• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MATERI SUHU DAN KALOR KELAS X SMA ADABIAH PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MATERI SUHU DAN KALOR KELAS X SMA ADABIAH PADANG"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA

BERORIENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MATERI SUHU DAN KALOR KELAS X SMA ADABIAH PADANG

TESIS

Oleh:

MEGASYANI ANAPERTA NIM 11102

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam Mendapatkan gelar Magister Pendidikan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN KONSENTRASI PENDIDIKAN FISIKA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2011 

(2)

Program, Padang State University.

The research was based on the issues raised in the field, especially in Adabiahhigh school, to improve the quality of learning Physics High School (SMA), by designing a learning device. Learning device is an important factor in the learning process and lead students to gain learning experience. The purpose of this study to produce a device-oriented teaching high school Physics Contextual Teaching and Learning (CTL) are valid, practical and effective.

This type of research is the development research by using 4D models (Four-D Model). Stages of the research is defenition (Define), design (Design), development (Development) and deployment (Dessimination). Stage do not disseminate. Penggumpulan data was validation and testing of learning tools are developed. The design of learning tools that have been designed and validated by two experts and practitioners 2orang and trials are limited in high school to find out praticality in Adabiah Padang and effectiveness developed.

Results of research conducted found that the device-oriented high school learning Contextual Teaching and Learning (CTL) that includes Learning Implementation Plan, Hand outs, and Student Activity Sheets are in the category of very valid. Value based on the observation sheet and practicality practicality of the draft questionnaire by teachers in high school Adabiah practical categorized.

Effectiveness of cognitive learning outcomes with an average of 78 and psychomotor domains in Adabiah high school with an average of 90. The results of the analysis indicate that the observation of activity students develop effective learning device. This research resulted in device-oriented approach to learning physics Contextual Teachinng and Leraning (CTL) on the material temperature and the Heat of the X-class Adabiah high school very valid, practical and effective.

(3)

ABSTRAK

MEGASYANI ANAPERTA. 2011. Pengembangan Perangkat Pembelajaran berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam materi Suhu dan Kalor di Kelas X SMA Adabiah Padang. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.

Penelitian ini berdasarkan dari permasalahan yang terjadi di lapangan khususnya di SMA Adabiah, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA), dengan cara merancang perangkat pembelajaran.

Perangkat pembelajaran merupakan faktor yang penting dalam proses pembelajaran dan mengarahkan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar.

Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan suatu perangkat pembelajaran Fisika SMA berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL) yang valid, praktis dan efektif.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan menggunakan model 4D (Four-D Model). Tahapan penelitian adalah pendefenisian (Define), perancangan (Design), pengembangan (Develop) dan penyebaran (Dessimination). Tahap disseminate tidak dilakukan. Penggumpulan data dilakukan dengan validasi dan uji coba perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Rancangan perangkat pembelajaran yang telah didesain kemudian divalidasi oleh 2 orang pakar dan 2 orang praktisi dan uji coba secara terbatas di SMA Adabiah Padang untuk mengetahui praktikalitas dan efektifitas yang dikembangkan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perangkat pembelajaran SMA berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL) yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Hand out, dan Lembar Kegiatan Siswa berada dalam kategori sangat valid. Nilai kepraktisan berdasarkan lembar observasi dan angket kepraktisan rancangan oleh guru di SMA Adabiah dikategori praktis. Efektifitas dari hasil belajar ranah kognitif dengan rata-rata 78 dan ranah psikomotor di SMA Adabiah dengan rata-rata 90. Hasil analisis obsevasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran dikembangkan efektif.

Penelitian ini menghasilkan perangkat pembelajaran Fisika berorientasi pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Suhu dan

Kalor kelas X SMA Adabiah yang sangat valid, praktis dan efektif.

(4)
(5)
(6)

Pembelajaran berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam materi Suhu dan Kalor di Kelas X SMA Adabiah Padang adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik baik di Universitas Negeri Padang maupun diperguruan tinggi lainnya 2. Karya tulis ini murni gagasan, penilian, dan rumusan saya sendiri, tanpa

bantuan tidak sah dari pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Di dalam karya tulis ini tidak terdapat hasil karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasi orang lain, kecuali dikutip secara tertulis dengan jelas dan dicantumkan sebagai acuan pada daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran pernyataan ini, saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya dengan norma dan ketentuan hukum yang berlaku.

Padang, Agustus 2011 Saya yang menyatakan

Megasyani Anaperta Nim. 11102

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan hanya bagi Allah SWT yang Maha memiliki ilmu dan Maha luas ilmu-Nya yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal penelitian.

Salawat serta salam tidak lupa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Proposal penelitian berjudul “ Pengembangan Perangkat Pembelajaran berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam materi Suhu dan Kalor di Kelas X SMA Adabiah Padang’’. Penelitian ini diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program Magister Pendidikan di Program Studi Teknologi Pendidikan, konsentrasi Pendidikan Fisika, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Padang.

Penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan saran, dan bantuan dari berbgai pihak. Oleh sebab itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Ratnawulan, M.Si, sebagai pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Lufri, M.S, sebagai pembimbing II yang telah membimbing penulis hingga selesainya pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Hamdi, M.Si, sebagai kontributor dan validator serta Bapak Dr. Yulkifli. S.Pd.M.Si dan Dr. Wakhinuddin, M.Pd, sebagai kontributor dan penguji.

3. Prof. Dr. Mukhaiyar selaku Direktur Program Pascasarjana, beserta Asisten Direktur I dan Asisten Direktur II, Dr Yuni Ahda, M.Si, selaku Ketua Program

(8)

4. Bapak Dr. Usmeldi, M.Pd, sebagai validator.

5. Bapak Drs. Akhiar, S.Pd, MM, selaku Kepala Sekolah SMA Adabiah Padang beserta siswa dan staf pengajar.

6. Rekan-rekan mahasiswa Konsentrasi Fisika Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang Tahun masuk 2008.

Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian lain. Mudah- mudahan berkah dan hidayah selalu senantiasa terlimpah pada kita semua.

Amin.

