• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN KETAHANAN TERHADAP CMV

Abstrak

Penggunaan tanaman tomat tahan merupakan cara yang terbaik untuk mengendalikan Begomovirus. Berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh ketahanan genetik terhadap Begomovirus, terutama diarahkan untuk ketahanan terhadap Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV). Beberapa aksesi dari kerabat liar tomat menunjukkan tingkat ketahanan dan toleransi yang tinggi terhadap TYLCV, di antaranya spesies Lycopersicon chilense. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur-galur tanaman tomat yang tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV. Materi tanaman yang digunakan dalam percobaan adalah galur FLA456 (sebagai tetua tahan TYLCV), Intan dan CL6046 (sebagai tetua rentan), tanaman generasi F1-TYLCV (hasil persilangan galur tahan dan rentan TYLCV) dan tanaman generasi F1-CMV (hasil persilangan galur rentan dan galur transgenik tahan CMV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman-tanaman F1-TYCLV dan F1-silang ganda (hasil persilangan antara F1-TYLCV dan F1-CMV) memperlihatkan fenotipe yang tahan terhadap TYLCV. Pada galur tanaman F1-silang ganda juga memperlihatkan adanya integrasi dua gen ketahanan terhadap TYLCV dan CMV pada satu tanaman. Bioasai tanaman F1-silang ganda (F1DC-Intan/R8-110-

11//FLA456/Intan dan F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046) dengan

TYLCV diperoleh masing-masing 10 dan 9 tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman-tanaman F1-silang ganda tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap TYLCV. Untuk mengidentifikasi tanaman F1-silang ganda juga membawa gen ketahanan terhadap CMV maka dilakukan identifikasi dengan analisis PCR. Hasil identifikasi dengan PCR mengindikasikan bahwa gen ketahanan terhadap CMV juga telah terbawa pada tanaman F1-silang ganda. Dengan demikian, pada penelitian ini telah diperoleh tanaman F1-silang ganda yang membawa gen tahan TYCLV dan CMV. Tanaman- tanaman F1-silang ganda yang tahan TYLCV dan CMV ini akan dijadikan sebagai materi untuk pengembangan varietas tomat tahan TYLCV dan CMV selanjutnya.

Kata kunci: tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), gen-gen ketahanan, persilangan ganda, Begomovirus, TYLCV, CMV

Abstract

The use of resistant tomato plants s the best way to control Begomovirus. A great effort has been made to obtain genetic resistance to Begomovirus, manly directed against Tomato yellow leaf curl virus (TYCLV). Some accessions of tomato wild relatives exhibited good levels of resistance and tolerance to TYLCV, such as Lycopersicon chilense species. The objective of this research was to obtain tomato lines resistant to TYLCV combined with resistance to CMV. Plant materials that used in this experiment were FLA456 line as a TYLCV resistant parent (AVRDC), Intan adn CL6046 (as susceptible parents), F1-TYLCV plants (TYCLV resistant F1 plants) and F1-CMV plants (CMV resistant F1 plants). Result of the experiments showed that F1-doublecross plants (crossing between F1-TYLCV and F1-CMV plants) give a resistant phenotype indicating integration of both two resistance genes in one plant has been occured following effication and PCR analysis. Effication of F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan lines (21

lines) dan F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 lines (21 lines) with

Begomovirus has been obtained 10 and 9 plants respectively showing high level resistant phenotype which no symptom could be observed. It indicated that those F1-doublecross plants had carried the Begomovirus-resistance genes. To confirmed that the Begomovirus resistant F1-doublecross plants also carried the CMV-resistance gene, those lines were subjected to PCR analysis. Result of PCR analysis also indicated that the CMV-resistance gene has been incorporoted in the F1-DC lines.

!

