rangka untuk memahami suatu konsep.

2) Siklus yang terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisis dan merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama teman lainnya.

3) Mengembangkan dan sekaligus menggunakan keterampilan berpikir kritis.

3. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya”.

bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berorientasi CTL.

Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru mendorong,

21   

membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran guna menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Dan sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademik 2) Mengecek pemahaman siswa

3) Membangkitkan respon pada siswa

4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa 5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

6) Memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru 7) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa

8) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa 4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya yang lambat.

Masyarakat belajar bila terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.

Kegiatan saling belajar bila terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan

dalam komunikasi. Pembelajaran dengan teknik “learning community” sangat membantu proses pembelajaran di kelas.

Prakteknya dalam pembelajaran dapat terlihat dari:

1) Pembentukan kelompok kecil 2) Pembentukan kelompok besar 3) Mendatangkan ahli ke kelas 4) Bekerja dengan kelas sederajat

5) Bekerja kelompok dengan kelas diatasya 6) Bekerja dengan masyarakat

5. Pemodelan (Modelling)

Kelompok CTL selanjutnya adalah pemodelan dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Dalam pendekatan CTL, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru di pelajaran atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kepedulian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diberikan pada akhir pembelajaran, guru mengsisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:

1) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari ini 2) Catatan atau jurnal dibuku siswa

23   

3) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini 4) Hasil karya

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar, karena assessment menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat melakukan kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun diluar kelas itulah yang disebut data authentic. Karakteristik authentic assessment yaitu: dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif dan sumatif, yang diukur keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed back

Kelebihan CTL adalah 1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan ril. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. 2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode

pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami”

bukan ”menghafal”.

Kelemahan CTL adalah 1) Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.

Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

Dokumen terkait