Padang, Agustus 2011

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRACT . ... i

ABSTRAK ... .. ... ii

PERSETUJUAN AKHIR . ... iii

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING . ... iv

SURAT PERNYATAAN . ... v

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL . ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN . ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

G. Produk Spesifik ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Fisika di SMA ... 13

(10)

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 25

b. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 26

c. Bahan Ajar (Hand Out) ... 27

D. Kualitas Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 28

E. Penelitian yang Relevan …………. ... 31

F. Kerangka Berpikir ……. ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34

B. Rancangan Pengembangan ... 34

C. Subjek Uji Coba ... 41

D. Definisi Operasional ... 42

E. Instrumen Penelitian. ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data... .45

G. Teknik Analisis Data . ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data dan Hasil Pengembangan. ... 51

B. Pembahasan . ... 73

C. Keterbatasan Penelitian . ... 77

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan…...……….78

(11)

B. Implikasi……….78 C. Saran ………..80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(12)

2. Kategori praktikalitas perangkat pembelajaran. ... 47

3. Kategori efektifitas perangkat pembelajaran. ... 50

4. Daftar nama validator. ... 56

5. Hasil validasi perangkat pembelajaran... 57

6. Hasil Validasi Komponen RPP. ... 58

7. Hasil Validasi RPP . ... 59

8. Hasil Validasi Hand Out. ... 61

9. Hasil Validasi LKS. ... 62

10. Hasil Observasi Keterlaksanaan RPP pada Aspek Umum. ... 64

11. Hasil Observasi Keterlaksanaan RPP pada Aspek Khusus. ... 65

12. Hasil angket respon guru terhadap Perangkat Pembelajaran. ... 66

13. Hasil angket respon siswa terhadap Hand Out dan LKS. ... 67

14. Hasil observasi aktivitas siswa di kelas. ... 69

15. Hasil analisis ranah kognitif. ... 70

16. Hasil analisis ranah psikomotor. ... 71

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka Berfikir ... 33 2. Diagram Rancangan Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 36

(14)

1. Lembar validasi RPP. ... 82

2. Lembar validasi Hand Out. ... 92

3. Lembar validasi LKS. ... 96

4. Lembar validasi angket kepraktisan rancangan guru. ... 101

5. Lembar validasi angket kepraktisan rancangan siswa. ... 103

6. Rekapitulasi validasi perangkat pembelajaran.. ... 105

7. Lembar observasi aktivitas siswa. ... 107

8. Lembar hasil belajar ranah psikomotor. ... 109

9. Lembar hasil angket respon guru. ... 111

10. Lembar hasil angket respon siswa... 113

11. Observasi aktivitas siswa. ... 115

12. Hasil belajar ranah kognitif. ... 118

13. Hasil belajar ranah psikomotor. ... 119

14. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.. ... 120

15. Hand Out. ... 166

16. Lembar Kerja Siswa. ... 190

17. Evaluasi.. ... 201

18. Lembar Observasi Keterlaksanaan RPP...208

19. Surat Izin. ... 210

(15)

1   

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari dirinya sendiri sebagai makhluk hidup di alam ini. Proses pembelajaran IPA lebih menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung. Siswa dalam memahami alam sekitar secara ilmiah melalui penggunaan, pengembangan keterampilan proses, sikap ilmiah dan bukan cara menghafal konsep atau fakta-fakta.

Fisika merupakan ilmu yang mempelajari jawaban atas pertanyaan kenapa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam dapat terjadi. Disamping itu fisika juga merupakan bidang ilmu yang memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hampir semua aspek kehidupan berhubungan dengan ilmu fisika. Ilmu fisika memberikan masukan yang sangat besar bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Teknologi informasi memanfaatkan ilmu fisika sebagai dasar perkembangannya. Seorang arsitek, astronom, ahli nuklir, dokter, ahli antariksa tidak akan mampu mengembangkan ilmunya jika tidak menguasai fisika. Perkembangan teknologi informasi juga didasari oleh ilmu fisika. Dalam hal ini jelas bahwa fisika memegang peranan penting dalam kehidupan dan kemajuan suatu bangsa.

Mengingat besarnya peranan dan kontribusi fisika dalam kehidupan manusia dan perkembangan teknologi, maka seharusnyalah fisika menjadi

 

(16)

pelajaran yang menarik, menyenangkan dan mampu mengembangkan kreativitas siswa. Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan akan membuat siswa antusias dan tidak merasa bosan selama belajar. Pembelajaran yang menantang akan memacu kreativitas siswa. Ini penting untuk menyiapkan sumber daya manusia indonesia yang bermutu dan siap bersaing di dunia global.

Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan seperti melalui penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar, peningkatan mutu guru, sertifikasi guru, peningkatan manajemen pendidikan dan peningkatan kesejahteraan guru. Namun demikian berbagai indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan belum meningkat secara signifikan. Fenomena di lapangan khususnya di SMA Adabiah menunjukan bahwa kebanyakan siswa kurang menyenangi mata pelajaran fisika, dan siswa beranggapan fisika adalah mata pelajaran yang sulit, tidak menarik, abstrak, sarat dengan rumus matematika yang sulit untuk di mengerti. Akibatnya fisika menjadi pelajaran yang dijauhi oleh siswa di kelas. Siswa tidak memiliki kemauan yang keras untuk mempelajari fisika, enggan untuk belajar, takut untuk bertanya, merasa malu dan serba salah. Fisika menjadi pelajaran yang sulit dan abstrak dipelajari diduga karena pembelajaran fisika kurang menghubungkan dengan contoh manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Pengalaman mengajar dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap rekan-rekan sesama guru dan siswa SMA Adabiah diperoleh bahwa metode ceramah merupakan metode yang digunakan guru dalam pembelajaran fisika, siswa hanya menerima informasi dari guru. Akibatnya, siswa tidak menemukan

(17)

3   

pengetahuan, ide dan informasi melalui usaha sendiri. Menyebabkan banyak siswa yang memperoleh hasil belajar yang rendah karena siswa tidak tertarik dengan model pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Gejala ini terlihat dari rendahnya hasil belajar siswa pada materi suhu dan kalor yang dapat diamati dari nilai rata-rata hasil ujian harian sekolah mata pelajaran fisika SMA Adabiah tahun ajaran 2008/2009 semester genap kelas X1 adalah 4,53 dengan banyak 48 siswa, kelas X2 adalah 4,72 dengan banyak 49 siswa dan kelas X3 adalah 5,59 dengan banyak 47 siswa.

Dari data yang di atas dapat dilihat nilai ujian harian fisika masih rendah dan masih jauh dari Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 62. Rendahnya hasil belajar fisika tersebut salah satu penyebabnya adalah lemahnya penguasaan siswa terhadap konsep suhu dan kalor. Dampak dari pengembangan pembelajaran yang hanya menitikberatkan pada konsep-konsep yang terdapat dalam buku, tidak mengkondisikan siswa untuk mengkonstruksi konsep sendiri sehingga siswa tidak terlibat dalam penemuan informasi. Guru juga masih banyak yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memilih dan mengaplikasikan berbagai metode atau pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan kegairahan, keaktivitas, dan motivasi belajar siswa. Tantangan saat ini adalah bagaimana membangkitkan respon positif dari siswa bahwa fisika merupakan pelajaran yang menyenangkan, sehingga siswa mulai menerima fisika sebagai pelajaran yang menarik dan tidak membosankan. Salah satu upaya adalah mengaitkan konsep fisika dengan kehidupan sehari-hari.