! " ! #

Keywords: tomato (Lycopersicon esculentum Mill.), resistance genes, double cross, Begomovirus, TYLCV, CMV

Pendahuluan

Serangan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala biotik yang banyak ditemukan di areal pertanaman tomat. Saat ini, telah teridentifikasi adanya serangan penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi Tomato (yellow) leaf curl virus (TYLCV/ToLCV) di area-area sentra produksi tomat di Indonesia (Aidawati et al. 2005; Sukamto et al. 2006). Spesies TYLCV/ToLCV dimasukkan ke dalam genus Begomovirus dari famili Geminiviridae yang ditularkan oleh serangga vektor kutukebul/whitefly (Bemisia tabaci Genn dari ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae) dan menginfeksi tanaman dikotil.

Penyakit keriting ini dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100% pada tanaman tomat budidaya di daerah tropis dan sub-tropis (Moriones et al. 2000). Di Indonesia, TYLCV/ToLCV dilaporkan menginfeksi tanaman tomat hampir 90-100% dan telah menyebabkan kehilangan hasil sekitar 50-100% (AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue). Menurut hasil penelitian Sudiono et al. (2001), serangan virus tersebut pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya dapat mencapai 50-70%. Penelitian lain melaporkan adanya serangan penyakit keriting ini di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Jogjakarta dengan frekuensi kejadian penyakit berkisar antara 33-100% (Santoso 2008, belum dipublikasi).

Beberapa teknik telah dilakukan untuk mengendalikan Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat, tetapi hanya sedikit yang terbukti efektif. Usaha untuk mengendalikan kutukebul secara biologi juga telah dilakukan, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan (Mason et al. 2000) Sampai saat ini belum ada bahan kimia yang dapat diaplikasikan secara langsung untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut. Penggunaan varietas tahan merupakan cara yang tepat untuk mengendalikan virus karena metode ini relatif lebih aman dan murah apabila dibandingkan dengan metode pengendalian yang lain (Polston & Anderson 1997; Hanson et al. 2000; Mason et al. 2000).

Ada dua pendekatan di dalam pengembangan varietas tanaman tahan virus berdasarkan pada sumber gen yang digunakan (Sanford & Johnson 1985; Dasgupta et al. 2003) dimana gen dapat berasal dari virus itu sendiri atau berasal dari sumber yang lain. Pendekatan pertama didasarkan pada konsep ketahanan

yang berasal dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR) yang memanfaatkan elemen genetik virus dan diintroduksikan ke tanaman, sehingga akan mempengaruhi siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein (coat protein gene) merupakan salah satu contoh dari pendekatan PDR ini (Bendahmane et al. 1997; Sinisterra et al. 1999; Vidya et al. 2000; Raj et al. 2005). Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang berasal bukan dari patogen (non pathogen-derived resistance, non PDR), yang memanfaatkan gen-gen ketahanan dari tanaman inang dan gen-gen lain yang bertanggungjawab untuk adaptasi dan respon tanaman inang terhadap serangan patogen. Penggunaan pendekatan non-PDR telah dilakukan diantaranya oleh Hanson et al. (2000). Usaha untuk memperoleh ketahanan genetik terhadap Begomovirus (TYLCV) melalui pendekatan non PDR telah banyak dilakukan. Beberapa peneliti telah mencari gen-gen ketahanan terhadap TYLCV di antara spesies Lycopersicon liar dan telah menemukan beberapa gen yang menjanjikan, diantaranya pada spesies L. chilense Dun, L. pimpinellifolium (Jusl.) Mill, L. hirsutum Dun dan L. peruvianum (L.) Mill (Zakay et al. 1991; Kasrawi et al. 1998; Pico et al. 1998; Vidavsky & Czosnek 1998).

