KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
7. Pendekatan Konstruktivisme
a. Paradigma Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme (contructivism) adalah suatu filsafat pengetahuan yang secara ringkas menjelaskan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang. Orang membentuk pengetahuannya lewat interaksi dengan
34Adisusilo Sutarjo, Strategi Pembelajaran Sejarah, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2001, hlm.146.
lingkunganya.35 Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan menstranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya.36 Konstruktivisme berangapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkontruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing orang.
Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuanya sendiri, pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.37
Menurut teori konstruktivis, prinsip yang paling penting adalah guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus menenukan sendiri pengetahuan di dalam benaknya.38 Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkronstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
35 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta, 2012,hlm. 85.
36Tritanto, Mendesain Model Pembelajaran Inovativ-Progresif Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Satuan Pendidikan ( KTSP), Kencana Prenada Media, Jakarta, 2009, hlm. 28.
37Paul Suparno, op.cit., hlm. 28-29.
38 Tritanto, op.cit., hlm. 28.
dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’
pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.39
Kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut.
1. Peserta didik terlibat secara langsung dalam membangun pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan dapat mengaplikasikannya.
2. Peserta didik aktif berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan.
3. Selain itu, murid terlibat secara langsung dan aktif belajar sehingga dapat mengingat konsep secara lebih lama.40
b. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah
Pendekatan konstruktivisme dalam belajar merupakan suatu pendekatan di mana setiap siswa harus secara indvidual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan memperbaikinya apabila diperlukan. Dalam pembelajaran sejarah, konstruktivisme menekankan agar individu secara aktif menyusun dan membangun (to construct)
39Tritanto Ibnu BadarAl-Tabani, Mendesain Model Pembelajaran, Inovatif, Progresif, dan Kontekstual. Konsep Landasan, dan Implementasi pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratik/KTI, Pendamedia Group, Jakarta, 2014.
40Ridwan Abdulah Sani, Inovasi Pembelajaran, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hlm. 22.
pengetahuan dan pemahaman.41 Sejarah merupakan pelajaran yang membahas peristiwa masa lalu yang terikat dengan ruang dan waktu sehingga dalam hal ini, pendekatan konstruktivisme memungkinkan peserta didik melakukan dialog kritis dengan subjek pembelajaran, menggali informasi sebanyak mungkin dari berbagai sumberuntuk melakukan klasifikasi dan prediksi serta menganalisis masalah-masalah sejarah termasuk masalah-masalah sosial yang kontroversial yang dihadapinya.
Peserta didik dapat memanfaatkan pengalaman belajar sebelumnya untuk mengonstruksi pengetahuan baru, menguji coba dan mengubahnya, serta menarik hubungan antara masa lalu dengan kenyataan sosial sehari-hari.42
Pembelajaran konstruktivisme menekankan pada proses belajar, bukan mengajar. Menurut konstruktivisme sosial, pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri dan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar. Peserta didik aktif mengonstruksi secara terus menerus sehinga terjadi perubahan konsep ilmiah. Peran guru hanya sekedar membantu menyediakan sasaran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.43
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga
41Heri Susanto, Seputar pembelajaran Sejarah, (Isu, Gagasan dan Strategi Pembelajaran, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2014, hlm. 94.
42 Aman, Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta, 2011, hlm. 109.
43Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Jakarta, 2013, Bumi Aksara, hlm.21.
pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
2. Konstruksi artinya adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil pengembangan, melainkan merupakan pengembangan itu sendiri, suatu pengembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar:
konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Jelas bahwa bagi konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, di mana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Pelajar mencari sendiri dari yang mereka pelajari.44