(18)

Materi Suhu dan Kalor merupakan salah satu materi pada mata pelajaran fisika yang dapat diperoleh siswa dari pengalaman belajar. Pengalaman belajar yang diperoleh adalah dalam bentuk kemampuan bernalar menggunakan berbagai konsep fisika dan memperoleh pengalaman belajar melalui kerja ilmiah. Dalam pembelajaran siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan menganalisis, sehingga dibutuhkan suatu perangkat pembelajaran yang mampu membantu siswa lebih cepat memahami materi pelajaran. Materi Suhu dan Kalor memiliki standar kompetensi menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi. Kompetensi dasar menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah. Indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran yakni: 1) Menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan suatu zat/benda. 2) Menganalisis pengaruh perubahan suhu benda terhadap ukuran benda (pemuaian). 3) Menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan wujud benda. 4) Menganalisis perpindahan kalor dengan cara konduksi. 5) Menganalisis perpindahan kalor dengan cara konveksi. 6) Menganalisis perpindahan kalor dengan cara radiasi. 7) Mendeskripsikan perbedaan kalor yang diserap dan kalor yang dilepas. 8) Menerapkan asas Black dalam peristiwa pertukaran kalor.

Pemilihan dan penggunaan perangkat pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam mengarahkan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar. Cara guru mengajar sangat terkait dengan penggunaan Hand Out dan pengunaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang tepat dan bagaimana siswa belajar sangat terkait dengan penggunaan Hand

(19)

5   

Out dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran yang tersedia selama ini memiliki beberapa kelemahan sehingga guru menjadi tidak maksimal dalam proses pembelajaran

Pada pembuatan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru cenderung tidak memaparkan kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. Hal ini sering kali menjadi kendala bagi guru dalam memberikan batasan materi serta kesesuaian penyajian materi dengan waktu yang tersedia. Dengan tidak jelasnya skenario pembelajaran menyebabkan guru tidak mempunyai rancangan tertentu dalam menyusun strategi jitu untuk merangsang dan meningkatkan keaktifan berfikir siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

Selama ini Hand Out yang digunakan menyebabkan siswa sering kali menghafal konsep-konsep tanpa adanya proses untuk memperoleh konsep-konsep tersebut sehingga siswa tidak tersedia menemukan sendiri pengetahuan dari pengalaman yang siswa miliki secara proses ilmiah. Selain itu terdapat perbedaan indikator pada Hand Out dan LKS, sehingga pada saat mengerjakan LKS siswa menjadi kebingungan karena ada beberapa materi yang tidak terdapat di Hand Out. Uraian dari contoh-contoh yang terdapat dalam Hand Out terkadang tidak sesuai dengan indikator. Selain itu Hand Out juga jarang menampilkan contoh- contoh dalam kehidupan sehari-hari serta ilustrasi gambar yang ditampilkan tidak mampu menjelaskan konsep.

Lembar Kerja Siswa (LKS) yang ada tidak melatih keterampilan proses ilmiah siswa dan cenderung menyebabkan siswa tidak menjadi kreatif.

Disebabkan pola penyusunan LKS tidak menunjang sistem pembelajaran yang

(20)

berpusat pada siswa aktif. LKS juga tidak mengundang keingintahuan siswa lebih lanjut.

Salah satu strategi pebelajaran yang dianggap cocok dalam pengembangan perangkat pembelajaran dan dianggap mampu dalam meningkatkan pengalaman siswa terhadap konsep materi yang dipelajarinya adalah pendekatan pembelajaran berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Wina (2006) CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan konsep CTL ini diharapkan siswa mampu memahami konsep suhu dan kalor yang benar, sehingga bermakna bagi siswa. Belajar akan bermakna jika siswa “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya. Dengan berlangsungnya proses pembelajaran secara ilmiah dalam bentuk kegiastan siswa yang bekerja dan mengalami sendiri, diharapkan transfer pengetahuan dari guru ke siswa dapat digantikan dengan proses pembelajaran secara aktif.

Dalam pembelajaran berorientasi CTL, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada menyampaikan informasi. Guru dan siswa menjadi sebuah tim dalam mengelola kelas yang bertujuan untuk menemukan sesuatu yang baru, baik dalam bentuk pengetahuan maupun dalam bentuk keterampilan. Agar proses pembelajaran dengan CTL dapat terlaksana dengan baik, maka siswa perlu tahu apa makna belajar, apa manfaat belajar dan bagaimana mencapainya. Siswa harus

(21)

7   

memiliki kesadaran bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya dikemudian hari. Untuk memberi pemahaman tersebut kepada siswa, tidak terlepas dari peranan guru sebagai seorang pengajar dan pendidik.

Penelitian ini sudah diujicobakan oleh Romelia (2007) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk Pelajaran Kimia pada Materi Sistem Koloid Kelas XI SMA, menyimpulkan bahwa perangkat pembelajaran berorientasi CTL untuk pelajaran kimia pada materi koloid di kelas XI SMA sudah valid menurut sudut pandang pakar, guru dan siswa, serta praktis dari sudut pandang guru dan siswa namun kelemahan yang ditemui adalah banyaknya indikator yang harus diamati, sementara pengamat pembelajaran hanya dua orang sehingga pengamatan yang diperlukan kurang efektif karena terdiri 40 siswa, terutama mengenai aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran maupun saat melakukan percobaan LKS tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Segala alat dan bahan yang digunakan selama proses pembelajaran berlansung tidak disediakan sekolah. Sementara itu, Romelia (2007) menyarankan selama ujicoba berlangsung, sebaiknya peneliti bertindak dalam satu peran, yaitu sebagai guru saja atau sebagai pengamat saja. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh untuk instrument penelitian tidak bias.

Syafrial (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri Kota Pekanbaru”, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and

(22)

Learning (CTL) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran secara tradisional, namun kelemahan yang ditemui ketersediaan media dan dana untuk pengadaan media pembelajaran relative terbatas, sedangkan sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL mengharuskan siswa untuk melakukan kontak langsung dengan sumber materi (media). Dalam pembelajaran CTL siswa didorong untuk belajar sendiri dan guru hanya berperan sebagai fasilitator, realitanya pembelajaran tetap konvensional, karena siswa hanya diberi tugas belajar sendiri dan gurunya santai, sehingga hanya meringankan guru dan memberatkan siswa.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mempermudah siswa dalam belajar fisika dengan mengembangkan perangkat pembelajaran berupa Hand Out, RPP, LKS dan alat evaluasi. Dengan mempedomani penelitian terdahulu untuk mengurangi permasalahan yang akan terjadi agar peniliti berusaha lebih baik. Untuk itu dilakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam materi Suhu dan Kalor di Kelas X SMA Adabiah Padang’’.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang di atas dapat di identifikasi beberapa masalah dalam pembelajaran sebagai berikut :

1. Perangkat pembelajaran yang diberikan di sekolah belum memperlihatkan keterampilan proses melalui kegiatan proses ilmiah

(23)

9   

2. Perangkat pembelajaran yang digunakan guru dalam pelaksanaan pembelajaran Suhu dan Kalor belum berorientasi suatu pendekatan.

3. Siswa kurang didorong untuk menumbuhkan sikap ilmiah melalui proses ilmiah. Sehingga, proses pembelajaran didalam kelas lebih banyak diarahkan kepada kemampuan untuk menghafal informasi.

4. Penyajian materi pembelajaran fisika yang dilakukan masih berpusat pada guru serta tidak mengkondisikan siswa untuk mengkonstruksi konsep sendiri.