Galur-galur tomat hasil pemuliaan secara konvensional yang mempunyai ketahanan terhadap TYLCV telah dikembangkan oleh The Asian Vegetables Research and Development Center (AVRDC), Taiwan dan telah diuji serta terbukti efektif terhadap beberapa strain TYLCV Asia termasuk diantaranya Taiwan, India Selatan dan Thailand (AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue). AVRDC juga telah mengembangkan galur-galur tomat yang tahan CMV melalui pendekatan rekayasa genetik menggunakan gen protein selubung (coat protein gene). Sampai sekarang ini, galur transgenik tahan CMV tersebut telah dievaluasi di lapang dan menunjukkan tingkat ketahanan yang memadai untuk mengendalikan infeksi CMV. Di Indonesia, infeksi CMV merupakan kendala produksi yang paling serius pada tanaman cabai dan juga ditemukan pada pertanaman tomat. Serangan CMV dapat menyebabkan kerusakan yang paling parah dan berdampak pada penurunan hasil sebesar 75%, bahkan hingga 100% (Duriat 1996, DEPTAN 1999).

persilangan antara tomat varietas Indonesia (Intan dan CL6046) dengan varietas tomat yang tahan TYLCV (FLA 456 dan FLA 478) atau varietas tomat transgenik tahan CMV (R7-110-11) telah dilakukan di AVRDC dan menghasilkan tanaman tomat generasi F1 dari masing-masing persilangan (tanaman F1-TYLCV dan F1- CMV). Tanaman tomat generasi F1-TYLCV dan F1-CMV tersebut kemudian didonasikan ke Indonesia (BB BIOGEN) sebagai materi untuk pengembangan tomat tahan TYLCV dan CMV.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur-galur tanaman tomat yang tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV.

Bahan dan Metode

Materi tanaman tomat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tetua tahan TYLCV, tetua tahan CMV, tetua rentan (Intan dan CL6046) dan 4 tanaman F1 hasil persilangan tunggal serta tanaman cek rentan (Tabel 11).

Tabel 11 Materi tanaman yang digunakan dalam penelitian

Materi Galur/Varietas Sifat

ketahanan Keterangan Intan Varietas Toleran

terhadap panas (heat tolerance)

Introduksi dari AVRDC dan dirilis oleh Balitsa tahun 1980 (Lampiran 3)

CL6046 Calon varietas Tahan layu bakteri

Introduksi dari AVRDC dan telah diseleksi oleh Balitsa

FLA456 (FLA456-4- 21-1) Galur inbred generasi F4 dari AVRDC Tetua tahan TYLCV

Ketahanan berasal dari Tyking dan L. chilense LA2779. Diidentifikasi membawa gen ketahanan pada 3 kromosom yang berbeda (3, 6 dan 11) FLA478 (FLA478-6- 3-1-11) Galur inbred generasi F5 dari AVRDC Tetua tahan TYLCV

Ketahanan berasal dari Tyking dan L. chilense LA1938

CL5915-93D4-1-0-3 Galur inbred Rentan TYLCV

Tanaman pembanding (cek peka untuk TYLCV)

R8-110-11 Galur inbred generasi ke-8 dari AVRDC

Tahan CMV Galur transgenik yang membawa gen CP-CMV

F1 FLA456/Intan - - F1-TYLCV F1 FLA456/CL6046 - - F1-TYLCV F1 Intan/R7-110-11 - - F1-CMV F1 CL6046/R7-110-11 - - F1-CMV

Skrining ketahanan terhadap virus.

Skrining tanaman terhadap Begomovirus (TYLCV)

Sebelum dilakukan skrining, terlebih dahulu dilakukan konfirmasi ketahanan dari tetua-tetua yang digunakan untuk persilangan, yaitu tetua tahan TYCLV (FLA456 dan FLA478) dan tetua rentan (Intan dan CL6046), dengan diinokulasi TYLCV. Selanjutnya, skrining ketahanan tanaman terhadap Begomovirus dilakukan pada tanaman F1 hasil silangan tetua tahan dan rentan TYLCV (F1 TYLCV). Isolat TYLCV yang digunakan dalam skrining ini aadalah isolat Kaliurang (Daerah Istimewa Yogyakarta).