5. Banyak kompetensi yang dicapai tetapi kurang ketuntasannya dalam mencapai kompetensi tersebut.

6. Kreatifitas guru dalam mengembangkan perangkat pebelajaan masih rendah.

7. Hasil belajar siswa untuk mata pelajaran masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti dibatasi pada permasalah berikut:

1. Keterbatasan perangkat pembelajaran yang mencakup Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Hand Out dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk mata pelajaran fisika pada Suhu dan Kalor.

2. Dalam penelitian ini akan dikembangkan perangkat pembelajaran fisika berorientasi Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk materi suhu dan kalor yang praktis dan mudah dimengerti.

(24)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah:

1. Bagaimanakah validitas, praktikalitas dan efektifitas perangkat pembelajaran fisika SMA Adabiah kelas X pada materi Suhu dan Kalor semester II berorientasi CTL?

2. Bagaimana hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran fisika dalam materi Suhu dan Kalor kelas X SMA Adabiah.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Menghasilkan perangkat pembelajaran berupa RPP, Hand Out, dan LKS dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang valid, praktis dan efektif pada pembelajaran fisika untuk materi Suhu dan Kalor dengan kompetensi dasar mendeskripsikan peran suhu dan kalor dalam suatu benda serta perananya dalam kehidupan sehari-hari di kelas X SMA Adabiah Padang.

2. Mengetahui validitas, praktikalitas dan keefektifan perangkat pembelajaran fisika SMA kelas X SMA Adabiah pada materi Suhu dan Kalor berorientasi Contextual Teaching and Learning.

(25)

11   

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat digunakan sebagai contoh perangkat pembelajaran fisika untuk materi fisika lain.

2. Memberi tambahan pengetahuan, pengalaman bagi peneliti sebagai bekal nantinya dalam mengajar dengan menggunakan mendekatan pembelajaran CTL

3. Sebagai salah satu alternatif bagi guru fisika untuk meningkatkan kualitas pembelajaran fisika sesuai dengan tuntutan KTSP pada mata pelajaran fisika.

G. Produk Spesifik

Produk yang dihasilkan dalam pengembangan ini yaitu perangkat pembelajaran yang berupa RPP, Hand Out, LKS dan alat evaluasi untuk materi suhu dan kalor dalam pembelajaran fisika. Adapun ciri-ciri khusus dari perangkat pembelajaran berorientasi CTL yang dikembangkan adalah:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggambarkan secara jelas ciri khas dari pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Suhu dan Kalor pendekatan ini ditandai dengan adanya tujuh komponen pokok dalam proses pembelajaran, yaitu: konsruktivisme (Constructivisme), menemukan (Inquiri), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning communite), permodelan (Modelling),

(26)

refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic assessment). Dari ketujuh komponen CTL tersebut siswa diharapkan memperoleh pengetahuan melalui proses pengamatan dan pengalaman, sehingga telibat dalam penemuan informasi.

2. Hand Out

Hand Out memberikan ringkasan materi yang memudahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep Suhu dan Kalor. Hand out diawali dengan pengaitan materi yang akan dipelajari dengan dunia siswa secara nyata. Uraian materi, bagian rumus penting atau inti materi ditulis dalam sebuah kotak berwarna sebagai penekanan materi kepada siswa, gambar-gambar berwarna yang sangat menarik dan memudahkan siswa untuk lebih memahami materi yang diberikan, diakhiri materi diberikan rangkuman yang merupakan kesimpulan dari keseluruhan materi yang dipelajari.

3. Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) diawali dengan pengaitan materi yang akan dipelajari dengan dunia siswa secara nyata, tujuan siswa diarahkan untuk melakukan percobaan LKS juga berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, serta percobaan-percobaan yang dapat meningkatkan ketrampilan proses ilmiah siswa.

(27)

13   

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Fisika SMA

Fisika adalah salah satu mata pelajaran sains yang mempelajari gejala- gejala alam, yang dan segala sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Sebagai salah satu mata pelajaran sains pembelajaran fisika memiliki dua dimensi, yaitu fisika sebagai sebuah materi belajar dan belajar fisika sebagai sebuah proses berpikir ilmiah. Sesuai dengan yang dinyatakan Depdiknas (2003) bahwa:

Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip- prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Kutipan ini mensiratkan bahwa pembelajaran fisika menuntut intelektualitas dan kreativitas yang relatif tinggi dari peserta didik yang mempelajarinya. Selain itu, setelah mempelajari fisika, selain memiliki kemampuan akademis, peserta didik dituntut memiliki keterampilan melalui belajar penemuan.

Mempelajari fisika memberikan banyak sekali manfaat kepada siswa di SMA. Ada banyak hal yang dapat diperoleh siswa setelah mempelajari fisika, seperti bekal ilmu kepada siswa, dan menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dengan mempelajari fisika siswa diharapkan memperoleh pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

 

13 

(28)

Menurut Depdiknas (2007) tujuan pembelajaran Fisika di SMA adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain

3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif

5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembelajaran Fisika yang dihendaki adalah pembelajaran yang diarahkan pada kegitan-kegiatan yang mendorong peserta didik belajar secara aktif baik fisik, mental, intelektual maupun sosial. Siswa diharapkan memahami konsep- konsep fisika tanpa mengabaikan hakikat fisika itu sendiri. Siswa dapat memahami manfaat praktis dalam kehidupan sehari-hari tentang pembelajaran fisika yang mereka terima di kelas

Proses belajar mengajar merupakan dua pengertian yang berbeda namun merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Belajar merupakan aktifitas peserta didik dalam mengumpulkan pengalaman- pengalaman dan ilmu pengetahuan, perlu diarahkan dan dibimbing. Mengajar merupakan kegiatan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik yang sedang belajar. Dalam hal ini guru merupakan salah satu

(29)

15   

komponen yang terkait delam memberikan pengarahan, bimbingan dan menstranfer ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam kurikulum yang berlaku. Keaktifitas peserta didik dalam menemukan pola dan struktur fisika, akan memahami konsep dan teorema lebih baik, ingat lebih lama dan mampu mengaplikasikan ke situasi yang lain.

B. Pendekatan Konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Selanjutnya tentang pendekatan ini, Nurhadi (2003) menyebutkan “proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan memahami, guru bukannya hanya sekedar menstranfer pengetahuannya kepada siswa, tetapi lebih mementingkan strategi pembelajarannya daripada hasil.

Dengan demikian, melalui pendekatan ini pembelajaran tidak akan didominasi oleh guru/berpusat pada guru, tetapi sebaliknya siswalah yang akan beraktivitas lebih banyak dari guru. Pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa, karena merekalah yang mencari sumber belajar, informasi, serta menganalisis informasi-

(30)

informasi yang diperoleh, baik secara sendiri-sendiri maupun mendiskusikan secara berkelompok.

Dengan pendekatan CTL, peran guru adalah membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan ‘menemukan sendiri’.

Berbagai peranan dan aktivitas akan dilakukan siswa dalam pembelajaran kontrektual seperti dikemukakan Nana (2008) sebagai berikut:

1. Siswa berperan sebagai pembelajar aktif mengelola dirinya sendiri, mengembangkan minatnya sendiri atau bekerja kelompok, belajar melalui perbuatan.

2. Membentuk hubungan antara apa yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan di masyarakat, lembaga kemasyarakatan dan dunia kerja.

3. Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan berarti bagi dirinya maupun orang lain, membuat pilihan, memberikan hasil tampak maupun tak tampak.

4. Menggunakan pemikiran tahap tinggi, berpikir kritis, kreatif, melakukan analisis, sintesis, pemecahan masalah, membuat keputusan menggunakan logika dan fakta-fakta.

5. Mengembangkan kemampuan bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, memahami orang lain, berkomunikasi, saling membantu dan mempengaruhi

(31)

17   

Menurut Blanchard dalam (Depdiknas, 2007) ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks. 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilitian otentik.

Dengan memperhatikan pendapat-pendapat para ahli tentang pembelajaran dengan pendekatan konstektual, menurut penulis pembelajaran ini menekankan pada berpikir tingkat tinggi, pengaitan dan penggunaan antar lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan informasi data dari berbagai sumber, sehingga pembelajaran konstektual diduga akan meningkatkan kemampuan koneksi untuk menemukan makna pengetahuan dan penerapannya dikehidupan sehari-hari siswa.

Berdasarkan keunggulan tersebut, peneliti akan mengembangkan perangkat pembelajaran dengan pendekatan CTL.

Pada hakekatnya pembelajaran menurut aliran CTL merupakan suatu konsep yang membantu guru mengaitkan suatu konsep dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka. CTL menekankan pada berfikir tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin akademik, pengumpulan, penganalisisan, pengsintesisan informasi dari berbagai sumber titik pandang.

Menurut Nurhadi (2003) pendekatan CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

(32)

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

Melalui CTL pembelajaran dikaitkan dengan konteks lingkungan kehidupan siswa sehari-hari, sehingga siswa lebih mudah memahami isi pelajaran, Mengaitkan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa akan membuat pembelajaran lebih bermakna, karena siswa mengetahui pelajaran yang diperoleh di kelas akan bermanfaat dalam kehidupannya sehari-hari. Pola pembelajaran CTL dengan berbagai kegiatannya menyebabkan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Jika siswa termotivasi, diharapkan merasa aktif untuk belajar, baik di kelas, di luar kelas, maupun di rumah. Dengan demikian siswa datang ke sekolah tidak dengan kepala kosong, tetapi sudah mempunyai bekal awal yang terkait dengan materi pembelajaran yang akan dipelajarinya. Diharapkan semua ini memberi dampak positif terhadap hasil belajar siswa sekaligus meningkatkan mutu belajar siswa.

Menurut Depdiknas (2007) untuk penerapan, pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiri), bertanya (Questioning), asyarakat Belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Adapun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:

(33)

19   

1. Kontruktivisme

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir atau filosofi pendekatan kontekstual dimana menurut pandangan ini pengetahuan didapat oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui kontek yang terbatas atau sempit. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dengan kemampuan untuk bergelut dengan ide-ide yang dapat digeneralisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu tugas guru adalah memfalitasi proses tersebut dengan hal-hal sebagai berikut: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-idenya sendiri dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri.

Menurut Romelia (2007) Prosedur pembelajaran konstruktivisme meliputi beberapa hal berikut:

1) Carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun pelajaran dan keseluruhan unit pelajaran.

2) Biarkan siswa mengemukakan gagasannya dulu.

3) Kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan aktivitas siswa dengan hasil dari proses pembelajaran.

4) Gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan proses pembelajaran.

5) Kembangkan penggunaan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk bahan tertulis maupun bahan-bahan para pakar.

6) Carilah gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya atau sebelum siswa mempelajarinya gagasan-gagasan yang ada dalam buku teks atau sumber-sumber lainnya.

7) Doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti nyata untuk mendukung gagasan dan reformulasi gagasan sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya.

(34)

8) Gunakanlah masalah yang didefenisikan oleh siswa sesuai minatnya dan dampak yang ditimbulkannya.

9) Gunakanlah sumber lokal (manusia dan benda) sebagai sumber- sumber informasi asli yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

10) Libatkan siswa dalam mencari dan memecahkan masalah yang ada dalam kenyataannya.

2. Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan bagian inti dari pendekatan konstektual yang artinya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil menghafal materi yang sudah ada, tetapi dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.

Untuk kepentingan menemukan ini siswa dapat melakukan kegiatan:

Observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan hipotesis, pengumpulan data (data gathering) dan penyimpulan (conclussion)

1) Diawali dengan kegiatan pengamatan dalam rangka untuk memahami suatu konsep.

2) Siklus yang terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisis dan merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama teman lainnya.

3) Mengembangkan dan sekaligus menggunakan keterampilan berpikir kritis.

3. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya”.

bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berorientasi CTL.

Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru mendorong,

(35)

21   

membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran guna menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Dan sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademik 2) Mengecek pemahaman siswa

3) Membangkitkan respon pada siswa

4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa 5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

6) Memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru 7) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa

8) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa 4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya yang lambat.

Masyarakat belajar bila terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.

Kegiatan saling belajar bila terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan

(36)

dalam komunikasi. Pembelajaran dengan teknik “learning community” sangat membantu proses pembelajaran di kelas.

Prakteknya dalam pembelajaran dapat terlihat dari:

1) Pembentukan kelompok kecil 2) Pembentukan kelompok besar 3) Mendatangkan ahli ke kelas 4) Bekerja dengan kelas sederajat

5) Bekerja kelompok dengan kelas diatasya 6) Bekerja dengan masyarakat

5. Pemodelan (Modelling)

Kelompok CTL selanjutnya adalah pemodelan dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Dalam pendekatan CTL, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru di pelajaran atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kepedulian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diberikan pada akhir pembelajaran, guru mengsisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:

1) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari ini 2) Catatan atau jurnal dibuku siswa

(37)

23   

3) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini 4) Hasil karya

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar, karena assessment menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat melakukan kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun diluar kelas itulah yang disebut data authentic. Karakteristik authentic assessment yaitu: dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif dan sumatif, yang diukur keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed back

Kelebihan CTL adalah 1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan ril. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. 2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode

(38)

pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami”

bukan ”menghafal”.

Kelemahan CTL adalah 1) Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.

Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

C. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran merupakan segala alat dan bahan yang digunakan guru untuk melakukan proses pembelajaran. Untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Lembar Kerja

(39)

25   

Siswa ditempuh melalui beberapa tahap, yaitu: (1) analisis, (2) perencanaan, (3) perancangan, dan (4) pengembangan perangkat pembelajaran.

Berikut ini akan dijelaskan masing-masing perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang ditentukan oleh Depdiknas.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang mengambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus (Depdiknas, 2007). RPP merupakan komponen penting dalam kurikulum, yang pengembangannya harus dilakukan secara professional.