Pelaksanaan skrining adalah sebagai berikut: bibit tomat dari masing- masing individu tanaman yang berumur 12-14 hari setelah tanam pada bak semai dipindahkan ke kurungan inokulasi yang kedap serangga. Kurungan inokulasi berisi tanaman tomat terinfeksi TYLCV sebagai sumber inokulum virus, dan kutu kebul. Bibit tomat dibiarkan berada di dalam kurungan inokulasi selama 7 hari. Setelah periode inokulasi tersebut bibit tomat dikeluarkan dan diberi perlakuan insektisida untuk memusnahkan kutu kebul. Bibit tomat selanjutnya dipindahkan ke dalam pot dan dipelihara di dalam rumah kasa. Pengamatan terhadap gejala dilakukan 2 minggu setelah inokulasi menggunakan panduan skoring Muniyappa et al. (1991) (Tabel 12).

Tabel 12. Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terinfeksi Begomovirus

Indeks Gejala

0 Tidak ada gejala

1 Ringan (tepi daun sedikit menggulung dan menguning) 2 Sedang (tanaman sedikit kerdil, daun menguning dan

menggulung)

3 Parah (tanaman sangat kerdil, terjadi pengurangan ukuran daun, daun menggulung dan menguning)

Tanaman generasi F1-TYLCV yang menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi setelah skrining (tanaman F1 terpilih) dengan Begomovirus digunakan

sebagai materi tanaman dalam persilangan ganda (double cross/intercross) untuk mengkombinasikan gen ketahanan terhadap TYLCV dan CMV.

Skrining tanaman terhadap CMV

Skrining dilakukan terhadap tanaman F1-CMV yang merupakan hasil pesilangan antara tetua tahan CMV (R7-110-11) dengan tetua rentan (Intan atau CL6046). Isolat yang digunakan untuk skrining adalah isolat CMV-2 dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. Penularan virus ini dilakukan secara mekanis pada bibit tanaman tomat yang berumur sekitar 2 minggu atau pada saat daun pertama telah membuka sempurna. Daun yang terinfeksi digunakan sebagai sumber inokulum digerus dalam mortar dengan diberi bufer fosfat dengan perbandingan berat basah daun : bufer fosfat adalah 1:10 (b/v). Dari hasil penggerusan ini didapat sap sebagai inokulum virus yang siap untuk dioleskan ke bibit tanaman tomat. Daun bibit tanaman tomat yang akan diinokulasi ditaburi serbuk karborundum. Kapas yang telah dililitkan pada tusuk gigi dicelupkan ke dalam sap sumber inokulum kemudian dioleskan pada permukaan atas daun satu sampai tiga kali dengan arah dari pangkal daun ke ujung daun. Pengamatan gejala yang muncul dilakukan pada 2 minggu setelah inokulasi (14 hsi). Pengamatan gejala penyakit dari CMV dilakukan sesuai prosedur skoring yang dilakukan oleh Sulyo & Duriat (1997) (Tabel 13).

Tabel 13 Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terserang CMV

Indeks Gejala

0 Tidak ada gejala

1 Gejala mosaik atau belang ringan, atau atau tidak ada penyebaran sistemik. Kadang-kadang permukaan daun agak kasar

2 Gejala mosaik atau belang sedang

3 Gejala mosaik atau belang berat tanpa penciutan atau malformasi daun

4 Gejala mosaik atau belang berat dengan penciutan atau malformasi daun

5 Gejala mosaik atau belang berat dengan penciutan atau malformasi daun yang parah, kerdil atau mati

Tanaman F1-CMV yang menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap inokulasi CMV digunakan sebagai materi untuk persilangan ganda.

Deteksi galur F1-CMV dan F1-DC menggunakan PCR

Deteksi dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik dilakukan dengan tujuan untuk menyeleksi tanaman-tanaman F1-CMV dan F1-DC hasil persilangan yang membawa gen CP-CMV. Analisis PCR ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

Isolasi DNA genom total tanaman.