Langkah-langkah perencanaan RPP adalah sebagai berikut:

1. Mengisi kolom identitas.

2. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan.

3. Menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang digunakan yang terdapat pada silabus yang telah disusun.

4. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditemukan.

5. Megindenfikasi materi ajar berdasarkan materi pokok yang terdapat dalam silabus.

6. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan.

(40)

7. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

8. Menentukan alat/bahan/sumber belajar yang digunakan.

9. Penyusunan kriteria penilaian.

b. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Depdikbud (1995), LKS merupakan salah satu bentuk Hand Out. LKS merupakan materi Hand Out yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar itu secara mandiri.

LKS berasal dari terjemahan student work sheet yang merupakan suatu lembaran (bukan buku) yang berisi pedoman bagi siswa melakukan kegiatan yang terprogram. Sementara itu menurut Elida (2003), LKS adalah sarana untuk menyampaikan konsep kepada siswa baik secara individual maupun kelompok kecil yang berisi petunjuk untuk melakukan berbagai kegiatan.

LKS hendaknya ditulis secara sederhana dan menggunakan kalimat yang mudah dipahami siswa. LKS juga perlu dilengkapi dengan cara penggunaannya. LKS didesain sedemikian rupa sehingga dalam siswa dapat menggunakannya secara terstruktur dan mandiri dalam rangka menemukan sendiri konsep-konsep fisika. LKS dapat membantu guru dalam mengoptimalkan tercapainya hasil belajar dan meningkatkan ketertiban dan aktivitas siswa.

Dalam penggunaanya LKS dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu LKS eksperimen dan LKS non eksperimen. Menurut Prayitno (LKS)

(41)

27   

eksperimen biasanya digunakan untuk membimbing siswa dalam berpraktikum dan menentukan konsep dengan bekerja ilmiah. Sedangkan LKS non eksperimen biasa digunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi hambatan proses belajar mengajar, misalnya sekolah tidak memiliki peralatan yang memadai untuk kegiatan laboratorium sehingga perlu adanya diskusi diantara siswa untuk menemukan satu konsep yang disajikan dalam bentuk kegiatan kelas, dapat dalam bentuk diskusi kelompok.

Depdiknas (2006) menyatakan bahwa LKS adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembaran kegiatan harus berisi petunjuk. Struktur Lembar Kerja siswa (LKS) secara umum adalah sebagai berikut: 1) judul, mata pelajaran, semester, tempat, 2) petunjuk belajar, 3) kompetensi yang akan dicapai, 4) indikator, 5) informasi pendukung, 6) tugas-tugas dan langkah kerja, 7) penelitian.

c. Hand Out

Hand Out merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran. Menurut Depdiknas (2008) “Hand Out adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan peserta didik”.

Ballstaedt dalam Depdiknas (2008) mengemukakan bahwa dua fungsi Hand Out yaitu: (1) membatu pendengar agar tidak perlu mencatat dan (2) pendamping penjelasan penceramah. Agar sebuah Hand Out dapat digunakan dalam sebuah pembelajaran maka Hand Out haruslah ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti. Hand Out

(42)

yang baik dilengkapi dengan gambar-gambar menarik beserta keterangannya yang sesuai dengan isi Hand Out. Lebih lanjut Hand Out pelajaran haruslah berisi ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar sesuai KD yang harus dicapai peserta didik.

D. Kualitas Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Kualitas produk/hasil pengembangan suatu perangkat pembelajaran menurut Muliyardi (2006) dapat ditentukan berdasarkan validity (kevalidan), practicality (kepraktisan) dan effectiveness (keefektifan). Validitas suatu perangkat pembelajaran berkaitan dengan validitas isi dan validitas konstruksi.

Menurut Muliyardi (2006), aspek validitas dikaitkan dengan dua hal, yaitu (a) Apakah perangkat pembelajaran yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat dan (b) Apakah terdapat konsistensi secara internal.

Untuk aspek kepraktisan, Muliyardi (2006) mengatakan bahwa perangkat pembelajaran dikatakan praktis bila terdapat konsistensi antara harapan dan penilaian, serta harapan dan operasional. Untuk aspek keefektifan perangkat pembelajaran ditentukan bila terdapat konsistensi antara harapan dan perolehan.

Menurut Ahmad (2002), kualitas produk/hasil pengembangan pendidikan (model pembelajaran) dapat ditentukan berdasarkan Validity (kevalidan), practicality (kepraktisan), dan effectiveness (keefektifan).

1. Kriteria valid

Istilah valid dalam perangkat pembelajaran yang dikembangkan ini didasarkan pada kriteria yamg dikembangkan oleh beberapa orang pakar,

(43)

29   

diantaranya Nieveen (1999), dalam Ottevager(2001) mengemukakan

”Validity refer to the use of state of the knowlidge in designing prototypes and internal consistency of the material, i, e all componen’s of the itended curriculum(e.g.subject material, skill, attitudes, pedagogy, assesment) are connected in a coherent and logical way”. Sedang Ahmad (2002) menjelaskan “Validity refer to the extent that the design of the intervention should in clude” state of the art knowledge”(content validity) and the various components of the intervention as appealing and usable in normal condition” .

Dari pendapat di atas dikemukakan bahwa validitas mengacu kepada pengembangan alur belajar dan teori belajar yang dikembangkan meliputi validitas isi (Content Validity) dan validitas konstruksi (Construct Validity).

“Validitas isi” berkenaan dengan isi dan format dari perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Sedang “validitas konstruksi berkenaan dengan konstruksi atau struktur dan karakteristik dari perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

Model pembelajaran mempunyai kriteria yang valid bila menggambarkan kurikulum harapan, yaitu komponen-komponen dari perangkat pembelajaran menunjukkan validitas isi dan validitas konstruksi.

Dalam menentukan validitas isi, ada beberapa pertanyaan yang harus dikemukan diantaranya adalah apakah materi yang disajikan berorientasi CTL mendukung pembelajaran tentang materi Suhu dan Kalor siswa kelas X SMA Adabiah.

(44)

2. Kriteria praktis

Istilah praktis (practical) juga mengacu pada pengertian yang dikemukakan oleh pakar, diantaranya Nieveen, dalam Ottevager (2001) mengemukakan “Practicallty of Support Materials thus implies that materials should meet Theneed, wishes and Contextuall constrain of the member Teacher”.

Ahmad (2002) menjelaskan “Practically refer to the extent that user (teacher and pupil) and other expert consider the intervention as appealing and usable innormal condition” .

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi model perangkat pembelajaran mempunyai aspek kepraktisan bila terdapat harapan dan penilaian, serta harapan dan operasional. Dengan demikian kriteria praktis mengacu pada pertanyaan untuk mendapatkan respon siswa dan guru terhadap praktikalitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

Instrument ini diisi oleh siswa dan guru setelah mengikuti proses pembelajaran.

3. Kriteria efektif

Untuk aspek efektivitas Nieveen (1999) dan Ahmad (2002), bahwa kurikulum (model pembelajaran) bila terdapat konsistensi antara harapan dan pengalaman, serta harapan dan perolehan.

(45)

31   

Dengan demikian pendapat Nieveen (1999) dan Ahmad (2002) ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu model pembelajaran. Ketiga kriteria adalah valid, praktis, dan efektif. Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal yaitu: (1) apakah kurikulum atau model yang dikembangkan berdasarkan pada rasional teoritik yang kuat, (2) apakah terdapat konsistensi secara internal. Aspek kepraktisan dipenuhi, jika: (1) ahli dari praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan, (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan memang dapat dikembangkan. Untuk aspek efektitivitas menurut Nieveen (1999) dan Ahmad (2002), mengajukan dua indikator yaitu: (1) ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya mengatakan model tersebut efektif, (2) dalam operasionalnya model tersebut memberikan hasil sesuai dengan harapan.

Untuk menentukan kualitas CTL penulis mengacu pada pendapat yang dikemukakan Nieveen (1999) dan Ahmad (2002). Rincian dari kriteria yang harus dipenuhi diperlihatkan pada Bab III.

E. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan ini adalah:

1. Romelia Rusli (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk Pelajaran Kimia pada Materi Sistem Koloid Kelas XI SMA”, menyimpulkan bahwa perangkat pembelajaran berorientasi CTL untuk pelajaran kimia pada materi koloid di kelas XI SMA sudah valid

(46)

menurut sudut pandang pakar, guru dan siswa, serta praktis dari sudut pandang guru dan siswa.

2. Syafrial A (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri Kota Pekanbaru”, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran secara tradisional.

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan, maka peneliti melakukan penelitian mengenai “Pengembangan Perangkat Pembelajaran berorientasi CTL dalam materi Suhu dan Kalor di Kelas X SMA Adabiah Padang’’.

F. Kerangka Berpikir

Pembelajaran Fisika dilaksanakan bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Agar tujuan ini tercapai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menuntut pembelajaran fisika di kelas lebih berorientasi kepada siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan pembelajaran berorientasi CTL.

Pada pendekatan ini siswa dituntut mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika yang dituntut dalam KTSP. Untuk itu penulis mengembangkan perangkat pembelajara berorientasi CTL pada materi

(47)

33   

Suhu dan Kalor, secara ringkas kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram berikut:

Efektifitas

Peningkatan Aktivitas Belajar

Gambar 1: Kerangka berpikir validitas Praktikalitas

Masalah Pembelajaran Fisika di SMA Adabiah

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika berorientasi Contextual Teaching and Learning

Validitas isi Validitas konstruksi

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Menurut Sugiyono (2008) metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Nana (2006) menyatakan bahwa

“penelitian pengembangan adalah suatu proses dan langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada”. Selain itu, Sunarto (2005) menyatakan penelitian pengembangan adalah upaya untuk mengembangkan dan menghasilkan suatu produk berupa materi, media, alat atau strategi pembelajaran.

Penelitian ini difokuskan pada materi Suhu dan Kalor. Ujicoba perangkat dilaksanakan di SMA Adabiah Padang pada semester II tahun pelajaran 2010/2011 sebagai uji coba terbatas pada siswa kelas X SMA Adabiah Padang.

Subjek pada uji coba ini adalah siswa kelas X1.

B. Rancangan Pengembangan 1. Model pengembangan

Pengembangan perangkat pembelajaran fisika berorientasi CTL ini menggunakan model 4-D (four D model). Menurut Thiagarajan dkk

(49)

35   

(dalam Trianto 2007) tahap-tahap itu adalah pendefenisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop) dan penyebaran (disseminate). Penelitian ini hanya dilakukan pada tiga tahapan pertama saja. Ini dikarenakan untuk melakukan penyebaran dibutuhkan waktu yang panjang dan sekolah dalam jumlah yang besar.

2. Prosedur pengembangan

Penelitian ini dimulai dengan menyusun perangkat pembelajaran, yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Hand Out, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan alat evaluasi. Adapun langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran digambarkan seperti Gambar 2 berikut:

(50)

Gambar 2 Diagram Rancangan Pengembangan Perangkat Pembelajaran (dimodifikasi dari Trianto ,2009)

Pengembangan Pendefenisian

Perancangan Analisis Kurikulum 2006 (KTSP)

Analisis Konsep Analisis Siswa

Perancangan Perangkat Pembelajaran

Validasi Oleh Pakar Dan Praktisi

Uji Coba Coba Untuk Melihat Praktikalitas Dan Efektifitas

Analisis Hasil Uji Coba

Penyebaran Dan Pengadopsian Perangkat Pembelajaran Yang Valid

Perangkat Pembelajaran Yang Praktis Dan Efektif

penyebaran Ya

Revisi

Tidak

(51)

37   

Langkah-langkah rancangan pengembangan perangkat pembelajaran dijelaskan sebagai berikut:

a. Pendefenisian (define)

Tahap ini bertujuan untuk mendefenisikan syarat-syarat pembelajaran dengan menganalisis tujuan pembelajaran. Pada tahap ini terdapat empat langkah kegiatan, yaitu:

1) Analisis konsep

Pada tahap ini dilakukan kajian terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebelum melakukan pengembangan perangkat pembelajaran dilakukan analisis konsep-konsep penting yang sesuai dengan SK, KD dan indikator pada materi Suhu dan Kalor. Konsep ini meliputi:

- Pengertian suhu dan kalor - Pemuaian

- Perubahan wujud benda - Perpindahan kalor

2) Analisis siswa

Analisis siswa dilakukan untuk mengetahui kharakteristik siswa.

Kharakteristik ini meliputi: usia, motivasi belajar, latarbelakang pengetahuan siswa, kemampuan akademik, dan keterampilan sosial. Analisis terhadap siswa ini berpengaruh terhadap proses pemilihan dan pengembangan yang akan dilakukan agar sesuai dengan kharakteristik siswa. Pada mata pelajaran fisika, siswa banyak menggali potensi dan kemampuan untuk berkreasi serta

(52)

berinovasi untuk mendapatkan pengalaman belajar sesuai dengan kurikulum KTSP yang membuat siswa aktif.

b. Perancangan (design)

Tahap perancangan terdiri atas dua tahap yaitu: perancangan perangkat pembelajaran dan penyusunan instrument yang diperlukan dalam penelitian ini.

Konsep pengembangan perangkat pembelajaan yang dirancang harus meliputi hal- hal sebagai berikut: 1) kesesuain materi dengan kurikulum, 2) pemilihan sumber belajar, 3) penentuan urutan proses pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan CTL. 4) kesesuain perangkat pembelajaran dan alokasi waktu yang tersedia, 5) tata bahasa yang digunakan, 6) cara penyajian materi, dan aspek lain yang penting dan mempengaruhi dalam pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan CTL.

Pada tahap ini dilakukan perancangan terhadap perangkat pembelajaran, berupa RPP, Hand Out, LKS, dan alat evaluasi yang berorientasi CTL Perangkat pembelajaran ini dirancang sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan.