Isolasi DNA genom total tanaman tomat menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) yang telah dimodifikasi dengan penambahan 2% polyvinil pyrolidone (PVP). Sebanyak 3 g daun tanaman dilembutkan dan ditambahkan dengan 700 µl bufer ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2% CTAB, 2% PVP, dan 0.2% Mercaptoetanol) dan diinkubasi selama 15 menit pada penangas air 650C. Selanjutnya ditambahkan larutan fenol-kloroform-isoamilalkohol (25:24:1) (v/v/v) sebanyak 700 µl. Tabung dibolak-balik secara hati-hati selama 5 menit. Suspensi disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan 1/10x volume 3M Natrium asetat dan 0.7x volume isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Untuk mengendapkan DNA dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 12000 rpm. Endapan DNA dicuci dengan ethanol 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada 12000 rpm. Setelah itu pelet DNA dikeringkan dan dilarutkan kembali dengan bufer TE 1x. Suspensi DNA yang sudah larut siap digunakan untuk cetakan dalam proses PCR.

Amplifikasi dengan Teknik PCR.

Amplifikasi dengan teknik PCR dilakukan pada volume total reaksi 25 µl yang mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25

µM, sepasang primer spesifik gen CP-CMV masing-masing dengan konsentrasi 0.2 uM, MgCl2 dengan konsentrasi 1,5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0.15 unit

1mM DTT, 50% glycerol, 0.5%, Tween 20, dan 0.5% nonidet P40). Urutan basa dari pasangan primer CP-CMV adalah CP5-forward: 5’- CTCTAGAGTTTCGTCTACTTATCT-3’ dan CP3-reverse: 5’- CGAGCTCTGGTCTCCTTTTGAGAGAGACCCCATT-3. Setiap reaksi dilakukan pada tabung mikro 0,2 ml. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR (MJ Research) dengan program sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu 940C selama 1 menit sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 500C selama 1 menit, dan pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 2 menit. Tahap denaturasi- penempelan primer-sintesis DNA diulang sebanyak 35 kali. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 10 menit sebanyak 1 siklus. Hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1%, diwarnai dengan etidium bromida dan divisualisasi dengan Chemidoc gel system. Sampel tanaman F1-CMV yang membawa gen CP-CMV akan menunjukkan pita DNA yang berukuran 1050 bp sedangkan yang tidak membawa gen CP-CMV tidak akan terbentuk pita DNA (hasil PCR negatif). Tanaman F1-CMV yang positif PCR (membawa gen CP-CMV) digunakan sebagai materi terpilih untuk persilangan ganda.

Persilangan ganda antara F1-TYLCV dan F1-CMV

Tanaman F1-TYLCV dan F1-CMV terpilih dari hasil skrining digunakan sebagai materi persilangan ganda. Pada proses persilangan ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu ekstraksi serbuk sari, emaskulasi dan penyerbukan.

Ekstraksi serbuk sari.

Bunga-bunga tomat yang sudah mekar dikumpulkan dari tanaman tetua jantan. Koleksi bunga dilakukan pada pagi hari untuk menghindari gugurnya serbuk sari. Kelopak bunga dihilangkan dan tabung serbuk sari dimasukkan pada kantong kertas, diletakkan sekitar 30 cm di bawah lampu 40 atau 60 watt untuk mengeringkan serbuk sari dengan suhu diatur pada 300C selama 24 jam. Tabung serbuk sari yang telah kering kemudian diekstraksi untuk memisahkan serbuk sari dengan tabungnya. Ujung tabung serbuk sari dipotong kemudian dengan menggunakan pinset, tabung tersebut diketuk-ketukkan ke tabung kaca khusus

untuk menampung serbuk sari (container glass) sehingga serbuk sari akan rontok. Serbuk sari yang diperoleh kemudian ditutup rapat dengan parafilm dan disimpan pada refrigerator untuk menghindari turunnya viabilitas serbuk sari sampai siap digunakan untuk penyerbukan.

Emaskulasi.

Proses emaskulasi dimulai setelah tanaman berumur sekitar 55 – 65 setelah tanam. Bunga-bunga dari tandan kedua yang akan mekar kira-kira 2-3 hari lagi dipilih untuk emaskulasi. Petala sudah sedikit keluar tapi belum membuka dan mahkota bunga berwarna sedikit kekuningan atau lebih pucat. Pinset, gunting dan sarung tangan disterilkan dengan disemprot alkohol 95% sebelum emaskulasi dilakukan untuk mencegah kontaminasi. Stamen dari bunga yang akan diemaskulasi dihilangkan dengan pinset yang berujung tajam sehingga dapat dihindari terjadinya silang sendiri.

Penyerbukan

Bunga-bunga yang sudah diemaskulasi kemudian diserbuki dua hari sesudahnya atau ketika mahkotanya sudah berubah warnanya menjadi kuning terang, yang mengindikasikan bahwa putik sudah siap untuk diserbuki. Penyerbukan dilakukan dengan mencelupkan kepala putik ke dalam kumpulan serbuk sari pada tabung container. Setelah proses penyerbukan selesai, bunga- bunga lain yang tidak disilangkan dihilangkan dari tanaman tetua betina untuk mengurangi adanya kontaminasi sebelum panen. Kelopak bunga dari bunga yang tealh diserbuki dipotong untuk memudahkan mendeteksi bauh-buah hasil persilangan buatan.

Pemanenan buah tomat hasil silang ganda

Buah-buah tomat yang berasal dari bunga yang disilangkan setelah masak dipanen. Buah-buah tersebut kemudian diekstraksi untuk memisahkan biji-biji dari daging buah dan lendirnya. Cara ekstraksinya adalah buah dibelah dengan pisau kemudian biji-biji dipisahkan dari daging buah dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi air. Biji-biji yang direndam air tersebut dibiarkan selama semalam. Setelah itu, biji-biji diremas-remas untuk memisahkan lendir yang menempel pada biji dan kemudian disaring serta dicuci pada air yang mengalir.

Biji-biji yang sudah bersih kemudian dikeringkan pada kertas saring selama semalam dan setelah kering biji-biji disimpan di suhu 4oC. Biji-biji yang dipanen merupakan biji generasi F1-doublecross (F1-DC) yang siap digunakan untuk penelitian selanjutnya.

Hasil

Konfirmasi ketahanan dua tetua tomat tahan terhadap TYLCV dari AVRDC yaitu FLA456 dan FLA478 dengan menggunakan isolat Kaliurang (DIY) menunjukkan bahwa kedua tetua tahan tersebut memberikan respon ketahanan yang berbeda (Tabel 14). Tanaman FLA456 memberikan respon sangat tahan dibandingkan dengan FLA478. Hal ini diindikasikan dengan tingkat keparahan gejala dari tanaman-tanaman yang diinokulasi dengan TYLCV dimana dari 19 tanaman yang diinokolasi, semuanya tidak menunjukkan adanya gejala (Tabel 13). Sementara itu, semua tanaman FLA478 (8 tanaman) memperlihatkan gejala yang parah (Tabel 14). Berdasarkan hasil konfirmasi ini, maka untuk skrining tanaman-tanaman generasi F1-TYCLV (persilangan antara tetua tahan TYLCV dan rentan), materi yang digunakan adalah tanaman-tanaman F1 hasil persilangan antara tetua tomat Indonesia (Intan dan CL6046) dengan tetua tahan FLA456 dan bukan FLA478.