1) RPP menggunakan sintaks pendekatan CTL. Format penulisan ini sesuai dengan tuntunan permendiknas Nomor 41 tahun 2007 yang tertulis dalam buku panduan pengembangan RPP dari Depdiknas tahun 2008.

2) Hand Out dilakukan dengan menggunakan standar mutu panduan pengembangan dari Depdiknas 2008 yang meliputi: aspek materi, aspek penyajian dan aspek bahasa yang berorientasi CTL.

(53)

39   

3) Perancangan LKS dilakukan dengan memilih format yang sesuai dengan format LKS yang baik dan benar sesuai dengan syarat didaktik, konstruksi dan teknis berorientasi CTL. Dalam LKS ditampilkan kegiatan-kegiatan sederhana dengan memanfaatkan bahan yang mudah didapatkan.

Dilengkapi dengan gambar-gambar dan soal-soal yang membimbing siswa untuk memahami konsep.

Setelah ketiga tahap perancangan pada masing-masing perangkat yang dikembangkan selesai, dilakukan perencanaan awal secara keseluruhan.

Perencanaan awal ini dilakukan dengan penulisan, penelaahan dan pengeditan perangkat pembelajaran yang disusun.

c. Pengembangan (develop)

Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang valid, praktis, dan efektif. Tahap pengembangan yang dimaksud meliputi:

1) Validasi perangkat pembelajaran.

Perangkat pembelajaran yang digunakan guru dan siswa terlebih dahulu divalidasi, yaitu validasi isi dan validasi konstruksi. Validasi perangkat pembelajaran dilakukan oleh pakar yang terdiri 2 orang dosen pascasarjana di UNP yaitu Dr. Hamdi, M.Si dan Dr. Usmeldi, M.Pd, serta 2 orang praktisi (guru) yang terdiri dari Desmalinda, M.Pd dan Islah Firsdaus, S.Si

Perangkat pembelajaran yang sudah dirancang terlebih dahulu divalidasi. Validasi perangkat pembelajaan dilakukan oleh pakar dan

(54)

praktisi pendidikan sesuai dengan bidang kajiannya yang terdiri dari 4 (empat) orang yaitu 2 (dua) orang dosen Pasca sarjana fisika UNP dan 2 (dua) orang guru fisika SMA di Padang. Melalui proses validasi diperoleh masukan dari validator yang digunakan untuk merevisi perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Dari hasil validasi tersebut dilakukan analisis. Jika hasil analisis menyatakan bahwa perangkat pembelajaran belum valid, maka dilakukan revisi sehingga diperoleh perangkat pembelajaran yang valid.

2) Tahap Uji Praktikalitas

Praktikalitas adalah tingkat keterpakaian perangkat pembelajaran oleh guru, yaitu melaksanakan eksperimen pengajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan penilaian validator. Perangkat pembelajaran dikatakan memiliki praktikalitas yang sangat tinggi apabila bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. Dalam artian, mudah digunakan, mudah pemeriksaanya serta lengkap dengan petunjuk yang jelas.

Pada tahap ini dilakukan uji coba terbatas pada SMA Adabiah. Uji coba dilakukan pada kelas X. Praktikalitas diperoleh dari lembar observasi guru dan angket kepraktisan. Hasil observasi guru dan angket kepraktisan, data yang diperoleh kemudian ditentukan kategori kepraktisannya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

(55)

41   

3) Tahap Uji Efektifitas

Pada tahap ini dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah perangkat pembelajaran yang dibuat efektif untuk meningkatkan kualitas dan prestasi belajar siswa. Aspek efektifitas yang diamati dalam proses pembelajaran fisika yang menggunakan perangkat pembelajaran dengan berorientasi CTL dikelas ujicoba adalah hasil belajar siswa yang meliputi ranah kognitif, ranah psikomotor dan ranah efektif.

Hasil ranah kognitif diperolah dari hasil tes kognitif, kemudian di analisis sehingga diperoleh kategori hasil belajar berdasaran kriteria yang ditetapkan. Hasil belajar ranah psikomotor diperoleh dari lembar penilaian observer yang dilakukan oleh 1 orang observer. Data hasil belajar siswa pada ranah psikomotor dianalisis dengan menggunakan analisi deskriptif.

Hasil ranah efektif diperoleh dari aktivitas siswa selama pembelajaran di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif.

C. Subjek Uji Coba

Subjek untuk uji coba pengembangan perangkat pembelajaran pada materi Suhu dan Kalor adalah kelas X SMA Adabiah. Kriteria yang digunakan sebagai pemilihan sekolah uji coba adalah kondisi siswa yang sesuai dengan kebutuhan peneliti, lingkungan sekolah merupakan tempat peneliti mengajar sehingga mendukung keterlaksanaan penelitian dan umumnya guru yang mengajar belum membuat perangkat pembelajaran fisika berorientasi CTL.

(56)

D. Definisi Operasional

1. Pengembangan perangkat pembelajaran adalah pengembangan yang dilakukan terhadap segala alat dan bahan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.

2. Validitasi perangkat pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh pakar dan praktis untuk mendapatkan tingkat kevalidan dari perangkat pembelajaran.

3. Praktikalitas pembelajaran adalah kegiatan ujicoba perangkat pembelajaran untuk mengetahui tingkat kepraktisan perangkat pembejaran.

4. Efektivitas perangkat pembelajaran, yaitu dampak atau pengaruh dari penggunaan perangkat pembelajaran terhadap aktivitas siswa di kelas.

E. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang dikembangkan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Instrumen validasi

a. Lembar validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaan

Lembar validasi ini berisi beberapa aspek penilaian yang terdiri dari kesesuaian tujuan pembelajaran dengan materi, kesesuaian model pembelajaran dengan konsep yang diberikan, ketepatan dalam pemilihan pendekatan pembelajaran, kesesuaian sumber, latihan/bahan pembelajaran dengan materi, kesesuaian urutan kegiatan pembelajaran dengan sintaks

Gambar

Gambar 1: Kerangka berpikir validitas Praktikalitas
Gambar 2 Diagram Rancangan Pengembangan Perangkat Pembelajaran  (dimodifikasi dari Trianto ,2009)
Tabel 1. Kategori validitas perangkat pembelajaran           (%)                         Kategori  0 – 20  21 – 40  41 – 60  61 – 80  81 - 100  Tidak valid  Kurang valid Cukup valid Valid Sangat valid       (Riduwan,  2007)
Tabel 2. Kategori praktikalitas perangkat pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Fisika dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa materi

Maka dari itu disusunlah skripsi dengan judul ” PENGGUNAAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA MATERI DINAMIKA PARTIKEL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMAN 1 NGAWI ” ini adalah karya

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Fisika dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa materi

Remedial Teaching dapat membantu siswa yang teridentifikasi mengalami kesulitan belajar sehingga mencapai KKM, (2) ada sumbangan yang signifikan dari tes remedial teaching

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : Remediasi pembelajaran Fisika menggunakan model

Berdasarkan fakta di atas, maka perlu adanya suatu perubahan strategi pembelajaran dari yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) pada mata pelajaran