Tabel 14 Konfirmasi ketahanan tetua terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutukebul di rumah kaca

Keparahan gejala Materi Jumlah

tanaman tidak ada ringan sedang parah

FLA456 (tetua tahan) 19 19 - - -

FLA478 (tetua tahan) 8 - - - 8

Intan (tetua rentan) 9 - - 3 6

CL6046 (tetua rentan) 4 - - - 4

CL5915-93D4-1-0-3* 10 - - 2 8

Galur-galur tanaman tomat F1 hasil persilangan yang diskrining dengan TYLCV melalui penularan oleh serangga kutu kebul di rumah kaca memberikan respon gejala yang bervariasi (Tabel 15). Tanaman yang tahan diindikasikan dengan tidak ada gejala sedangkan tanaman rentan (terinfeksi TYLCV) akan memunculkan gejala-gejala pada daun seperti terjadinya penggulungan daun atau daun menjadi berukuran kecil dengan sedikit keriting (Gambar 28). Hasil skrining menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tomat F1-TYLCV (F1 FLA456/Intan dan FLA456/CL6046) sebagian besar tanaman memberikan respon tahan seperti pada tetua tahan (FLA456) yang diindikasikan dengan tidak ada gejala yang dapat diamati pada tanaman-tanaman tersebut. Sebanyak 30 dari 44 tanaman F1- FLA456/Intan atau sekitar 68% yang menunjukkan fenotipe tahan (Tabel 15). Sementara itu sebanyak 21 tanaman F1-FLA456/CL6046 atau sekitar 66% menunjukkan respon tahan. Namun demikian, pada percobaan ini masih terlihat adanya hasil skrining yang tidak konsisten. Beberapa tanaman yang diuji menunjukkan kategori ‘terhindar’ (escape) seperti adanya 3 tanaman pembanding yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi (Tabel 15). Tanaman-tanaman F1- TYLCV (F1 FLA456/Intan dan F1 FLA456/CL6046) yang menunjukkan fenotipe tahan digunakan sebagai materi tanaman untuk disilangkan dengan tanaman F1- CMV yang tahan untuk mengkombinasikan gen-gen ketahanan terhadap virus, TYLCV dan CMV.

Tabel 15 Skrining beberapa galur tomat terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutukebul di rumah kaca

Jumlah tanaman dengan gejala Tanaman Jumlah

tanaman Tidak ada ringan sedang parah

FLA 456 (tetua tahan) 30 29 1 0 0

Intan (tetua rentan) 19 4 2 3 10

CL6046 (tetua rentan) 24 7 1 2 14

CL5915-93D4-1-0-3* 16 3 4 2 7

F1 FLA456/Intan 44 30 4 4 6

F1 FLA456/CL6046 32 21 8 2 1

Gambar 28 Skrining tanaman-tanaman tomat F1-TYLCV (F1 FLA456/Intan dan FLA456/CL6046) dengan TYLCV menggunakan vektor kutukebul di rumah kaca: a). Tanaman tomat siap diinokulasi dengan Begomovirus, b). Kurungan kedap serangga untuk tempat inokulasi virus, c). Tanaman tomat setelah diinokulasi virus dipindah ke pot, d-h). Gejala-gejala yang muncul setelah inokulasi virus pada tanaman F1- TYLCV rentan, i). Respon tahan dari salah satu tanaman F1 FLA456/Intan yang tidak menunjukkan gejala

Respon tanaman yang diinokulasi dengan CMV secara mekanis juga menunjukkan reaksi yang bervariasi (Tabel 16, Gambar 29). Hasil skrining menunjukkan bahwa F1-CMV (F1-Intan/R8-110-11 dan F1-CL6046/R8-110-11) mempunyai respon yang cenderung sama seperti pada tetua tahan dimana tanaman yang bereaksi negatif lebih banyak dibandingkan dengan yang bereaksi positif. Untuk F1-Intan/R8-110-11, ada sebanyak 14 dari 19 tanaman (74%) memperlihatkan reaksi negatif terhadap infeksi CMV, sementara untuk F1- CL6046/R8-110-11 diperoleh 14 dari 20 tanaman yang diuji (70%) memperlihatkan reaksi negatif (Tabel 16). Hasil tersebut merupakan indikasi bahwa gen ketahanan terhadap CMV mungkin telah terbawa ke dalam tanaman

a b c

d e f

generasi F1 tersebut. Namun demikian, dari hasil skrining tersebut juga

Dokumen terkait